BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepian sungai adalah termasuk kawasan tepian air yang memiliki beberapa kelebihan, terutama berkaitan dengan fungsi dan aksessibilitas yang lebih strategis. Dengan memanfaatkan sungai manusia dapat berpindah-pindah, mendapatkan permukiman baru mereka untuk selanjutnya menetap dan berkembang menjadi permukiman yang lebih ramai, menjadi desa, lalu berkembang menjadi kota. Kondisi geografis negara Indonesia yang memiliki banyak sungai sebagai orientasi kehidupan menjadikan tepian sungai sebagai tempat bermukim dan mendapatkan mata pencaharian. Hal ini terjadi pada kawasan perkotaan maupun perdesaan yang mulai terbentuk sejak manusia mulai dapat memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi dan sumber daya alam yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, Kota Banjarmasin Kota Tepian Sungai Banjarmasin merupakan salah satu ibukota provinsi di Pulau Kalimantan yang memiliki banyak sungai sebagai salah satu sumber daya alamnya. Kota Banjarmasin merupakan sebuah kota delta atau kota kepulauan yang terdiri dari sedikitnya 25 buah pulau kecil dan merupakan bagian-bagian kota yang dipisahkan oleh sungai-sungai. Dilihat secara makro, Kota Banjarmasin merupakan suatu wilayah dengan batas geografi yang menurut keadaan fisiknya banyak memiliki sungai. Kondisi ini memberikan pengaruh terhadap pembentukan karakter kota Banjarmasin secara fisik karena 40% dari wilayahnya terdiri dari sungai-sungai besar maupun kecil yang saling berpotongan. 1

2 Gambar 1.2 Peta Kota Banjarmasin Sumber: Pemda Kota Banjarmasin, 2006 Banjarmasin merupakan kota yang berbasis budaya perairan (water culture), hal ini bisa ditelusuri dari catatan sejarah perkembangan Kota Banjarmasin. Sungai dan kehidupan budaya disekililingnya merupakan saksi sejarah terbentuknya Kota Banjarmasin (Gambar 1.3). Diperkirakan muncul pada perempat kedua abad ke 16, Kota Banjarmasin awalnya dibangun di daerah muara tepian Sungai Kuin dan Alalak (Subiyakto, 2005). Banyaknya sungai yang mengaliri kota ini telah ada secara alami, ditambah juga adanya kanal-kanal (saluran air/kali) dan anak sungai yang banyak dibuat oleh pemerintah Belanda pada jaman penjajahan. Gambar 1.3 Tepi Sungai Kota Banjarmasin Masa Lampau Sumber: bumibanjar.blogspot.com 2

3 Sungai juga menjadi lokasi pusat pemerintahan Kerajaan Banjar di beberapa titik di sepanjang tepian sungai. Besarnya fungsi sungai dan kayanya sejarah yang tersimpan disana sehingga bisa dikatakan pertumbuhan dan perkembangan Kota Banjarmasin dapat ditelusuri dari pertumbuhan dan perkembangan permukiman tepi sungainya (Gambar 1.4). Gambar 1.4 Tepi Sungai Kota Banjarmasin Masa Sekarang Sumber: infomasjidkita.com Perkembangan kota Banjarmasin sebagai ibukota propinsi Kalimantan Selatan semakin pesat. Fungsinya sebagai kota perdagangan (industri) dan kota pelabuhan yang dikenal dengan Kota Seribu Sungai tidak didukung dengan tatanan kota yang baik. Kini tidak kurang 30 sungai kehilangan fungsi karena banyak yang tersumbat akibat rapatnya bangunan, pengurukan tanah, pendangkalan, menjadi buangan sampah, pencemaran limbah rumah tangga dan kegiatan berbagai usaha masyarakat (Dinas Sungai dan Drainase Kota Banjarmasin, 2009 (Gambar 1.5)). Sedangkan sekitar 80-an tahun lalu, Saat itu sungai menjadi jalan utama di Banjarmasin sebagai jalur transportasi. Orang-orang bepergian menggunakan berbagai jenis jukung. Hingga akhir 70-an, kehidupan masyarakat Banjarmasin masih sangat bergantung pada sungai. Gambar 1.5 Pergerakan Kawasan Tepian Sungai di Kota Banjarmasin Sumber: Dinas Sungai dan Drainase,

