P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang tumbuh berkisar 8%. (Otoritas Jasa Keuangan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar Mar Apr'15 % (yoy)

% yoy. Jan*

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007

BAB I PENDAHULUAN. utama suatu bank adalah menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

meningkat % (yoy) Feb'15

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

abungan, baik dalam rupiah giro valuta

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

Perkembangan Uang Beredar (M2)

% (yoy) Feb'15 Mar'15*

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit)

BAB I PENDAHULUAN. dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Memen

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan industri perbankan di masa mendatang diramalkan masih

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

% (yoy) Oct'15 Nov'15*

BAB I PENDAHULUAN. juga mengalami penurunan yaitu industri perbankan Indonesia. Dengan mengalami

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional

SURVEI KREDIT PERBANKAN

I. PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1%

BAB I PENDAHULUAN. mengelompokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan dapat diperoleh hasil pengukuran

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

BAB I PENDAHULUAN. Suatu lembaga yang meningkatkan perkembangan ekonomi negara adalah

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua ahli ekonomi berpendapat bahwa modal merupakan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

Analisa Statistik Uang Beredar (M2) dan Perkembangan Dana, Kredit serta Suku Bunga Perbankan

SURVEI KREDIT PERBANKAN

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya sebagai lembaga intermediasi, penyelenggara transaksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis moneter pada tahun 1998 yang terjadi di indonesia memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kepada pihak yang kekurangan dana pada waktu yang ditentukan (Dendawijaya,

BAB V PENUTUP. independen yang berupa Return On Asset (ROA), BOPO, Financing to Deposit Ratio

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi

2 Penyesuaian dilakukan dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam kebijak

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya sektor usaha. Perbankan sebagai lembaga perantara (intermediate)

Bab I. Pendahuluan. Bank merupakan sebuah lembaga keuangan (financial institution) yang

I. PENDAHULUAN. perbankan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah. Indikator perbankan nasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bank Umum Syariah (BUS) Nasional di Indonesia dengan tahun amatan

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan Financing to Deposit Ratio terhadap Return On Assets pada Sektor Bank Umum

BAB I PENDAHULUAN. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara eksplisit menetapkan bahwa

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan pihak yang memiliki kekurangan dana. Dimana kegiatan. kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh 19,7% tahun 2015, jauh lebih tinggi dari tahun triliun menjadi Rp triliun hingga akhir tahun.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan nasional yang berfungsi sebagai financial. pihak-pihak yang memerlukan dana (Mahardian, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perbankan di Indonesia semakin diramaikan dengan berdirinya bank-bank

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem Lembaga Keuangan atau yang lebih khusus lagi disebut

SURVEI KREDIT PERBANKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian melalui fungsinya sebagai intermediary service, stabilitas ekonomi di lain pihak.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank

BAB I PENDAHULUAN. pembengkakan nilai dan pembayaran hutang luar negeri, melonjaknya non performing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa jasa perbankan. Bank memiliki

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhinya, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sebuah kontribusi nyata dari sektor perbankan. Sesungguhnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi. Pengukuran ini perlu diketahui pihak yang berkepentingan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. dan pihak yang kekurangan dana. Kelebihan dana tersebut dapat disalurkan

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN III 2008 MASIH CUKUP EKSPANSIF

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus

SURVEI KREDIT PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. penunjang pembangunan ekonomi. Kepercayaan masyarakat terhadap bank

BAB 1 PENDAHULUAN. proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. prinsip bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing). Sebagai bagian dari sistem

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

PROFIL INDIKATOR MAKRO FINANSIAL PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2015 Pengarah : Prof. Dr. Ir. Deny Juanda Puradimaja,DEA Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat Penanggung jawab : H. E. Agus Ismail, S.Sos., M.Pd. Kepala UPTB Pusat Data dan Analisa Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat Editor : Dr. Hj. Widhy Kurniatun, ST., M.Si. Heny Rahmawati, A.Ks.,MP. Andhy Purwoko, S.Kom., M.Si. Penulis : Ferdian Gumiwa, S.Pi. Ayu Dian Vita R.D, S.Ip. Narasumber : Dr. Yanuar Renea Shinta Amida, SE., MM. Banu Muhhamad, SE., M.S.E. Bramastyo Bontas P., M.E. Sumber Data : Bank Indonesia Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Jawa Barat P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 1

Kata Pengantar Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-nya, sehingga buku Profil Indikator Makro Finansial Tahun 2015 dapat diselesaikan. Profil Indikator Makro Finansial Tahun 2015 ini merupakan salah satu bentuk publikasi Balai Pusat Data dan Analisa Pembangunan (Pusdalisbang), Bappeda Provinsi Jawa Barat. Profil Indikator Makro Finansial Tahun 2015 merupakan publikasi pertama yang diterbitkan UPTB Pusdalisbang untuk memberikan informasi pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat atas perkembangan sektor perbankan dalam kaitannya dengan perekonomian Jawa Barat. Publikasi ini menyajikan perkembangan umum perbankan, kinerja bank umum konvensional, kinerja bank umum syariah, kinerja bank asing dan campuran, kinerja bank perkreditan rakyat di Jawa Barat serta ketahanan korporasi, UMKM dan Rumah tangga di Jawa Barat. Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang turut berkontribusi dalam penyusunan publikasi ini. Perbaikan dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan buku profil ini dimasa yang akan datang. Semoga Allah AWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua dan publikasi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi para stakeholder pembangunan Jawa Barat. Bandung, Desember 2015 PUSDALISBANG Kepala, BAPPEDA Provinsi Jawa Barat Kepala, H.E.Agus Ismail, S.Sos, M.Pd Prof.Dr.Ir.Deny Juanda Puradimaja,DEA P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 2

