ANALISA TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA DAN AASHTO 1993 RUAS JALAN BY PASS KOTA PADANG STA 15+000 s/d 19+000 Ardi Nurdiansyah Syaputra, Mufti Warman Hasan, Eko Prayitno Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta Padang E-mail : ardhinurdiansyah@gmail.com muftiwarmanhasan@gmail.com ekoprayitno@bunghatta.ac.id Abstrak Perencanaan tebal perkerasan di indonesia umumnya menggunakan metode Bina Marga yang merupakan modifikasi dari AASHTO 1972 revisi 1981, modifikasi ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi alam, lingkungan, sifat tanah dasar dan jenis bahan perkerasan yang umum digunakan. Tebal perkerasan lentur pada pekerjaan perkerasan, pengaspalan, dan pembangunan jembatan ruas jalan By Pass kota Padang direncanakan dengan metoda Bina Marga. Metode AASHTO 1993 dipilih karena merupakan metode rujukan yang digunakan Bina Marga untuk mendesain jalan, sehingga dapat digunakan sebagai pembanding dengan perencanaan menggunakan metode Bina Marga. Hasil perencanaan tebal perkerasan ruas jalan By Pass Kota Padang STA 15+000 s/d STA 19+000 dengan menggunkan Metode Analisa Komponen Bina Marga adalah : lapis permukaan AC-WC 4cm, AC-BC 6cm, AC-Binder 7,5cm ; lapis pondasi atas (batu pecah kelas A) 19cm ; lapis pondasi bawah (sirtu kelas B) 35cm. Sedangkan dengan menggunakan metode AASHTO 1993 adalah : lapis permukaan AC- WC 10cm ; asphalt-treated base (ATB) 10cm ; lapis pondasi atas (batu pecah kelas A) 16cm ; lapis pondasi bawah (sirtu kelas B) 21cm. Kata Kunci: Bina Marga, AASHTO 1993, Perkerasan.
THE ANALYSIS OF FLEXIBLE PAVEMENT THICKNESS WITH THE COMPONENTS BINA MARGA AND ASSHTO 1993 METHOD PADANG BY PASS SEACTIONS STA 15+000 UNTILL 19+000 Ardi Nurdiansyah Syaputra, Mufti Warman Hasan, Eko Prayitno Civil Engineering Department, Faculty of Civil Engineering, Bung Hatta University Padang E-mail : ardhinurdiansyah@gmail.com muftiwarmanhasan@gmail.com ekoprayitno@bunghatta.ac.id Abstract Pavement thickness design in Indonesia commonly used the method of bina marga, which is a modification from the AASHTO 1972 revision of 1981, these modifications are to align with natural conditions, environment, basic characteristics of soil and type of pavement materials which is used commonly. Thickness of flexible pavement on pavement structures, paving, road and bridge construction Padang By Pass city planned by the method of Bina Marga. AASHTO 1993 method is chosen because it is the reference of Bina Marga Method to design the road, so it can be used as a comparison with Bina marga method. Results pavement thickness design by-pass roads of Padang STA 15 + 000 s / d STA 19 + 000 by using Component Analysis of Bina marga method are: Surface course AC-WC 4cm, 6cm AC-BC, AC-Binder 7.5 cm; Base course (crushed stone class A) 19cm; Sub-base course (gravel grade B) 35cm. While using the AASHTO 1993 method is: Surface course AC-WC of 10cm; asphalt-treated base (ATB) 10cm ; Base course (crushed stone class A) 16cm; sub-base course (gravel grade B) 21cm. Keyword: Bina Marga, AASHTO 1993, pavement. Pendahuluan Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu kontruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang diterimanya. Jenis kontruksi ini dikenal sebagai perkerasan (pavement), yang dapat didefinisikan sebagai lapisan yang relatif stabil yang dibangun diatas tanah asli atau tanah dasar yang berfungsi untuk menahan dan mendistribusikan beban kendaraan serta sebagai lapisan penutup permukaan. Perkembangan perkerasan sejalan dengan perkembangan pengangkutan manusia ataupun barang. Pada saat moda transfortasi hanya pejalan kaki atau menaiki hewan, perkerasan belum diperlukan, dan orang hanya mencari tanah yang cukup keras dan datar untuk dapat dilalui. Tetapi dengan perkembangan jenis angkutan, maka perkerasan jalan pun mulai dikembangkan. Perkembangan perkerasan diikuti juga dengan perkembangan bahan perkerasan jalan dan berbagai alternatif metode perencanaannya.
