BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang disebut era globalisasi membuat semakin banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan sarana transportasi baik darat, kereta, laut, maupun udara. Dari ketiga moda transportasi tersebut, tranportasi udara merupakan sarana tranportasi yang paling ideal dan cepat untuk menjangkau seluruh wilayah baik di dalam negeri maupun ke luar negeri dengan cepat dan aman, karena transportasi udara dapat menjangkau sampai ke daerah-daerah terpencil yang tidak dapat dijangkau oleh transportasi darat dan laut. Transportasi udara merupakan moda transportasi yang berkembang pesat dibandingkan moda transportasi lainnya yaitu darat, kereta, dan laut. Hal ini dapat dilihat dari semakin tumbuhnya industri penerbangan dan meningkatnya pengguna transportasi udara. Selama tahun 2015 jumlah penumpang angkutan udara tercatat sebanyak orang penumpang domestik dan sebanyak orang penumpang internasional. Tahun 2016 tercatat sebanyak orang penumpang domestik dan sebanyak orang penumpang internasional. 1 Dengan meningkatnya jumlah penumpang, industri penerbangan juga mengalami kenaikan, hal tersebut dapat dilihat dari banyak perusahaan atau 1 diunduh tanggal 1 Juni

2 maskapai penerbangan yang melayani jasa penerbangan ke berbagai rute penerbangan baik domestik maupun internasional, sampai dengan tahun 2016 tercatat di Direktorat Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebanyak 15 badan usaha angkutan udara niaga berjadwal, 44 badan usaha angkutan udara tidak berjadwal, 3 badan usaha angkutan udara berjadwal kargo dan 3 badan usaha angkutan udara tidak berjadwal kargo 2. Perusahaan-perusahaan yang melayani jasa penerbangan niaga berjadwal diantaranya Garuda, Citilink, Sriwijaya, Lion Air, Batik Air, dan lain-lain, sedangkan penerbangan niaga tidak berjadwal diantaranya Airfast Indonesia, Trigana Air Service, Nusantara Air Charter dan lain lain. Beberapa kelebihan transportasi melalui udara dibandingkan dengan transportasi darat, laut dan kereta api, yaitu antara lain 3 : 1. faktor kecepatan (speed), karena pada transportasi udara menggunakan pesawat terbang yang memiliki kecepatan; 2. Keuntungan kedua dari angkutan udara adalah bahwa jasanya dapat diberikan untuk daerah-daerah yang tidak ada permukaan jalannya seperti daerahdaerah penggunungan, berjurang-jurang; 3. Untuk angkutan yang jaraknya jauh maka lebih menguntungkan dengan angkutan udara; 4. Adanya keteraturan jadwal dan frekuensi penerbangan. Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) mempunyai peran yang sangat signifikan bagi perkembangan penerbangan sipil di Indonesia, sebagai negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), Indonesia harus mengikuti standar Organisasi Penerbangan Sipil Internasional 2 diunduh tanggal 1 Juni 2017; 3 Rustian Kamaluddin, 2003, Ekonomi Transportasi:Karekteristik, Teori Dan Kebijakan, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm 75 2

3 (ICAO) yang diatur baik dalam Civil Aviation Safety Regulation (CASR) maupun dalam dokumen annexes lainnya. Standar tersebut menjadi acuan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan di bidang penerbangan yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan maupun Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Penerbangan di Indonesia di audit oleh tim Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) secara berkala, audit tersebut tidak hanya terkait regulasi penerbangan tetapi juga implementasi terhadap pemenuhan regulasi penerbangan. Pada saat pembahasan Rancangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan mengusulkan kepada DPR menambahkan materi mengenai sanksi administratif untuk pelanggaran perbuatan di bidang penerbangan. Pengaturan sanksi administratif merupakan materi yang baru, karena dalam Undang-Undang Penerbangan sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tidak diatur mengenai sanksi administratif, hanya mengatur sanksi pidana. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mencantumkan sanksi pidana dan sanksi administratif, terdapat 42 (empat puluh dua) ancaman sanksi pidana dan 17 (tujuh belas) sanksi administratif baik dalam bentuk peringatan, pembekuan, pencabutan, dan denda administratif yang dilakukan oleh Menteri Perhubungan tanpa melibatkan lembaga peradilan. Dalam rangka pengawasan terhadap penerapan peraturan perundangundangan di bidang keselamatan dan keamanan penerbangan, serta untuk mengefektifkan penegakan hukum di bidang penerbangan, Menteri Perhubungan 3