Daftar Isi Kata Pengantar... 3 Daftar Isi... 5 Daftar Grafik... 6 Daftar Istilah... 7 RINGKASAN EKSEKUTIF... 8 BAB I PENDAHULUAN... 9 A. Latar Belakang... 9 B. Maksud dan Tujuan...10 C. Ruang Lingkup...10 D. Data Penunjang...11 BAB 2 STRUKTUR PERBANKAN DI JAWA BARAT...10 BAB 3 BANK UMUM KONVENSIONAL...16 A. Pendanaan dan Risiko Likuiditas...16 Perhimpunan Dana Ketiga... 16 Risiko Likuiditas... 17 B. Perkembangan Kredit dan Risikonya...22 BAB 4 BANK UMUM SYARIAH...32 BAB 5 BANK PERKREDITAN RAKYAT, KETAHANAN KORPORASI, UMKM DAN RUMAH TANGGA...37 A. Bank Perkreditan Rakyat...37 B. Ketahanan Korporasi, UMKM dan Rumah Tangga..39 P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 3

Daftar Grafik Grafik 2.1 Aset Perbankan Konvensional... 15 Grafik 3.1 Perkembangan DPK Perbankan Konvensional per Jenis... 21 Gambar 3.2 Grafik DPK Perbankan Konvensional 2011-2014... 22 Grafik 3.3 Kredit Bank Konvensional 2011-2014... 25 Grafik 3.4 LDR dan NPL Bank Konvensional... 29 Grafik 3.5 Perkembangan Suku Bunga Kredit 2011-2013...30 Grafik 4.1 Aset Perbankan Syariah... 31 Grafik 4.2 DPK Perbankan Syariah 2011-2014... 33 Grafik 4.3 Pembiayaan Bank Syariah 2011-2014... 35 Grafik 4.4 FDR dan NPF Bank Syariah... 36 Grafik 5.1 Perkembangan aset BPR dan DPK serta Kredit BPR... 38 Grafik 5.1 Kredit Menurut Sektoral 2011-2013... 39 Grafik 5.2 Kredit Menurut Jenis 2011-2013... 41 Grafik 5.3 NPL Kredit UMKM... 42 Grafik 5.4. NPL Kredit Konsumsi 2011-2013... 43 P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 4

Daftar Istilah CAR : Kewajiban penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang digunakan dalam perhitungan tingkat kesehatan bank DPK : Dana Pihak Ketiga FDR : Financing to Deposit Ratio adalah rasio anara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Istilah FDR digunakan untuk bank syariah, sedangkan bank konvensional menggunakan istilah LDR LDR : Loan to Deposit Ratio. Rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Dalam hal ini mencerminkan fungsi intermediasi perbankan. NPF : Non Performing Financing. Risiko Dana Bermasalah. Digunakan untuk bank Syariah, sedangkan bank konvensional menggunakan istilah NPL NPL : Non Performing Loan. Risiko Dana Bermasalah Yoy : Year on Year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 5

RINGKASAN EKSEKUTIF Kinerja perbankan menunjukkan perkembangan yang cukup kondusif baik dari sisi risiko kredit, likuiditas, dan risiko pasar yang mendukung pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dilihat dari pengamatan periode antara 2010-2014. Seiring dengan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang bertujuan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi nasional, kinerja sektor perbankan di Jawa Barat masih cukup kondusif. Hal ini tercermin dari pertumbuhan aset perbankan konvensional, syariah, maupun BPR. Pada aspek simpanan, total Dana Pihak Ketiga (DPK) juga terlihat meningkat tiap tahunnya secara umum. Kondisi tersebut juga disertai dengan rasio LDR yang cukup baik atau sejalan dengan ekspansi laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Dari aspek stabilitas sistem keuangan juga tercatat kondisi yang membaik dari periode sebelumnya yang tercermin dari rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yang memiliki tren menurun. Adapun ketahanan korporasi, UMKM dan rumah tangga juga tercatat cukup kondusif. Hal ini terlihat pada NPL nya yang stabil dan tingkat pertumbuhan kredit yang terus meningkat. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 6

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan kebijakan makroekonomi adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta berkelanjutan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut adalah dengan meningkatkan stok modal yang tinggi. Permodalan yang tinggi akan mendorong meningkatnya investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/Gross Fixed Capital Formation) yang tinggi pula. Hal ini dianggap penting dikarenakan investasi memiliki efek multiplier yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan sektor rumah tangga produksi ( firms), dan rumah tangga konsumsi ( households) melalui peningkatan jumlah lapangan pekerjaan yang terbentuk. Sektor perbankan adalah institusi yang memegang peranan penting dalam pengumpulan dana masyarakat, baik dari dalam negeri, maupun luar negeri. Selanjutnya, perbankan dapat memainkan peran sebagai intermediator keuangan, dimana dana masyarakat yang terkumpul dapat disalurkan ke dalam bentuk-bentuk investasi perbankan berupa, salah satunya, kredit. Mengingat upaya pembentukan stok modal yang tinggi, guna meningkatkan Pembentukan Modal Tetap Bruto yang tinggi, maka peranan kredit akan sangat penting, utamanya adalah kredit investasi dan kredit modal kerja. Di lain pihak, jenis kredit lain yang disalurkan sektor perbankan, yaitu kredit P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 7

konsumsi dapat memberikan informasi atas proksi pola konsumsi masyarakat. Berkaitan dengan hal-hal diatas, maka pemetaan atas profil perbankan dan sistem pembayaran, utamanya pada Provinsi Jawa Barat akan sangat diperlukan untuk memberikan informasi pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat atas sejauh mana perkembangan sektor ini dalam kaitannya dengan perekonomian Jawa Barat secara umum. B. Maksud dan Tujuan Pembuatan profil indikator makrofinansial Provinsi Jawa Barat ini ditujukan untuk memberikan informasi pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat atas perkembangan sektor perbankan dalam kaitannya dengan perekonomian Provinsi Jawa Barat. Di lain pihak, profil ini diharapkan dapat memberikan sinyal positif bagi calon investor untuk dapat menginvestasikan dananya pada sektor perbankan di Provinsi Jawa Barat. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup atas hal-hal yang akan disampaikan pada profil perbankan dan sistem pembayaran Provinsi Jawa Barat yang dipantau dalam frekuensi triwulanan ini adalah sebagai berikut: P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 8