Adanya alternatif metode perencanaan perkerasan lentur ini diharapkan dapat memberikan hasil struktur perkerasan yang optimal serta efisien dari segi biaya dan kekuatan struktur, sehingga mampu melayani para pengguna jalan hingga mencapai umur rencananya. Perencanaan tebal perkerasan di Indonesia umumnya menggunakan metode Bina Marga yang merupakan modifikasi dari metode AASHTO 1972 revisi 1981, modifikasi ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi alam, lingkungan, sifat tanah dasar dan jenis bahan perkerasan yang umum digunakan. Tebal perkerasan lentur pada pekerjaan perkerasan, pengaspalan, dan pembangunan jembatan ruas jalan By Pass kota Padang direncanakan dengan metoda Bina Marga. Karena metode Analisa Komponen Bina Marga mengambil rujukan kepada metode AASHTO 1993 tetapi sudah di sesuaikan dengan kondisi atau faktor regional di Indonesia (Saodang Hamirhan, 2005). Untuk itu penulisan Tugas Akhir ini dilakukan dengan membandingkan Metode Analisa Komponen Bina Marga dengan metode AASHTO 1993. Metodologi Alur kerja adalah suatu tata urutan yang sangat dibutuhkan dalam penyusunan tugas akhir secara sistematis dan jelas. Dengan demikian didalam penyusunan dan pelaksanaan studi kasus ini untuk evaluasi dan pembahasannya dilakukan dengan alur kerja sebagai berikut : Bagan alir metode analisa komponen bina marga Gambar 1 Bagan alir Metode Analisa Komponen (sumber : sukirman,1995) Bagan alir metode AASHTO 1993
Gambar 2 Diagram Aliran Metode AASTHO (Sumber: AASTHO, 1993) Data Perencanaan Sebelumnya terlebih dahulu mengumpulkan data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan. Data yang penulis gunakan disini berupa data sekunder yang didapat dari proyek. Data yang didapat antara lain adalah : Data perencanaan diambil dari hasil survey dan pengujian disepanjang ruas jalan By Pass. Data-data dalam analisa perencanaan adalah sebagai berikut : a. Data CBR (California Bearing Ratio) Tanah Dasar Penentuan nilai CBR dilakukan dengan metode lapangan, yaitu dengan menggunakan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP). Pengujian dilakukan dengan cara : 1. Letakan alat DCP pada titik uji diatas lapisan yang akan diuji. 2. Pegang alat yang sudah terpasang pada posisi tegak lurus diatas dasar yang rata dan stabil, kemudian catat pembacaaan awal pada mistar pengukur kedalaman. 3. Mencatat jumlah tumbukan. Untuk lapisan pondasi bawah atau tanah dasar yang terdiri dari bahan yang tidak keras maka pembacaan kedalaman sudah cukup untuk setiap 1 tumbukan atau 2 tumbukan. Untuk lapisan pondasi yang terbuat dari bahan berbutir yang cukup keras, maka harus dilakukan pembacaan kedalaman pada setiap 5 tumbukan sampai dengan 10 tumbukan. 4. Pengujian pertitik, dilakukan minimum duplo (dua kali) dengan jarak 20 cm dari titik uji satu ke titik uji lainnya. Setelah dilakukan pengujian DCP, nilai CBR didapat dengan cara : 1. Periksa hasil pengujian lapangan yang terdapat pada formulir pengujian DCP dan hitung akumulasi jumlah tumbukan dan akumulasi penetrasi setelah dikurangi pembacaan awal pada
