BAB 1 PENDAHULUAN. modern di Jepang adalah Akutagawa Ryuunosuke. Ryuunosuke sebagai pelopor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. antara individu dengan sesamanya. Berawal dari bahasa tersebut manusia dapat

Bab 1. Pendahuluan. Novel (Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat: cerpen; Inggris: short story)

Bab 1. dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam. Novel berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman novelle)

UCAPAN TERIMA KASIH. Penyusunan skripsi dengan judul Analisis Alur Cerita, Tokoh, dan. Penokohan Pada Cerpen Hankechi Karya Akutagawa Ryuunosuke yang

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diadaptasi dari dunia nyata berupa pengalaman yang kemudian

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. Kesusastraan Jepang merupakan salah satu keunikan dari kesusastraan tradisional

Bab 1. Pendahuluan. Dalam dunia kesusastraan, banyak sastrawan yang menghasilkan karya-karya yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

Bab 5. Ringkasan. Dalam skripsi ini penulis menganalisis sebuah cerita pendek Kappa karya

BAB I PENDAHULUAN. tetap terjaga dari dulu hingga sekarang. Keberhasilan Jepang saat ini tentu saja tidak

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari adanya Restorasi Meiji. Pada masa Meiji ini banyak dihasilkan karya

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia sehari-hari (Djojosuroto, 2000:3). Persoalan yang menyangkut

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu wadah untuk menyampaikan model kehidupan yang diidealkan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

Bab 5. Ringkasan. Dalam skripsi ini penulis menganalisis sebuah cerita pendek Rashomon karya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB I PENDAHULUAN. dalam menggambarkan kehidupan baik kehidupan dari diri pengarang

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, banyak sekali bermunculan karya-karya sastra yang nilai keindahannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

Bab 4. Simpulan dan Saran. Dalam skripsi ini saya menganalisis mengenai masalah psikologis yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dalam, dan juga sebagai wujud kreativitas pengarang dalam menggali. dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan masa

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan suatu ungkapan diri pribadi manusia yang berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai. Sebuah karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. kata-kata yang indah, gaya bahasa, dan gaya bercerita yang menarik (Zainuddin, 1992:99).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

Bab 1. Pendahuluan. Kesusastraan Jepang berupa buku-buku sejarah dan buku-buku legenda telah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra di Indonesia banyak mengalami perkembangan. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

Bab 1. Pendahuluan. Sastra Jepang dibagi menjadi 5 periode, sastra kuno (zaman Nara), sastra klasik

BAB I PENDAHULUAN. menyajikan dunia lain yang bersifat imajinatif. Ruang lingkup sastra yang begitu luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang (Faruk, 2010: 44). Karya

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. bahkan dikagumi sebagai salah satu negara yang berhasil mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra merupakan kata serapan dari Bahasa Sansekerta : sāstra, yang berarti teks

BAB I PENDAHULUAN. merasakan adanya jarak antara kenyataan dalam sebuah novel dengan diri kita

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. sistem sosial kehidupan. Iswanto (dalam Jabrohim, 2001:59) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal,

BAB I PENDAHULUAN. kanji di Jepang. Manga pertama diketahui dibuat oleh Suzuki Kankei tahun 1771

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah penelitian, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

I. PENDAHULUAN. dijelmakan dalam suatu bentuk ciptaan atau penemuan. 1 HKI merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Latar belakang..., Ardhanariswari, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini berjudul Analisis Tokoh Utama pada Film Curse of the Golden