1. Perkembangan umum perbankan di Jawa Barat: 2. Kinerja Bank Umum Konvensional di Jawa Barat: a. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga, b. Penyaluran Kredit, c. Resiko Kredit (Non Performing Loan), d. Perkembangan Kredit UMKM, 3. Kinerja Bank Umum Syariah di Jawa Barat. 4. Kinerja Bank Asing dan Campuran di Jawa Barat. 5. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Jawa Barat. 6. Ketahanan Sektor Korporasi, UMKM dan Rumah Tangga D. Data Penunjang Data penunjang kegiatan ini bersumber dari Bank Indonesia untuk Provinsi Jawa Barat serta beberapa data tambahan dari OPD Daerah Jawa Barat. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 9

BAB 2 STRUKTUR PERBANKAN DI JAWA BARAT Pada tahun 2010, kondisi perekonomian yang cukup baik menjadi salah satu pendukung kuatnya pertumbuhan kinerja perbankan Jawa Barat. Penyaluran kredit tumbuh lebih tinggi pada periode laporan dengan risiko kredit yang terjaga. Kinerja yang baik ini didukung dengan meningkatnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (D PK) terutama deposito. Sementara itu, risiko likuiditas cenderung membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Khusus BPR Jawa Barat, kinerja penyaluran kredit yang baik pada periode laporan juga didukung dengan upaya efisiensi serta terjaganya risiko baik likuiditas maupun kredit. Pada tahun 2011, kinerja perbankan Jawa Barat mengalami Perkembangan yang membaik sebagaimana tercermin dari meningkatnya pertumbuhan kredit serta turunnya risiko kredit. Pertumbuhan penyaluran kredit meningkat menjadi 22,23% sementara risiko kredit atau non performing loans (NPL) hanya sebesar 2,38%. Realisasi kredit tersebut menyebabkan intermediasi perbankan yang diindikasikan oleh Loan-to-Deposit Ratio (LDR) masih cukup baik, yakni mencapai 76,91%. Sementara itu, perkembangan penyaluran kredit UMKM oleh perbankan di Jawa Barat sedikit melambat dibandingkan sebelumnya. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 10

Aset perbankan di Jawa Barat pada periode laporan tumbuh sebesar 18,15% (yoy). Hingga akhir tahun 2011, aset perbankan di wilayah Jawa Barat mencapai Rp 278,38triliun meningkat dibandingkan tahun 2010 yang sebesar Rp235,61triliun. Meski demikian, dari sisi pertumbuhan, angka pertumbuhan aset pada tahun 2011 melambat dibandingkan dengan tahun 2010 yang mencapai 29,51%. Kinerja perbankan Jawa Barat pada tahun 2012, mengalami perkembangan positif sebagaimana tercermin dari meningkatnya pertumbuhan kredit serta turunnya risiko kredit. Pertumbuhan penyaluran kredit meningkat sebesar 27,04%(yoy) menjadi 203,35 triliun, sementara risiko kredit atau non performing loan (NPL) hanya sebesar 2,42%. Dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 17,56% menjadi 244,71 triliun. Dengan pertumbuhan penyaluran kredit yang cukup tinggi diiringi dengan pertumbuhan DPK yang sedikit lebih rendah, maka pada tahun 2012 kinerja intermediasi perbankan Jawa Barat meningkat dari 82,37% menjadi 83,10%. Aset perbankan di Jawa Barat pada periode laporan tumbuh sebesar 20,23% (yoy). Hingga akhir tahun 2012, aset perbankan di wilayah Jawa Barat mencapai Rp334,69 triliun meningkat dibandingkan akhir tahun 2011 yang sebesar Rp278,39 triliun. Dari sisi pertumbuhan, angka pertumbuhan aset pada tahun 2012 tumbuh meningkat 20,23%. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 11

Perkembangan pada tahun 2013, seiring dengan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang bertujuan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi nasional, kinerja sektor perbankan di Jawa Barat masih cukup kondusif. Hal ini tercermin dari pertumbuhan aset perbankan konvensional yang tumbuh sebesar 13,0% (yoy) dan pertumbuhan kredit yang mencapai 21,5% (yoy). Kondisi tersebut juga disertai dengan rasio LDR yang cukup baik mencapai 88,4% atau sejalan dengan ekspansi laju perumbuhan kredit cukup tinggi, namun tingkat riskio kredit (NPL) mengalami perbaikan dari 2,7% pada triwulan III menjadai 2,5% di triwulan IV 2013. Aset perbankan di Jawa Barat menunjukkan perlambatan. Hingga akhir triwulan IV 2013 tercatat pertumbuhan aset perbankan konvensional di Jawa Barat sebesar 13,0% (yoy) melambat dibandingka triwulan III 2013 yang tumbuh sebesar 18,3% (yoy). Aset perbankan syariah juga melambat sebesar 19,5% dari Rp27,5 triliun pada triwulan III 2013 menjadi Rp29,3 triliun. Perlambatan pertumbuhan aset di Jawa Barat didorong oleh melambatnya penyaluran kredit perbankan konvensional darn pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah. Perbankan konvensional hingga triwulan IV 2013 telah menyalurkan kredit sebesar Rp247,1 triliun atau tumbuh 21,5% (yoy). Sementara itu, jumlah pembiayaan yang telah disalurkan perbankan syariah pada triwulan IV 2013 mencapai Rp20,6 P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 12

triliun atau tumbuh 37,2% (yoy). Perlambatan tersebut seiring dengan kebijakan moneter Bank Indonesia dalam rangka menjaga stabilitas makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Secara keseluruhan tahun 2014, perbankan Jawa Barat menunjukkan kinerja yang tidak setinggi tahun sebelumnya yang ditunjukkan dengan pertumbuhan aset, dan kredit yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 total aset perbankan Jawa Barat tercatat sebesar Rp420,8 triliun dengan pertumbuhan 11,3% (yoy) yang melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang dapat tumbuh 13,0% (yoy). Indikator perbankan lainnya seperti kredit pun menunjukkan perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit pada tahun 2014 adalah 13,1% (yoy) sementara tahun 2013 dapat tumbuh sebesar 21,5% ( yoy). Kondisi ini sejalan dengan kebijakan moneter yang cenderung ketat pada tahun 2014. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 13