mistar penetrometer konus dinamis (DCP). 2. Gunakan formulir hubungan komulatif (total) tumbukan dan komulatif penetrasi, terdiri dari sumbu tegak dan sumbu datar, pada bagian tegak menunjukkan kedalaman penetrasi dan arah horizontal menunjukkan jumlah tumbukan. 3. Plotkan hasil pngujian lapangan pada salib sumbu digrafik. 4. Tarik garis yang mewakili titiktitik koordinat tertentu yang menunjukkan lapisan yang relatif seragam. 5. Hitung kedalaman lapisan yang mewakili titik-titik tersebut, yaitu selisih antara perpotongan garisgaris yang dibuat dalam satuan mm. 6. Hitung kecepatan rata-rata penetrasi (DCP, mm/tumbukan atau cm/tumbukan) untuk lapisan yang relatif seragam. Nilai DCP diperoleh dari selisih penetrasi dibagi dengan selisih tumbukan. 7. Gunakan gambar grafik atau hitungan formula hubungan nilai DCP dengan CBR dengan cara menarik nilai kecepatan penetrasi pada sumbu horizontal ke atas sehingga memotong garis tebal untuk sudut konus 60 atau garis putus-putus untuk sudut konus 30. 8. Tarik garis dari titik potong tersebut kearah kiri sehingga nilai CBR dapat diketahui. b. Data lau lintas Tabel 1 : lalulintas harian rata-rata c. Data Tanah Dasar ( CBR ) Lokasi yang dijadikan objek adalah peningkatan jalan yang terletak di By Pass kota padang pada sta 15+000 s/d 20+000 maka harga CBR ditentukan dari hasil pemeriksaan tanah lapangan, yang diambil dari tes sencone tanah yang berjarak 100 m tiap stasiun. Data-data CBR ditabelkan sebagai berikut :
Tabel 2: Hasil CBR Lapangan STA 15+000 s/d 19+000 Tabel 3 : CBR dengan Random Sampling STA 15+000 s/d 19+000 Sumber : Kyeryong Construction Industrial Co., Ltd. (JO) Prosedur menentukan CBR adalah sebagai berikut : 1. Tentukan nilai CBR terendah. 2. Tentukan berapa banyak nilai CBR yang sama atau yang lebih besar dari masing-masing nilai CBR terkecil sampai yang terbesar. 3. Angka terbanyak diberi nilai 100%, angka yang lain merupakan persentase dari 100% 4. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dari persentase jumlah diatas. 5. Nilai CBR segmen adalah nilai pada keadaan 90% Grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah yang sama atau lebih sebagai berikut : CBR Tanah Dasar Gambar 1.3 Grafik Penentuan CBR Desain 90%
Karena CBR didapat 2,1% tidak memenuhi standar perencanaan maka dilakukan Change Material. Dimana nilai rancangan yang dicantumkan oleh Direksi pekerjaan dan Gambar rencana adalah 6%. 1. LHR Tabel 4 : LHR Awal dan LHR Akhir d. Data-data Lain - Curah Hujan = 3952 mm/ Tahun > 900 mm/tahun - Kelandaian = < 6 % - Umur Rencana = 10 Tahun - Perkembangan lalu lintas = 5 % / Tahun Metode Bina Marga Kriteria perencanaan : a) Jumlah lajur : 4 lajur 2 arah b) Indeks Permukaan Awal (Ipo) : 4,2 Indeks Permukaan Akhir (Ipt) : 2,5 c) Faktor regional (FR) : 2 2. Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan E Mobil penumpang 2 ton (1+1) = sumbu tunggal + sumbu tunggal = = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004 E Bus 8 ton (3+5) = sumbu tunggal + sumbu tunggal = = 0,0183 + 0,1410 = 0,1592 E Truck 2 as kecil 6 ton (2+4) = sumbu tunggal + sumbu tunggal = = 0,0036 + 0,0577 = 0,0613 E Truck 2 as besar 12 ton (4+8) = sumbu tunggal + sumbu tunggal