4 Sungai besar yang ada di Kota Banjarmasin (lebar lebih dari 500 meter), yaitu Sungai Barito, Sungai Martapura dan Sungai Alalak (Gambar 1.6). Sungai Barito terletak di sebelah barat Kota Banjarmasin merupakan sungai terbesar (utama). Sungai Barito mempunyai banyak anak sungai, dan wilayah di sepanjang aliran sungai ini sejak jaman dulu telah menjadi tempat pemukiman penduduk dan lokasi kota-kota banyak yang berada di sekitar muara sungai. Disamping itu ada berpuluh-puluh sungai lain yang berpotongan satu sama lain, semuanya bermuara ke Sungai Martapura dan ke Sungai Barito. SUNGAI ALALAK SUNGAI BARITO SUNGAI MARTAPURA Gambar 1.6 Sungai-Sungai Besar di Kota Banjarmasin (Observasi, 2013) Menurut Prayitno (2004) bahwa daerah tepian sungai merupakan salah satu bentuk pilihan lokasi permukiman yang pada awal pertumbuhannya ditandai dengan terbentuknya suatu konsentrasi penduduk dengan membentuk kelompokkelompok bermukiman disekitar daerah aliran sungai. Namun dalam perkembangannya, kota-kota air tersebut mengalami kemunduran baik fungsi maupun citra perkotaannya akibat perkembangan transportasi darat dan pusatpusat kegiatan baru di luar kawasan tepian air. Hal ini berdampak jelas pada kondisi ruang publik perkotaan yang berkesan kumuh dan statis. 4

5 1.1.2 Permukiman Tepi Sungai di Banjarmasin Pada awal perkembangan pola permukiman di Kota Banjarmasin berbentuk linier mengikuti alur sungai-sungainya. Hal ini dapat dilihat dari rumahrumah tradisional yang masih bertahan hingga sekarang. Ketergantungan masyarakat yang bermukim di sepanjang jalur sungai terhadap sungai ini sangat besar, karena para pemukim mendekati sumber air untuk kegiatan mereka seharihari serta berkaitan dengan mata pencaharian mereka sebagai pedagang yang menggunakan sungai sebagai jalur transportasi perdagangan (Gambar 1.7). Pada kiri kanan sungai yang sejajar dengan jalan didirikan atau dibangun permukiman dan berbagai bangunan yang diperlukan bagi kelengkapan permukiman penduduk seperti pabrik, pelabuhan dan kegiatan ekonomi lainnya. Gambar 1.7 Sejarah Kota Banjarmasin Berbasis Budaya Perairan Sumber: unicborneobali.blogsot.com Fenomena saat ini permukiman tepi sungai di Kota Banjarmasin semakin tidak terkendali, sungai yang semakin menyempit, berkurang, dan bahkan mati, permukiman cenderung kumuh dan tidak tertata, budaya berhuni ditepian sungai yang semakin pudar, bahkan fungsi sungai sebagai sumber air sudah berada pada ambang membahayakan (Gambar 1.8). Gambar 1.8 Permukiman Tepi Anak Sungai Alalak Selatan dan Alalak Tengah (Dokumentasi Pribadi, 2013) 5

6 1.1.3 Ragam Keruangan Permukiman Produktif Kota Banjarmasin sebagai kota tepian sungai menunjukkan adanya perkembangan kota dengan kegiatan industrinya yang meningkat cukup pesat, hal ini mengakibatkan kawasan-kawasan di kota Banjarmasin mengalami perubahan suatu fungsi lahan dari pertanian atau tambak menjadi permukiman dan industri sehigga terjadi urbanisasi secara cepat seiring dengan perkembangan industrinya. Keberadaan industri-industri ini membutuhkan banyak tenaga kerja, dimana tenaga kerja tersebut tidak hanya berasal dari lingkungan permukiman sekitarnya melainkan banyak yang berasal dari luar kawasan tersebut. Gambar 1.9 Industri Pengolahan Kayu Tepi Sungai Kawasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan (Dokumentasi Pribadi, 2013) Seperti tampak pada kawasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan dimana perkembangan industri dan prasarana yang ada dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mendapatkan tambahan penghasilan dengan memanfaatkan hunian sebagai tempat produksi atau usaha lainnya yang mendukung tanpa memperhatikan kelayakan hunian yang dapat mengakibatkan merosotnya mutu lingkungan permukiman dan memunculkan suatu ragam keruangan pada kawasan tersebut. Industri pengolahan kayu di kawasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan merupakan generator bagi pertumbuhan permukiman baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, juga memberi dampak lain yang tidak kalah penting yaitu terjadi pertumbuhan permukiman yang cepat dan tidak terkendali sehingga mengakibatkan ketidakteraturan dalam pengembangan permukiman, yang salah satu penyebabnya adalah kurangnya sarana yang mendukung keberadaan industri yaitu hunian bagi buruh atau pekerja. 6