4 telah menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 30 Tahun 2015 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan di Bidang Penerbangan, dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 623 Tahun 2015 tentang Prosedur Dan Mekanisme Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan di Bidang Penerbangan. Contoh pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang penerbangan sebagai berikut : 4 Kementerian Perhubungan membekukan izin penerbangan PT. Airfast Indonesia pada rute tertentu, menyusul ditemukannya persetujuan terbang untuk penerbangan niaga tidak berjadwal dalam negeri yang dibuat secara tidak sah. Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo mengatakan pembekuan izin terbang sementara hanya untuk rute-rute yang dipalsukan Airfast Indonesia saja, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Izin usaha Airfast Indonesia itu tidak dicabut, hanya rute yang dipalsukan itu saja yang dibekukan sementara, katanya. Seperti diketahui, Airnav Indonesia dan Kementerian Perhubungan menemukan tujuh dokumen persetujuan terbang atau flight approval dari Airfast Indonesia tidak tercantum di dalam aplikasi Angud Online. Otoritas Bandara Wilayah 4 mencatat tujuh dokumen flight approval yang diberikan oleh Airfast Indonesia tersebut ternyata merupakan flight approval dari maskapai lainnya, yakni PT. Trigana Air Service dan PT. Nusantara Air Charter. Dengan flight approval yang tidak sah tersebut, Airfast Indonesia berencana berangkat dari Denpasar menuju Makasar, sebelum akhirnya ditahan personil Aeronautical Information Services (AIS) Bandara Ngurah Rai Airnav Indonesia. Airfast Indonesia sendiri sebelumnya telah terbang dari Timika ke Denpasar dan Jakarta ke Denpasar. Adapun seluruh flight approval Airfast Indonesia tersebut ternyata juga tidak ada di dalam aplikasi Angud Online. Dikonfirmasi terkait itu, Direktur PT. Airfast Erlangga Suryadarma memilih tidak berkomentar Terima kasih atas concern-nya, dengan berat hati saya belum bisa menjawab karena masih banyak faktor katanya. Menjamurnya sistem digital dan semakin pesatnya perkembangan teknologi memudahkan pemalsuan surat untuk dilakukan yaitu salah satunya 4 Izin Terbang Airfast Indonesia Dibekukan diunduh tanggal 5 Agustus

5 dengan menggunakan alat pemindai (scanner) untuk menunjang pelaku kejahatan melakukan pemalsuan surat termasuk pemalsuan persetujuan terbang. Permasalahan pemalsuan persetujuan terbang di dunia penerbangan menjadi permasalahan yang serius, terutama tentang akibat yang ditimbulkan dari pemalsuan persetujuan terbang. Pelaku perbuatan pemalsuan persetujuan terbang menganggap bahwa pemalsuan tersebut merupakan sesuatu yang wajar sebagai salah satu cara yang efektif disaat terdesak oleh waktu. Namun hal tersebut seharusnya tidak boleh dilakukan dengan alasan apapun karena merupakan suatu bentuk kejahatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Terbang dengan menggunakan persetujuan terbang palsu memberikan dampak apabila terjadi kecelakaan pesawat udara akan menggugurkan hak-hak penumpang yang berada di dalam pesawat tersebut, karena dianggap penerbangannya tanpa izin. Pemalsuan persetujuan terbang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan termasuk tindakan melawan hukum (act of unlawful interference) yang membahayakan keselamatan penerbangan dan angkutan udara berupa menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan. Akan tetapi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pemalsuan persetujuan terbang termasuk dalam tindak pidana yang diatur dalam Pasal 263 KUHP. Adapun rumusan dari Pasal 263 KUHP sebagai berikut : 1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau suatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang 5

6 lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya itu dapat mendatangkan suatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selamalamanya 6 (enam) tahun. 2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, karena hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian. Pemalsuan persetujuan terbang diatur dalam ketentuan pidana dalam Pasal 263 KUHP yaitu dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun, juga diatur dalam ketentuan pidana dalam Pasal 437 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Adapun rumusan Pasal 437 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan sebagai berikut : (1) Setiap orang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun. (3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. Selain dikenai sanksi pidana, pemalsuan persetujuan terbang juga dikenai sanksi administratif yang dapat berupa peringatan, pembekuan, pencabutan dan denda administratif. Sanksi administratif ini diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 30 Tahun 2015 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan di Bidang Penerbangan, dan sebagai petunjuk teknis terhadap Peraturan Menteri tersebut telah ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 623 Tahun

