BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. permasalahan penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, keaslian penelitian dan Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1 diakses 26 februari 2016, Pukul WIB.

BAB I PENDAHULUAN. pusat kota, terutama kawasan bantaran sungai di tengah kota. Status kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS SPACE SYNTAX RUMAH SUSUN BERBASIS GANG KAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanah tidak lagi mengandalkan kepada tanah-tanah yang luas tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Yogyakarta Urban Kampung

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

lib.archiplan.ugm.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. khas daerah.suasana damai, tentram, nyaman dan ramah dapat dirasakan di daerah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perancangan Rumah Susun Sederhana di Kota Kediri BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap kepadatan penduduk sekaligus berpengaruh pada kebutuhan

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai bagian dari sebuah perkotaan mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

lib.archiplan.ugm.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat, khususnya pada kota-kota yang mempunyai kegiatan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rilis PUPR #2 12 November 2017 SP.BIRKOM/XI/2017/555. Sentuhan Infrastruktur PUPR Berupaya Menghapus Wajah Kumuh Kampung Nelayan Tegalsari

BAB VI KESIMPULAN PENELITIAN DAN REKOMENDASI DESAIN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Bencana alam menjadi salah satu permasalahan kompleks yang saat ini

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Dewasa ini tantangan pembangunan, kebijaksanaan dan langkah

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

Draft Proposal Program Kampung Hijau. (Program Perbaikan Kampung)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan tempat atau habitat suatu ekosistem keairan terbuka yang berupa alur jaringan pengaliran dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga merupakan salah satu tujuan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010

PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI KELURAHAN PANJISARI KABUPATEN LOMBOK TENGAH. Oleh:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan dasar, salah satunya adalah kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal dalam permukiman. Permukiman berkaitan erat dengan batas fisik wilayah dan aktivitas penunjang lingkungannya. Permukiman secara fisik merupakan tempat tinggal beserta sarana dan prasarana lingkungan yang dibatasi oleh kondisi geografis suatu daerah. Aktivitas penunjang lingkungan mencakup aspek non fisik berupa hubungan sosial, ekonomi dan budaya yang ada dalam masyarakat permukiman tersebut. Batas fisik dan aktivitas penduduk tersebut seiring bertambahnya waktu akan mempengaruhi bentukan dari permukiman itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam pola permukiman dengan karakteristik yang berbeda-beda mulai dari permukiman di daerah sekitar sungai, pantai, bukit dan gunung. Permukiman di Indonesia saat ini cenderung mengalami pertumbuhan yang cukup pesat seiring dengan pertumbuhan penduduknya. Kenaikan jumlah penduduk menyebabkan bertambahnya kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal sebagai tempat berlindung dan beraktivitas. Namun, di sisi lain kapasitas lahan yang ada tidak sebanding dengan hunian yang dibangun secara individu sehingga menyebabkan permukiman menjadi semakin padat, tidak teratur dan menyebar hingga ke daerah yang seharusnya tidak boleh dihuni demi keselamatan yaitu

2 daerah sempadan sungai. Rendahnya tingkat penghasilan masyarakat menyebabkan hunian yang dibangun di pinggiran sungai tidak sesuai dengan persyaratan hunian baik secara teknis maupun non teknis. Ruang luar hunian yang merupakan ruang terbuka di pinggiran sungai memiliki ukuran yang sempit dengan luasan yang sangat terbatas. Umumnya aktivitas yang biasanya ada di dalam hunian berpindah menjadi di luar karena ruangan yang sempit dan kurang nyaman. Perilaku penghuni yang memiliki kesadaran lingkungan rendah turut memperburuk kondisi lingkungan sekitar dengan membuang sampah dan limbah ke sungai. Perkembangan permukiman ini akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan dalam skala yang lebih luas akan membentuk citra negatif dari suatu perkotaan yaitu permukiman kumuh. Wilayah permukiman kumuh di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data draft Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 (RPJMN III) milik Kementerian Pekerjaan Umum RI, luasan wilayah permukiman kumuh pada tahun 2009 mencapai 57.800 hektar dan menyebar lebih di 100 kota. Penduduk perkotaan pada tahun 2010 memiliki jumlah penduduk miskin perkotaan sebesar 11,1 juta jiwa (4,7%), dan 20% nya tinggal di wilayah kawasan kumuh perkotaan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi pertumbuhan permukiman kumuh tersebut. Beberapa diantaranya yaitu dengan merelokasi warga ke rusunawa yang sudah dibangun dan menerapkan program peningkatan kualitas lingkungan permukimannya. Hal ini seperti yang diterapkan dalam program Kampung Improvement Program (KIP) untuk miskin perkotaan (Miskot). KIP merupakan