7 Secara terminologis, Mulyati dalam Hamzah F. Rachman (2010) menjelaskan bahwa keruangan adalah bagian dari ruang (space) fisik yang terbentuk pada lingkungan permukiman, rumah tinggal, pola dan bentuk bangunan yang terjadi karena faktor yang berkembang di lingkungan masyarakat. Keruangan dalam hal ini merupakan bentuk fisik daerah atau kawasan dalam konteks suatu kota. Menurut Catanesse dan Snyder dalam Hamzah F. Rachman (2010) bahwa terdapat dua dasar kunci dalam pembentukan elemen-elemen keruangan kawasan yakni dasar fisik suatu kawasan yaitu perwujudan dari kenampakan berupa bangunan-bangunan, jalur jalan, dan benda-benda lain yang mempengaruhi bentuk kawasan tersebut dan dasar ekonomi. Hal ini mengindikasikan bahwa dasar fisik dan dasar ekonomi merupakan elemen keruangan yang ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu kawasan dimana terjadinya interaksi antar kawasan sebagai bagian dari suatu proses pembentukan karakter kawasan tersebut. Sama halnya dengan Kawasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan yang menggabungkan fungsi kawasan sebagai kawasan permukiman dengan kegiatan lain yaitu perdagangan dan jasa (ekonomi) sehingga memunculkan berbagai macam tipe keruangan yang terbentuk dari elemen fisik dan non fisik (sosial, budaya dan ekonomi) dalam kawasan penelitian (ragam keruangan). Pertumbuhan industri yang memanfaatkan hunian tumbuh pesat di berbagai kawasan permukiman. Hampir setiap permukiman tumbuh kegiatankegiatan yang berbasis pada sektor ekonomi yang berupa kegiatan perdagangan dan jasa serta kegiatan industri. Namun perlu disadari bahwa pengembangan ekonomi lokal sering berbenturan selain masalah pembiayaan juga pemanfaatan permukiman untuk tempat kerja. Hunian sering digunakan masyarakat untuk usaha industri akibat dari ketiadaan modal untuk menggunakan bangunan atau kawasan industri, seperti industri pengolahan kayu di kawasan permukiman tepi sungai Alalak Tengah dan Alalak Selatan. Hunian merupakan merupakan satu-satunya tempat untuk pengembangan usaha yang paling murah. 7

8 Dengan demikian dapat dipahami bahwa saat ini kawasan permukiman berkembang menjadi kawasan hunian campuran. Hal ini yang menjadi konflik dalam penataan ruang permukiman yang berdampak pada kawasan tersebut. Menurut Wiwik Widyo W. (2003) bahwa kemampuan berkembangnya komponen ekonomi permukiman didasarkan atas preservasi dan pengembangan dari: a. Lingkungan atau sumberdaya alam b. Masyarakat atau sumberdaya manusia c. Keuangan atau sumberdaya finansial d Infrastruktur, fasilitas produktif atau sumberdaya buatan e. Institusi atau sumberdaya kelembagaan Adanya aktivitas bermukim di kawasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan memunculkan ragam keruangan (berbagai macam tipe keruangan) tersendiri dan mengakibatkan kondisi ruang sepanjang tepi sungai di kawasan dalam perkembangannya terus mengalami perubahan secara fisik berupa: a. Degradasi Lingkungan Pendangkalan alur, penyempitan sungai dan penyumbatan aliran air akibat semakin banyaknya permukiman liar yang di bangun sepanjang bantaran sungai dan sampah permukiman yang dibuang ke sungai. b. Permukiman Kumuh Pertumbuhan massa bangunan yang terus berkembang dan terkonsentrasi di sepanjang tepian sungai yang menyebabkan padatnya permukiman penduduk, dimana hampir tidak ada jarak yang memisahkan antar bangunan dan keberadaan fungsi lain yang berbaur menjadi satu (industri saw mill/pengolahan kayu). Gambar 1.10 Permukiman Padat Tepian Sungai Sumber: 500px.com 8

