BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI

dokumen-dokumen yang mirip
Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak

Curiculum vitae. Dokter umum 1991-FKUI Spesialis anak 2002 FKUI Spesialis konsultan 2008 Kolegium IDAI Doktor 2013 FKUI

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

KEJANG PADA ANAK. Oleh: Nia Kania, dr., SpA., MKes

Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses

Preeklampsia dan Eklampsia

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

Kejang Pada Neonatus

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

Evaluasi dan Manajemen Status Epileptikus

BAB I PENDAHULUAN. Stroke adalah sindroma neurologis yang terjadi. tiba-tiba karena cerebrovascular disease (CVD).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kesetimbangan asam basa tubuh

KELOMPOK E DEPERTEMEN ANAK SRIYANTI B. MATHILDIS TAMONOB RANI LEKSI NDOLU HARRYMAN ABDULLAH

KEJANG PADA NEONATUS KELOM POK 4B :

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

GAGAL GINJAL Zakiah,S.Ked. Kepaniteraan Klinik Interna Program Studi Pendidikan Dokter FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap

Advanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Hipoglikemia atau kadar gula darah di bawah nilai. normal, bila terjadi berlarut-larut dan berulang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi otak, medulla spinalis, saraf perifer dan otot.

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu

KETOASIDOSIS DIABETIK

KETOASIDOSIS DIABETIK

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

ASIDOSIS RESPIRATORIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI SELAMA DIALISIS DIALYSIS DISEQUILIBRIUM SYNDROME (DDS) Imam Hadi Yuwono PD. IPDI Jawa Tengah

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A.

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

EMBOLI AIR KETUBAN EPIDEMIOLOGI

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB 5 PEMBAHASAN. Pada penelitian ini yang bermakna sebagai faktor risiko bangkitan kejang

BOTULISME. Disusun Oleh: Maria Dafrosa Yunita, S.Ked Sientiawati Tjahyono, S.Ked Denny Christiawan, S.Ked. Pembimbing Dr. Utoyo Sunaryo, Sp.

Dr.HM.Bambang Purwanto, dr. SpPD-KGH, FINASIM. Divisi Ginjal & Hipertensi Lab/SMF IPD FK.UNS / RSUD Dr.Moewardi Surakarta

KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING

BAB V PEMBAHASAN. sucking. Responden yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Penyakit demam berdarah adalah penyakit menular yang di

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada perkembangan zaman yang semakin berkembang khususnya

BAB І PENDAHULUAN. semakin tidak terkendali seperti: pergeseran pola makan kearah yang serba

JENIS GANGGUAN ELEKTROLIT

Hal-hal yang Perlu Diwaspadai untuk Menghindari Keracunan Kafein dalam Minuman

EMBOLI CAIRAN KETUBAN. dr.pom Harry Satria,SpOG

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, kemampuan, dan kepribadiannya. Lebih lanjut, seorang anak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

Manajemen Kasus Sistem Neurobehavior. dr. Riska Yulinta V, MMR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISS N KOMPETENSI BIDAN DALAM PENANGANAN AWAL PEB DAN EKLAMSIA PADA BIDAN PRAKTIK MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

Patofisiologi penurunan kesadaran: Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular

Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada

Diagnosa Banding Kejang Pdf Download ->>->>->> DOWNLOAD

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi : status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status epileptikus dengan kejang tonik-klonik umum. Biasanya bila status epileptikus tidak bisa diatasi dalam satu jam, sudah akan terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen. Oleh karena itu gejala ini harus dapat dikenali dan ditanggulangi secepat mungkin. Rata-rata 15% penderita meninggal, walaupun pengobatan dilakukan secara tepat. Lebih kurang 60-80% penderita yang bebas dari kejang setelah lebih dari 1 jam akan menderita cacat neurologis atau berlanjut menjadi penderita epilepsi. DEFINISI Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA), status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. ETIOLOGI Status epileptikus tonik-klonik, banyak berasal dari insult akut pada otak dengan suatu fokus serangan. Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui adalah, infark otak mendadak, anoksia otak, bermacam-macam gangguan metabolisme, tumor otak, menghentikan kebiasaan minuman keras secara mendadak, atau berhenti makan obat anti kejang. Jarang status epileptikus disebabkan oleh penyakit degenerasi sel-sel otak, 1

