BAB I PENDAHULUAN. Stroke adalah sindroma neurologis yang terjadi. tiba-tiba karena cerebrovascular disease (CVD).

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah sindroma neurologis yang terjadi tiba-tiba karena cerebrovascular disease (CVD). Cerebrovascular disease menunjukan kelainan otak yang dihasilkan dari proses patologis yang terjadi pada pembuluh darah (Ropper & Brown, 2005). Pembuluh darah yang terlibat dalam stroke atau cerebrovascular accident (CVA) bersifat fokal (Hauser & Josephson, 2010). Menurut WHO The Atlas of Heart Disease and Stroke 2004, 15 juta populasi penduduk terserang stroke setiap tahunnya di seluruh dunia. Stroke jarang diderita pada usia kurang dari 40 tahun. Dari 15 juta ini, 5 juta diantaranya meninggal dan 5 juta yang lain mengalami kecacatan. Komplikasi stroke dapat berkaitan dengan neurogenik atau komplikasi nonneurogenik. Komplikasi yang bersifat neurologis, seperti edema otak dapat mempengaruhi outcome buruk yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang (Balamiet al., 2011). Selain edema otak, komplikasi neurologis lain adalah stroke berulang dan kejang epilepsi. Komplikasi yang bersifat nonneurogenik dapat berupa infeksi (infeksi saluran

2 2 kemih (ISK), pneumonia), imobilitas (jatuh, kerusakan kulit), tromboemboli (DVT, emboli pulmoner), psikologis (depresi), dan lain-lain (Navarro et al., 2008). Beberapa komplikasi stroke dapat dicegah, atau apabila tidak dapat dicegah, deteksi dini dan manajemen yang tepat akan dapat mengurangi efek buruk stroke. Deteksi dan manajemen yang lebih baik dapat menyelamatkan nyawa pasien dan membantu mengurangi beban yang diakibatan oleh stroke (Balami et al., 2011). Maka dari itu dibutuhkan pengukuran yang bersifat kuantitatif terhadap defisit neurologis pada pasien stroke karena hal ini penting untuk memprediksi prognosis dan menentukan manajemen pasien selanjutnya (Setyopranoto, 2012). Beberapa kondisi fisiologis, seperti tekanan darah, suhu tubuh, glukosa darah dan saturasi oksigen darah dapat berubah setelah terjadi stroke iskemia ataupun perdarahan intraserebral. Beberapa aspek perubahan fisiologis ini masih belum jelas, apakah mempengaruhi prognosis, bersifat adaptif atau maladaptif, atau spesifik muncul hanya pada beberapa kondisi (Wong & Read, 2008). Demam muncul pada sepertiga pasien dengan stroke iskemia dan berhubungan dengan outcome buruk, termasuk

3 3 meningkatkan kejadian mortalitas dan disabilitas dan waktu perawatan rumah sakit yang lebih lama (Phippset al., 2011). Bagaimanapun, waktu peningkatan suhu (pyrexia) setelah terjadinya stroke bervariasi menurut berbagai studi. Pyrexia yang muncul awal menunjukan respon sistemik terhadap kerusakan otak akibat terjadinya iskemia, sedangkan pyrexia yang muncul akhir bisa disebabkan komplikasi stroke yang parah, seperti infeksi dan DVT (Karaszewskiet al., 2012). Berdasarkan data tentang banyaknya jumlah penderita stroke di dunia, khususnya di Indonesia maka peneliti ingin meneliti lebih dalam tentang stroke, yaitu hubungan kenaikan suhu tubuh dengan outcome prognosis yang diukur dengan Skala Stroke Gadjah Mada (SSGM) pada pasien stroke akut saat pertama masuk. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan di atas, dapat diajukan permasalahan sebagai berikut: 1) Stroke adalah kasus kegawatan yang memiliki angka kecacatan dan kematian yang tinggi, biaya yang dibutuhkan pengobatan dan perawatan juga tinggi. 2) Aspek perubahan fisiologis yang terjadi setelah stroke masih belum jelas.

4 4 3) Pengukuran outcome stroke dibutuhkan karena prognosisnya bervariasi tergantung faktor risiko, dan dibutuhkan untuk penentuan pengobatan lebih lanjut. 4) Waktu peningkatan suhu setelah terjadinya stroke bervariasi. 5) Outcome stroke bervariasi bergantung pada faktor predisposisi dan tingkat keparahan stroke. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu tubuh penderita stroke selama fase akut terhadap outcome yang diukur dengan Skala Stroke Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang hubungan antara suhu tubuh dengan outcome prognosis pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan Kiking Ritarwan (2002) dari Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK-USU/ RSUP. H.Adam Malik, Medan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah metode pengambilan data dan instrument yang digunakan untuk menilai outcome prognosis. Kiking Ritarwan melakukan penelitian dengan mengambil data primer dengan cara kohort prospektif dang menilai outcome prognosis menggunakan instrument Barthel Index.

5 5 Selanjutnya penelitian oleh Bartosz Karaszewskiet al., pada 7 Desember 2007 hingga 24 Maret 2009, dilaporkan bahwa normotermia ditemui pada 4 jam pertama setelah serangan stroke. Puncak suhu yang muncul setelah 1,5-2 hari pascastroke berhubungan dengan keparahan stroke dan juga berhubungan dengan outcome buruk apabila dibandingkan dengan suhu saat masuk. Studi ini berbeda dari metode pengambilan data dan instrument yang digunakan untuk mengukur variabel terikat.