= = 0,0577 + 0,9238 = 0,9815 E Truck 3 as 20 ton (6+14) = sumbu tunggal + sumbu ganda 5. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) LEA = Tabel 6 : Perhitungan Lintas Ekivalen Akhir = = 0,2923 + 0,7452 = 1,0375 E Truck Gandeng (1.2+2.2) = sumbu tunggal + sumbu tunggal + sumbu tunggal + sumbu tunggal = = 3,13155 3. Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Kendaraan ringan < 5 ton : C = 0,30 Kendaraan berat > 5 ton : C = 0,45 4. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) LEP = LHR 1 x C x E Tabel 5 : Perhitungan Lintas Ekivalen Permulaan 6. Lintas Ekivalen Tengah (LET) LET = LET = LEP LEA 2 = 1138,7778 Kendaraan / hari 7. Lintas Ekivalen Rencana (LER) LER = LET x (UR / 10) = 1138,7778 x (10 / 10) = 1138,7778 8. Menghitung Faktor Regional % Kendaraan Berat = LHRkendaraanberat x100% LHR
= 1360 190 900 670 8 100% 10148 = 30,82 % Didapat curah hujan > 900 mm/tahun, % kendaraan berat > 30%, kelandaian < 6 %. Dengan nilai tersebutdidapat nilai FR = 2 9. Menentukan nilai Daya Dukung Tanah (DDT) Nilai CBR adalah nilai pada keadaan 90%, dengan CBR 6% didapat DDT = 5 indeks permukaan. Dari perhitungan sebelumnya didapat : Ipt = 2,5 IPo = 4,2 DDT = 5 LER = FR = 2 Dengan menggunakan nomogram untuk IPo = 4,2 dan Ipt = 2,5 didapat ITP = 10,8 Gaambar 4 : Grafik korelasi DDT dan CBR 10. Menentukan Nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Indeks Tebal Perkerasan merupakan fungsi daya dukung tanah, faktor regional, lintas ekivalen rencana, dan Gambar 5 : Nomogram Untuk Mencari ITP 11. Menetapkan Tebal Lapisan Perkerasan Tebal lapisan perkerasan ditentukan berdasarkan bahan yang dipakai dan nilai ITP hasil ploting pada nomogram.
Untuk masing-masing lapisan, tebalnya memiliki standar minimum yang berbeda ditentukan sesuai dengan nilai ITP. 1. Lapis Permukaan Direncanakan dengan lapis Laston MS 744 kg. Tebal minimum ( 10 cm Koefisien kekuatan relatif 0,40 ITP = Tebal pondasi bawah dihitung dengan persamaan sebagai berikut : ITP = 10,8 = (0,40 10) + (0,14 25) + (0,12 = = 35 cm maka didapat susunan lapis perkerasan adalah sebagai berikut : = = 17,5cm 2. Lapis Pondasi Atas Direncanakan dengan batu pecah (Kelas A) CBR 100% Tebal minimum ( 19 cm Koefisien kekuatan relatif 0,14 3. Lapisan Pondasi Bawah Direncanakan dengan sirtu (Kelas B) CBR 50% Koefisien Kekuatan Relatif 0,12 Tebal minimum podasi bawah = 10 cm Gambar 6 : Susunan lapis perkerasan metode Analisa Komponen Bina Marga Metode AASTHO 1. Faktor Pertumbuhan Besarnya pertumbuhan lalulintas telah ditetapkan sebesar 5% untuk semua jenis kendaraan selama umur rencana. Pertumbuhan lalulintas dihitung dengan persamaan : Growth Factor = Growth Factor = = 31,03
