BAB I PENDAHULUAN. bahkan dikagumi sebagai salah satu negara yang berhasil mempertahankan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. bahkan dikagumi sebagai salah satu negara yang berhasil mempertahankan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Jepang di mata dunia dipandang dengan perkembangannya dalam berbagai bidang, baik teknologinya, budayanya, alam dan tata perkotaannya, bahkan dikagumi sebagai salah satu negara yang berhasil mempertahankan eksistensi kebudayaannya yang kental di tengah kemajuan teknologinya yang sangat cepat. Kehebatan Jepang tersebut tentu saja tidak lepas dari sejarah panjang pembangunan negara mereka sejak berabad-abad yang lalu. Ketika membicarakan sejarah panjang negara Jepang, tentu saja tidak bisa terlepas dari bidang kesusastraannya. Bidang kesusastraan di Jepang banyak dikatakan dimulai sejak zaman Nara pada tahun (yang lebih dikenal dengan istilah Sastra Kuno dengan masuknya pengaruh-pengaruh dan huruf-huruf dari Cina), sastra Klasik (pada zaman Heian), sastra jaman pertengahan (zaman Kamakura, Namboku-cho, Muromachi), sastra modern (zaman Azuchi-momoyama, zaman Edo), dan sastra kontemporer yang dimulai sejak zaman Meiji hingga sekarang. Perubahan besar pada bidang kesusastraan di Jepang terjadi di era sastra modern dan sastra kontemporer, dikarenakan masuknya pengaruh-pengaruh dari dunia sastra Barat. Masuknya pengaruh Barat dinilai bermula ketika pada tahun 1882 terbit sekumpulan puisi Amerika dan Inggris dalam bahasa Jepang. Setelah itu

2 2 muncullah penulis-penulis bergaya modern seperti Natsume Soseki ( ), Mori Oogai ( ), dan Akutagawa Ryuunosuke ( ). Akutagawa lahir dengan nama Ryunosuke di Irifunecho, Tokyo, pada 1 Maret 1892 sebagai anak bungsu. Irifunecho merupakan daerah yang dihuni oleh orang-orang asing dan pada waktu itu disana hanya ada tiga rumah orang Jepang. Sekitar sembilan bulan setelah Akutagawa lahir, ibunya menjadi gila hingga kematiannya pada Hisako yang merupakan kakak Akutagawa dan anak kedua dari tiga bersaudara mengatakan bahwa ibunya berhati lemah dan lebih senang memendam perasaannya sendiri. Ibunya merasa bersalah telah mengajak kakak pertama Akutagawa, Hatsuko, ke Shinjuku sehingga Hatsuko mengalami masuk angin dan meninggal dunia sebelum Akutagawa lahir. Watak ayahnya yang kasar juga menambah beban hidup ibunya. Ketika Ryuunosuke lahir, ayahnya berumur 42 tahun sedangkan ibunya berumur 33 tahun dan angka tersebut merupakan usia sial menurut orang jepang. Untuk menghindari kemalangan, Ryuunosuke seolah-olah dibuang dengan dibesarkan oleh teman lama ayahnya, Matsumura Senjiro. Ibunya yang sakit jiwa sehingga meninggal dunia juga dianggap sebagai bagian dari kemalangan tersebut. Ryuunosuke kemudian diadopsi oleh kakak ibunya, Akutagawa Michiaki, dan juga kakak perempuan ibunya yang tidak menikah yang bernama Fuki. Dua tahun setelah meninggalnya ibunya baru secara resmi Ryuunosuke menggunakan nama Akutagawa., yakni ketika berusia dua belas tahun (Wibawarta, 2004: 2-6) Sejak kecil Akutagawa Ryuunosuke banyak sekali membaca karya-karya klasik Jepang dan China. Minatnya terhadap karya sastra memang sudah besar

