BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008).

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

Perawatan Ventilator

Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal

REKOMENDASI RJP AHA 2015

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Keterangan : P1,2,3,...P15 : Pertanyaan Kuesioner. : Jawaban Tidak Setuju. No. Urut Resp

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan

NEONATUS BERESIKO TINGGI

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laryngeal Mask Airway (LMA) didesain oleh Archibald I.J. Brain, MA,

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) SUCTION VIA ETT (ENDOTRACHEAL TUBE)

SOP RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ASKEP KEGAWATAN AKIBAT TENGGELAM. By Yoani Maria V.B.Aty

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI.

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur

BAB I PENDAHULUAN. oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Adult Basic Life Support

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE

ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari 2012 Desember

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

By Ns. Yoani M.V.B.Aty

Lab Ketrampilan Medik/PPD-UNSOED

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain

KUESIONER PENELITIAN

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR Nomor:000/SK/RSMH/I/2016

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32

RJPO. Definisi. Indikasi

Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital *

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR )

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PEMASANGAN DAN PERAWATAN PASIEN DENGAN OROPHARYNGEAL TUBE. A. Pengertian Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK

BAB II LANDASAN TEORI

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak dilakukan adalah teknik aliran gas segar tinggi atau high-flow anesthesia

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dikenal dengan benda asing endogen (Yunizaf, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ).

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif.

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK RESUSITASI NEONATUS. Tim Penyusun

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

BAB 2 ENDOSKOPI. membantu pemeriksaan dan tindakan dalam prosedur bedah. Endoskop adalah alat untuk

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 188/ /KEP/408.49/2015 TENTANG

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. ventilasi bagi pasien dengan gangguan fungsi respiratorik (Sundana,

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASIDOSIS RESPIRATORIK

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Curriculum vitae. Pudjiastuti, dr., Sp. A(K) Pendidikan : S 1 : FK UNS Surakarta, lulus tahun 1986

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

Transkripsi:

30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Airway Management Menurut ATLS (Advance Trauma Life Support) (2008), Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, yang meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur manibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang. Kejadian yang berupa kematian-kematian dini karena masalah airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan oleh kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway, ketidakmampuan untuk membuka airway, kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru, perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang, kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi dan aspirasi isi lambung (ATLS (Advance Trauma Life Support, 2008). Dalam airway manajemen terdapat tiga jenis airway definitif yaitu: pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal, dan airway surgical (krikotiroidotomi atau trakeostomi). Penentuan pemasangan airway

31 definitif didasarkan pada penemuan-penemuan klinis antara lain adanya apnea, ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara-cara yang lain, kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau vomitus, ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway, adanya cedera kepala yang membutuhkan bantuan nafas (GCS<8),ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan dan pemberian oksigen tambahan lewat masker wajah (ATLS (Advance Trauma Life Support, 2008). Intubasi orotrakeal dan nasotrakeal merupakan cara yang paling sering digunakan. Adanya kemungkinan cedera servikal merupakan hal utama yang harus diperhatikan pada pasien yang membutuhkan perbaikan airway. Faktor yang paling menentukan dalam pemilihan intubasi orotrakeal atau nasotrakeal adalah pengalaman dokter. Kedua teknik tersebut aman dan efektif apabila dilakukan dengan tepat. Ketidakmampuan melakukan intubasi trakea merupakan indikasi yang jelas untuk melakukan airway surgical. Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan periksa dengan cara ATLS (Advance Trauma Life Support) (2008): 1. Lihat (look),melihat naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang adekuat. 2. Dengar (listen), mendengar adanya suara pernafasan pada kedua sisi dada. 3. Rasa (feel), merasa adanya hembusan nafas.

32 B. Pengertian Intubasi Endotracheal Tube (ETT) Menurut Latief (2007) intubasi adalah memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Intinya intubasi endotrakhea adalah tindakan memasukan pipa endotrakhea ke dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan pertukaran gas adekuat. Intubasi endotracheal tube (ETT) adalah tindakan memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kirakira di pertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea (Dachlan, 2007). Intubasi endotrakea dapat dilakukan melalui beberapa lintasan antara lain melalui hidung (nasotrakeal), mulut (orotrakeal) dan melalui tindakan trakeostomi (Latief, 2007). Intubasi endotrakhea adalah teknik paling penting dan paling aman dalam menjaga jalan nafas dengan cara memasukkan endotracheal tube (ETT) ke dalam trakhea melalui mulut. Endotracheal tube (ETT) digunakan sebagai penghantar gas anestesi dan memudahkan kontrol ventilasi dan oksigenasi, ataupun pada pasien dengan anestesi umum. Intubasi trakea merupakan tindakan memasukakan pipa khusus ke dalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu atau dikendalikan. Intubasi trakea dapat pula merupakan suatu tindakan pertolongan darurat atau penyelamatan hidup (Dachlan, 2007).