9 c. Peralihan Oriantasi Akibat Dinamisme Pambangunan Sungai tidak lagi menjadi muka depan aktivitas namun justru menjadi muka belakang, permukiman menghadap ke jalan darat sebagai akses utama aktivitas (dari menghadap sungai menjadi membelakangi sungai). d. Modernisasi Dan Perubahan Budaya Serta Pola Hidup Masyarakat Nilai-nilai budaya lokal yang akrab dengan sungai, kini kian memudar karena pembangunan permukiman kota lebih berorientasi pada model pembangunan berbasis lahan (daratan) sehingga rumah panggung tidak diminati lagi karena dianggap kuno bahkan keberadaan rumah lanting sudah mulai hilang. e. Pergeseran Fungsi Dan Paradigma Perlakuan Terhadap Sungai Perubahan orientasi fungsi secara tidak langsung memberikan andil besar terhadap perubahan perlakuan terhadap sungai, contohnya sungai menjadi lokasi bagi pembuangan sampah rumah tangga serta aktivitas belakang lainnya seperti MCK. Hal tersebut mengubah wajah sungai menjadi tidak teratur, kotor dan bahkan tidak sehat. Gambar 1.11 Sungai sebagai Area Belakang Permukiman Sumber: hasanzainuddin.wordpress.com f. Hilangnya Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Publik Hilangnya ruang untuk bersosialisasi di sepanjang tepian sungai seperti lapangan olahraga, taman bermain ataupun area parkir semakin terbatas, akibat peran sungai yang cukup penting bagi aspek kehidupan masyarakat menyebabkan permukiman penduduk yang ada di sepanjang tepian sungai tersebut menjadi sangat padat dengan aksesibilitas antar bangunan yang minim. 9

10 Gambar 1.12 Permukiman Padat Tanpa Adanya Ruang Terbuka Hijau/Publik Sumber: 500px.com Permukiman Produktif (Industri Pengolahan Kayu) Sepanjang Tepi Sungai di Banjarmasin Seperti halnya di darat, kota yang berlokasi di tepi sungai berupaya untuk memanfaatkan potensi letaknya, yaitu dalam hal menyediakan ruang dan akses untuk kegiatan industri dan komersial untuk mendukung keberadaan permukiman di sekitarnya tepi sungai. Disamping jalur darat, sampai saat ini penggunaan jalur sungai merupakan jalur penting bagi aktivitas perekonomian untuk transportasi guna memperlancar perhubungan dan pengangkutan komoditas antar tempat atau daerah lain, seperti halnya di tepi sungai Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan. Kawasan permukiman tersebut memanfaatkan tepi sungai untuk melakukan aktivitas ekonomi berupa industi pengolahan kayu. BANSAW (WORKSHOP AREA) BANSAW (WORKSHOP AREA) GALANGAN (DISPLAY AREA) GALANGAN (DISPLAY AREA) Gambar 1.13 Permukiman Produktif Industri Pengolahan Kayu Kawasan Tepi Sungai Alalak Tengah dan Alalak Selatan (Dokumentasi Pribadi, 2013) 10