3 3 sejak sekolah dasar, dan dia sama sekali tidak mendapatkan pertentangan dari pihak keluarga karena orang-orang di sekitarnya pun menyukai kesusastraan. Ia menyukai karya penulis pertengahan zaman Meiji yaitu Ozaki Koyo dan Koda Rohan, dan akrab dengan karya-karya besar para sastrawan besar seperti Natsume Soseki dan Mori Ogai. Barulah sejak sekolah menengah umum Akutagawa menyukai karya-karya sastrawan Eropa seperti Maupassant, Balzac, Tolstoy, Anatole France, Dostoyevski, Euken, dan Spinosa. Kebiasaannya adalah menghadiri pameran ataupun diskusi sastra bersama temannya, Tsuneto Kyo, serta membaca buku di perpustakaan umum atau keliling (Wibawarta, 2004: 6-7). Akutagawa menghabiskan masa pendidikannya di Tokyo. Mulai dari Sekolah Dasar Umum Edo, Sekolah Menengah Pertama Tokyo, Sekolah Menengah Atas Tokyo. Pada tahun 1913 ia masuk jurusan sastra Inggris Universitas Tokyo dan bersama Kume Masao dan Kikuchi Kan ia menghidupkan kembali majalah sastra universitas Shinshicho (Aliran Pemikiran Baru) dan mulai menerbitkan karya-karyanya pada majalah tersebut. Akutagawa memulai karyanya dengan menerjemahkan karya France, Balthasar. Karya aslinya yang benar-benar karangannya pertama muncul di Shinshicho yang berjudul Ronen. Setahun kemudian, pada tahun 1915, ia meluncurkan salah satu cerpennya yang terbaik dan menjadi judul kumpulan cerpennya yang pertama, Rashomon. Pada tahun 1916 tercatat sebagai tahun kesuksesannya, yakni ketika cerpennya yang berjudul Hana (Hidung) dipuji oleh Natsume Soseki, sastrawan besar pada saat itu, dan majalah sastra mulai melirik Akutagawa Ryuunosuke. Soseki menulis surat ucapan selamat kepada Akutagawa, Saya akui karya Anda sangat menarik.

4 4 Sederhana dan serius tanpa mencoba untuk melucu. Soseki menambahkan bahwa karya tersebut mengandung cerita humor yang luar biasa, bahannya segar dan menarik, dan gaya penulisannya anggun. Dalam Hana terdapat ketidakpastian, kebimbangan dan kekalahan manusia di hadapan masyarakat yang berhasil dibawakan dengan lebih manusiawi. Soseki pun lanjut berpesan, Lanjutkan dan hasilkan dua puluh atau tiga puluh cerita seperti ini. Tidak lama lagi Anda menjadi tidak tertandingi dalam dunia kesastraan. Pada tahun-tahun inilah Akutagawa mencapai keemasannya, terutama dengan menjadi murid dari Natsume Soseki bersama dengan seniornya di kampus, Suzuki Miekichi. Tahuntahun berikutnya Akutagawa bersama Suzuki Miekichi memulai penulisan cerita anak untuk diterbitkan pada majalah sastra anak Akai Tori. Karya-karyanya yang dimuat di Akai Tori adalah Kumo no Ito (Jaring Laba-laba), Toshisun, Majutsu (Ilmu Sihir), dan lain-lainnya. Akutagawa lulus dari universitas pada tahun 1916 dengan nilai terbaik peringkat dua dari 20 mahasiswa dengan skripsinya yang berupa analisis terhadap karya William Morris. Akutagawa kemudian mengajar bahasa Inggris di Akademi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Yokosuka sebagai dosen tidak tetap. Ditengah kesibukannya sebagai pengajar pun Akutagawa tetap berusaha berkarya dengan melahirkan antologi cerpen Rashomon dan kumpulan cerpen berjudul Yabu no Naka. Pekerjaan sebagai pengajar pun hanya bertahan selama dua tahun setelah Akutagawa memutuskan untuk fokus pada dunia tulis menulis karena telah memiliki kontrak dengan surat kabar Osaka Mainichi Shinbun untuk terus menulis karya fiksi terhitung sejak Maret Pada 12 Maret 1919, Akutagawa menikah

