BAB V KESIMPULAN dan SARAN. dan Korelasi Pearson, Indikator Industri Unggulan SLQ-DLQ dan SSLQ-DSLQ

dokumen-dokumen yang mirip
Provinsi Sumatera Utara: Demografi

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BERITA RESMI STATISTIK

Lampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

I. PENDAHULUAN. dibandingkan jumlah kebutuhan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada hakekatnya pembangunan adalah kegiatan memanfaatkan sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK: SERTA TANTANGAN TAHUN 2019

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

BERITA RESMI STATISTIK

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A (dalam jutaan rupiah)

diakses pada tanggal 12 Maret 2011 pukul WIB 1di Medan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

Lampiran 1 Daftar Kabupaten/ Kota, Sampel

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang

LAMPIRAN. Lampiran I JADWAL PENELITIAN

Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah Manggis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk yang menguntungkan kan adalah jamur konsumsi. konsumsi atau sering dikenal dengan istilah mushroom merupakan bahan

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

REKAP DATA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam jutaan rupiah)

Tahun Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

I. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang

LAMPIRAN. Lampiran 1 Jadwal dan Waktu Penelitian

ANALISIS STATISTIKA DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH (STUDI KASUS: PROVINSI SUMATERA UTARA)

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

PENDAHULUAN. banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun

LAPORAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) TERHADAP SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN (STPP) MEDAN

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2010.

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan basis pembangunan bangsa. Apabila kita menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia Disparitas produk..., Raja Iskandar Rambe, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (Jiwa)

Lampiran 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (%)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses peningkatan kualitas

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

RINCIAN LABUHANBATU UTARA TEBING TINGGI BATUBARA ASAHAN TANJUNG BALAI NAMA DAN TANDA TANGAN KPU PROVINSI

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

Yulianta Siregar Departemen electrical engineering University of North Sumatera Bali 28 Mei 2010

I. PENDAHULUAN. nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan bagi

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. dimana manusia dapat membina kepribadiannya dengan jalan mengembangkan

ALOKASI ANGGARAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA Beryl Artesian Girsang

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I PENDAHULUAN. kota ataupun kabupaten untuk berlomba-lomba mengembangkan daerahnya di

BADAN PENANAMAN MODAL DAN PROMOSI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/ KOTA DI SUMATERA UTARA BERDASARKAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA MISKIN DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS CLUSTER SKRIPSI WIDYA REZA

maupun daerah untuk mempercepat tercapainya pembangunan ekonomi. lahirnya dua produk undang-undang, yaitu Undang-undang No.

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Di Provinsi Sumatera Utara Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

BADAN PUSAT STATISTIK

Lampiran 1. Sampel. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

Descriptive Statistics

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan karena sektor pertanian mampu memberikan pemasukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak

BAB I PENDAHULUAN. Produksi dari suatu usaha penangkapan ikan laut dan perairan umum sebahagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (Perdesaan Lestari)

Lampiran 1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2012

ALTERNATIP MODA TRANSPORTASI UDARA SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KETERISOLASIAN WILAYAH PANTAI BARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, isi kebun di Indonesia adalah berupa tanaman buah-buahan,

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil analisis industri mikro dan kecil dengan menggunakan metode SIG (Sistem Informasi Geografis), Matrik Kepadatan Industri, Analisis Spearman Rank dan Korelasi Pearson, Indikator Industri Unggulan SLQ-DLQ dan SSLQ-DSLQ serta analisis Logit dan Multinomial Logistik. Sumber data yang digunakan adalah data SUSI2005 dan data VIMK13 dari BPS (Badan Pusat Statistik) di Provinsi Sumatera Utara, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut. 1. Lokasi utama Industri Mikro dan Kecil di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2005 dan 2013 terdapat pada wilayah Kabupaten/Kota Medan, Tapanuli Selatan, Karo, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Sibolga, dan Pematang Siantar. Hasil ini didasari oleh analisis Matrik Kepadatan Industri dan Analisis SIG (Sistem Informasi Geografis). 2. Berdasarkan analisis SLQ-DLQ dan SSLQ-DSLQ mengidentifikasi lima industri mikro dan kecil yang menjadi unggulan utama di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terserap adalah. a. Industri Makanan (K BLI 10) pada Kabupaten/Kota Medan, Binjai, Pematang Siantar, Sibolga, Deli Serdang, Tebing Tinggi, dan Padang Sidempuan. b. Industri Minuman (KBLI 11) pada Kabupaten/Kota Medan, Deli Serdang, Langkat, Pematang Siantar dan Dairi. c. Industri Pakaian Jadi (KBLI 14) pada Kabupaten/Kota Medan. d. Industri karet, barang dari karet (KBLI 22) pada Kabupaten/Kota Tapanuli Selatan dan Karo. 120