Grafik 2.1 Aset Perbankan Konvensional Sumber: Bank Indonesia Kinerja perbankan Jawa Barat pada triwulan IV 2014 secara umum masih menunjukkan kondisi yang relatif baik tercermin dari peningkatan aset dan kualitas kredit yang terjaga dalam batas atau level aman. Pada aspek simpanan, total Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum konvensional maupun syariah di Jawa Barat tercatat sebesar Rp332,5 triliun sedikit melambat dari sebesar 11,8% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi sebesar 10,6% (yoy) pada triwulan IV 2014. Sementara itu dari aspek pembiayaan, total kredit dan pembiayaan yang disalurkan bank umum konvensional dan syariah pada periode laporan adalah Rp305,2 triliun dengan pertumbuhan 13,6& (yoy) yang sedikit melambat dibandingkan triwulan III 2014 dengan pertumbuhan 14,5% (yoy). P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 14

Dari aspek stabilitas sistem keuangan juga tercatat kondisi yang membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercermin dari rasio kredit bermasalah atau NPL yang menurun pada periode laporan. Ketahanan sektor korporasi juga meningkat yang tercermin dari rasio kredit bermasalah yang menurun khususnya pada sektor-sektor utama seperti sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 15

BAB 3 BANK UMUM KONVENSIONAL Berdasarkan data Bank Indonesia, pada akhir triwulan IV 2014, total aset bank umum konvensional mencapai Rp420,8 triliun dengan pertumbuhan sebesar 11,3% (yoy). A. Pendanaan dan Risiko Likuiditas Perhimpunan Dana Ketiga Perhimpunan DPK oleh perbankan umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-2010 tumbuh lebih tinggi dari 26,0% menjadi 33,6% atau mencapai RP178,05 triliun. Kenaikan pertumbuhan terutama pada jenis deposito dan giro sedangkan tabungan cendering stabil. Beberapa bank di Jawa Barat menyebutkan bahwa meningkatnya pertumbuhan DPK akibat suku bunga yang kompetitif, khususnya deposito. Berdasarkan kelompok banknya, bank pemerintah dan bank swasta nasional mendominasi penghimpunan DPK di Jawa Barat, yakni masing-masing dengan pangsa sebesar 51% dan 47%. Di sisi lain, bank swasta asing hanya menghimpun 2% dari total DPK Jawa Barat. Naiknya pertumbuhan DPK perbankan Jawa Barat terutama disebabkan oleh meningkatnya kontribusi DPK Bank milik pemerintah yang pada akhir triwulan IV-2010 tumbuh sebesar 38,6%. Sementara itu pada tahun 2010 terdapat 1 buah bank asing berubah menajdi bank umum syariah sehingga total DPK bank asing turun cukup drastis. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 16

Sementara itu berdasarkan jenis valutanya, pertumbuhan DPK rupiah meningkat cukup tinggi, yakni 36% menjadi Rp162 triliun. Di sisi lain DPK valas relatif melambat yakni dari 12,6% menjadi 11,6% atau Rp16 triliun. Perlambatan DPK valas diperkirakan semata-mata akibat apresiasi nilai tukar rupiah yang lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya. Risiko Likuiditas Perbankan Jawa Barat diperkirakan masih dapat menjaga likuiditasnya sebagaimana tercermin dari angka undisbursed loans dan rasio LDR. Pada triwulan IV-2010, rasio LDR cenderung menurun, yakni dari 75,7% menjadi 73,6% pada periode laporan. Sementara itu angka undisbursed loans bank umum konvensional masih relatif stabil yakni 7,7% pada triwulan III-2010 menjadi 6,7%. Penghimpunan DPK oleh bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-2011 menjadi Rp208,15 triliun atau tumbuh melambat sebesar 16,9%. Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan deposito (pangsa deposito terhadap total DPK adalah 38%, yang sebesar 8% menjadi Rp78,08 triliun yang diduga akibat penurunan suku bunga deposito. Di lain pihak, produk giro maupun tabungan perbankan konvensional tumbuh cukup tinggi, yakni masing- masing sebesar 25,5% dan 21,9%. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 17

Berdasarkan kelompok bank penghimpun dana, bank pemerintah dan bank swasta nasional masih menguasai pangsa DPK di Jawa Barat, yakni masing-masing sebesar 52% dan 46%. Penghimpun dana oleh kedua jenis bank tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan, yakni masing-masing sebesar 18,4% dan 15,3%. Di lain pihak, setelah mengalami kontraksi pada tahun sebelumnya, pertumbuhan penghimpunan dana bank swasta asing (proporsi penghimpunan dana bank swasta asing di Jawa Barat sebesar 2%) meningkat menjadi 15,8%. Sementara itu, berdasarkan jenis valutanya, perlambatan total DPK didorong oleh kinerja DPK rupiah yang melambat. Pada triwulan IV-2011, DPK rupiah tumbuh melambat 17,9% menjadi sebesar Rp191,2 triliun sedangkan DPK valas tumbuh stabil pada periode laporan, yakni sebesar 6,43% menjadi Rp17 triliun. Kinerja ini masih lebih rendah dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya dimana DPK rupiah tumbuh sebesar 36,2%. Meski demikian, tidak ada perubahan pangsa DPK menurut jenis valutanya, DPK rupiah masih mendominasi penghimpunan dana di Jawa Barat dengan pangsa sebesar 92%. Penghimpunan DPK oleh bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-2012 menjadi Rp244,71 triliun atau tumbuh sebesar 17,56%. Berdasarkan produknya, produk tabungan dan deposito masih menguasai pangsa DPK di Jawa Barat, yakni masing-masing sebesar 43% dan 37%. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 18

