BAB I PENDAHULUAN. secara global akan meningkatkan perjalanan udara sebesar 1 2.5%

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya blind spot pada lokasi. pesawat dengan pengawas lalu lintas udara di darat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tingkat pelayanan (level of service) terminal dan apron Bandara. Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bandar Udara Rahadi Osman yang terletak di Kota Ketapang, Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan penerbangan semakin ketat. Penumpang transportasi udara terus

BAB I PENDAHULUAN. alamnya sudah tersohor hingga ke dunia internasional. Dengan luas provinsi

ANALISIS PENINGKATAN KAPASITAS TERMINAL BANDARA INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA DENGAN VARIASI SISTEM PEMROSESAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat transportasi yang aman dan nyaman. Salah satu mode transportasi

Dosen Konsultasi : Ir. Hera Widiastuti, MT. Ayu Aprilischa ( )

ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Laporan Perancangan Arsitektur Akhir PENGEMBANGAN TERMINAL 3 SOEKARNO-HATTA INTERNATIONAL AIRPORT ( SHIA ) BAB I: PENDAHULUAN

LINKING CORRIDOR TERMINAL DAN TRANSIT HOTEL BANDARA SOEKARNO - HATTA

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Bandara tersibuk di dunia tahun 2014 versi ACI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kompilasi Data Statistik Angkutan Udara dan Komunikasi, 1997

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 Menetapkan : 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana diubah terakhir dengan Peratura

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peningkatan permintaan jumlah penumpang Sumber : Cetak Biru Transportasi Udara. Universitas Sumatera Utara

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB 1 PENDAHULUAN. itu keselamatan menjadi prioritas utama dalam operasi penerbangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization):

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 19,45 km dari kota Jakarta yang memiliki koordinat 06 o Lintang

PREDIKSI TINGKAT PERTUMBUHAN PENUMPANG DAN EVALUASI PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL DI INDONESIA

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 707 TAHUN 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan regional maupun global. Kedua, Infrastruktur industri penerbangan juga memiliki kelebihan berupa banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR: PK.14/BPSDMP-2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal

Kriteria penempatan pemancar sinyal ke segala arah berfrekuensi amat tinggi (VHF Omnidirectional Range / VOR)

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sekaligus sebagai pendorong pertumbuhan pariwisata. Untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MANAJEMEN STRUKTUR RUANG UDARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari

BAB V PENUTUP. 1. Implementasi Sistem Manajemen K3 pada PT.Merpati terbagi menjadi tiga

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Berangkat Transit Total % Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KONFERENSI AVIATION MAINTENANCE REPAIR AND OVERHOUL INDONESIA (AMROI) JAKARTA, 20 April 2016

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur yang terletak di daratan Pulau Flores. Wilayah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan - Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Kesembilan TRANSPORTASI UDARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport

ANALISIS AWAL PERMASALAHAN TRANSPORTASI UDARA DAN ARAH PENGEMBANGAN BANDARA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat menjanjikan terutama di Pulau Bali. Karena Pulau Bali di kenal

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 18 Peraturan Merited Perhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ekonomi Indonesia (2013) menyebutkan bahwa krisis. ekonomi pada tahun 2008 yang terjadi di beberapa kawasan di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan total luas 1,9 juta km 2,

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan alat transportasi lainnya karena banyaknya keuntungan yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. anggota International Civil Aviation Organization (ICAO) terikat dengan

KANTOR OTORITAS BANDARA WILAYAH IV BALI, AGUSTUS 2017 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KONFERENSI AVIATION MRO INDONESIA (AMROI) JAKARTA, 12 Mei 2015

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas terbaik dari beberapa alternatif yang ada (Yang et al., 2009 dikutip dari Al-

TUGAS AKHIR OPTIMALISASI KAPASITAS APRON TERMINAL 2 BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA AKIBAT PERPINDAHAN PESAWAT INTERNASIONAL

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERHUBUNGAN UDARA NOMOR KP 112 TAHUN 2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN. HALAMAN MOTTO. KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI.. viii DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR.