3 upaya strategis yang telah dilakukan sejak 1969 untuk meningkatkan kualitas lingkungan kampung kota dengan menggunakan tiga tahap, yaitu tahap pertama dan tahap kedua terkonsentrasi dalam perbaikan fisik dan tahap ketiga ditambahkan dimensi sosial/ekonomi untuk pembangunan ekonomi (puskim.pu.go.id, 2014). Salah satu permukiman padat penduduk yang memiliki permasalahan berupa kawasan permukiman kumuh dan kerentanan terhadap bencana di sekitarnya yaitu permukiman di bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta. I.1.1. Permukiman Padat Di Bantaran Sungai Code Daerah Suryatmajan Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta sebagai ibukota Propinsi DIY memiliki luas wilayah terkecil yaitu sebesar 32,5 km² (1,025% luas wilayah Propinsi DIY) dengan tingkat kepadatan penduduknya rata-rata 15.197 jiwa/ km² dan dilintasi oleh tiga sungai yaitu Sungai Gajah Wong di sebelah Timur, Sungai Code di bagian tengah dan Sungai Winongo di sebelah Barat (www.jogjakota.go.id, 2014). Salah satu sungai yang membelah Kota Yogyakarta yaitu Sungai Code memiliki daerah bantaran sungai yang padat dengan rumah-rumah penduduk. Permukiman di bantaran Sungai Code awalnya merupakan permukiman kumuh yang ditata ulang berbasis partisipasi masyarakat. Namun, seiring dengan bertambahnya penduduk dan arus urbanisasi yang cukup tinggi menyebabkan lahan yang ada menjadi semakin sempit dan permukiman menjadi semakin padat dan menyebar hingga ke bantaran sungai. Daerah sempadan sungai yang

4 seharusnya dijaga sebagai ruang terbuka hijau dan area bebas bangunan telah banyak dilanggar dengan pendirian rumah-rumah oleh warga setempat hingga mendekati tebing penahan banjir. Keberadaan ruang terbuka hijau di sisi lain sangat dibutuhkan untuk mengendalikan fungsi ekologis, wadah interaksi sosial masyarakat, meningkatkan nilai budaya dan kualitas lingkungan suatu kawasan. Penggunaan ruang terbuka hijau yang tidak sesuai dengan fungsinya tersebut akan berakibat terjadinya penurunan kualitas lingkungan terbangun. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Maryono (2009) lebar sempadan sungai untuk kawasan perkotaan minimal sebesar 3 meter dengan kondisi sungai bertanggul sedangkan untuk memberikan ruang meandering dan perlindungan terhadap banjir diperlukan sempadan sungai dengan lebar 5 m sampai 90 m. Permukiman padat penduduk di bantaran Sungai Code saat ini masih dihadapi dengan kerentanan terhadap bencana lahar dingin akibat erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 dan lahar dingin tersebut diperkirakan akan terus terjadi selama kurun waktu yang cukup panjang. Peranan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam RPJMD Kota Yogyakarta Tahun 2012-2016 memiliki strategi dan arah kebijakan untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana dasar permukiman berbasis kewilayahan dan mengoptimalkan penataan kawasan sungai beserta penanggulangan bencananya. Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas permukiman di bantaran Sungai Code dengan pembangunan rusunawa dan perbaikan kampung partisipatif. Upaya pembangunan rusunawa telah dilakukan sejak tahun 2003 di Kampung Cokrodirjan dan kemudian disusul oleh pembangunan rusunawa lain di kampung