Pertumbuhan tabungan mengalami perlambatan yakni dari 20,60% menjadi 17,09%, produk giro juga melambat dari 26,46% menjadi 19,70%, sementara deposito meningkat dari 10.12% menjadi 17,03%. Berdasarkan kelompok bank penghimpun dana, bank pemerintah dan bank swasta nasional masih menguasai pangsa DPK di Jawa Barat, yakni masing-masing sebesar 54% dan 44%. Di sisi lain, bank swasta asing hanya menghimpun 2% dari total DPK Jawa Barat. Meningkatnya pertumbuhan DPK perbankan Jawa Barat terutama disebabkan oleh meningkatnya kontribusi DPK bank milik pemerintah yang pada akhir triwulan IV-2012 tumbuh sebesar 23,70% atau mencapai Rp132,80 triliun. Sementara itu kelompok bank swasta nasional mengalami perlambatan, yakni dari 12,12% menjadi 10,94%, bank swasta asing juga melambat dari 17,17% menjadi 12,81%. Sementara itu, berdasarkan jenis valutanya, DPK rupiah masih mendominasi penghimpunan dana di Jawa Barat dengan pangsa masih relatif stabil, yakni 92%. Pertumbuhan DPK rupiah melambat dari 18,46% menjadi 17,47%, sebaliknya DPK valas meningkat cukup tinggi, yakni 7,11% menjadi Rp18,61 triliun. Pada triwulan IV-2013, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan konvensional dan perbankan syariah di Jawa Barat meskipun melambat tetapi masih mengalami pertumbuhan yang positif. DPK perbankan konvensional P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 19

meningkat dari Rp270,8 triliun menjadi Rp279,4 triliun pada triwulan IV 2013. Secara tahunan DPK Jawa Barat pada triwulan IV 2013 tumbuh 14,2% (yoy) atau melambat dibandingakn triwulan III 2013 yang tumbuh 18,1% (yoy). Di sektor perbankan syariah juga mengalami serupa, meskipun DPK meningkat namun tumbuh melambat dari 33,9% (yoy) pada triwulan III 2013 mejadi 19,5% (yoy) pada triwulan IV 2013. Grafik 3.1 Perkembangan DPK Perbankan Konvensional per Jenis Sumber: Bank Indonesia Komposisi perbankan pada triwulan IV 2013 didominasi oleh jenis tabungan (44%). Sedangkan sisi valuta, DPK didominasi oleh rupiah. DPK jenis tabungan terus mengalami tren peningkatan seiring dengan meningkatnya kebutuhan tunia masyarakat sejak tahun 2011. Sebaliknya pada P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 20

periode yang sama, tren pangsa DPK jenis deposito cenderung menurun dan sampai dengan triwulan IV 2013 mencapai 37%. Dilihat dari jatuh temponya, deposito dengan jangka waktu satu bulan memiliki pangsa terbesar, yaitu 18,2% atau sebesar Rp50,89 triliun. Sedangkan untuk deposito dengan jatuh tempo 3 bulan pangsa pasarnya sebesar 9,4% dengan nominal mencapai Rp26,27 triliun. Sisanya dengan pangsa 8,4% merupakan deposito dengan jatuh tempo 6 bulan ke atas. Berikut ini adalah gambaran dari perkembangan Dana Pihak Ketiga dari tahun 2011-2014 dalam bentuk grafik. Gambar 3.2 Grafik DPK Perbankan Konvensional 2011-2014 Sumber: Bank Indonesia P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 21

Pada akhir triwulan IV 2014, total simpanan atau Dana Pihak Ketiga yang dapat dikumpulkan bank umum konvensional di Jawa Barat mencapai Rp309,1 triliun. B. Perkembangan Kredit dan Risikonya Pertumbuhan penyaluran kredit oleh bank umum konvensional pada triwulan laporan mencapai 27,6% lebih tinggi dari periode sebelumnya bahkan melebih target penyaluran kredit nasional. Dengan angka pertumbuhan tersebut, maka outstanding kredit menjadi sebesar Rp130,97 triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit investasi dan modal kerja tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya, yakni masing-masing dari 36,3% menjadi 40,1% serta 24,4% menjadi 29,8%. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi sedikit menurun dari 23,3% menjadi 22,5% karena kebijakan perbankan yang menahan penyaluran untuk menjaga tingkat kualitas kredit. Secara sektoral, penyaluran kredit terbesar ditujukan sektor PHR dan perindustrian masing-masing mencapai 21% dan 16% dari total penyaluran kredit. Pertumbuhan kredit sektor PHR cenderung stabil pada periode laporan, sementara sektor industri pengolahan cenderung meningkat, yakni dari 23% menjadi 32%. Di sisi lain, pada tahun 2010 sektor pertanian masih turun meski pada triwulan IV-2010 kredit ke sektor pertanian relatif meningkat. Berdasarkan hasil survei P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 22

perbankan BI Bandung, turunnya penyaluran kredit perbankan terutama disebabkan oleh anomali cuaca. Sementara itu, berdasarkan kelompok bank, penyaluran kredit terbesar masih dilakukan oleh bank pemerintah, yakni sebesar 61% atau sebesar Rp79,3 triliun pada periode laporan. Namun demikian, perkembangan pertumbuhan kredit bank pemerintah cenderung menurun, sementara bank swasta nasional meningkat cukup signifikan. Kinerja penyaluran kredit oleh bank swasta nasional yang cukup baik berpotensi untuk meningkat mengingat masih relatif kecilnya porsi kredit bank swasta nasional (37%) dibandingkan jumlah dana yang dihimpun (47%). Dari 26 kabupaten/kota yang berada di Jawa Barat, penyaluran kredit oleh bank yang berkantor di Kota Bandung adalah yang terbesar, yakni mencapai 46%. Kredit yang disalurkan oleh perbankan di Kota Bandung mayoritas diperuntukkan sektor PHR serta industri pengolahan. Menurut angka pertumbuhannya, penyaluran bank berkantor di Kota Bekasi adalah yang tertinggi yakni sebesar 47% yang sebagian besar ditujukan untuk sektor industri pengolahan. Hal ini mengingat daerah tersebut merupakan salah satu pusat pertumbuhan industri di Jawa Barat. Khusus untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), penyaluran kredit perbankan Jawa Barat meningkat, yakni dari Rp37,7triliun menjadi Rp39,1 triliun. Sementara itu, P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 23

pangsa kredit UMKM masih relatif stabil, yakni 29,9%. Peningkatan kredit UMKM terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan kredit kepada Usaha Menengah dibandingkan periode sebelumnya. Di sisi lain, berdasarkan jenis penggunaannya baik kredit investasi maupun konsumsi masih memiliki kontribusi yang sama dengan nilai kredit pada periode laporan, masingmasing sebesar Rp5,9 triliun dan Rp33,1 triliun Penyaluran kredit oleh bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-2011 mencapai Rp160,08 triliun atau tumbuh 22,23%. Angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode lalu yang sebesar 21,73%. Meski demikian, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 27,62%, pertumbuhan kredit perbankan Jawa Barat mengalami perlambatan. Berdasarkan jenis penggunaannya, naiknya pertumbuhan kredit pada periode laporan disebabkan oleh pertumbuhan kredit konsumsi yang naik 23,1% akibat gencarnya pemberian kredit kendaraan bermotor ataupun pembelanjaan melalui kartu kredit. Sementara itu, pertumbuhan kredit investasi serta modal kerja sedikit melambat, yakni masing-masing sebesar 32,1% dan 19,0%. Meski demikian, proporsi kredit menurut jenis penggunaannya masih sama dari periode lalu, yakni modal kerja 45%, dan konsumsi sebesar 43% dari total kredit. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 24