5 5 dengan Tsukamoto Fumi yang merupakan kemenakan dari temannya, Yamamoto Kiyoshi, dan merupakan anak dari mayor Angkatan Laut Tsukamoto Nogoro. Pada Maret 1921, Akutagawa dikirim ke China oleh Osaka Mainichi Shinbun tempat dia bekerja selama empat bulan dan disanalah kesehatannya semakin memburuk. Di Shanghai inilah ia menghasilkan karya-karya seperti Jigokuhen (Lukisan Neraka) dan Hokyonin no Shi (Martir). Semenjak kembalinya dari China pun kesehatan Akutagawa semakin merosot. Hal tersebut ia ceritakan kepada temannya dalam sebuah surat yang isinya adalah keluhan dirinya yang sedang menderita kelelahan saraf, kejang-kejang perut, sakit kantung kemih, dan memiliki masalah jantung. Surat tersebut juga berisi penyakit-penyakit yang diderita oleh istrinya, kedua anaknya, dan orang tua asuhnya. Memasuki masa inilah popularitas Akutagawa sebagai seorang penulis pun menurun, dan karyakaryanya pun berubah aliran menjadi semacam autobiografi. Karya-karya tersebut dikenal dengan istilah Yasukichi-mono karena tokoh utama pada karya-karya tersebut bernama Yasukichi. Kecenderungan tersebut berlanjut hingga cerpencerpen terakhirnya yaitu Haguruma dan Kappa yang dihasilkan pada Tahun 1927 pada sesaat sebelum kematiannya. Pada Juli 1927, di usianya yang mencapai 35 tahun, Akutagawa terlihat sudah sangat putus asa dan tidak kuat menahan beban mental dan fisik yang selama ini dia jalani. Tanda-tanda keputusasaannya tersebut sudah mulai terlihat pada karyanya yang berjudul Kappa. Narator cerita Kappa adalah seorang pasien rumah sakit jiwa yang menderita penyakit gila turunan, dan ada juga di dalamnya tokoh yang bernama Tok, seorang pujangga depresif yang akhirnya bunuh diri.

6 6 Kedua tokoh dalam cerpen Kappa ini dinilai merupakan potret diri Akutagawa. Karya-karya yang dihasilkan menjelang kematian adalah Jippon no Hari (Sepuluh Jarum), dan dua esai Kristiani Saiho no hito dan sekuelnya Zoku Saiho no Hito yang merupakan hasil dari kegiatannya untuk selalu membaca kitab suci sebelum tidur menjelang kematiannya. Setelah menyelesaikan tulisannya yang berjudul Zoku Saiho no Hito tersebut, pada 24 Juni 1927 Akutagawa meninggal dunia dengan menenggak obat tidur dalam dosis tinggi. Akutagawa meninggalkan seorang putra sulung bernama Akutagawa Hiroshi, yang kemudian menjadi aktor, putra ketiga yang bernama Akutagawa Yasushi, yang menjadi konduktor dan komponis, sedangkan putra nomor duanya, Akutagawa Takashi, telah gugur terlebih dahulu dalam perang. Pada masa jayanya, banyak kritikus yang mengakui kecerdasan dan kepiawaian Akutagawa dalam mengolah cerita. Mereka memuji integritas artistik dan gaya bahasa Akutagawa yang sangat khas. Menjawab pertanyaan mengapa ia menulis, Akutagawa mengatakan bahwa ia menulis bukan untuk uang ataupun untuk publik, melainkan karena ada sesuatu yang aneh dan kacau di dalam dirinya yang mendorongnya untuk mengekspresikan sesuatu tersebut dalam bentuk dan waktu yang tepat. Menurutnya, seni adalah ungkapan, dan ia menentang pandangan umum di masyarakat bahwa seorang penulis harus memulai karyanya dengan memikirkan isi apa yang akan ditulis dan baru merangkainya ke dalam bentuk tertentu, seakan-akan sebuah proses kreatif penulisan karya sastra memiliki dua unsur yang terpisah. Bagi Akutagawa, menganggap bentuk atau isi