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun KA Bandara Internasional Soekarno-Hatta Penekanan Desain High Tech Architecture

NOMOR: KP 081 TAHUN 2018 PROSEDUR PENETAPAN, PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi udara merupakan industri yang memiliki kaitan erat dengan ekonomi global. Peningkatan 1% Pendapatan Domestik Bruto (PDB) secara global akan meningkatkan perjalanan udara sebesar 1 2.5% (Airbus,2012). IATA (International Air Transport Association) memperkirakan total penumpang angkutan udara, untuk penerbangan domestik dan internasional di Indonesia akan menembus angka 270 juta penumpang pada 2034 atau 20 tahun ke depan, naik 200% atau 3 kali lipat. Pada 2014 total penumpang pesawat di Indonesia mencapai 86 juta penumpang dengan rincian penerbangan domestik mencapai 76,49 juta penumpang dan penerbangan internasional mencapai 10,25 juta penumpang. Pertumbuhan industri penerbangan Indonesia sangat pesat dalam 10 tahun terakhir. Indonesia dengan 250 juta penduduk, dengan wilayah mencakup sebaran 17.000 pulau, membentang sepanjang 5.200 Km dari timur ke barat dan 2.000 Km dari utara ke selatan, membutuhkan transportasi udara karena menawarkan kecepatan dan jangkauan. Konektivitas transportasi akan sangat menentukan pertumbuhan ekonomi. Bandara dalam hal ini berperan sangat penting, dalam meningkatkan aksesibilitas dari suatu wilayah, di mana aksesibilitas diartikan sebagai potensi terjadinya interaksi (Bruinsma and Rietveld, 1998).

2 Dalam perspektif lain, bandara dapat menjadi tolok ukur bagi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, ketika kapasitasnya tidak mampu lagi mengimbangi permintaan perjalanan yang terus meningkat, sebagai konsekuensi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali merupakan salah satu contoh kasus dimana pertumbuhan permintaan jasa penerbangan terus meningkat melebihi kapasitas bandara. Berbagai langkah pengembangan terus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas infrastruktur fisik maupun non-fisik untuk dapat mengakomodir pertumbuhan permintaan jasa penerbangan. PT. Angkasa Pura I (Persero) selaku airport service provider berencana akan mengembangkan area kargo dan terminal penumpang serta pembangunan commercial park untuk memfasilitasi kegiatan ekonomi di bandara. Sedangkan AirNav Indonesia sebagai penyedia jasa pelayanan navigasi penerbangan, terus melakukan upaya optimalisasi penggunaan ruang udara dengan mengadopsi metodologi dan teknologi terkini dalam navigasi penerbangan. Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah implementasi spesifikasi navigasi RNAV 1 di terminal airspace Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali. Berdasar pada data PT. Angkasa Pura I (Persero) Cabang Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali mencatat, jumlah penumpang yang dilayani bandara itu pada tahu 2014, mencapai 17, 2 juta, meningkat 10 persen dibandingkan tahun 2013. Jumlah tersebut terdiri dari penumpang domestik 8,9 juta dan penumpang internasional 8,2 juta. Adapun jumlah penerbangan yang telah