Secara sektoral, pertumbuhan kredit terbesar terjadi pada sektor pertanian yang tumbuh 40,8% setelah pada akhir tahun lalu mengalami kontraksi. Sementara itu, pada periode laporan sektor pengangkutan mengalami kontraksi sebesar 0,3%. Sektor PHR yang merupakan sektor terbesar dalam penyaluran kredit perbankan di Jawa Barat (pangsa sebesar 20% dari total kredit) tumbuh sebesar 22,3% atau sedikit meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Berikut ini adalah Kredit Bank Konvensional 2011-2014. Grafik 3.3 Kredit Bank Konvensional 2011-2014 Sumber: Bank Indonesia Sementara itu, berdasarkan kelompok bank, hanya pertumbuhan penyaluran kredit bank swasta nasional yang stabil, yakni sebesar 24,5% Sementara itu, kredit yang disalurkan oleh bank pemerintah dan swasta asing meningkat P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 25

masing-masing menjadi 21,5% dan 4,8% (bank pemerintah adalah kelompok bank dengan pangsa terbesar, yakni 61%). Dari 26 kabupaten/kota yang berada di Jawa Barat, penyaluran kredit oleh bank yang berkantor di Kota Bandung adalah yang terbesar, yakni mencapai 42,89%. Menurut angka pertumbuhannya, penyaluran kredit oleh bank yang berkantor di Kabupaten Bekasi adalah yang tertinggi yakni 57,18% yang sebagian besar ditujukan untuk sektor industri pengolahan. Hal ini mengingat daerah tersebut merupakan salah satu pusat pertumbuhan industri di Jawa Barat. Khusus untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), penyaluran kredit perbankan Jawa Barat pada periode laporan meningkat menjadi Rp50,82 triliun. Sementara itu, pangsa kredit UMKM relatif stabil pada 31,75%. Berdasarkan skala usahanya, terjadi penurunan pangsa kredit pada usaha mikro, yakni dari 10,43% menjadi 9,55% sementara pangsa kredit usaha kecil dan menengah naik menjadi 16,23% dan 25,03% Jika dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya, kinerja intermediasi perbankan Jawa Barat lebih baik, yakni dari 73,56% menjadi 76,91%. Membaiknya rasio LDR terutama disebabkan oleh besarnya perlambatan DPK sementara pertumbuhan kredit meski sedikit menurun masih berada pada level yang cukup tinggi. Meski demikian, perkembangan intermediasi perbankan Jawa Barat masih lebih rendah P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 26

dibandingkan nasional yang pada periode laporan mencapai 89,23% atau jauh melebihi level yang didorong oleh Bank Indonesia. Risiko kredit perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV- 2011 turun drastis dari 3,09% pada triwulan III-2011 menjadi 2,38%. Selain itu, risiko kredit UMKM juga turun dari 5,23% menjadi 4,11%. Turunnya risiko kredit disebabkan oleh tingkat kehati-hatian perbankan serta membaiknya prospek perekonomian. Suku bunga kredit maupun deposito bank umum konvensional di wilayah Jawa Barat berada pada tren penurunan. Hal inilah yang diduga menjadi salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan aset maupun DPK. Penyebaran antara suku bunga deposito dan kredit pada periode laporan diindikasikan menyempit akibat lebih besarnya penurunan suku bunga kredit. Perkembangan suku bunga kredit menunjukkan hal yang membaik dimana seluruh kredit jenis penggunaan mengalami tren penurunan suku bunga. Sementara itu, suku bunga kredit investasi adalah yang terendah pada periode laporan, yakni sebesar 12,63% sedangkan suku bunga kredit konsumsi masih menjadi yang tertinggi, yakni sebesar 13,78%. Penyaluran kredit oleh bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-2012 tumbuh sebesar 27,04% atau mencapai Rp203,36 triliun. Dari sisi pertumbuhan, angka pertumbuhan kredit pada tahun 2012 tumbuh meningkat P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 27

dibanding dengan tahun 2011 yang mencapai 22,22%. Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit masih didominasi kredit modal kerja (KMK) ya ng memiliki pangsa sebesar 45% dengan angka pertumbuhan sebesar 26,58% atau mencapai Rp91,34 triliun. Sementara itu Kredit investasi (KI) tumbuh sedikit melambat dari 38,36% menjadi 37,92%, sedangkan kredit konsumsi terjadi perlambatan pertumbuhan namun masih relatif stabil di level 24,49%. Berdasarkan kelompok bank, kelompok Bank Pemerintah yang memiliki pangsa 60% mencapai outstanding kredit sebesar Rp91,34 triliun dari total kredit perbankan sebesar Rp203,36 triliun atau tumbuh sebesar 28,01%, Bank Swasta Asing mengalami pertumbuhan cukup tinggi dari 23,57% menjadi 36,64%, sedangkan Bank Swasta Nasional mengalami perlambatan dari 26,57% menjadi 25,01% Penyaluran kredit di Jawa Barat, didominasi oleh bank yang berkantor di Kota Bandung, yakni mencapai 46,39%. Berdasarkan angka pertumbuhannya, penyaluran kredit oleh bank yang berkantor di Kabupaten Bekasi adalah yang tertinggi yakni 100,50%. Pangsa kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) perbankan Jawa Barat pada periode laporan sebesar 28,96% dengan penyaluran kredit UMKM mencapai Rp58,89 triliun. Peningkatan kredit UMKM tersebut terjadi pada semua skala usaha, usaha mikro mencapai Rp13,79 triliun, P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 28

usaha kecil Rp18,55 triliun dan usaha menengah sebesar Rp26.55 triliun. Sementara itu, apabila dilihat dari angka pertumbuhannya terjadi pertumbuhan penyaluran kredit UMKM dari 9,96% pada triwulan III-2012 menjadi 15,89% pada triwulan IV-2012. Fungsi intermediasi perbankan Jawa Barat semakin membaik yang tercermin pada peningkatan, Loan-to-deposit ratio (LDR) perbankan pada triwulan IV-2012 yang mencapai 83,10%. Peningkatan ini terutama didorong oleh pertumbuhan kredit khususnya kredit ke sektor produktif yang lebih tinggi daripada pertumbuhan DPK. Grafik 3.4 LDR dan NPL Bank Konvensional Sumber: Bank Indonesia P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 29