dengan : g = persentase pertumbuhan lalu lintas (%) n = umur rencana (tahun) 2. Menentukan Lalu Lintas Harian Rata-rata Awal Umur Rencana atau disebut Average Daily Traffic (ADT). Perhitungan selanjutnya dapat dilihat Pada Tabel Tabel 7 : Perhitungan LHR Untuk perkerasan lentur dengan mempertimbnagkan variasi lalulintas digunakan standar devisiasi keseluruhan (So) sebesar 0,45 5. Faktor ESAL Fungsi perbandingan kehilangan tingkat pelayanan (G) - 0.35218 Dengan : G = faktor perbandingan antara kehilangan tingkat pelayanan Pt = indeks pelayanan (Serviceability Indekx) akhir 3. Tingkat Pelayanan Berdasarkan tabel 2.14 dengan volume lalulintas harian rata-rata sebesar 10.148 10.000 diperoleh indeks pelayanan akhir umur rencana (Pt) 3,0 3,5 dipakai Pt = 3,0. Sedangkan nilai indeks pelayanan awal (Pi) yang dianjurkan oleh AASHTO adalah sebesar 4,2. Fungsi desain dan Variasi beban sumbu kendaraan yang menyatakan jumlah perkiraan banyaknya sumbu kendaraan yang akan diperlukan sehingga permukaan perkerasan mencapai tingkat perkerasan = 1,5 dinyatakan sebagai β. Nilai SN yang diasumsikan adalah 5.0623 dan untuk kendaraan yang memiliki berat sumbu depan 1ton = 2,2046kips : a. Faktor Desain dan Variasi Beban Sumbu = Pi Pt = 4,2 3,0 = 1,2 4. Standar Deviasi (So) = 0,400302
Dengan : = faktor desain dan variasi beban sumbu SN = Struktural Number = beban sumbu yang akan di evalasi (kips) = beban sumbu standar (18kips) = notifikasi konfigurasi sumbu 1= sumbu tunggal 2= sumbu ganda 3= sumbu tridem Tabel 8 : Hasil perhitungan varian sumbu dan beban sumbu depan b. Perbandingan ekivalen sumbu x terhadap sumbu standar 6232,266 Tabel 10 Hasil Perhitungan Perbandingan Sumbu x Terhadap Sumbu Depan 0,494835 Tabel 9 Hasil Perhitungan Varian Desain Dan Beban Sumbu Belakang
Tabel 11 Hasil Perhitungan Perbandingan Sumbu x Terhadap Sumbu Belakang Tabel 12 Hasil Perhitungan Faktor ESAL (LEF) c. Faktor ESAL (LEF) = = 0,00032091 d. Lalu lintas Rencana ESAL Lalu lintas Rencana ESAL = LHR GF 365 LEF Lalu lintas Rencana ESAL = 7020 31,03 365 0,00032091 = 25515,01 Tabel 13 Hasil Perhitungan Lalulintas Rencana ESAL
Selanjutnya nilai Equivalent single Axel Load (ESAL) ditentukan dengan menggunakan persamaan : 17447371 8723686 dimana : faktor distribusi berdasarkan arah faktor distribusi berdasarkan jumlah lajur nilai kumulatif prediksi ESAL e. Reliabilitas (R) Berdasarkan nilai lalu lintas rencana ESAL ( diperoleh nilai reliabilitas (R) = 90%. Korelasi antara nilai devisiasi standar normal ( dan realibilitas (R) maka didapat nilai,282. f. Modulus Resilen Tanah Dasar ( (PSI) = 1500 CBR (PSI) = 1500 6 = 9000 psi g. SN Rencana 6,9407 = -0,5769 + 7.3255 0.20 0,7117 + 1.1038 6,9407 = 6,9407 Nilai SN 5,0623 memenuhi persamaan AASHTO, maka nilai SN asumsi dapat digunakan sebagai SN rencana. h. Koefisien Drainase (m) Digunakan Faktor drainase untuk lapisan pondasi bawah dan pondasi atas (Granular) = 1 dengan kualitas drainase baik i. Koefisien Lapisan Perkerasan 1. untuk lapisan Laston MS 744 Kg = 0,40. 2. menggunakan nomogram koefisien kekuatan relatif lapis pondasi atas (gambar 2.3) dengan material batu pecah (kelas A) CBR 100% diperoleh = 0,14. 3. menggunakan nomogram koefisien leluatan relatif lapis pondasi atas (gambar 2.4) dengan material sirtu/pitrun (kelas B) CBR 50% diperoleh = 0,128.