7 7 lebih unggul merupakan kesalahan. Ia beranggapan bahwa seorang seniman harus selalu berusaha menyempurnakan karyanya (Wibawarta, 2004: 19-21). Semasa hidupnya, Akutagawa telah menghasilkan banyak karya yang dinilai sangat luar biasa, sehingga ia dinobatkan sebagai raja cerpen dalam kesusastraan Jepang modern. Bahkan temannya semasa kuliah yang juga menjadi seorang penulis fiksi sepertinya, Kikuchi Kan, mendirikan Akutagawasho (Penghargaan Akutagawa) pada Sampai sekarang Akutagawasho menjadi penghargaan yang paling bergengsi bagi para penulis baru di Jepang. Bahkan karya-karya Akutagawa pun sampai sekarang masih dicantumkan dalam buku teks sebagai bacaan pembelajaran murid sekolah menengah di Jepang. Pada salah satu cerpen anak karya Akutagawa Ryuunosuke yang berjudul Majutsu (Ilmu Sihir), Akutagawa memasukkan pengaruh-pengaruh budaya asing ke Jepang. Hal tersebut terlihat dalam cara Akutagawa menyajikan adanya tokoh asing non-jepang, ilmu sihir, kaitannya dengan jin dan roh, dan juga gaya kehidupan Barat yang sedang masuk ke Jepang pada zaman itu. Cerpen ini mengisahkan tentang tokoh Aku yang mendatangi seorang asing berkebangsaan India bernama Matiram Misla yang merupakan seorang ahli sihir. Tokoh Aku terpana dengan sihir-sihir yang ditunjukkan oleh seorang India tersebut dan menyatakan niatnya untuk mempelajari ilmu sihir tersebut. Misla mengijinkan Aku untuk mempelajari ilmu tersebut dengan satu syarat, bahwa tokoh Aku tidak boleh terpengaruh oleh nafsu dalam menggunakan ilmu tersebut. Selanjutnya cerita bergeser maju menuju sebulan setelah tokoh Aku mempelajari ilmu sihir dari Misla. Ketika tokoh Aku berkumpul bersama teman-temannya di suatu bar,

8 8 tokoh Aku berhasil diminta oleh teman-temannya untuk menunjukkan kemampuan sihirnya. Tokoh Aku berhasil mengubah bara api menjadi emas. Teman-temannya menginginkan emas tersebut dan mengajak tokoh Aku untuk bertanding kartu untuk mempertahankan emas, bahkan mereka mempertaruhkan harta benda mereka masing-masing hanya untuk memaksa tokoh Aku tetap bermain. Karena keinginannya untuk menguasai harta benda teman-temannya, tanpa disadari tokoh Aku sudah terbawa oleh nafsunya sendiri. Sesaat kemudian tokoh Aku merasa baru saja bangun dari tidurnya dan masih berada di kediaman Misla sebulan sebelum itu, masih ketika tokoh Aku berkunjung pertama kali untuk memohon belajar ilmu sihir. Ternyata kejadian selama sebulan hingga berpuncak di bar tersebut hanyalah mimpi tokoh Aku yang dibuat oleh hipnotis sang ahli sihir Misla. Karena melihat bahwa tokoh Aku mudah terbawa oleh nafsunya tersebut dan tidak pantas menerima ilmu tersebut, Misla memutuskan untuk tidak jadi mengajarkan ilmu sihirnya kepada tokoh Aku. Pada cerpen Majutsu ini terlihat nuansa non-jepang yang sangat kental, dengan deskripsi dari situasi rumah dan bar yang tokoh Aku datangi, dan adanya penggunaan unsur-unsur sihir oleh seorang yang berkebangsaan asing. Akutagawa pun dengan sangat cerdas mendeskripsikan pengalaman-pengalaman pribadi si tokoh Aku selama berada dalam alur cerpen tersebut, mulai dari perjalanan menuju rumah sang ahli sihir hingga perasaan tokoh Aku ketika tokoh Matiram Misla menolak mengajarkan ilmu sihir kepadanya karena ketidakmampuan tokoh Aku sendiri.