11 1.2 Permasalahan Pergeseran fungsi dan perlakuan terhadap sungai, serta pendangkalan dan penyempitan sungai yang menghilangkan karakteristik kota Banjarmasin yang merupakan kota berbasis sebagai kota seribu sungai. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi di Kelurahan Alalak Selatan dengan jiwa dan Alalak Tengah dengan yaitu jiwa di tahun 2012, menyebabkan permukiman di kawasan sepanjang tepian sungai Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan semakin padat serta memunculkan suatu ragam keruangan di kawasan permukiman produktif itu sendiri (Gambar 1.14). Gambar 1.14 Permukiman Produktif Industri Pengolahan Kayu Tepi Sungai KAwasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan (Dokumentasi Pribadi, 2013) 1.3 Pertanyaan Penelitian Sebagai kawasan yang awalnya tumbuh secara alami tanpa adanya perencanaan hingga kondisi saat ini, dimana kawasan tepian sungai yang ada telah menjadi sangat padat oleh adanya permukiman yang tidak teratur maka menarik untuk dilakukan penelitian terhadap kawasan ini. Dari latar belakang dan permasalahan diatas, maka dapat ditarik beberapa pertanyaan yang terkait dengan penelitian yaitu: 1. Seperti apa ragam keruangan (tipologi) tepi sungai di kawasan permukiman produktif (industri olah kayu) di Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ragam keruangan (tipologi) tepi sungai di kawasan permukiman produktif (industri olah kayu) di Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan? 3. Bagaimana konsep (guidelines) penataan keruangan kawasan permukiman produktif (industri olah kayu) di Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan sesuai dengan ragam keruangan tepi sungai yang ada? 11

12 1.4 Tujuan Penelitian Mengkaji ragam keruangan tepi sungai di kawasan permukiman produktif sepanjang tepian sungai di Kelurahan Alalak berdasarkan pola massa kawasan dan tata ruang perkotaan serta aktivitas masyarakat yang ada bertujuan: 1. Mengatahui ragam keruangan (tipologi) tepi sungai di kawasan permukiman produktif (industri olah kayu) di Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ragam keruangan (tipologi) tepi sungai di kawasan permukiman produktif (industri olah kayu) di Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan. 3. Menggambarkan konsep (guidelines atau arahan desain) penataan keruangan kawasan permukiman produktif (industri olah kayu) di Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan sesuai dengan ragam keruangan tepi sungai yang ada. 1.5 Sasaran Penelitian Berdasarkan hasil guidelines dari penelitian mengenai ragam keruangan tepi sungai kawasan permukiman produktif Alalak Tengah dan Alalak Selatan ini sasaran yang ingin dicapai adalah: 1. Meningkatkan karakter fisik kawasan sebagai bagian dari upaya mewujudkan kota berbasis tepian sungai melalui penataan kembali kawasan permukiman produktif (industri olah kayu) di Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan. 2. Menciptakan penataan ruang yang sesuai dengan fungsi kawasan sebagai permukiman produktif serta mengembalikan peran dan fungsi sungai di kawasan tepian sungai Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan yang tetap mempertimbangkan perkembangan kawasan di tinjau dari aspek urban design dan sosial ekonomi masyarakat bantaran sungai guna pengembangan dan pelestarian kawasan tepian sungai yang tidak mengganggu/merusak fungsi dan peran sungai. 3. Meningkatkan perkembangan kawasan dengan memperhatikan ragam keruangan sungai, nilai sosial dan ekonomi, identitas kawasan sebagai daerah tepian sungai, serta mendukung pembentukkan citra kota dengan menghidupkan kembali budaya sungai yang pernah ada di kawasan tersebut. 12

13 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah khususnya Pemerintah Kota Banjarmasin dalam upaya penyempurnaan kebijakan pengendalian tata guna lahan dan peraturan pembangunan dan pengembangan permukiman tepian air (tepian sungai). 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pihakpihak lain dalam meningkatkan pemahaman terhadap pentingnya pola pengembangan permukiman tepian air dalam mendukung struktur tata ruang kawasan kota, khususnya kawasan tepian sungai. 13