33 Intubasi trakea biasanya dilakukan melalui rute oral, meskipun ketika ventilasi jangka panjang diperlukan trakeostomi mungkin menjadi perlu. Selang endotrakeal dalam posisi yang benar yaitu cuff terletak di ujung selang endotrakeal berada di bawah pita suara. Balon ini adalah manset dan mengembang dengan udara melalui port eksternal pada balon terletak diujung selang endotrakeal.tekanan dalam manset dapat diukur dengan menggunakan port ini. Mansetakan mengembang cukup dapat menyebabkan fiksasi di dalam tenggorokan, gas masuk ke dalam paru-paru tanpa udara bocor disekitar tabung. Ada juga risiko dari sekresi melewati ke dalam paru-paru menyebabkan infeksi dada berikutnya. Tekanan manset dapat dipantau dengan menggunakan berbagai alat pengukur tekanan atau dengan tampilan digital yang terus-menerus melalui monitor ICU. Manset tekanan dimonitor dapat melebihi batas aman.penyesuaian inflasi dapat mengikuti, risiko kerusakan dinding trakea, infeksi berikutnya dan pengobatan berkepanjangan dapat dikurangi (Latief, 2007). Endotracheal tube (ETT) digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke dalam trakhea dan mengizinkan untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi. Pabrik menentukan standar endotracheal tube (ETT) (American National Standards for Anesthetic Equipment; ANSI Z-79).Eendotracheal tube (ETT) kebanyakan terbuat dari polyvinylchloride. Pada masa lalu, endotracheal tube (ETT) diberi tanda IT atau Z-79 untuk indikasi ini telah dicoba untuk

34 memastikan tidak beracun. Bentuk dan kekakuan dari endotracheal tube (ETT) dapat dirubah dengan pemasangan mandren. Menurut Dachlan (2007) menjelaskan bahwa pada pipa endotracheal ujung pipa diruncingkan untuk membantu penglihatan dan pemasangan melalui pita suara. Pipa Murphy memiliki sebuah lubang (mata Murphy) untuk mengurangi resiko sumbatan pada bagian distal tube bila menempel dengan carina atau trakhea.tahanan aliran udara terutama tergantung dari diameter pipa, tapi ini juga dipengaruhi oleh panjang pipa dan lengkungannya.ukuran endotracheal tube (ETT) biasanya dipola dalam milimeter untuk diameter internal atau yang tidak umum dalam scala Prancis (diameter external dalam milimeter dikalikan dengan 3). Pemilihan pipa selalu hasil kompromi antara memaksimalkan flow dengan pipa ukuran besar dan meminimalkan trauma jalan nafas dengan ukuran pipa yang kecil. Kebanyakan endotracheal tube (ETT) dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang terdiri dari katup, balon petunjuk (pilot balon), pipa pengembangkan balon, dan balon (cuff).katup mencegah udara keluar setelah balon dikembungkan.balon petunjuk memberikan petunjuk kasar dari balon yang digembungkan.inflating tubedihubungkan dengan klep.dengan membuat trakhea yang rapat, balon endotracheal tube (ETT) mengijinkan dilakukannya ventilasi tekanan positif dan mengurangi kemungkinan aspirasi. Tekanan yang direkomendasikan untuk cuff pipa endotrachea yaitu antara 25-40 mmhg, tekanan tersebut dalam rentang aman. Pipa yang tidak berbalon biasanya

35 digunakan untuk anak-anak untuk meminimalkan resiko dari cedera karena tekanan dan post intubation croup (Dachlan, 2007). C. Panduan Ukuran Selang Endotracheal Tube (ETT) Menurut Elisa (2013) ada banyak panduan yang bisa digunakan untuk memastikan ukuran selang endotrakea yang akan dipasang. Panduan utama yaituberdasarkan umur pasien: ETT (diameter dalam) (mm) = (16 = umur dalam tahun)/4 Beberapa panduan yang lain dapat digunakan yaitu: Rumus Cole: ETT uncuffed (diameter dalam) (mm) = (umur dalam tahun/4) + 4 Rumus Motoyama: ETT cuffed (diameter dalam) (mm) = (umur dalam tahun/4) + 3,5 Rumus Khine: ETT uncuffed (diameter dalam) (mm) = (umur dalam tahun/4) + 3 Panduan yang paling sederhana adalah jari kelingking pasien. Hasil penelitian menunjukan bahwa diameter selang kurang lebih sama dengan ukuran jadi kelingking (Elisa, 2013).