9 9 Penulis memutuskan untuk melakukan penelitian berbasis analisis tekstual semiotik terhadap cerpen Majutsu ini dikarenakan adanya banyak makna-makna tersirat yang berusaha disampaikan oleh Akutagawa Ryuunosuke melalui unsurunsur yang dibangun dalam cerpen ini. Nuansa rumah yang berbeda dengan rumah-rumah di Jepang pada umumnya pada waktu itu, teknik-teknik ilmu sihir yang ditunjukkan oleh Misla, bahkan penyebutan jin atau roh kepada pembantu Misla menimbulkan misteri tersendiri di dalam cerpen tersebut. Walaupun Akutagawa memang mengarang cerpen ini khusus untuk dimasukkan dalam majalah anak-anak dan ditujukan untuk anak-anak, tampaknya Akutagawa memiliki maksud tersendiri yang ingin dia sampaikan. Entah maksud tersebut berupa kritik sosial masyarakat pada zaman itu, kritik politik, atau bahkan ungkapan perasaan pengarang (semacam otobiografi), penganalisisan tanda-tanda yang membangun cerpen tersebut dilakukan untuk menyimpulkannya. Penganalisisan tanda-tanda dengan menggunakan teori analisis tekstual semiotik Roland Barthes adalah yang dijadikan pokok pembahasan dalam penelitian kali ini Rumusan Masalah Roland Barthes, salah satu ahli semiologi aliran Saussurean mengembangkan salah satu teori yang cukup sering digunakan untuk mengkaji makna-makna dari tanda-tanda dalam karya sastra di seluruh dunia, yaitu teori analisis tekstual sebuah karya sastra. Teori Barthes yang satu ini biasa digunakan untuk mencari amanat ataupun makna yang tersirat dalam sebuah karya sastra, terutama prosa.

10 10 Dengan latar belakang tersebut, diperlukan penggunaan teori analisis tekstual Roland Barthes tersebut untuk mengetahui amanat dan makna yang berusaha disampaikan oleh Akutagawa Ryuunosuke dalam cerpennya yang berjudul Majutsu. Rumusan masalah dalam penelitian kali ini adalah: 1. Apa sajakah tanda-tanda yang memiliki makna tersendiri dalam cerpen Majutsu karya Akutagawa Ryuunosuke ini? 2. Apa makna dari tanda-tanda dalam cerpen Majutsu karya Akutagawa Ryuunosuke ini dengan menggunakan teori analisis tekstual Roland Barthes? 3. Apa amanat yang ingin disampaikan oleh Akutagawa Ryuunosuke dalam cerpen Majutsu ini berdasarkan makna-makna yang tersirat dalam cerpen tersebut? 1. 3 Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah tujuan teoritis dan tujuan praktis. Yang dimaksud tujuan teoritis adalah mengungkapkan makna, memahami serta menganalisis tanda-tanda yang terdapat dalam cerpen Majutsu karya Akutagawa Ryuunosuke dengan menggunakan teori analisis tekstual Roland Barthes. Selain itu, penulis ingin menemukan amanat yang ingin disampaikan oleh Akutagawa Ryuunosuke dalam cerpen ini. Ada beberapa kemungkinan amanat dalam cerpen ini, yaitu amanat yang ingin disampaikan oleh Akutagawa untuk pembaca, ataukah amanat dalam bentuk otobiografi hidup Akutagawa Ryuunosuke pada saat cerpen ini diciptakan. Sedangkan tujuan praktis

11 11 dari penelitian ini adalah memperkaya pengetahuan pembaca terhadap karyakarya Akutagawa Ryuunosuke, terutama karena cerpen Majutsu ini tidak sepopuler cerpen-cerpennya yang lain. Selain itu juga untuk membantu meningkatkan minat masyarakat Indonesia untuk membaca karya sastra asing, khususnya karya sastra Jepang Landasan Teori Teori Strukturalisme Sebuah karya sastra adalah sebuah totalitas yang dibangun secara komprehensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Struktur dari sebuah karya sastra juga merupakan sebuah hubungan timbal-balik yang saling menentukan dan mempengaruhi yang secara bersama-sama membangun sebuah kesatuan utuh yang memiliki maknanya sendiri. Analisis struktural sebuah karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu (Nurgiyantoro, 1995: 36 37). Unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra, dalam hal ini adalah cerpen, adalah tema, cerita, plot, penokohan, dan latar. Dalam kajian kesastraan, secara umum dikenal adanya analisi struktural dan semiotik. Analisis yang pertama menekankan pada adanya sebuah fungsi dan hubungan antar unsur (intrinsik) dalam sebuah karya, sedangkan yang kedua pada pemaknaan karya itu yang dipandangnya sebagai sebuah sistem tanda. Sebuah penelitian semiotik terhadap karya sastra tidak bisa terlepas dari unsur-unsur yang