3 dilayani sepanjang Januari Desember 2014 sebanyak 78.415 penerbangan domestik dan 51.372 penerbangan internasional. Secara keseluruhan penerbangan yang ditangani sebanyak 129.787 pergerakan pesawat atau naik 4 persen dibandingkan tahun 2013. Dengan kompleksitas yang ada serta belum terimplementasinya pengendalian arus lalu lintas penerbangan (ATFM - Air Traffic Flow Management) di wilayah Bali TMA (Terminal Maneuvering Area), sehingga salah satu upaya untuk mengendalikan arus lalu lintas penerbangan secara taktikal disusun prosedur SID dan STAR RNAV-1 I Gusti Ngurah Rai Bali. Berdasar pada AIRAC AIP Supplement Nr. 07/13 tentang Implementation of New Standard Departure Area Navigation Procedures (SID RNAV-1) and Standard Arrival Area Navigation Procedures (STAR RNAV-1) at I Gusti Ngurah Rai International Airport - Bali, telah diimplementasikan prosedur SID dan STAR menggunakan RNAV-1 sejak 19 September 2013. ICAO (International Civil Aviation Organization) sebagai induk organisasi penerbangan sipil dunia telah mengembangkan spesifikasi navigasi berupa serangkaian persyaratan yang dibutuhkan untuk implementasi PBN (Performance Based Navigation), baik dari sisi pesawat, crew, maupun fasilitas pendukung. Spesifikasi navigasi ini terbagi menjadi dua jenis yaitu RNAV dan RNP (Required Navigation Performance). RNAV merupakan spesifikasi navigasi yang tidak mempersyaratkan kelengkapan OPMA (Onboard Performance Monitoring and Alerting), dan dalam tiap penamaan aplikasinya didahului dengan prefix RNAV, misalnya RNAV 1, RNAV 2 dan

4 seterusnya. Sedangkan RNP merupakan spesifikasi navigasi yang mempersyaratkan kelengkapan OPMA, dan dalam tiap penamaan aplikasinya didahului prefix RNP, misalnya RNP 1, RNP 2, dan seterusnya. Semua spesifikasi RNP maupun RNAV dikembangkan dengan berbasis metode area navigation yang memungkinkan pesawat udara untuk beroperasi pada setiap jalur penerbangan yang diinginkan dalam jangkauan alat bantu navigasi di darat atau udara atau dalam batas-batas kemampuan alat bantu di pesawat udara itu sendiri, atau perpaduan dari keduanya. Spesifikasi navigasi RNAV 1 dimaksudkan untuk penggunaan pada terminal airspace, sebagaimana digunakan di Ruang Udara Bali. Rute-rute RNAV dan prosedur di wilayah TMA, termasuk prosedur standar keberangkatan instrumen (SID) dan standar kedatangan instrumen (STAR), dapat dirancang dengan sistem/prosedur RNAV 1. Ada beberapa keuntungan potensial dari rute dan prosedur RNAV 1, antara lain: 1. Mengurangi beban kerja ATC dan Pilot 2. Penggunaan wilayah udara yang lebih efisien (penghematan waktu dan bahan bakar) Prosedur RNAV 1 yang diberlakukan di wilayah terminal (TMA) mewajibkan pesawat tetap berada dalam jarak 0,5 NM dari jalur terbangnya atau dikenal dengan istilah Flight Technical Error (FTE). Hal ini membutuhkan full scale CDI untuk mengkonfirmasi bahwa pesawat tetap berada dalam toleransi jalur terbang yang disyaratkan. FTE dan NSE

5 (Navigation System Error) ini nantinya akan menentukan Cross Track Tolerance (XTT) baik untuk RNP maupun RNAV. Karena sulitnya menyediakan data untuk perhitungan porsi kontribusi FTE dan NSE ke dalam XTT, maka error ini dialokasikan ke dalam suatu nilai yang disebut dengan buffer value yang masing-masing berbeda sesuai dengan karakteristik pesawat serta fase penerbangannya. Buffer value untuk pesawat kategori A-E adalah 1 NM dalam radius 30 NM dari Aerodrome Reference Point (ARP), sedangkan di luar radius 30 NM dari ARP nilainya adalah 2 NM. Namun sejak diimplementasikannya, prosedur SID dan STAR RNAV- 1 di Bandara I Gusti Ngurah Rai - Bali belum pernah dilakukan evaluasi, meskipun prosedur tersebut setelah didesain dan diujicobakan pada simulator pesawat udara di beberapa maskapai penerbangan. Seiring dengan beroperasinya berbagai macam tipe pesawat di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai - Bali, maka dipandang perlu adanya evaluasi guna menanggapi beberapa masukan yang disampaikan oleh para pengguna jasa pelayanan navigasi penerbangan, antara lain evaluasi dari sisi publikasi, efisiensi, workload ATC (Air Traffic Controller) Denpasar, volume traffic, delay time, prosedur SID dan STAR RNAV 1 I Gusti Ngurah Rai Bali, termasuk peraturan pendukungnya seperti SOP (Standard Operating Procedures) dan LOA (Letter of Agreement) antar unit ATC di Bali. Terkait dengan hal tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah evaluasi prosedur SID dan STAR RNAV 1 Ngurah Rai Bali, sehingga diharapkan