menghentikan penggunaan penenang dengan mendadak, pasca anestesi dan cedera perinatal. Penderita yang sebelumnya tidak mempunyai riwayat epilepsi, mungkin mempunyai riwayat trauma kepala, radang otak, tumor, penyakit pembuluh darah otak. Kelainan-kelainan ini terutama yang terdapat pada lobus frontalis, lebih sering menimbulkan status epileptikus, dibandingkan dcngan lokasi lain pada otak. Penderita yang mempunyai riwayat epilepsi, dcngan sendirinya mempunyai faktor pcncctus tertentu. Umumnya karena tidak teratur makan obat atau menghentikan obat sekehendak hatinya. Faktor pencetus lain yang harus diperhatikan adalah alkohol, keracunan kehamilan, uremia dan lain-lain. PATOFISIOLOGI Pada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk mencegah kejang. Kegagalan ini terjadi bila rangsangan bangkitan kejang (Neurotransmiter eksitatori: glutamat, aspartat dan acetylcholine) melebihi kemampuan hambatan intrinsik (GABA) atau mekanisme hambatan intrinsik tidak efektif. Status epileptikus dibagi menjadi 2 fase, yaitu: 1. Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi. Pada fase ini terjadi: Pelepasan adrenalin dan noradrenalin Peningkatan cerebral blood flow dan metabolisme Hipertensi, hiperpireksia Hiperventilasi, takikardi, asidosis laktat 2. Fase II (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini terjadi: Kegagalan autoregulasi serebral/edema otak Depresi pernafasan Disritmia jantung, hipotensi Hipoglikemia, hiponatremia Gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan DIC 2

Penyebab terjadinya status epileptikus antara lain infeksi, hipoglikemia, hipoksemia, trauma, epilepsi, panas, dan tidak diketahui (30%) GEJALA KLINIS Epilepsi fokal dengan manifestasi kejang otot lokal sampai separuh tubuh, gerakan adversif mata dan kepala, sering merupakan awal dari status epileptikus. Keluarga penderita yang melihat kejadian ini akan dapat menceritakannya kembali dengan jelas. Enam puluh sampai delapanpuluh persen status epileptikus dimulai dengan gejala-gejala fokal. Kejang menjadi bilateral dan umum akibat penyebaran lepas muatan listrik yang terus menerus dari fokus pada suatu hemisfer ke hemisfer lain. Kejang tonik akan diikuti oleh sentakan otot atau kejang klonik. Proses ini berlangsung terus, sambung-menyambung tanpa diselingi oleh fase sadar. Dalam bentuk klinis seperti ini penderita berada dalam keadaan status epileptikus. 3

BAB II PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS Diagnosa dalam keadaan status epileptikus tidak sukar, akan tetapi perawatannya memerlukan lebih banyak perhatian. Status epileptikus dapat timbul karena berbagai sebab. Bilamana dokter dipanggil untuk menolong penderita, maka ia tidak usah langsungmemberi obat untuk menghilangkan kejang umum yang hebat itu. Dengan tenang harus menyelidiki dahulu penyakit yang mendasarinya. Anamnesis: o Lama kejang, sifat kejang (fokal, umum, tonik/klonik) o Tingkat kesadaran diantara kejang o Riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga o Panas, trauma kepala o Riwayat persalinan, tumbuh kembang o Penyakit yang sedang diderita dan RPD. Pemeriksaan fisik : pemeriksaan neurologi lengkap meliputi: o Tingkat Kesadaran o Pupil o Reflex fisiologis dan patologis o Tanda tanda perdarahan o Lateralisasi Pemeriksaan fisik akan dipersulit oleh konvulsi umum, maka dari itu anamnesa harus dilakukan secara mendalam. DIAGNOSIS BANDING Reaksi konversi 4

Sinkop BAB III PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN Status epileptikus tipe grandmal ini merupakan gawat darurat neurologic. Harus diatasi secepat mungkin untuk menghindarkan kematian atau cedera saraf permanen. Biasanya dilakukan 3 tahap tindakan : 1. Stabilisasi penderita. 2. Menghentikan kejang. 3. Menegakkan diagnosis. Stabilisasi penderita Tahap ini meliputi usaha-usaha mempertahankan dan memperbaiki fungsi vital yang mungkin terganggu; membersihkan udara dan jalan pernafasan, serta memberikan oksigen. Dalam keadaan tcrtcntu, tcrutama bila kejang sudah lama atau ada hambatan saluran pemafasan, harus dilakukan intubasi. Tekanan darah dipertahankan, diberikan garam fisiologis dan bila perlu diberi vasopressor. Darah diambil untuk pemeriksaan darah lengkap, gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan bagi penderita epilepsi diperiksa kadar obat dalam scrum darahnya. Harus diperiksa gas - gas darah arteri, untuk melacak adanya asidosis metabolik dan kemampuan oksigenasi darah. Asidosis dikoreksi dengan bikarbonat intravena. Segera diberi 50 ml glukosa 50% intravena, diikuti pemberian tiamin 100 milligram intramuskuler. Menghentikan kejang Usaha mengakhiri kejang dilakukan segera sesudah tahap stabilisasi selesai. Tindakan ini dimulai dengan pemberian bolus diazepam, 2 mg/menit, masing-masing 10 mg. Pemberian bolus diazepam dilanjutkan sampai jumlah 50 mg, sementara itu pernafasan dimonitor terus. Biasanya kejang sudah dapat diatasi. Bila pemberian diazepam yang waktu paruhnya hanya sekitar 15 menit belum berhasil, diberikan fenitoin yang bekerja lebih lama, mempunyai waktu paruh selama 24 jam. Fenitoin diberikan 5