12 12 membangun karya sastra itu sendiri. Oleh karena itu, penelitian kali ini akan menganalisis cerpen Majutsu karya Akutagawa Ryuunosuke dengan metode strukturalisme terlebih dahulu sebelum memasuki analisis menggunakan teori analisis tekstual Roland Barthes. Strukturalisme harus dipandang sebagai salah satu pendekatan (penelitian) kesusastraan yang menekankan pada kajian antarunsur pembangun karya yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2002: 36). Selain itu yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur tersebut dan sumbangan apa yang diberikan unsur-unsur tersebut terhadap makna keseluruhan karya sastra (Nurgiyantoro, 2002: 37). a. Tema Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum dari sebuah karya sastra. Gagasan dasar umum inilah, yang tentunya sudah ditentukan oleh pengarang sebelumnya, yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita (Nurgiyantoro, 2002: 70). Dengan kata lain, pengembangan cerita akan selalu didasari pada batasan gagasan umum yang telah disiapkan oleh pengarang, sehingga berbagai peristiwa, konflik, penokohan, dan latar yang ada dimunculkan oleh pengarang untuk membangun gagasan umum tersebut. Oleh karena itu, tema merupakan salah satu unsur pembangun karya sastra yang hanya bisa didapatkan secara implisit dari dalam cerita yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun yang lain. Tema pada umumnya selalu mengangkat masalah kehidupan yang selalu dialami oleh manusia, baik masalah khusus ataupun masalah umum yang telah

13 13 universal. Sebuah karya sastra, dalam hal ini adalah cerpen, mengangkat masalah kehidupan manusia yang tampak atau diketahui oleh pengarangnya, baik dialami sendiri oleh pengarangnya ataupun mendengar atau mengetahuinya dari pihak lain. Berbagai permasalahan kehidupan tersebut, setelah melalui penghayatan dan pemikiran yang intens oleh pengarang, ditampilkan dan diolah dengan daya imajinasi-kreatif oleh pengarang ke dalam bentuk dunia rekaan. Beberapa peneliti sering menggolongkan tema kepada berbagai kategori, contohnya tema tradisional dan tema nontradisional, tema fisik, organik, sosial, egoik, dan divine, serta tema utama dan tema tambahan. Pada penelitian kali ini yang akan digunakan adalah pengelompokan tema secara tema umum (mayor) dan tema tambahan (minor). Tema mayor adalah gagasan pokok, gagasan umum yang digunakan oleh pengarang untuk membangun sebuah karya sastra tersebut. Tema minor atau tema tambahan adalah gagasan-gagasan khusus yang membangun gagasan utama yang terdapat pada tema mayor. Jadi, hubungan antara tema-tema minor tersebut yang biasanya akan membantu ditemukannya gagasan umum atau tema mayor pengarang. b. Tokoh dan Penokohan Tokoh dan Penokohan bukannya memiliki kesamaan arti, akan tetapi kedua istilah tersebut cenderung digunakan bersamaan untuk menghadirkan kelengkapan dalam sebuah analisis. Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams, 1981: 20 via Nurgiyantoro.) Akan tetapi