14 1.7 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian NO. PENELITI JUDUL LOKUS FOKUS TEMUAN 1. Wijanarka, 2001 Dasar-Dasar Konsep Pelestarian dan Pengembangan Kawasan Tepi Sungai di Palangkaraya Kawasan Tepian Sungai Palangkaraya Mencari dasar-dasar konsep untuk pelestarian dan pengembangan kawasan-kawasan di Palangkaraya Pengembangan kawasan tepi air dipengaruhi oleh pola perairan, fungsi perairan, kondisi awal dan prospek dan fungsinya sebagai wadah kegiatan manusia 2. Miftahul Chair, 2002 Karakteristik dan Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Permukiman di Kawasan Sekitar Aliran Sungai Martapura Kawasan Aliran Sungai Martapura Karakteristik permukiman dan faktor dominan yang mempengaruhi kondisi permukiman Karakteristik permukiman tepian air terbagi atas karakteristik sosial ekonomi penghuni, fisik bangunan, fisik lingkungan dan perubahan bentuk bangunan. 3. J.C. Heldiansyah, 2009 Kajian Pola Peningkatan Kualitas Lingkungan Tata Ruang Kota Sungai Kota Banjarmasin Kawasan Tepian Sungai Kuin, Sungai Martapura (Sabilal Muhtadin dan Kel. Sungai Jingah) dan Kawasan Sungai Kelayan Mengkaji pola peningkatan kualitas lingkungan tata ruang kawasan tepian air Rendahnya kualitas lingkungan tepian sungai dipengaruhi oleh faktor sirkulasi dan jalur penghubung, tata guna lahan dan tata bangunan dihubungkan dengan pola kawasan. 4. Betty Goenmiandari, 2010 Konsep Penataan Permukiman Bantaran Sungai di Kota Banjarmasin Berdasarkan Budaya Setempat Kawasan Sungai Jingah Mengidentifikasi keterkaitan penghuni permukiman pinggir sungai dengan sungai dan penyebab pola perubahan kehidupan akibat berubahnya orientasi bermukim Keterrkaitan penghuni permukiman pinggir sungai dengan sungai dipengaruhi oleh transportasi, faktor ekonomi, aktivitas sosial budaya dan pemenuhan akan air bersih dan air minum. 5. Annisa Aini A., 2014 Ragam Keruangan Tepi Sungai di Kawasan Permukiman Produktif Alalak, Banjamasin Kawasan Tepian Sungai Kel. Alalak Tengan dan Kel. Alalak Selatan Mengkaji ragam (tipe-tipe) keruangan (konfigurasi) permukiman produktif (industri pengolahan kayu) di tepian sungai Tipologi (tipe-tipe) keruangan dihubungkan dengan pola massa bangunan pembentuk kawasan permukiman produktif tepian sungai. Sumber: Dirangkum dari berbagai tesis,

15 1.8 Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pemahaman mengenai tulisan ini, disusunlah sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Berisi Latar Belakang, Kota Banjarmasin Kota Seribu Sungai, Permukiman Tepi Sungai di Banjarmasin, Ragam Keruangan Permukiman Produktif, Permukiman Produktif (Industri Pengolahan Kayu) Sepanjang Tepi Sungai di Banjarmasin, Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Sasaran Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Membahas tinjauan teoritis mengenai Ragam Keruangan, Tipologi, Tipologi Permukiman Tepi Air, Tinjauan Kawasan Tepian Air, Elemen Perencanaan Kawasan Tepian Air, Karakteristik Kawasan Tepian Air, Tinjauan Permukiman, Pola Permukiman, Pola HUnian di Atas Air, Tinjauan Permukiman Kawasan Tepian Sungai, Pola Permukiman Kawasan Tepian Air, Ciri/Bentuk Fisik Permukiman Kawasan Tepian Sungai, Ketentuan- KetentuanTerkait Kawasan Tepi Sungai, Permukiman Produktif dan Landasan Teori. BAB III. METODE PENELITIAN Membahas Pendekatan Penelitian, Fokus Penelitian, Batasan Penelitian, Unit Amatan (Parameter, Variabel dan Indikator Penelitian), Lokus Penelitian, Tahap Persiapan, Tahap Penelitian dan Kerangka Penelitian. BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Membahas gambaran umum kota Banjarmasin dan wilayah penelitian yang berada di tepi sungai kawasan Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan. BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Memaparkan hasil identifikasi dan temuan-temuan yang ada di lapangan sesuai dengan metode penelitian yang digunakan. Selanjutnya hasil penelitian tersebut dianalisa. BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Membahas hasil kesimpulan dari analisa penelitian. Dari kesimpulan tersebut dibuat rekomendasi berupa arahan desain (design guidelines). 15

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota-kota di Pulau Kalimantan memiliki kaitan yang erat terhadap sungai. Hal ini dikarenakan kota-kota tersebut merupakan kota yang mengalami perkembangan dari jejalur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan salah satu bentuk badan air lotik yang bersifat dinamis yang berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki fungsi ekologis yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semarang merupakan ibukota propinsi Jawa Tengah yang berada pada kawasan pesisir pantai utara Jawa. Kota Semarang yang berada di pesisir pantai menempatkan penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat, khususnya pada kota-kota yang mempunyai kegiatan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. pesat, khususnya pada kota-kota yang mempunyai kegiatan perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Perkembangan Kota Pekalongan Perkembangan kawasan perkotaan di Indonesia saat ini cukup pesat, khususnya pada kota-kota yang mempunyai kegiatan perekonomian utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan dasar, salah satunya adalah kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal dalam permukiman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