5 padat penduduk yang ada di Kota Yogyakarta. Upaya perbaikan kampung partisipatif berupa Kampong Upgrading and Greening sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 2009 namun dalam perkembangannya terdapat pengembangan pola-pola penanganan baru yang bisa digunakan dalam penataan kawasan tepi sungai di Yogyakarta seperti pergeseran paradigma penataan kawasan permukiman dari Area-based (berbasis kawasan) ke Citywide approach (pendekatan penataan kota secara menyeluruh) (Prayitno, 2012). Berdasarkan peta resiko banjir lahar dingin yang diperoleh dari Teknik Geodesi UGM terdapat beberapa spot kawasan yang memiliki tingkat kerentanan tinggi, salah satunya permukiman padat penduduk di daerah Suryatmajan. Kelurahan Suryatmajan secara keseluruhan memiliki luas wilayah 0,28 km 2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 sekitar 6.853 jiwa. Kelurahan ini berbatasan langsung dengan Sungai Code dan memiliki tingkat resiko terhadap banjir lahar dingin mulai dari tingkat resiko sedang hingga tinggi yang tersebar di delapan daerah RW (Rukun Warga). Daerah dengan RW 03 dan sebagian kecil area RW 07, 08, 09, 13 dan 15 termasuk daerah sekitar bantaran sungai yang memiliki tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan masuk dalam kategori tinggi untuk tingkat kerentanan terhadap bencana lahar dingin dengan tinggi genangan yang mencapai lebih dari 50 cm.

6 0 20 40 80 120 160 Gambar I.1 Peta Resiko Banjir Lahar Dingin Kelurahan Suryatmajan Sumber: Jurusan Teknik Geodesi UGM, 2011 Ruang terbuka khususnya di tepian sungai yang seharusnya berfungsi untuk kebutuhan ekologis, sosial, ekonomi dan budaya setempat dimanfaatkan tidak semestinya dengan pembangunan bangunan hunian yang tidak sesuai standar hingga ke pinggir sungai. Hunian yang dibangun memiliki jarak kurang

7 lebih 1 sampai 1,5 meter dari batas pinggir sungai. Jarak antar bangunan yang sangat rapat menyebabkan munculnya lorong sempit atau gang-gang kecil sebagai akses penghubung di permukiman dan sangat rentan terhadap bahaya kebakaran. Lorong atau gang-gang tersebut pada akhirnya digunakan sebagai ruang publik tempat untuk berkumpul dan berinteraksi antar anggota masyarakat karena kondisi bangunan yang padat dan kecil serta minimnya ruang publik. Kondisi geografis tepian sungai yang berkontur menghasilkan pola-pola tersendiri dalam interaksi sosial antar masyarakat di gang-gang tersebut dan membentuk suatu konfigurasi ruang sehingga membuat semakin menarik untuk diteliti. Kondisi di atas menunjukkan bahwa di daerah Suryatmajan perlu dilakukan penataan ulang untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekitar baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang menyangkut interaksi antar masyarakat dalam ruang publik. Pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas permukiman tersebut yaitu penataan ulang kawasan dengan space syntax. Pendekatan space syntax merupakan pendekatan yang berfokus kepada manusia yang menyelidiki hubungan antara ruang spasial dan berbagai fenomena sosial, ekonomi dan lingkungan. Fenomena yang diselidiki mencakup pola dari pergerakan, kesadaran dan interaksi, kepadatan, nilai dan guna lahan, pertumbuhan kota dan diferensiasi sosial, distribusi keamanan dan kejahatan.