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu pengarang yang mempunyai kedudukan penting dalam kesusastraan modern di Jepang adalah Akutagawa Ryuunosuke. Ryuunosuke sebagai pelopor Kesusastraan Estetisme, Intelektualisme ini berusaha melukiskan kehidupan manusia, baik kehidupan manusia itu sendiri maupun cita-citanya. Ia tidak hanya dikenal di Jepang saja, tetapi juga dikenal diseluruh dunia termasuk Indonesia. Akutagawa Ryuunosuke salah seorang sastrawan yang mewakili kesusastraan Zaman Taisho. Karya-karya terbaiknya banyak dituangkan dalam novel sejarah, misalnya Rashomon dan Hana. Isi ceritanya sangat mewakili sifat masyarakat Jepang pada umumnya. Akutagawa menghasilkan kira-kira 150 buah karya fiksi. Karyakaryanya itu oleh Akutagawa sendiri ada yang dianggap berhasil, ada yang dianggap kurang berhasil, ada yang dianggap biasa saja dan ada juga yang digolongkan sebagai karya sastra yang gagal. Akutagawa sang seniman memang merupakan seorang sastrawan dan juga seniman yang bukan hanya penulis fiksi belaka. Bila Akutagawa menemukan sebuah tema yang baik untuk ditulis, maka ia mencari peristiwa yang luar biasa untuk mewujudkan temanya itu. Jika peristiwa tersebut dapat ditempatkan pada masa sekarang maka ia akan memilih masa sejarah yang cocok untuk itu. Bahkan bila masyarakat Jepang tidak bisa memberi tempat yang cocok, maka ia tidak segan-segan menempatkannya di negeri lain. (Rosidi, 1989:61).

Sebagian besar cerita-cerita Akutagawa Ryuunosuke mengambil latar belakang pada masa lalu. Periode sejarah pada abad ke-16, ketika pengaruh orang-orang Kristen menguat di Nagasaki, serta permulaan Era Meiji, ketika kebudayaan Eropa mulai menyebar terutama di Tokyo. Mengenai hal ini Akutagawa sering menekankan bahwa ia bukanlah ahli sejarah, melainkan seorang pengarang fiksi yang mengambil latar belakang sejarah untuk keperluan ceritanya. Akutagawa selalu menciptakan sesuatu yang detail, tetapi adakalanya mengandung unsur kasar dan kejam seperti dalam cerita Konjaku Monogatari, sebuah koleksi cerita popular Bahkan kadang ia menciptakan satu efek penuh perasaan yang cenderung sentimental dan mengandung sensasi berlebihan. Beberapa novel yang menambahkan kepopuleran Akutagawa sebagai pengarang terkenal adalah Rashomon, Hana, Kumo no Ito dan Jigokuken. Bahkan novel Rashomon ini pernah difilmkan oleh Kurosawa Akira dan memperoleh Gran Prix pada festival Internasional ke-12 di Venice pada tahun 1951. 1.1.1 Komentar Beberapa Sastrawan Mengenai Akutagawa Ryuunosuke Akutagawa Ryuunosuke lahir pada 1 Maret 1892 di Irifunecho, sebuah daerah yang dikenal dengan sebutan Borough Kyobayashi, di Tokyo. Ia adalah seorang pengarang yang mempunyai wawasan yang luas. Tidak hanya dalam sastra Jepang saja, pengetahuannya tentang Sastra Barat dan Cina klasik dapat disejajarkan dalam Mori Ogai dan Natsume Soseki. Sebagai pengarang yang menolak aliran naturalisme, dia sangat mementingkan pemikiran dalam penciptaan karya seninya. Pujian yang diberikan Natsume Soseki kepada Akutagawa melalui suratnya yang beliau tulis pada bulan Februari 1916. Beliau mengatakan bahwa Akutagawa adalah

seorang pengarang yang mampu menciptakan sesuatu yang baru. Kemampuan menggunakan gaya bahasa yang singkat dan humor yang alami yang memberikan nilai lebih sebagai seorang pengarang. Soseki adalah guru Akutagawa dan dari beliaulah kelak Akutagwa menjadi penulis besar. Akutagawa mengagumi Soseki sejak dia duduk di bangku SMP. Pada awal Desember 1915 Akutagawa bersama seorang temannya, yaitu novelis terkenal Kume Masao (1891-1952) diajak ikut dalam salah satu pertemuan dalam Perkumpulan Kamis oleh seorang teman sekelasnya, Hayashibara Kozo. Akutagawa mulai saat itu menjadi penggemar khusus karya Soseki. Dalam pertemuan dengannya, tiba-tiba ia merasakan magnetisme personal dalam diri Soseki. (Kappa, 2004:145-146) Selain Natsume Soseki, sastrawan Jepang yang juga mempengaruhi Akutagawa adalah Mori Ogai. Surat Akutagawa yang ditulis pada tahun 1913 berisi bahwa dia sangat tertarik pada cerita sejarah Mori Ogai. Sikap dua pengarang yang diikutinya, khususnya dari materi sejarah sama sekali berbeda. Novel sejarah Ogai mempunyai tingkatan yang sama yang tidak mengenal kenyataan sejarah. Akan tetapi Akutagawa lebih menekankan pada situasi masa lampau sebagai batu loncatan untuk mengerjakan sesuatu lebih teliti. Akutagawa juga menuangkan ide-idenya ke dalam novel modern. Terdapat juga pendapat-pendapat yang diberikan oleh para kritikus sastra mengenai Akutagawa Ryunosuke. Beongcheon dari Wyne State University, Detroit Amerika Serikat, mengatakan bahwa lebih dari setengah dari karya Akutagawa masih tetap berharga untuk dibaca setelah tiga puluh tahun setelah pengarang tersebut meninggal dan dengan ukuran seperti itu Akutagawa dapat disebut sebagai Empu. (Rosidi, 1989: 64)

