PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

Bioinformatika. Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ASPEK DIAGNOSIS DAN PATOGENESIS ISOLAT LOKAL CANINE PARVOVIRUS (RIVS 57) KETUT KARUNI NYANAKUMARI NATIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rotavirus merupakan penyebab diare berat pada anak berumur kurang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya sel myeloid (Perrotti et al., 2010). Di Asia,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

Etiology dan Faktor Resiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

HASIL DAN PEMBAHASAN

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah. kesehatan global, terutama pada daerah berkembang.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat. menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT...

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Proses Penyakit Menular

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

M. ESHA FAHLUTHFI PEMBIMBING : DR. HJ. IHSANIL HUSNA, SP.PD

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan dalam melakukan kolonisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya.

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah satu penyebab utama gastroenteritis pada anjing. Infeksi Canine Parvovirus memiliki distribusi yang merata di sebagian besar wilayah di dunia dan masih menjadi ancaman yang serius bagi populasi anjing secara global, walaupun program vaksinasi atas virus ini telah berjalan selama bertahun-tahun (Panda et al., 2008). Dua tipe parvovirus patogenyang berbeda sekarang dikenal telah menginfeksi anjing yaitu CPV- 2 dan CPV-1 atau minute virus of canine (MVC). CPV-1 memiliki taksonomi genetik yang berbeda dan tidak berhubungan secara antigenetik dengan anggota genus Parvovirus yang lain yaitu CPV-2. CPV-1 pertama kali diidentifikasi pada tahun 1967 dari feses anjing normal, feses dengan anjing diare ringan, dari usus halus anakan anjing yang menderita enteritis ringan hingga fatal. Penelitian yang dilakukan secara eksperimental menunjukkan bahwa CPV-1 menyebabkan pneumonia ringan hingga parah dan enteritis pada neonatus serta resorpsi embrio karena kematian fetus pada induk anjing pada periode gestasi antara 25 hingga 35 hari (Pratelli et al.,1999). Parvovirus Canine 2 (CPV-2) telah dianggap menjadi patogen penting pada anjing domestik dan liar dan telah menyebar di seluruh dunia sejak 1

kemunculannya tahun 1978. Telah dilaporkan dari Asia, Australia, New Zealand, Amerika dan Eropa (Pratelli et al., 1999) CPV-2 merupakan agen penyebab enteritis hemoragik akut dan miokarditis pada anjing, virus ini adalah salah satu virus patogen penting dengan tingkat morbiditas yang tinggi (100%) dan angka mortalitas hingga 10% pada anjing dewasa dan 91% pada anak anjing. Kondisi penyakit menjadi rumit karena munculnya sejumlah varian yakni CPV-2a, CPV-2b dan CPV-2c selama bertahuntahun (Pratelli et al., 1999) Struktur virion Parvovirus adalah virus yang tidak beramplop (nonenveloped) memiliki ukuran diameter 25 nm, mengandung DNA linear untai tunggal dan simetri ikosahedral.virion Parvovirus terdiri dari 70 hingga 80% protein dengan prosentase sisanya adalah DNA. Virion yang infektif mampu bertahan beberapa minggu hingga beberapa bulan pada suhu ruang dan beberapa tahun pada suhu 4ºC. Ukuran Genom CPV-2 adalah sekitar 5,3 Kb dan mengkodekan dua protein nonstruktural (NS1 dan NS2) dan dua protein struktural (VP1 dan VP2). Protein VP1 dan VP2, membentuk kapsid CPV-2, terdiri dari 60 molekul protein dari kombinasi dua kapsid protein (Cotmore dan Tatersall, 2007). Struktural protein VP2 merupakan komponen utama kapsid dan merupakan perubahan asam amino hasil struktural protein dalam perubahan antigenik (Parrish et al., 1988). Protein VP2 adalah penentu respon imun hospes dan mengandung situs antigenik utama. Situs antigenik pada VP2 digunakan untuk membedakan varian strain CPV-2(Parrish et al., 1991). 2

Infeksi CPV-2 telah muncul dan menjadi masalah pada anjing di seluruh dunia. Penyakit ini sangat menular dan menyebar dari anjing ke anjing melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan kotoran mereka. Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit viral ini adalah penularan yang sangat cepat antara anjing penderita dan anjing yang sensitif terhadap penyakit ini, sehingga menimbulkan kerugian baik secara finansial maupun emosional terhadap peternak anjing maupun pemilik anjing (Decaro et al., 2005). Sifat infeksi CPV yang sangat cepat dan mudah menular antar anjing yang sensitif membuat diagnosa cepat sangatlah diperlukan untuk mengontrol penyakit dan menentukan ketepatan terapi penyakit. Diagnosa tentatif dari infeksi CPV dilakukan dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik berdasarkan gejala klinis. Namun,hal ini menjadi sulit karena gejala klinis utama yaitu gastroenteritis merupakan gejala klinis yang umum dimiliki oleh penyakit enterik lainnya. Selain itu diagnosa laboratoris juga dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan hematologi, uji Hemaglutinasi-Inhibisi (HI) untuk mengetahui ada tidaknya antibodi pada serum yang diperoleh, uji antigen Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) pada feses anjing penderita dan metode molekuler menggunakan Polymerase Chain Reaction atau PCR (Sendow dan Syafriati, 2004; Decaro et al., 2005). Metode PCR telah diaplikasikan untuk mendeteksi beberapa virus yang kemudian dapat meneguhkan diagnosa suatu kasus penyakit infeksius secara lebih cepat, akurat dan spesifik. Pada kasus infeksi Canine Parvovirus, metode PCR telah banyak digunakan sebagai salah satu teknik diagnosa laboratoris secara luas. 3