14 14 istilah tokoh seringkali dibedakan dengan istilah perwatakan, sehingga analisis akan sebuah tokoh hanya akan membawa penelitian pada sosok tokoh tersebut tanpa mengetahui apa yang dimaksudkan pengarang melalui hadirnya tokoh tersebut. Sehingga istilah penokohan pun lebih tepat untuk ditambahkan karena analisis mengenai penokohan suatu tokoh akan membawa penelitian tersebut pada hal-hal implisit karya sastra tersebut yang membangun sebuah gagasan utama yang ingin disampaikan oleh pengarang. c. Latar Seperti yang telah disampaikan diatas, dalam penelitian kali ini cerpen Majutsu karya Akutagawa Ryuunosuke ini akan berusaha dianalisis sesuai dengan budaya dan latar belakang sejarah yang terjadi pada saat cerpen ini dibuat untuk mengetahui apa sebenarnya gagasan utama yang ingin disampaikan oleh pengarang. Oleh karena itu, sebuah analisis strukturalisme pada bagian latar cerita tersebut sangat penting. Latar dibagi menjadi tiga jenis, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Dalam cerpen Majutsu ini latar tempat, waktu, maupun sosial yang digunakan oleh pengarang sangat menunjang makna apa yang ingin disampaikannya. Pertama, latar tempat menunjukkan sebuah ke-khas-an tersendiri yang ingin disampaikan oleh pengarang. Latar tempat menunjuk pada berbagai tempat berbeda yang masing-masing mencerminkan karakteristiknya sendiri. Terutama pada cerpen yang berlatar belakang sejarah, seperti pada cerpen Majutsu ini, latar tempat pada waktu tersebut sangat penting digunakan supaya pembaca mengetahui situasi yang terjadi pada waktu itu di tempat tersebut.

15 15 Kedua, latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan pada sebuah karya fiksi. Masalah waktu tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca tersebut akan memudahkan pembaca untuk bisa masuk ke dalam suasana cerita tersebut. (Nurgiyantoro, 2002: 230) Ketiga, latar sosial mencerminkan tata cara kehidupan sosial yang berusaha disampaikan oleh pengarang. Latar tersebut dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, atau bahkan status sosial sang tokoh. Ketiga unsur pokok latar di atas bukannya berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi saling melengkapi sehingga membantu pembaca untuk lebih bisa masuk ke dalam suasana cerita dan mengerti makna atau tema apa yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui cerita fiksi tersebut Analisis Tekstual Semiotik Roland Barthes Kemunculan Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce mengawali cara pandang baru terhadap bahasa dengan dimulainya suatu semiologi kontemporer. Bahasa sebagai ekspresi manusiawi diperkenalkan kepada taraf yang baru yang melebihi pemahaman klasik tentang bahasa sebagai kesatuan yang formal. Pemahaman baru tentang bahasa sebagai ekspresi manusiawi mulai dipahami dan sedikit demi sedikit dikaji dengan sudut pandang bahasa sebagai

16 16 sebuah kesatuan tanda-tanda yang memiliki berbagai macam makna dan mencerminkan banyak hal. Ilmu bahasa yang dikhususkan untuk mengkaji tanda-tanda dalam penggunaan bahasa disebut dengan semiologi, atau semiotika. Kata semiotika berasal dari bahasa Yunani semeion, yang berarti tanda. Istilah lain dari semiotika adalah semiologi. Kedua istilah tersebut tidak mengandung perbedaan konseptual. Perbedaannya terutama terletak pada wilayah pemakaiannya, yaitu semiotika yang pada mulanya digunakan oleh Charles Sanders Peirce yang lebih lazim dipakai di dunia Anglo-Sakson dan semiologi yang pada awalnya digunakan oleh Ferdinand de Saussure lebih lazim digunakan di Eropa Kontinental. Istilah yang dipandang menyatukan keduanya adalah semiotika (Baryadi 2007: 46) Ada dua jenis pandangan terhadap hakikat tanda. Pandangan pertama disebutnya sebagai pandangan formal yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure, seorang pelopor linguistik modern. Karena lebih menitikberatkan pada pandangan formalnya, tradisi ini biasa disebut dengan tradisi Strukturalisme. Sedangkan pandangan kedua merupakan tradisi yang dipelopori oleh Charles Sanders Peirce yang berupa tradisi pragmatis. Charles Sanders Peirce adalah seorang ahli filsafat dan logika. Beliau melihat bahwa penilaian sebuah tanda tidak bisa dilihat dari strukturalisme formalnya saja, tetapi juga penggunaannya. Pada akhirnya, Charles Sanders Peirce dalam linguistik lebih dikenal dengan teori fungsionalisme. Roland Barthes merupakan tokoh semiotika Perancis yang merupakan aliran Saussurean. Barthes lahir pada 12 November 1915, dan meninggal pada 25 Maret Barthes merupakan ahli teori Perancis yang berjaya pada tahun 1960-