WATERFRONT CITY, BANJARMASIN Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota

WATERFRONT CITY, BANJARMASIN Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota WATERFRONT CITY, BANJARMASIN Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota Oleh: Raditya PU * Kepala Bappeda Banjarmasin Kota Seribu Sungai. Sudah sewajarnya jika sebutan tersebut diberikan masyarakat

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : IKHSAN FITRIAN NOOR L2D 098 440 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperhatikan arti penting permukiman yang tidak dapat dipisahkan dari ruang yang harus dimanfaatkannya, maka lingkup permukiman meliputi masalah-masalah yang menyangkut

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kuin adalah wilayah sepanjang daerah aliran Sungai Kuin yang terletak di kota Banjarmasin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Banjarmasin merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan yang merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), sebagai Kota Pusat Pemerintahan serta sebagai pintu gerbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat mendorong kebutuhan akan hunianpun semakin meningkat, Pesatnya jumlah penduduk di perkotaan akan berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA Vippy Dharmawan 1, Zuraida 2 1+2 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo Nomor 59 Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat kosentrasi kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, meliputi kegiatan industri, perkantoran, hingga hunian. Perkembangan kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Lampung yang selalu bertambah pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan otonomi daerah, serta pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Abstrak... Prakata... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... Daftar Lampiran... Daftar Pustaka...

DAFTAR ISI. Abstrak... Prakata... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... Daftar Lampiran... Daftar Pustaka... DAFTAR ISI Abstrak... Prakata... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... Daftar Lampiran... Daftar Pustaka... i ii iv vi vii viii ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1-1 1.2. Perumusan Masalah..

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya sebagaimana. diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya sebagaimana. diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi BAB VI PENUTUP Pada bab terakhir ini dipaparkan beberapa hal sebagai bagian penutup, yakni mengenai temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi serta saran studi lanjutan. VI.1. Temuan Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Formal Geografi adalah salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memperhatikan aspek-aspek geografi yang mendukung dalam pembangunan wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

V. ANALISIS DAN SINTESIS

V. ANALISIS DAN SINTESIS V. ANALISIS DAN SINTESIS 5.1 Analisis 5.1.1 Analisis Fisik 5.1.1.1 Analisis Topografi Wilayah Banjarmasin bagian utara memiliki ketinggian permukaan tanah rata-rata 0,16 m di bawah permukaan air laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50)

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50) INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50) MUTU PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI DI BANJARMASIN Kurnia Widiastuti Jurusan Arsitektur Univ. Lambung Mangkurat Banjarmasin Abstrak Secara empiris daerah bantaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Yogyakarta Urban Kampung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Yogyakarta Urban Kampung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Urban Kampung Kampung Kota menurut Antony Sihombing adalah simply a traditional, spontaneous and diverse settlement in urban area.ciri khas kampung adalah dimana

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Ruang Kota dan Perkembangannya Ruang merupakan unsur penting dalam kehidupan. Ruang merupakan wadah bagi makhluk hidup untuk tinggal dan melangsungkan hidup

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini berupa hasil jawaban dari pertanyaan penelitian dan tujuan awal dari penelitian yaitu bagaimana karakter Place kawasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas daerah.suasana damai, tentram, nyaman dan ramah dapat dirasakan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. khas daerah.suasana damai, tentram, nyaman dan ramah dapat dirasakan di daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar dan terkenal gudegnya sebagai makanan khas daerah.suasana damai, tentram, nyaman dan ramah dapat dirasakan di daerah ini.