36 Tabel 2.1 Acuan ukuran selang endotracheal tube (ETT) (Elisa, 2013) Usia Diameter (mm) Skala French Kedalaman (cm) Premature Neonatus 1-6 bulan ½-1 tahun 1-4 tahun 4-6 tahun 6-8 tahun 8-10 tahun 10-12 tahun 12-14 tahun Dewasa wanita Dewasa pria 2,0-2,5 2,5-3,5 3,0-4,0 3,5-4,0 4,0-5,0 4,5-5,5 5,0-5,5* 5,5-6,0* 6,0-6,5* 6,5-7,0 6,5-8,5 7,5-10,0 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28-30 28-30 32-34 10 cm 11 cm 11 cm 12 cm 13 cm 14 cm 15-16 cm 16-17 cm 17-18 cm 18-22 cm 20-24 cm 20-24 cm *Tersedia dengan atau tanpa cuff Keterangan: (mm) (cm) : Milimeter : Centimeter D. Tekanan Normal Cuff Endotracheal Tube (ETT) Trakea tekanan kapiler perfusi adalah 4,3 kpa. Agar tidak mengganggu sirkulasi mikro mukosa, tekanan manset tidak boleh melebihi pengukuran ini. Oleh karena itu, direkomendasikan bahwa tekanan cuff harus kurang dari 3,0 kpa (30 cm/h 2 O) untuk mencegah kerusakan trakea (Ganner, 2010). Beberapa literatur seputar efek erosi manset yang digunakan akan kembali ketika manset karet kaku, sedangkan sekarang selang endotrakeal paling umum digunakan memiliki volume tinggi, manset tekanan rendah, yang telah menyebabkan komplikasi hamper tidak ada. Namun, ada bukti bahwa manset ini masih dapat menyebabkan beberapa kerusakan epitel bahkan setelah

37 beberapa jam, untuk meminimalkan komplikasi yang disebabkan oleh hiperinflasi dengan mengukur secara akurat dan berkala dengan alat pengukur tekanan yang bertentangan dengan teknik oklusi minimal dimana tekanan manset tinggi tidak terdeteksi (Ganner, 2010). Regurgitasi atau muntah pada aspirasi berikutnya dan hipoksia diakui komplikasi pasca operasi, meskipun selang endotrakeal modern yang telah secara signifikan mengurangi kejadian trakea stenosis, penelitian eksis menunjukkan bahwa manset volume tinggi tekanan rendah masih menimbulkan risiko yang signifikan, menyoroti bahwa 15-20% pasien trakeostomi dengan jenis tabung endotrakeal mengalami aspirasi. Tekanan manset harus dipertahankan di atas 3,0 kpa (30 cm/h 2 O) untuk memperoleh oklusi minimal, sehingga mengurangi risiko cairan di sekitar manset. Sekali lagi, deteksi dini underinflation dapat mengurangi risiko aspirasi dan infeksi berikutnya jika dipantau secara akurat secara teratur (Mary, 2010). E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Cuff Endotracheal Tube (ETT) Terdapat beberapa pendapat yang menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan cuff endotracheal tube (ETT). Yildirim, et all (2011) menjelaskan bahwa salah satu penyebab dari perubahan tekanan cuff

38 endotracheal tube (ETT) yaitu pada posisi operasi dan perubahan posisi pada operasi. Menurutnya ketika pasien mengalami pergerakan atau pergeseran akan memicu terjadinya perubahan tekanan pada cuff endotracheal tube (ETT). Posisi terlentang pada pasien yang terpasang selang ETT disinyalir memicu perubahan tekanan pada cuff ETT, karena posisi kepala akan sulit statis jika tidak difiksasi atau dipertahankan. Posisi kepala dapat bergerak kekiri maupun kekanan, hal ini dipengaruhi oleh keadaan pasien yang tidak sadar sehingga tidak dapat mempertahankan kepala untuk tidak bergerah (Minonishi, 2013).

39 F. Kerangka Teori Kerangka teori adalah kesimpulan dan tinjauan pustaka yang berisi tentang konsep-konsep teori yang digunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti (Syarifudin, 2010). Indikasi pemasangan Intubasi Endotracheal Tube (ETT): a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien e. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme. f. Trakeostomi. g. Pada pasien dengan fiksasi vocal cord. Pemasangan intubasi endotracheal tube (ETT) Pengukuran tekanan cuff endotracheal tube (ETT) (20-30 mmhg) Waktu pengukuran tekanan cuff endotracheal tube (ETT) Durasi 1 jam Durasi 2 jam Durasi 3 jam Durasi 4 jam Efektifitas Waktu Pengukuran Skema 2.1. Kerangka Teori (Gisele, 2002)

40 G. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah pemikiran yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan pustaka (Syarifudin, 2010). Variabel Bebas Variabel Terikat Durasi 1 jam Durasi waktu pengukuran tekanan cuff endotracheal tube (ETT) Durasi 2 jam Durasi 3 jam Efektifitas Waktu Pengukuran Durasi 4 jam Skema 2.2 Kerangka Konsep

41 H. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perubahan tekanan cuff endotracheal tube (ETT) pada pasien dengan airway definitif pada saat dilakukan pengukuran tekanan dengan endotest secara berkala.