Pada periode laporan, risiko kredit perbankan di Jawa Barat yang tercermin dari rasio kredit bermasalah terhadap total kredit yang diberikan atau Non Performing Loans (NPL) terus menunjukkan tren yang menurun. NPL bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-2012 sebesar 2,42%. Selain itu, risiko kredit UMKM juga turun dari 4,58% menjadi 3,90%. Grafik 3.5 Perkembangan Suku Bunga Kredit 2011-2013 Sumber: Bank Indonesia Suku bunga kredit bank umum konvensional di wilayah Jawa Barat berada pada tren menurun, sedangkan suku bunga deposito menunjukkan adanya peningkatan. Penyebaran antara suku bunga deposito dan kredit pada periode laporan P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 30

diindikasikan menyempit akibat lebih besarnya penurunan suku bunga kredit. Perkembangan suku bunga kredit menunjukkan hal yang membaik dimana seluruh jenis kredit mengalami tren penurunan suku bunga. Sementara itu, suku bunga kredit modal kerja adalah yang terendah pada periode laporan, yakni sebesar 12,20% sedangkan suku bunga kredit konsumsi masih menjadi yang tertinggi, yakni sebesar 13,62%. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 31

BAB 4 BANK UMUM SYARIAH Secara nominal total aset bank umum syariah meningkat Rp33,4 triliun pada akhir laporan di tahun 2014. Berikut ini adalah gambaran umumnya. Grafik 4.1 Aset Perbankan Syariah Sumber: Bank Indonesia Pada triwulan IV-2010 perbankan umum syariah di Jawa Barat mengalami perkembangan yang cukup baik. Perubahan status salah satu bank umum konvensional menjadi syariah menyebabkan baik penghimpunan dana maupun pembiayaan tumbuh sangat tinggi menjadi sekitar 2 kali lipat sehingga masing-masing menjadi sebesar Rp9,85 triliun dan Rp7,81 triliun. Laju pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembiayaan diduga menyebabkan P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 32

meningkatnya biaya dana bank umum syariah sebagaimana yang terjadi dengan bank umum konvensional. Lebih tingginya laju pertumbuhan DPK dibandingkan kredit menyebabkan Financing to Deposit Ratio (FDR) sedikit turun dari 85,7% menjadi 83,5%. Perbankan umum syariah menyebutkan bahwa FDR masih dijaga dilevel yang cukup tinggi meski sedikit menahan penyaluran pembiayaan karena menunggu kepastian kondisi perekonomian ke depan serta menjaga kualitas pembiayaan. Berikut ini adalah DPK Perbankan Syariah 2011-2014 Grafik 4.2 DPK Perbankan Syariah 2011-2014 Sumber: Bank Indonesia Dengan sikap kehati-hatian yang cukup baik dari perbankan syariah di Jawa Barat rasio Non Performing Financing P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 33

(NPF) cenderung turun, yakni dari 3,3% menjadi 2,6% pada periode laporan. Evaluasi sepanjang tahun 2010 menunjukkan bahwa risiko kredit cenderung membaik dan pada akhir tahun telah tercapai rekor nilai NPF yang baru. Kinerja intermediasi perbankan syariah pada periode laporan sedikit turun dari 97,69% menjadi 91,72%. Menurunnya intermediasi perbankan syariah disebabkan oleh penyaluran pembiayaan yang sedikit melambat, yakni tumbuh 53,36% (yoy) menjadi Rp11,97 triliun. Sementara itu, penghimpunan dana tumbuh sebesar 43,02% menjadi Rp13,05 triliun pada periode laporan. Dengan perkembangan tersebut, maka aset perbankan syariah menjadi 6,31% dari aset bank umum, penghimpunan dana merupakan 8,61%, dan penyaluran pembiayaan sebesar 5,75%. Meski penyaluran pembiayaan melambat, namun rasio Non Performing Financing (NPF) meningkat dari 2,28% pada triwulan III-2011 menjadi 2,68% pada triwulan IV-2011. Namun demikian, realisasi risiko pembiayaan tersebut masih pada level yang rendah. Kinerja intermediasi perbankan syariah pada periode laporan sedikit turun dari 98,81% menjadi 95,34%. Sementara itu, penyaluran pembiayaan sedikit meningkat, yakni tumbuh 41,15% (yoy) menjadi Rp16,90 triliun. Disisi lain,penghimpunan dana mengalami perlambatan dari 38,21% menjadi 35,79 %. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 34

Grafik 4.3 Pembiayaan Bank Syariah 2011-2014 Sumber: Bank Indonesia Meski intermediasi perbankan syariah sedikit turun, namun rasio Non Performing Financing (NPF) menunjukkan tren yang menurun. NPF bank perbankan syariah di Jawa Barat triwulan IV-2012 sebesar 2,35% lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 2,50%. Sedangkan pada tahun 2013, baik NPF maupn FDR cenderung meningkat. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 35

Syariah Berikut ini adalah perkembangan FDR dan NPF Bank Grafik 4.4 FDR dan NPF Bank Syariah Sumber: Bank Indonesia P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 36