Beongcheon mencoba menyimpulkan bahwa perbedaan pendapat diantara para kritikus Jepang dengan beberapa Sarjana Amerika dikarenakan para kritikus Jepang tidak dapat memisahkan penilaian terhadap Akutagawa sebagai seorang seniman dengan penilaian terhadap karya-karyanya, sedangkan beberapa Sarjana Amerika karena kurang mengenal Ryuunosuke, maka terbebas dari kerancuan seperti itu. Kemudian Vittie dalam pengantar Japanese Short Stories (1961) mengatakan bahwa semua karya Ryuunosuke merupakan karya besar tanpa kekecualian. (Rosidi, 1989: 62) Sedangkan Hibbet dalam pengantar untuk Rashomon and Other Stories (1989: 9-10) yang diterjemahkan oleh Takashi mengatakan: Like natsume Sooseki and Mori Ogai, whom he admired, Ryuunosuke used his language delicately, precisely, and with richness enchanted by a knowledge of several literatures. Seperti Natsume Sooseki dan Mori Ogai yang dikaguminya, Ryuunosuke menggunakan bahasa-bahasa yang indah, tepat dan diperkaya oleh pengetahuannya yang luas dalam bidang kesusastraan. Namun komentar beberapa Sarjana Amerika yang memuji karya-karya Akutagawa ini ternyata tidak sepenuhnya didukung oleh beberapa kritikus Jepang sendiri. Moichi misalnya, mengatakan bahwa kemasyuran Akutagawa sebagai pengarang hanya disebabkan oleh kenaifan para kritisi semasanya saja (Rosidi, 1989: 62). Sedangkan Seiichi mengatakan bahwa Akutagawa bukanlah pengarang yang jenius dan sebagai moralis ia hanyalah sedang-sedang saja. Namun Shinchiro menambahkan kenyataan tersebut hendaknya dilihat sebagai bukti bahwa pengarang yang telah meninggal 30 tahun lalu itu masih diterima dan diperlakukan seakan-akan masih berada di tengah-tengah pengarang sekarang dan hal ini tentunya merupakan bukti kelebihan Akutagawa dari pengarang lain seangkatannya.

Seperti telah disebutkan di atas bahwa Akutagawa sangat menekankan pentingnya pemikiran dalam penciptaan karya-karyanya. Selain kemampuannya menempatkan setting cerita pada periode tertentu, tema karya-karyanya pun sarat dengan muatan nilai-nilai moral. Penempatan ajaran moral ini dapat kita lihat pada cerpen Hankechi. Hankechi menceritakan tentang semangat Bushido wanita Jepang ditunjukkan dari sikap Nishiyama Atsuko yang mampu mengatasi kesedihan atas kematian putranya. Saat bercerita mengenai kematian putranya ia menampakan raut muka yang tenang sambil mengulaskan sebuah senyuman. Setelah mengetahui dan membaca salah satu karya Akutagawa, penulis merasa tertarik dengan karyanya yang berjudul Hankechi. Menurut penulis isi cerita dari karya ini menarik untuk dijadikan pokok bahasan skripsi ini. Cerpen ini bercerita mengenai etika moral bangsa Jepang yang mewarnai kehidupan orang-orang Jepang, etika moral tersebut mewarnai kehidupan tokoh Nyonya Nishiyama Atsuko. 1.2 Rumusan Permasalahan Suatu karya sastra atau yang sering disebut fiksi adalah sebuah cerita, yang mengandung nilai estetika. Membaca sebuah karya fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Betapapun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang koheren dan tetap mempunyai tujuan estetik. Daya tarik cerita inilah yang pertama-tama memotivasi orang untuk membacanya. Hal itu disebabkan cerita fiksi tersebut akan mendorong pembaca untuk ikut merenungkan masalah hidup dan kehidupan. (Nurgiyantoro, 2003: 3)