8 I. 2. Perumusan Masalah Permukiman padat penduduk di bantaran Sungai Code terutama daerah Suryatmajan memiliki konsekuensi tersendiri dalam hal kerentanan bencana lahar dingin, pemanfaatan ruang publik dan pola interaksi sosial antar masyarakatnya. Daerah sempadan sungai seharusnya dijaga sebagai ruang terbuka hijau untuk mengendalikan fungsi ekologis, perlindungan terhadap banjir, wadah interaksi sosial masyarakat, meningkatkan nilai budaya dan kualitas lingkungan. Posisi permukiman yang ada tidak mematuhi batas sempadan sungai dan dibangun hingga mendekati batas penahan banjir karena terbatasnya lahan. Tingginya tingkat kerapatan antar bangunan menyebabkan munculnya lorong sempit atau gang-gang kecil sebagai akses penghubung di permukiman dan sangat rentan terhadap bahaya kebakaran. Minimnya ruang publik dan kondisi permukiman yang padat membuat masyarakat setempat menggunakan gang-gang tersebut sebagai tempat interaksi sosial. Kondisi geografis tepian sungai yang berkontur menghasilkan pola-pola tersendiri dalam interaksi sosial antar masyarakat di gang-gang tersebut. Penataan ulang kawasan dengan menggunakan pendekatan space syntax diharapkan dapat menjelaskan pola interaksi sosial yang membentuk konfigurasi ruang di gang-gang tersebut dan menilai kinerjanya yang nantinya akan dibandingkan dengan model konfigurasi ruang permukiman yang adaptif. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka terdapat dua pertanyaan penelitian, yaitu:

9 1) Bagaimana bentuk dan tingkat kinerja konfigurasi ruang permukiman eksisting akibat pola interaksi sosial masyarakat di bantaran Sungai Code Kelurahan Suryatmajan? 2) Bagaimana bentuk dan tingkat kinerja model konfigurasi ruang permukiman yang adaptif dengan kondisi permukiman eksisting? I. 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi bentuk dan tingkat kinerja konfigurasi ruang permukiman eksisting akibat pola interaksi sosial masyarakat di bantaran Sungai Code Kelurahan Suryatmajan. 2) Menjelaskan bentuk dan tingkat kinerja model konfigurasi ruang permukiman yang adaptif dengan kondisi permukiman eksisting. I. 4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan untuk menghasilkan suatu penilaian terhadap kinerja konfigurasi ruang suatu permukiman padat yang kemudian dapat dikembangkan oleh praktisi maupun perencana wilayah dalam meningkatkan kualitas permukiman padat terutama di pinggiran sungai. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian sebelumnya mengenai kinerja konfigurasi ruang permukiman padat terkait pemanfaatan ruang publik. Bagi peneliti sendiri dan

10 masyarakat umum, temuan penelitian dapat menambah wawasan dan kesadaran terhadap kondisi permukiman padat. I. 5. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan mengenai penelitian konfigurasi ruang permukiman dan konsolidasi ruang maka terdapat berbagai macam penelitian yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel I.1 Perbandingan Penelitian Sejenis Yang Telah Dilakukan Sebelumnya No Peneliti/ Tahun 1 Deni Putro Arystianto 2010 2 Burhanuddin 2010 Judul Lokus Kajian/Fokus Pola dan Strategi Konsolidasi Permukiman Pada Kawasan Bantaran Sungai Brantas di Kota Malang Karakteristik Teritorialitas Ruang Pada Permukiman Padat di Kampung Klitren Lor Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta Kawasan Bantaran Sungai Brantas di Kota Malang Kampung Klitren Lor Kecamatan Gondokusum an Yogyakarta Pola dan Strategi Konsolidasi Permukiman yang sesuai dengan konsep TRIDAYA (pemberdayaan ekonomi, lingkungan dan manusia) Karakteristik teritorialitas ruang di permukiman padat di kampung Klitren Lor serta faktor pembentuk teritorialitas tersebut