secara intravena, 2 10 mg fenitoin dilarutkan dalam 1ml garam fisiologis (± 5mg/ml), dengan dosis fenitoin 18 mg/kg berat badan, dengan kecepatan kurang dari 50 mg/menit. Efek samping aritmi jantung sering timbul pada pemberian fenitoin yang terlalu cepat atau lebih dari 50 mg/menit, bukan karena jumlah fenitoin yang diberikan. Diazepam dan fenitoin dapat menekan pernafasan, terutama bila pemberian terlalu cepat. Oleh karena itu selama pemberian obat ini harus dilakukan monitoring ECG dan pernafasan. Bila kejang masih terus berlangsung sesudah 20 menit pemberian fenitoin, intubasi harus dilakukan. Selanjutnya diberi fenobarbital sampai kejang berhenti atau dosis seluruhnya mencapai 20 mg/kg berat badan. Fenobarbital juga diberikan per infus dengan kecepatan maksimum 100 mg/menit. Selama pemberian fenobarbital harus diperhatikan kemungkinan gangguan pernafasan dan turunnya tekanan darah. Apabila tahap pemberian fenobarbital belum berhasil menghentikan kejang, maka ahli saraf harus memikirkan tindakan resusitasi otak melalui anestesi dengan pemberian pentobarbital atau amobarbital. Takaran obat yang diberikan disesuaikan sampai tercapai aktivitas otak yang dikenal dengan outburst suppression pattern pada rekaman EEG. Dosis ini dipertahankan selama tiga jam, agar otak mempunyai waktu yang cukup untuk membangkitkan homeostasis dan melawan kejang berkelanjutan. Di tempat-tempat yang tidak mempunyai sarana pemberian obat secara intravena atau tidak ada fasilitas resusitasi, dapat diberikan pertolongan pertama dengan pemberian paraldehid ke dalam otot atau rektum. Suntikan paraldehid masing-masing 5 mg ke dalam kedua otot bokong setiap 3 jam, atau paraldehid 10% dalam larutan garam fisiologis, sebanyak 5 ml melalui rektum. Menegakkan diagnosis Dalam tahap ini bukan diagnosis epilepsi yang dicari, melainkan upaya untuk mencari apa yang menjadi latar belakang timbulnya status epileptikus. Tahap ini sedikit banyak tumpang tindih dengan tahap stabilisasi penderita. Selama dilakukan usaha untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi vital, alloanamnesis dilakukan untuk memperoleh keterangan mengenai riwayat penyakit sebelumnya. Adanya kemungkinan riwayat epilepsi, penggunaan alkohol, obat penenang, trauma, radang otak dan penyakit 6

lain yang ada kaitannya dengan status epileptikus. Tahap ini sangat penting untuk menentukan prognosis di samping keberhasilan tahap sebelumnya. KOMPLIKASI Asidosis Hipoglikemia Hiperkarbia Hipertensi pulmonal Edema paru Hipertermia Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) Gagal ginjal akut Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Edema otak Aspirasi Pneumonia PROGNOSIS Tergantung pada: Penyakit dasar Kecepatan penanganan kejang Komplikasi 7

DAFTAR PUSTAKA BAG/SMF Ilmu Penyakit Saraf. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Edisi III. Hal 64, Surabaya : Rumah Sakit Dokter Soetomo, 2006. Priguna Sidharta, M.D., Ph. D. Neurologi Klinik Dalam Praktek Umum. Hal 320-321, Jakarta : PT Dian Rakyat, 2008. Dr. Harsono, DSS. Kapita Selekta Neurologi, Edisi II. Hal 132, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2009. owthey.blogspot.com/.../penatalaksanaan-status-epileptikus.html www.kalbe.co.id/...statusepileptikus.../24_statusepileptikus.html www.pediatrik.com/isi03.php?page=htm 8