6 akan terjadi penyempurnaan prosedur berdasarkan hasil masukan dan proses kalkulasi ulang dengan referensi dokumen terkait yang terkini. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan data prosedur eksisting dan kompilasi masukan dari pengguna jasa pelayanan navigasi penerbangan serta para Controller (ATC) di AirNav Cabang Denpasar, selanjutnya dilakukan analisa dan evaluasi dengan menggunakan metode serta tahapan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan dokumen referensi pembuatan prosedur RNAV 1. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil sebagai berikut : 1. Bagaimana harapan ATC dan Pilot terhadap prosedur SID dan STAR RNAV 1 - Bali? 2. Bagaimana penerapan prosedur SID dan STAR RNAV 1- Bali? 3. Bagaimana Pemetaan Prosedur SID & STAR RNAV 1 Bali berdasarkan matrix Importance Performace Analyst (IPA) dan Quality Function Deployment (QFD)? 4. Bagaimana rekomendasi ATC & Pilot untuk desain ulang prosedur SID & STAR RNAV 1 - Bali?

7 C. Tujuan Penelitian Program evaluasi terhadap implementasi prosedur SID dan STAR RNAV 1 Ngurah Rai - Bali dimaksudkan untuk : 1. Memperoleh pemahaman dari pengalaman dan persepsi terhadap implementasi prosedur SID dan STAR RNAV 1 Ngurah Rai - Bali dari sudut pandang ATC dan penerbang/pilot selaku pihak yang saat ini menggunakan prosedur tersebut. 2. Mendapatkan rumusan serta data terkait implementasi prosedur SID dan STAR RNAV 1. Dari hasil data tersebut dapat disusun langkah-langkah serta metode kerja dalam menyempurnakan prosedur SID dan STAR RNAV 1 Ngurah Rai - Bali, agar prosedur SID dan STAR RNAV 1 lebih aplikatif dan efisien bagi operasi penerbangan dari sisi ATC maupun bagi maskapai penerbangan yang beroperasi dari dan menuju Bandara I Gusti Ngurah Rai -Bali. 3. Mengetahui tingkat pencapaian manfaat implementasi prosedur SID dan STAR RNAV 1 Ngurah Rai - Bali sekaligus mengidentifikasi hal-hal yang dapat meningkatkan manfaat implementasi prosedur SID dan STAR RNAV 1 tersebut berdasarkan matrix Importance Performace Analyst (IPA) dan Quality Function Deployment (QFD). 4. Memperoleh rekomendasi apa yang akan didapat dari ATC & Pilot untuk desain ulang prosedur SID & STAR RNAV 1 Bali. Diharapkan hasil evaluasi dapat menjadi dasar acuan bagi kegiatan tindak lanjut, sehingga pelayanan navigasi penerbangan menjadi lebih baik.

8 D. Pembatasan Masalah Penelitian tugas akhir dilakukan dengan batasan masalah hanya difokuskan pada AirNav Indonesia Cabang Bali yakni Penggunaan Prosedur standar keberangkatan instrumen (SID) dan standar kedatangan instrumen (STAR) RNAV 1 di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai Bali.