BAB 5 BANK PERKREDITAN RAKYAT, KETAHANAN KORPORASI, UMKM DAN RUMAH TANGGA A. Bank Perkreditan Rakyat Kinerja BPR Jawa Barat membaik pada periode laporan sebagaimana diindikasikan oleh peningkatan pertumbuhan kredit, perbaikan efisiensi, serta terjaganya risiko. Pada periode laporan, pertumbuhan kredit naik dari 18,94% menjadi 21,10%. Meski demikian, aset BPR Konvensional tumbuh melambat dari 19,81% menjadi 19,71% atau Rp8,48 triliun pada triwulan IV- 2010. Sementara, pertumbuhan DPK turun dari 20,41% menjadi 18,90% atau sebesar Rp6,06 triliun. Kondisi ini terutama disebabkan oleh terpacunya BPR Konvensional untuk meningkatkan nilai LDRnya. Selain itu, pada triwulan IV-2010 BPR Jawa Barat semakin berupaya untuk meningkatkan akses pembiayaannya kepada masyarakat. Hal ini sebagaimana diindikasikan dengan penambahan kantor cabang sebanyak 558 unit menjadi 563 unit. Dari aspek efisiensi, kinerja BPR Jawa Barat berada dalam tren perbaikan. Pada triwulan IV-2010 BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional) BPR Jawa Barat membaik dari 74,5% menjadi 73,4%. Berdasarkan risiko yang dihadapi perbankan, BPR Jawa Barat memiliki ketahanan permodalan yang cukup baik, sebagaimana indikator CAR (Capital Adequacy Ratio) yang P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 37

sebesar 21,4%. Sementara itu, risiko kredit ( Non Performing Loans) mengalami perbaikan, yakni dari 8,13% pada triwulan III-2010 menjadi 7,28% pada periode laporan. Selain itu likuiditas masih cukup baik sebagaimana terjaganya indikator LDR BPR Jawa Barat. Kinerja intermediasi BPR Jawa Barat sedikit melambat, hal ini tercermin dari perlambatan pertumbuhan kredit sementara DPK meningkat pada periode laporan. Pertumbuhan kredit melambat dari 23,1% pada triwulan III-2011 menjadi 20,1%. Sementara, pertumbuhan DPK meningkat dari 12,0% menjadi 13,2%. Meningkatnya pertumbuhan DPK menyebabkan aset BPR di Jawa Barat tumbuh 15,03% menjadi Rp9,76 triliun. Kinerja BPR tersebut masih lebih rendah dibandingkan akhir tahun lalu. Kinerja efisiensi BPR Jawa Barat sedikit membaik tercermin dari rasio BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional) menjadi 85,8% pada periode laporan. Sementara itu, meski jumlah BPR berkurang menjadi 321 namun jumlah kantor cabang BPR meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya, yakni dari 543 unit menjadi 564 unit Berdasarkan risiko yang dihadapi, BPR Jawa Barat memiliki ketahanan permodalan yang cukup baik, sebagaimana indikator CAR (Capital Adequacy Ratio) yang meningkat dari 20,29% pada triwulan III- 2011 menjadi 20,45%. Sementara itu, risiko kredit (Non Performing Loans) masih terjaga, yakni P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 38

menjadi 6,46% pada periode laporan. Ke depan, NPL BPR Jawa Barat diperkirakan masih akan terus menurun. Penyaluran kredit oleh BPR Jawa Barat pada triwulan IV-2012 mencapai Rp7.87 triliun atau tumbuh melambat dari 14,91% menjadi 12,23%. Pertumbuhan penghimpunan dana milik pihak ketiga (DPK) tumbuh melambat dari 15,12% menjadi 12,84%. Sementara itu, aset BPR tumbuh melambat 15,29% menjadi Rp12,07 triliun Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) BPR Jawa Barat pada triwulan IV -2012 sebesar 84,57%. Sementara itu, jumlah kantor BPR di Jawa Barat sampai dengan Desember 2012 adalah sebanyak 588 kantor cabang atau bertambah 8 unit kantor cabang baru selama triwulan IV-2012. Grafik 5.1 Perkembangan aset BPR dan DPK serta Kredit BPR Sumber: Bank Indonesia Berdasarkan kecukupan modal, indikator CAR (Capital Adequacy Ratio) BPR Jawa Barat mengalami sedikat P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 39

peningkatan menjadi 20,36%. Sementara itu, risiko kredit (Non Performing Loans) BPR mencapai 6.36%. B. Ketahanan Korporasi, UMKM dan Rumah Tangga Sementara itu kondisi ketahanan sektor korporasi melalui kinerja kredit sektoral di Jawa Barat masih cukup kondusif dalam mendorong perekeonomian. Hal ini tercermin dari kredit yang disalurkan terhadap sektor utama perekonomian Jawa Barat meliputi sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), sektor perindustrian, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor pertanian yang masih tumbuh positif. Grafik 5.1 Kredit Menurut Sektoral 2011-2013 Sumber: Bank Indonesia P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 40

Penyaluran kredit UMKM oleh perbankan di Jawa Barat relatif kondusif. Peningkatan kredit UMKM terjadi pada semua skala usaha. Usaha mikro meningkat menjadi Rp17,2 triliun, usaha kecil Rp20,3 triliun dan usaha menengah sebesar Rp30,1 triliun Grafik 5.2 Kredit Menurut Jenis 2011-2013 Sumber: Bank Indonesia. Secara keseluruhan, risiko kredit UMKM Jawa Barat yang tercermin dari NPL relatif stabil pada triwulan laporan yakni sebesar 4,2% sama dengan NPL triwulan III 2013. Hal ini menggambarkan bahwa ketahanan sektor UMKM dari sisi keuangan masih terjaga dengan baik. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 41

Grafik 5.3 NPL Kredit UMKM Sumber: Bank Indonesia Sampai dengan triwulan IV 2013, kredit konsumsi di Jawa Barat meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2013 yaitu Rp101,1 triliun. Kualitas kredit konsumsi juga masih terjaga di level yang kondusif tercermin dari rasio NPL yang pada triwulan III 2013 dan triwulan IV 2013 masih pada kisaran 2,0%. Secara umum, dari tahun 2011 kredit masyarakat meningkat. P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 42

Grafik 5.4. NPL Kredit Konsumsi 2011-2013 Sumber: Bank Indonesia P u s d a l i s b a n g B a p p e d a J a w a B a r a t 2 0 1 5 43