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu wilayah perkotaan semakin berkembang diberbagai sektor, sehingga perkembangan wilayah kota yang dinamis membawa berbagai macam dampak bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya faktor penarik suatu perkotaan dan faktor pendorong dari kawasan perdesaan menjadikan fenomena urbanisasi kerap terjadi di kota-kota di Indonesia. Harapan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan perkotaan dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta Sebagai sentral dari berbagai kepentingan, kota Jakarta memiliki banyak permasalahan. Salah satunya adalah lalu lintasnya

Lebih terperinci

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 Oleh : INDRA KUMALA SULISTIYANI L2D 303 292 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PLPBK RENCANA TINDAK PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN PRIORITAS KELURAHAN BASIRIH BANJARMASIN BARAT

PLPBK RENCANA TINDAK PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN PRIORITAS KELURAHAN BASIRIH BANJARMASIN BARAT BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN PRIORITAS 3.1. ekonominya. RT. 37 ini merupakan salah satu kantong "PAKUMIS" (Padat, Kumuh, Miskin) dari seluruh kawasan Kelurahan Basirih yakni pada RT. 37 ini pula yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penduduk dapat ditampung dalam ruang-ruang sarana sosial dan ekonomi, tetapi tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh pelayanan infrastruktur yang

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

PROFIL PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU)

PROFIL PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU) PROFIL PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU) Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah 01 Program Kota Tanpa Kumuh(KOTAKU) adalah program pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh yang merupakan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Pusat Kota merupakan denyut nadi perkembangan suatu wilayah karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat Kota mengalami kecenderungan

Lebih terperinci

KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL

KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL Konsep Lanskap Total Konsep total dari perancanaan ini adalah menata apa yang ada saat ini dan mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suatu kota selalu berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk, aktivitas dan yang kebutuhan kelengkapan kota lainnya. Sejalan dengan waktu suatu kota dibangun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata diseluruh tanah air dan ditujukan bukan hanya untuk satu golongan, atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang sebagai sebuah kota yang terletak pada kawasan pantai utara Jawa memiliki berbagai potensi yang belum sepenuhnya dikembangkan. Sesuai dengan Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan stasiun kereta api Bandung bagian Selatan yang terletak di pusat kota berfungsi sebagai pendukung dan penghubung fasilitasfasilitas di sekitarnya, seperti perkantoran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses pembangunan di Indonesia terus bergulir dan ekspansi pemanfaatan ruang terus berlanjut. Sejalan dengan ini maka pengembangan lahan terus terjadi dan akan berhadapan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang sering terjadi di suatu negara yang tingkat pembangunannya tidak merata. Fenomena urbanisasi menyebabkan timbulnya pemukimanpemukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung, merupakan sebuah kota metropolitan dimana didalamnya terdapat beragam aktivitas kehidupan masyarakat. Perkembangan kota Bandung sebagai kota metropolitan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Pertumbuhan Kawasan Kota dan Permasalahannya Kawasan perkotaan di Indonesia dewasa ini cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi berdasarkan sumber Badan Pusat Statistik sebesar 1,49% pada tahun 2015 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pasar Oeba selain sebagai layanan jasa komersial juga sebagai kawasan permukiman penduduk. Kondisi pasar masih menghadapi beberapa permasalahan antara lain : sampah

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ria Fitriana, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ria Fitriana, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan wilayah pada umumnya selalu dihadapkan pada berbagai tuntutan sekaligus implikasi yang menyertai berkembangnya keragaman dari intensitas kegiatan. Hal

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah mencapai 40,7% (Maran, 2003). Di Indonesia, persentase penduduk kota mencapai 42,4% pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS BAB 4 ANALISIS 4.1. Analisis Kondisi Fisik Tapak 4.1.1. Tinjauan Umum Kawasan Kawasan Kelurahan Lebak Siliwangi merupakan daerah yang diapit oleh dua buah jalan yaitu Jalan Cihampelas (di sebelah barat

Lebih terperinci

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota sebagai salah satu kenampakan di permukaan bumi, menurut sejarahnya kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga timbullah

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berawal ketika Pemerintah Kota Semarang memindahkan beberapa PKL dari kawasan Stasiun Tawang, Jl Sendowo, dan Jl. Kartini pada awal dekade 80-an. Beberapa PKL tersebut

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keterbatasan lahan yang terjadi di perkotaan diiringi dengan tingginya kebutuhan penduduk akan hunian menjadikan kawasan kota berkembang menjadi kawasan yang padat

Lebih terperinci

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat. 37 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang menjabarkan pembangunan sesuai dengan kondisi, potensi dan kemampuan suatu daerah tersebut.

Lebih terperinci