7 tentang Prosedur Dan Mekanisme Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan di Bidang Penerbangan. Berdasarkan uraian di atas, maka Penulis tertarik untuk membuat suatu kajian yang lebih lanjut mengenai permasalahan tersebut, dengan judul Pengenaan Sanksi Double Track System di Bidang Penerbangan Pada Pemalsuan Persetujuan Terbang B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah penulis uraikan tersebut, maka penulis mengambil suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah pemalsuan persetujuan terbang termasuk dalam tindak pidana umum yang dikenai sanksi pidana dalam KUHP ataukah dalam tindak pidana penerbangan yang dikenai sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan? 2. Apakah dalam penerapan sanksi administratif dapat berdiri sendiri ataukah harus bersama-sama dengan sanksi pidana? C. Tujuan Penelitian a. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan objek yang diteliti dan dalam rangka penyusunan penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 7

8 b. Tujuan Objektif Penelitian dilakukan dengan tujuan utama untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang menyeluruh tentang: 1) Pengaturan mengenai pemalsuan persetujuan terbang termasuk dalam tindak pidana umum yang dikenai sanksi pidana dalam KUHP ataukah dalam tindak pidana penerbangan yang dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2) Penerapan pengenaan sanksi administratif dapat berdiri sendiri ataukah harus bersama-sama dengan sanksi pidana. D. Manfaat Penelitian Penulisan tesis ini diharapkan akan diperoleh manfaat praktis dan teoritis sebagai berikut: 1. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut: a. Bagi penulis, penelitian ini dilakukan untuk menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. b. Bagi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, dari hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan masukan, evaluasi serta referensi berkaitan dengan pengaturan dan penerapan pengenaan sanksi double track system di bidang penerbangan. 8

9 c. Bagi Masyarakat, hasil penelitian diharapkan dapat memberi pengetahuan bagi masyarakat, khususnya bagi pihak pengguna dan penyedia jasa angkutan udara serta pemangku kepentingan di dunia penerbangan terhadap pengaturan pengenaan sanksi double track system di bidang penerbangan. 2. Secara teoritis hasil dari penelitian diharapkan bermanfaat sebagai berikut: a. memberikan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama pemangku kepentingan di dunia penerbangan terhadap pengenaan sanksi double track system di bidang penerbangan. b. mencari kebenaran ilmiah terhadap pengenaan sanksi double track system di bidang penerbangan bagi pelanggar peraturan perundangundangan di bidang penerbangan, apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. c. Memberikan informasi bagi para peneliti dan praktisi serta pemangku kepentingan di dunia penerbangan yang tertarik untuk melakukan penelitian dengan substansi yang sama dengan sudut pandang lain. E. Keaslian Penelitian Tesis dengan judul Pengenaan Sanksi Double Track System di Bidang Penerbangan Pada Pemalsuan Persetujuan Terbang sejauh pengamatan penulis belum pernah dilakukan. Hal ini berdasarkan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum dan Perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, perpustakaan kampus lainnya dan internet, tesis ini belum pernah ada yang 9

10 meneliti, karena hal ini merupakan objek yang menarik dan berguna untuk diteliti dan dibahas lebih jauh. Setelah melakukan penelusuran pada perpustakaan Fakultas Hukum dan Internet, penulis menemukan dua penelitian yang relevan dengan penulis lakukan diantaranya adalah: 1. Penelitian oleh Agus Mulyo (Universitas Diponegoro, 2002), dengan judul: Tindak Pidana di Bidang Transportasi Dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi terhadap Kasus Kecelakaan Perkeretaapian, Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, Penerbangan dan Pelayaran. 2. Penelitian oleh Harni Eka Putri (Universitas Hasanuddin, 2013), dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat (Studi Kasus No. Putusan 119/Pid.B/2012/PN Malili). Namun, kedua penelitian dimaksud hanya menitikberatkan kepada sisi normatif saja, sedangkan penulis mencoba meneliti dan menitikberatkan kepada sisi normatif dan menghubungkan antara segi normatif dan empiris yang ada. Dengan demikian, penelitian bertujuan untuk menambah dan melengkapi penelitian terdahulu. 10