e. Industri kayu dan barang dari kayu (KBLI 16) pada Kabupaten/Kota Medan, Asahan, Pematang Siantar, Simalungun dan Tapanuli Selatan. 3. Berdasarkan Hasil uji Moran s I dan Moran s I scatter plot (LISA) terdapat pola spatial cluster pada 1 daerah di Provinsi Sumatera Utara. Daerah klusterisasi spasial berdasarkan nilai yang tinggi (hot spot) terdapat di Kabupaten Deli Serdang. Dan wilayah yang menunjukkan konsentrasi spasial yang rendah ( cold spot) terdapat pada wilayah Kabupaten Labuhan Batu dan Samosir. 4. Berdasarkan hasil analisis regresi Logit, faktor-faktor yang menyebabkan probabilitas terkonsentrasinya industri IKM pada suatu lokasi adalah : a. Jarak tempuh signifikan (0,11) dan memiliki hubungan negatif (-1,962) terhadap probabilitas terjadinya konsentrasi industri pada suatu lokasi. b. Keanggotaan koperasi signifikan (0,14) dan memiliki hubungan positif (1,056) terhadap probabilitas terjadinya konsentrasi industri pada suatu lokasi. c. Upah tenaga kerja signifikan (0,27) dan memiliki hubungan positif (1,872) terhadap probabilitas terjadinya konsentrasi industri pada suatu lokasi. d. Produktifitas IKM signifikan (0,33) dan memiliki hubungan positif (1,67 1) terhadap probabilitas terjadinya konsentrasi industri pada suatu lokasi. e. Tenaga kerja keluarga signifikan (0,39) dan dan memiliki hubungan negatif (-0,999) terhadap probabilitas terjadinya konsentrasi industri pada suatu lokasi. f. Populasi signifikan ( 0,56) dan memiliki hubungan positif (1,477) terhadap probabilitas terjadinya konsentrasi industri pada suatu lokasi. 121

5.2 Saran yang dapat diberikan dengan memperhatikan hasil analisis industri mikro dan kecil yang telah dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Hasil temuan lokasi utama IKM ( industri mikro dan kecil) berdasarkan unit usaha dan penyerapan tenaga kerja tahun 2005 dan 2013 di Sumatera Utara masih tergolong sedikit. Berdasarkan hal tersebut maka implikasi kebijakan industri daerah yang harus di tinjau ulang oleh pemerintah daerah Sumatera Utara adalah mengenai pemanfaatan data spasial ekonomi daerah. Di tingkat regional dan nasional juga semakin disadari bahwa penyediaan dan pemanfaatan informasi spasial sebagai hasil kegiatan survei dan pemetaan merupakan kebutuhan utama dan pertama untuk pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara rasional dan terencana dengan baik. Diferensiasi kapasitas perekonomian ditandai dengan adanya kesenjangan ekonomi spasial yang merupakan refleksi dari keberadaan pemilikan sumber daya produktif di antara daerah-daerah. Daerah otonom Provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk berdasarkan atas pertimbangan kemanpuan ekonomi, potensi daerah, dan pertimbangan lainnya yang memungkinkan terselenggaraannya pemerintahan daerah di masing-masing daerah otonom dengan sasaran utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui saluran industri mikro dan kecil. 2. Hasil temuan pada analisis SLQ-DLQ dan SSLQ-DSLQ diketahui daerah-daerah yang berkaitan dengan spesialisasi potensi sektor unggulan IKM. Implikasi kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara harus berkaitan dengan kompetensi inti daerah. Kebijakan kompetensi inti daerah yang harus dilakukan adalah pertama, melakukan analisis kesenjangan untuk mendapatkan 122

status kondisi saat ini (eksisting), permasalahan-permasalahan yang dihadapi, dan harapan di masa yang akan datang. Analisis kesenjangan dilakukan melalui pemetaan dan analisis kondisi eksisting pada kompetensi inti industri dan IKM prioritasnya. Pemetaan dan analisis ini mencakup permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya adalah memetakan sejumlah harapan atau sasaran yang hendak dicapai di masa yang akan datang. Kedua, melakukan analisis SWOT yang digunakan untuk mengetahui posisi IKM unggulan prioritas dan kompetensi intinya. Melalui analisis ini, peta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada masing-masing IKM unggulan prioritas dapat diketahui. Ketiga, Membangun strategi, dalam hal ini adalah penentuan kompetensi inti industri dan memperluas skala industri yang ada, dengan melihat keterkaitan antara industri dan nilai tambah yang diperoleh. Dan keempat, scenario planning bertujuan untuk mendapatkan sejumlah alternatif kebijakan dan strategi di masa yang akan datang. Kebutuhan pengembangan scenario planning didasarkan pada kenyataan bahwa tidak ada yang bisa memastikan satu masa depan, ada beragam ketidakpastian, persepsi dan judgment, dan apa yang dilakukan sekarang mempengaruhi masa depan. Demikian pula dengan pengembangan kompetensi inti industri daerah, di mana pengaruh perubahan dan ketidakpastian lingkungan global dapat menjadi faktor yang berpengaruh nantinya. 3. Hasil analisis Moran s I dan Moran s scatter plot (LISA) menggambarkan letak daerah klasterisasi spasial berdasarkan nilai yang tinggi ( hot spot) terdapat di Kabupaten Deli Serdang. Dan wilayah yang menunjukkan konsentrasi spasial yang rendah (cold spot) terdapat pada wilayah Kabupaten Labuhan Batu dan Samosir. Saran implikasi kebijakan yang harus dilakukan adalah dengan pendekatan klaster industri dalam menumbuhkan wilayah-wilayah hot spot. Pendekatan klaster dapat mencapai suatu dampak yang signifikan pada pembangunan ekonomi daerah melalui: a. Keterlibatan dalam dialog konstruktif atau proses partisipatif antara pelaku IKM, pemasok bahan baku, pembeli dan stakeholder lainnya di daerah. 123

b. Memperkuat keterkaitan yang saling menguntungkan antar stakeholder, seperti misalnya antara penyelenggara dengan industri, penyedia teknologi dengan pengguna, investor dan lembaga keuangan/pembiayaan dengan perusahaan yang ada atau yang baru dan lainnya. c. Penyediaan kerangka infrastruktur yang lebih terarah sesuai dengan kebutuhan dunia industri kecil dan mikro. d. Penyediaan investasi berupa infrastruktur dan informasi yang teraseskan dan mempunyai daya dongkrak ( leverage impact) yang signifikan untuk meningkatkan kinerja klaster. e. Pemerintah daerah juga memfasilitasi penyesuaian sistem administratif untuk mendorong peningkatan produktifitas klaster IKM. 4. Hasil analisis Logit menunjukkan faktor-faktor yang kemungkinan mendorong terkonsentrasinya IKM pada suatu lokasi adalah jarak, keanggotaan koperasi, populasi, upah, tenaga kerja keluarga dan produktifitas. Setelah mengetahui faktorfaktor pendorongnya maka pemerintah daerah bersama pemerintah pusat harus membuat kebijakan yang secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam mengambangkan faktor-faktor tersebut. Dengan mempertimbangkan kondisi pembangunan industri, baik di tingkat nasional maupun daerah, dan dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri dilaksanakan dengan melakukan sinergi antara perencanaan di tingkat nasional atau pusat dan perencanaan di tingkat daerah. Hal ini dilakukan dengan dua pendekatan sekaligus, yaitu pendekatan top down dan pendekatan bottom up. Pendekatan top down pembangunan industri direncanakan dengan memperhatikan prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah. Hal ini biasa dikenal dengan 124

pembangunan berdasarkan disain ( by design) nasional. Pendekatan bottom up dilakukan dengan penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan daerah. Penggunaan kompetensi inti sebagai unggulan daerah ini dimaksudkan agar daerah memiliki daya saing dan meningkatkan daya saingnya. Praktek perencanaan dengan dua pendekatan ini tercermin dari pelaksanaan rencana pembangunan industri. Berdasarkan disain nasional, kebijakan industri secara nasional dilakukan dengan menentukan industri prioritas dengan pendekatan kluster. Kemudian, secara bottom up, pemerintah telah secara aktif melakukan sosialisasi dan mengajak daerah berpartisipasi dalam pembangunan kompetensi inti pada setiap daerah prioritas. 125