11 No Peneliti/ Tahun 3 Widi Cahya Yudhanta 2011 4 Bayu Arieffirsandy 2012 5 Budi Prayitno 2012 6 Budi Prayitno 2013 Judul Lokus Kajian/Fokus Hubungan Konfigurasi Ruang dan Aksesibilitas Jalan Kampung Sebagai Ruang Publik di Kawasan Kampung Jogoyudan, Kali Code, Menggunakan Space Syntax Penataan Permeabilitas Pemukiman Nelayan di Pesisir Kota Tuban, dengan pendekatan Space Syntax An Analysis on Spatial Permeability and Fluida Dynamics of Wind dan Termal in Tropical Riverside Settlement Areas of Banjarmasin City, Indonesia An Analysis of Consolidation Patterns of Kampung Alley Living Space in Yogyakarta Kawasan Kampung Jogoyudan, Kali Code Yogyakarta Kawasan Kampung Nelayan di Kota Tuban Permukiman Tepi Sungai di Banjarmasin Bantaran Kali Code di Kampung Jogoyudan, Yogyakarta Hubungan konfigurasi ruang dan aksesibilitas jalan kampung sebagai ruang publik dengan menggunakan simulasi space syntax Menjelaskan tingkat permeabilitas dan hubungan moda pengguna ruang publik dengan integrasi ruang jalan di Kawasan Permukiman Nelayan Permeabilitas keruangan serta kenyamanan termal program urban renewal Kampung Riverfront Cityblock dengan menggunakan simulasi space syntax dan envimet Pola Konsolidasi Ruang Gang Kampung dengan membandingkan kampung susun konvensional dan kampung Cityblock yang

12 No Peneliti/ Tahun 7 Maharani Isabella 2013 8 Wiwien Prasasti Barada 2013 9 Deni Maulana 2015 Sumber : Analisis, 2015 Judul Lokus Kajian/Fokus Interkonektivitas Ruang Publik Sebagai Peningkat Kualitas Kawasan Permukiman Tepian Sungai Gajah Wong Menggunakan Space Syntax Kajian Simulasi Space Syntax Konsolidasi Ruang Huni Kampung Kota di Yogyakarta Integrasi Ruang Permukiman Bantaran Sungai Dengan Pendekatan Konfigurasi Studi Kasus: Permukiman Bantaran Kali Code Kelurahan Suryatmajan Permukiman Tepian Sungai Gajah Wong Kawasan Permukiman Tepian Sungai Gajah Wong Kawasan Permukiman Tepian Sungai Code Kelurahan Suryatmajan inovatif dengan pendekatan space syntax Interkonektivitas ruang di permukiman tepian sungai Gajah Wong sebagai ruang terbuka dan faktor yang mempengaruhin ya Menemukan perbandingan tingkat performa antara kondisi eksisting dengan model kampung city block dengan menggunakan space syntax Identifikasi ruang publik, konfigurasi ruang antara area eksisting permukiman dan model alternatif berbasis eksisting dengan menggunakan pendekatan space syntax Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya terletak di lokus dan fokus penelitian. Penelitian ini membahas tentang konfigurasi ruang antara area eksisting permukiman dan model usulan berbasis

13 eksisting dengan menggunakan pendekatan space syntax. Penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2013) dan Barada (2013) memiliki kesamaan pendekatan namun model yang diusulkan menggunakan model Kampung City Block. Penelitian yang dilakukan oleh Isabella (2013) lebih menekankan ke arah interkonektivitas ruang sebagai ruang terbuka di area eksisting sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yudhanta (2011) lebih menekankan konfigurasi ruang dan aksesibilitas jalan kampung sebagai ruang publik. I. 6. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi oleh: 1) Ruang lingkup penelitian: penelitian hanya menguji kinerja dari konfigurasi ruang eksisting yang terbentuk dan model yang diusulkan dengan memperhatikan modul dasar konfigurasi ruang eksisting dalam membentuk ruang terbuka publik untuk peningkatan kualitas permukiman setempat. Kinerja ruang yang diukur dilihat dari sisi pendekatan space syntax. 2) Area penelitian: penelitian akan dilakukan di lapangan, yaitu permukiman di daerah Suryatmajan. 3) Objek penelitian: penelitian ini mengambil objek berupa hunian permukiman tepian Sungai Code di daerah Suryatmajan untuk mendapatkan data-data yang mendukung, kemudian dibuat model permukiman dalam skala asli di komputer untuk dilakukan simulasi menggunakan perangkat lunak. 4) Alat yang digunakan berupa meteran, alat tulis dan alat elektronik lainnya berupa laptop, smartphone dan kamera digital.