Permasalahan Belum adanya data tipe CPV yang beredar dan tipe CPV yang banyak menginfeksi anjing di Indonesia merupakan permasalahan yang harus diteliti lebih lanjut. Metode diagnosis berbasis molekuler mempunyai beberapa keunggulan dalam hal kecepatan, sensifitas, dan spesifitasnya untuk mendiagnosis penyakit yang disebabkan oleh virus (Gavin and Thomson, 2003). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknik diagnosa cepat berbasis PCR dengan menggunakan primer spesifik untuk gen penyandi protein VP-2 dan dapat dipergunakan untuk mendeteksi penentuan tipe virus CPV. Informasi mengenai peranan gen VP-2 pada CPV masih sangat terbatas sehingga perlu dikaji lebih mendalam. Selain itu minimnya literatur yang menggunakan sampel darah yang terinfeksi CPV sehingga dirasa perlu untuk meneliti lebih lanjut. Keaslian Penelitian Uwatoko et al. (1994)melakukan amplifikasi gen VP2 menggunakan primer spesifik untuk gen VP2 dari CPV, dengan teknik PCR untuk mengidentifikasi virus dari spesimen feses. Pada penelitian tersebut juga dilakukan identifikasi dengan ELISA dan kultur sel sebagai pembanding. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode PCR dapat mendeteksi secara dini keberadaan CPV, tetapi pada penelitian ini tidak dilakukan sekuensing. 4

Calderon et al. (2009)menggunakan tehnik PCR untuk mendeteksi DNA parvovirus anjing (CPV) dari 38 anal swab anjing domestik Argentina dengan gejala mirip penyakit parvovirus. Dari ke-38 sampel yang dianalisis terdapat sampel dengan CPV positif. Dari sampel ditemukan varian CPV2a, CPV2b dan CPV2c.Terjadi mutasi pada asam amino 426 dari gen VP2 (Asp426Glu), karakteristik varian CPV2c, yang awalnya diidentifikasi sebagai CPV2b. Tetapi tidak lakukan analisis untuk menentukan filogenetik tree. Di Cina, infeksi CPV yang pertama kali terlihat pada tahun 1982, namun belum ada informasi mengenai jenis antigen CPV yang berlaku di Cina pada saat sekarang. Dalam studi ini, penggunaan PCR untuk mengetahui strain parvovirus anjing dalam sampel feses yang dikumpulkan dari anjing yang diduga menderita parvovirus pada tahun 2006-2009. Dilakukan sekuensing dan RLFP tapi tidak dilakukan analisis filogenetik tree. Data menunjukkan bahwa tipe CPV adalah sebagian CPV2b, proporsi sangat rendah pada CPV-2a, tidak diketemukan CPV- 2c dan CPV-2 (Zhang et al., 2010). Pereira et al. (2000) di Brazil, infeksi CPV pertama kali diamati tahun 1979, namun, belum ada informasi mengenai jenis antigen CPV di Amerika Selatan. Dalam studi ini, penggunaan PCR untuk mengetahui strain parvovirus anjing di sampel feses yang dikumpulkan dari anjing dengan gejala parvovirus selama tahun 1980 sampai 1986 dan 1990 sampai 1995. Tapi tidak lakukan sekuensing. Data menunjukkan bahwa epidemi CPV di Brasil mengikuti pola yang sama diamati di Amerika Serikat dari munculnya CPV-2 yang diikuti oleh penggantian dengan varian CPV-2a dan 2b. Pada penelitian ini yang 5

dominanditemukan selama 1980 adalah CPV-2a, yang secara substansial digantikan oleh CPV-2b dari tahun 1990 sampai 1995. Veir et al. (2009) melakukan penelitian dengan tes kuantitatif (real-time PCR) menggunakan sampel darah anjing yang suspect CPV. Hasil penelitian ini dapat memberikan perkiraan terjadinya infeksi viral, yang dapat membantu membedakan karena proses vaksinasi atau infeksi alami. Hoelzer et al. (2008) mengisolasi DNA dan melakukan sekuensing dari sampel feses anjing di USA, kemudian melakukan filogenetik tree dari FPV dan CPV. Kelas FPV dan CPV dipisahkan oleh 16 substitusi, sedangkan 7 substitusi memisahkan CPV-2 dari klas CPV-2a. Mayoritas penggantian ini (11 antara FPV dan CPV dan 5 antara CPV-2 dan CPV-2a) yang terletak di wilayah penyandi protein kapsid. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi adanyacanine Parvovirus secara molekulerpada anjing yang didiagnosis dan mengkonfirmasi/ peneguhan hasil diagnosis berdasarkan gejala klinis dan hematologi, dengan mengamplifikasi gen VP2 menggunakan metode PCR.Penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan tipe CPV yang menginfeksi anjing di D.I Yogyakarta berdasar sekuen gen VP2 pada CPV. 6

Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk membantu peneguhan diagnosa CPV pada pasien anjing yang diduga menderita CPV menggunakan PCR. Manfaat lain yang diharapkan dapat menentukan tipe CPV yang menginfeksi anjing di Yogyakarta dengan menggunakan metode diagnosa PCR dan sekuensing DNA. 7