j. Tebal Minimum Lapisan Perkerasan 1. Untuk lapisan permukaan, dengan traffic (ESAL) = 8723.686 kendaraan/tahun berdasarkan batas minimum adalah 4 (10 cm). 2. Untuk lapisan pondasi atas, dengan traffic (ESAL) = 8723.686 kendaraan/tahun berdasarkan batas minimum adalah 6 (16 cm). k. Tebal Masing-Masing Lapis Perkerasan SN = = (0,40 4) + (0,40 4) + (0,14 6 1) + (0,128 1) Gambar 7 koefisien kekuatan relatif lapis pondasi atas ( ) Maka : = 4 = 10 cm = 4 = 10 cm = 6 = 16 cm = 8 = 21 cm Susunan lapis perkerasan adalah sebagai berikut : 0,128 Gambar 8 koefisien kekuatan relatif lapis pondasi atas ( ) Gambar 9 : Susunan lapis perkerasan metode AAShto 1993
Kesimpulan Berdasarkan hasil perencanaan tebal perkerasan ruas jalan By Pass Kota Padang dengan menggunakan Metode Analisa Komponen Bina Marga dan AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials) 1993, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : l. hasil tebal perkerasan lentur : a. Susunan tebal perkerasan lentur metode Analisa Komponen Bina Marga : Lapis permukaan : AC-WC = 4cm AC-BC = 6cm AC-Base = 7,5cm Lapis pondasi atas : Batu pecah kelas A CBR 100% t = 20cm Lapis pondasi bawah : Sirtu kelas B CBR 50% t = 35cm b. Susunan tebal perkerasan lentur metode AASHTO 1993 : Lapis permukaan : AC-WC = 10cm ATB = 10cm Lapis pondasi atas : Batu pecah kelas A CBR 100% t = 16cm Lapis pondasi bawah : Sirtu kelas B CBR 50% t = 21cm 2. Antara metode Analisa Komponen Bina Marga dengan metode AASHTO 1993 terdapat perbedaan tebal lapis perkerasan, perencanaan dengan menggunakan metode Analisa Komponen Bina Marga tebal lapisan perkerasan lebih tebal dibandingkan metode AASHTO 1993. 3. Terdapat perbedaan tebal lapis pondasi bawah antara metode AASHTO 1993 dan metode Analisa Komponen Bina Marga, dimana pada lapisan pondasi bawah dengan menggunakan metode AASHTO 1993 didapati tebalnya 21cm, sedangkan lapis pondasi bawah metode Analisa Komponen Bina Marga tebalnya didapati 35cm, lapis permukaan pada metode AASHTO 1993 menggunakan AC-WC 10cm dan ATB 10cm digunakan untuk menahan bedan terhadap sumbu kendaraan yang lewat, sedangkan metode Analisa Komponen Bina Marga menggunakan tebal Lapis Permukaan AC-WC, AW-BC dan AC- Binder sebagai Lapis pondasi penopang untuk menahan beban terhadap sumbu kendaraan. Daftar Pustaka American Association of State Highway and Transportation Officials (1993), AASHTO Guide for Design of Pavements Structures 1993, Washington,D.C.: AASHTO.
Bina Marga, Dit.jen, 2013, Manual Desain Perkerasan Jalan, Kementrian Pekerjaan Umum, Jakarta. Direktorat Bina Teknik, Diraktorat Jendral Tata Perkotaan dan Pedesaan (2004). Pedoman Kontruksi dan Bangunan: Survey Pencacahan Lalu Lintas dengan cara Manual (Pd.T 19-2004-B). Jakarta: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Noprianto Hendri, 2013, Perencanaan Perkerasan Jalan Raya, Biro Penerbit Andi Atas Kerjasama Institut Teknologi Padang, Padang. Saodang Hamirhan, 2005 Kontruksi Jalan Raya Buku 2 Perancangan Perkerasan Jalan Raya, Nova, Bandung. Shirly, L.H.Ir., 2000, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Politeknik Negri Bandung, Bandung. Sukirman Silvia, 1992, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung.