II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Mentimun

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu,

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

IV METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

II. TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RISIKO PRODUKSI PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DESA NAGRAK UTARA SUKABUMI

Cara Menanam Cabe di Polybag

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013

PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas yang mendapat

TINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM

BAB I PENDAHULUAN. Menurunnya kualitas lahan akibat sistem budidaya yang tidak tepat dapat

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN*

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. hewan atau manusia, seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos,

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI DAN ANALISIS RISIKO HARGA TOMAT DI DESA GEKBRONG KABUPATEN CIANJUR

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

TINJAUAN PUSTAKA. memperlancar pencernaan. Hampir setiap orang gemar akan sawi karena rasanya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

Usahatani Tumpang Sari Tanaman Tomat dan Cabai di Dataran Tinggi Kabupaten Garut

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prospek Perikanan Di Indonesia

III KERANGKA PEMIKIRAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gayatri Anggi, 2013

RESPON TANAMAN CAISIM (Brassica chinensis) TERHADAP PUPUK NPK ( ) DI DATARAN TINGGI. Oleh GANI CAHYO HANDOYO A

Tahun Bawang

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1)

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

Transkripsi:

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae). Caisin dikenal oleh petani dengan sebutan sawi hijau yang sedang banyak dipasarkan dewasa ini. Caisin memiliki kemampuan adaptasi luas baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Di Pulau Jawa caisin ditanam di berbagai daerah dataran tinggi maupun rendah dan umumnya menggunakan benih produksi lokal (Widiyazid 1998). Menurut Widiyazid (1998) dalam budidaya caisin, varietas benih yang akan ditanam perlu memperhatikan beberapa faktor, yaitu (1) benih harus sesuai dengan permintaan pasar, (2) daya tumbuh benih tinggi atau masa berlaku benih pada label belum habis, dan (3) kebutuhan benih per hektar adalah 1,0-2,0 kilogram. Pada umumnya petani Indonesia menanam benih produksi lokal dengan jumlah produksi sebanyak ± 10 ton per hektar dengan umur panen ± 40 hari. Namun, untuk varietas benih impor seperti, Tosakan (Thailand) mampu menghasilkan produksi yang lebih tinggi, yaitu sebanyak ± 25 ton per hektar dengan rasa lebih enak dan lunak serta dengan umur panen 30-35 hari. Menurut Wahyudi (2010), penggunaan berbagai jenis pupuk pada tahap persemaian benih dan pengolahan lahan, yaitu pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk SP-36 dan pupuk KCL, sedangkan pada saat pemeliharaan diberi pupuk Urea dan dan pupuk KCL. Hal ini berbeda menurut Widiyazid (1998), dimana budidaya caisin diketahui hanya menggunakan pupuk kandang/kompos saat persiapan lahan dan penanaman, sedangkan saat pemeliharaan hanya menggunakan pupuk Urea. Namun menurut keduanya bahwa penggunaan pupuk tersebut disesuaikan dengan jenis dan keadaan tanahnya. Sedangkan untuk penggunaan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit hanya dilakukan jika benar-benar diperlukan. Menurut Gopur (2009) dalam kegiatan produksi caisin, rendahnya kemampuan produksi yang sering terjadi pada usahatani caisin dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor produksi dan juga hama penyakit yang sulit dikendalikan, dimana faktor-faktor produksi tersebut adalah benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk TSP, pestisida cair, pestisida padat, dan tenaga kerja. 12

Menurut Gopur (2009) penggunaan benih dan pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi caisin. Adanya peningkatan penggunaan faktor produksi benih dan pestisida padat justru akan menurunkan produksi caisin. Hal ini dikarenakan penggunaan kedua input tersebut sudah over dosis sehingga dalam penggunaan kedua input ini belum efisien. Sedangkan peningkatan penggunaan pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida cair dan tenaga kerja akan meningkatkan produksi caisin. Sementara itu, penggunaan pestisida cair dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi caisin. Kedua penggunaan faktor produksi ini masih kurang sehingga sangat mempengaruhi turunnya produksi caisin. Mengenai efisiensi, baik penggunaan pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida cair, dan tenaga kerja ternyata tidak efisien. Penggunaan faktor-faktor produksi tersebut harus ditingkatkan untuk memperoleh produksi caisin yang optimal. Mengenai penggunaan pupuk kimia menunjukkan hasil yang serupa dengan penelitian Handoyo (2010) yang meneliti tentang pengaruh penggunaan pupuk NPK terhadap tanaman caisin. Penggunaan pupuk NPK dengan dosis yang berbeda-beda pada beberapa tanaman contoh menunjukkan bahwa aplikasi pemupukan NPK tidak berpengaruh nyata terhadap tanaman caisin, seperti pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun, warna daun, indeks luas daun, bobot basah, dan akar serta bobot panen umbian. Penggunaan dosis pupuk kimia sebanyak 22,5 kilogram per hektar akan menghasilkan panen tertinggi, yaitu 7,26 ton per hektar. Sedangkan, dosis optimum pupuk NPK yang harus diberikan berdasarkan hasil panen adalah sebanyak 46,75 kilogram per hektar, sedangkan dosis optimum yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi berdasarkan perhitungan B/C Ratio adalah sebanyak 28,125 kilogram per hektar dan dosis minimum pada B/C ratio 1 atau saat Break Event Point (BEP) adalah sebanyak 3,559kg/ha. Penggunaan pupuk NPK sebagai pupuk kimia memang dapat menghasilkan hasil panen lebih tinggi, namun penggunaan pupuk kimia yang terlalu banyak akan menimbulkan kerugian tersendiri bagi pertanian berkelanjutan. Oleh karena itu, saat ini pertanian lebih disarankan untuk menggunakan pupuk organik atau pupuk kandang. Hasil produksi yang diperoleh dengan penggunaan pupuk kandang jauh lebih baik daripada penggunaan pupuk 13

kimia. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian Abdurohim (2008) yang menyebutkan bahwa penggunaan pupuk kompos menghasilkan produksi tanaman caisin yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan pupuk NPK. Pertumbuhan dan produksi caisin pada pemberian pupuk kompos nyata lebih baik daripada pemberian pupuk NPK. Selanjutnya, berdasarkan kadar hara tanah diketahui bahwa tanaman caisin yg diberi perlakuan pupuk NPK masih mengalami defisiensi kadar P dan K pada tanah. Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi petani dalam penggunaan pupuk organik dan pupuk kimia agar menghasilkan produksi yang optimal. 2.2 Analisis Risiko dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komoditas Pertanian Risiko produksi adalah kejadian penurunan hasil produksi yang ditunjukkan dengan adanya fluktuasi produksi atau produktivitas dan terjadinya penurunan pendapatan, dimana kejadian penurunan tersebut dapat diperhitungkan. Risiko produksi yang terjadi pada komoditas sayuran disebabkan oleh beberapa sumber risiko, yaitu adanya serangan hama dan penyakit serta perubahan cuaca dan iklim yang sulit diprediksi. Selain itu, risiko produksi pada komoditas sayuran juga dapat terjadi dikarenakan kegagalan penggunaan teknologi dalam penanaman pada lahan terbuka dan greenhouse (Tarigan 2009 dan Sembiring 2010). Risiko produksi dapat diperhitungkan melalui dua alat perhitungan. Untuk mengetahui tingkat risiko produksi dengan menggunakan nilai penerimaan atau pendapatan usaha umumnya menggunakan perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient variation. Sedangkan untuk mengetahui risiko produksi yang dilihat berdasarkan penggunaan input atau faktor-faktor produksi umumnya menggunakan model risiko fungsi produksi Just dan Pope, dimana alat ukur risiko yang digunakan, yaitu variance error produksi yang diperoleh dari penggunaan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Masing-masing komoditas sayuran memiliki tingkat risiko produksi yang berbeda-beda. Menurut Tarigan (2009) dari berbagai jenis sayuran, komoditas yang memiliki tingkat risiko tertinggi adalah bayam hijau dibanding sayuran lainnya, yaitu brokoli, tomat, dan cabai keriting. Hal ini dikarenakan bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama pada musim hujan. Berbeda menurut 14

Sembiring (2010) bahwa sayuran yang memiliki tingkat risiko produksi tinggi adalah komoditas brokoli. Hal ini juga disebabkan karena brokoli sangat rentan terhadap penyakit. Terkait dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, yaitu komoditas caisin, menurut Sembiring (2010) bahwa tanaman caisin memiliki risiko produksi yang lebih rendah dibanding sayuran lainnya, seperti brokoli, sawi putih, dan tomat. Dalam pengusahaan komoditas yang sama, yaitu brokoli menunjukkan tingkat risiko produksi yang dihasilkan berbeda pada masing-masing perusahaan. Hal ini disebabkan karena berbagai hal, diantaranya kegiatan produksi yang diterapkan perusahaan berbeda-beda, mulai dari persiapan lahan, pembibitan, penanaman, perawatan, hingga panen. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan penggunaan lahan penanaman, dimana penanaman sayuran pada penelitian Sembiring (2010) dilakukan dalam green house. Penggunaan green house dapat mengurangi risiko produksi khususnya bagi jenis sayuran daun-daunan seperti caisin yang rentan terhadap hujan dan genangan air, karena penggunaan green house dapat mengatur suhu, kelembaban, tekanan udara, dan menahan hujan yang terus menerus mengguyur. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2009), yaitu penanaman hanya pada lahan terbuka, dimana bayam hijau merupakan komoditas dengan risiko produksi tertinggi karena rentan terhadap penyakit yang disebabkan turunnya hujan. Perbedaan kegiatan produksi tersebut akan mempengaruhi bagaimana tingkat risiko produksi yang terjadi pada masingmasing komoditas. Terkait dengan perhitungan risiko produksi berdasarkan penggunaan faktor-faktor produksi dan penggunaan model risiko fungsi produksi Just dan Pope, menurut Koundouri dan Nauges (2005) dalam estimasi fungsi produksi, mengabaikan adanya risiko dapat menyebabkan estimasi tidak efisien. Terutama dibidang pertanian, variabilitas dalam hasil tidak hanya dijelaskan oleh faktor di luar kendali petani seperti harga input dan output, tetapi juga oleh faktor yang terkendali, seperti tingkat input (Just dan Pope 1978, diacu dalam Fufa dan Hassan 2003). Penggunaan setiap input mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produksi. Menurut Robison dan Barry (1987) beberapa hasil penelitian 15

menunjukkan bahwa dalam hubungannya antara pengambilan keputusan input dan risiko produksi ternyata penggunaan pestisida dalam produksi sebagai pengurang risiko (risk reducing factors), sedangkan faktor lain sebagai faktor yang menyebabkan risiko (risk inducing factors) dalam produksi. Berbeda halnya menurut Hutabarat (1985) yang diacu dalam Fariyanti (2008) bahwa input benih, pupuk nitrogen, pupuk pospor, lahan, dan insektisida merupakan faktor yang menyebabkan risiko produksi (risk inducing factors). Sedangkan input tenaga kerja manusia dan ternak merupakan faktor pengurang risiko produksi (risk reducing factors). Pada kegiatan produksi tanaman pangan, seperti jagung dan sorgum, menurut Fufa dan Hassan (2003) bahwa faktor produksi yang mempengaruhi variasi (variance) hasil produksi adalah luasan lahan, benih, tenaga kerja manusia, tenaga kerja hewan (sapi), pupuk dan waktu tanam. Penggunaan benih unggul, luasan lahan, tenaga kerja manusia, tenaga kerja hewan, dan waktu tanam menjadi faktor paling penting yang mempengaruhi tingkat hasil rata-rata (mean) tanaman pangan yang tumbuh di daerah Hararghe Timur Oromiya, dimana peningkatan luas lahan menunjukkan dampak yang besar pada hasil rata-rata tanaman pangan. Mengenai benih, karakteristik varietas tanaman yang tumbuh di daerah tersebut cenderung terlambat matang, sehingga memberikan efek negatif pada hasil produksi. Oleh karena itu, pertanian dan penyuluhan harus fokus pada pengembangan varietas tanaman yang tidak hanya memberikan tingkat hasil tinggi tetapi juga hasil yang stabil. Kemudian alasan utama terjadinya penurunan stabilitas hasil panen terkait dengan tingkat penggunaan pupuk yang tinggi, tidak sesuai dengan yang waktu dan metode yang dibutuhkan, sehingga menyebabkan tingginya tingkat variasi ouput. Penggunaan tenaga kerja sapi ternyata mengurangi efek bagi sebagian besar tanaman pangan. Dengan demikian, pencapaian tingkat hasil tanaman yang stabil diproduksi di daerah tersebut membutuhkan peningkatan akses petani terhadap sapi. Sedangkan menurut Falco et al. (2006) risiko produksi pada komoditas gandum yang dilihat dari penggunaan faktor-faktor produksi (input) menunjukkan pengaruh yang berbeda dari hasil penelitian menurut Fufa dan Hassan (2003) dimana faktor produksi luasan lahan dan waktu tanam akan mempengaruhi rata- 16

rata dan variasi hasil produksi gandum. Dalam kegiatan produksi gandum, tenaga kerja manusia, tenaga kerja lembu, penggunaan benih dan pupuk mempengaruhi rata-rata dari hasil gandum. Untuk input benih, jika penggunaan benih ditingkatkan maka akan meningkatkan rata-rata hasil gandum. Oleh karena itu, penggunaan varietas baru akan meningkatkan hasil. Hal ini sama dengan hasil penelitian Fufa dan Hassan (2003), dimana dibutuhkan pengembangan varietas tanaman untuk memberikan tingkat hasil tinggi dan juga hasil yang stabil. Untuk input lembu, jika penggunaan lembu ditingkatkan maka akan menurunkan ratarata hasil gandum atau penurunan marjinal pada hasil gandum. Sedangkan untuk variasi hasil gandum, pada produksi gandum menunjukkan bahwa benih dan pupuk meningkatkan risiko produksi (yang konsisten dengan temuan Just and pope, 1979) dan menimbulkan variasi hasil gandum. Untuk penggunaan tenaga kerja mempengaruhi variasi hasil gandum, dimana jika penggunaan tenaga kerja ditingkatkan maka akan meningkatkan variasi hasil gandum. Sedangkan untuk lembu terdapat hasil yang berbeda dengan penelitian Fufa dan Hassan (2003), dimana pada penelitian ini penggunaan lembu dapat meningkatkan risiko. Pada kegiatan usahatani komoditas sayuran, seperti kentang dan kubis, menurut Fariyanti et.al. (2007) faktor-faktor produksi yang akan mempengaruhi rata-rata hasil produksi dan variasi hasil produksi, yaitu luas lahan garapan, benih, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pestisida, dan tenaga kerja. Analisis mengenai risiko produksi untuk komoditas tersebut menggunakan model GARCH (1,1), dimana hasil model tersebut diketahui persamaan fungsi produksi dan variance error produksi. Pada komoditas kentang, pupuk TSP dan KCL memiliki tanda negatif pada fungsi produksi, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kedua pupuk tersebut dalam jumlah besar yang dilakukan rumah tangga petani responden dikarenakan tingkat kesuburan lahan yang semakin menurun sehingga penggunaan pupuk semakin meningkat dalam jumlah yang besar. Sedangkan pada komoditas kubis, benih bertanda negatif yang menunjukkan bahwa penggunaan benih kubis telah melebihi standar normal, sehingga akan menurunkan rata-rata hasil produksi. Berdasarkan persamaan variance error produksi, pada komoditas kentang penggunaan benih, luas garapan, dan pestisida merupakan faktor yang dapat mengurangi risiko produksi, sedangkan pupuk urea, TSP, dan KCL 17

merupakan faktor yang menimbulkan risiko produksi. Berbeda halnya pada komoditas kubis, penggunaan lahan dan pestisida menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi, sedangkan penggunaan benih, pupuk urea, pupuk NPK, dan tenaga kerja menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa pada komoditas yang berbeda, faktorfaktor yang dapat menyebabkan risiko produksi pun berbeda-beda. Namun, untuk kedua komoditas, parameter error kuadrat produksi periode (musim) sebelumnya dan variance error produksi periode (musim) sebelumnya bertanda positif artinya semakin tinggi risiko produksi pada musim sebelumnya, maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Persamaannya alat analisis yang digunakan pada penelitian ini sama dengan alat analisis yang digunakan pada penelitian Fariyanti et.al. (2007), yakni menganalisis risiko produksi berdasarkan penggunaan faktor-faktor produksi dengan menggunakan variance error produksi sebagai alat ukur risiko. Analisis risiko produksi tersebut dengan menggunakan model risiko fungsi produksi Just dan Pope, dimana nilai variance error produksi tersebut diperoleh melalui model GARCH (1,1). Selain itu, terdapat persamaan variabel atau faktor-faktor produksi yang dianalisis, diantaranya benih, pupuk urea, pestisida, dan tenaga kerja. Sedangkan perbedaannya, meskipun sama-sama menganalisis mengenai risiko produksi, alat analisis yang digunakan Tarigan (2009) dan Sembiring (2010), yakni variance, standard deviation, dan coefficient variation. Hal ini disebabkan kedua penelitian tersebut ingin mengetahui tingkat risiko produksi berdasarkan nilai penerimaan atau pendapatan. Dalam penentuan variabel atau faktor-faktor produksi terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Hal ini dikarenakan dalam penentuan faktor produksi tersebut disesuaikan dengan keputusan faktor apa saja yang paling mempengaruhi produksi masing-masing komoditas. Selain itu, komoditas yang dianalisis mengenai risiko produksi berdasarkan faktor-faktor produksi dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu, dimana pada penelitian ini menganlisis mengenai risiko produksi pada komoditas caisin. 18