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, fiksi adalah cerita rekaan (roman, novel, cerpen, dan lain-lain); tidak berdasarkan kenyataan. (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1997: 276) Unsur-unsur dalam sebuah fiksi yang penulis kemukakan di dalam skripsi ini adalah alur, tokoh dan penokohan. Alur merupakan bagian yang penting dari cerita fiksi (rekaan), tokoh menunjuk pada orangnya atau pelaku ceritanya, sedangkan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu. Penjelasan mengenai unsur-unsur ini akan penulis bahas dalam bab selanjutnya. 1.3 Ruang Lingkup Masalah yang akan penulis teliti dalam skripsi ini mengenai alur, tokoh dan penokohan dalam sebuah cerpen Hankechi yang merupakan salah satu karya Akutagawa Ryuunosuke. Melalui penelitian ini, penulis membatasi penganalisisan masalah pengendalian diri pada diri tokoh Nishiyama Atsuko dalam mengungkapkan, menerima suatu kesedihan atau berita kematian tanpa menangis, melainkan dengan menampakan raut muka yang penuh dengan senyum, menguraikan ketegarannya menghadapi tekanan emosi yang dihadapi. Selain itu ada juga tokoh Hasegawa Kinzo. Penjelasan mengenai karakter dari tokoh Nishiyama Atsuko yang mampu mengendalikan emosi ini tercermin dalam alur, tokoh dan penokohan pada cerpen Hankechi. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Dalam penulisan skripsi ini penulis memiliki tujuan dari penelitian ini, yaitu mengenai pengungkapan kesedihan yang dilakukan dengan menutupi rasa

penderitaannya dengan cara tersenyum, seperti yang terdapat di dalam cerpen Hankechi. Penulis bermaksud memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami dan mendalami tentang sebuah karya fiksi dan unsur-unsur didalamnya, seperti alur, tokoh dan penokohan yang akan dihubungkan dengan sebuah karya fiksi dari Akutagawa Ryuunosuke, khususnya karyanya yang berjudul Hankechi. 1.5 Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian kepustakaan. Buku-buku yang dijadikan bahan untuk penulisan skripsi ini diperoleh dari The Japan Foundation, Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Perpustakaan CSIS, Perpustakaan Nasional, dan dari koleksi pribadi, serta dari koran dan internet. Walaupun dalam penulisan skripsi ini dirasakan banyak kekurangan, tetapi akan dicoba untuk dipenuhi pada tahap berikutnya, yang juga merupakan suatu tugas untuk melengkapi kekurangan. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang ada dalam penulisan skripsi ini secara garis besar dapat diringkas sebagai berikut : Bab 1 : Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, komentar para sastrawan, permasalahan yang membahas tentang topik yang ingin penulis ajukan, ruang lingkup yang membatasi permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, teori dan metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab 2 : Landasan Teori Bab ini menguraikan tentang landasan teori yang digunakan untuk mendukung skripsi penulis, yaitu teori fiksi, teori alur, teori tokoh dan penokohan, yang akan di analisis dalam skripsi saya pada bab selanjutnya. Bab 3 : Analisis Data Bab ini menguraikan tentang analisis dari teori alur, teori tokoh dan teori penokohan untuk memperkuat teori yang ada di bab dua. Analisis alur, analisis tokoh, dan analisis penokohan. Bab 4 : Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan tentang kesimpulan penulis dan saran dari penelitian ini agar berguna kelak di kemudian hari. Bab 5 : Ringkasan Bab ini memuat ringkasan keseluruhan skripsi secara singkat, padat dan jelas dalam bahasa Indonesia.