17 17 an dan tahun 1970-an. Menurutnya, semiologi bukanlah suatu perkara (Cause), bukanlah suatu ilmu, suatu disiplin ilmu, suatu aliran, suatu pergerakan yang diidentikkan dengan diri pribadinya sendiri. Semiologi adalah sebuah petualangan (aventure), yaitu bahwa ilmu ini mendatanginya (Barthes, 1967: 74) Walaupun Barthes merupakan penganut aliran Saussurean, dia beberapa kali berusaha mendistingsikan analisis struktural dan analisis tekstual, seperti yang dilakukannya dalam menganalisis dongeng Edgar Poe (Barthes, 1967: 75). Barthes sama sekali tidak berkeinginan untuk menyatakan kedua analisis tersebut antagonis satu sama lain. Analisis struktural yang asli diterapkan terutama atas cerita oral (atas mitos), sementara analisis tekstual diaplikasikan secara eksklusif pada cerita tertulis. Analisis tekstual tidak berusaha mendiskripsikan struktur suatu karya sastra, tetapi lebih merupakan usaha untuk mencari tahu bagaimana naskah tersebut dapat menarik pembacanya kapan pun walaupun telah diciptakan dengan latar sejarah jauh sebelum sang pembaca tersebut membacanya (Barthes, 1985: 389). Barthes biasa menggunakan empat langkah penelitian dalam usahanya untuk melakukan analisis tekstual, yaitu: 1. Pemotongan teks menjadi beberapa segmen yang berkelanjutan (melekat berdekatan) dan yang umumnya sangat pendek. Segmen-segmen tersebut adalah sebuah unitas-unitas (kesatuan yang berdiri sendiri) yang biasa disebut dengan nama leksia-leksia. Pemecahan teks naratif ini menjadi leksia-leksia ini murni bersifat empiris, yang ditentukan oleh kebutuhan

18 18 kenyamanan sang peneliti. Leksia yang berguna adalah leksia yang di dalamnya hanya lewat satu atau dua atau tiga makna. 2. Pengamatan makna (sens). Dengan istilah makna (sensi), tentu saja bukan makna kata ataupun kelompok kata seperti yang terdapat pada kamus dan gramatika yang akan dibicarakan, tetapi yang dicari adalah pemahaman akan konotasi-konotasi leksia sebagai makna yang kedua. Makna-makna konotasi ini dapat berupa asosiasi (misalnya deskripsi tokoh), relasi (hubungan antar tokoh ataupun tempat). 3. Analisis yang bersifat progresif runtut atas kode-kode dan maknanya yang terdapat pada setiap leksianya. 4. Mencari apa yang menjadi dasar dari suatu teks, baik dari satu teks yang sama ataupun sesuatu yang dapat dimungkinkan membangun teks tersebut secara ekstrinsik Tinjauan Pustaka Sejauh yang penulis ketahui, telah banyak penelitian yang dilakukan dalam usahanya menganalisis karya-karya Akutagawa Ryuunosuke, baik dengan teori Strukturalisme Semiotik, Semiotik murni, Psikoanalisis, Internasionalisme, maupun Sosioanalisis, akan tetapi belum satu pun penelitian yang menggunakan teori analisis tekstual Roland Barthes. Karya-karya Akutagawa yang sudah pernah dianalisis sebelumnya, baik hanya satu kali maupun sudah berkali-kali dengan pijakan teori yang berbeda, adalah Hana, Yabu no Naka, Buutokai, Kesa to

19 19 Maritoo, Jigokuhen, Tabako to Akuma, Shiro, Rashomon, Imogayu, Kappa, Mikan, Kumo no Ito, Toshisun. Jadi, sejauh yang penulis ketahui, penelitian pada cerpen Majutsu karya Akutagawa Ryuunosuke dengan pengaplikasian teori analisis tekstual Roland Barthes sebagai pisau analisisnya belum pernah dibahas atau diteliti sebelumnya Metode Penelitian Metode penelitian adalah urutan-urutan bagaimana suatu kegiatan penelitian dilakukan oleh peneliti (Nazir via Sangidu, 1985:51). Berdasarkan landasan teori di atas, terdapat lima langkah dalam menganalisis cerpen Majutsu karya Akutagawa Ryuunosuke tersebut. 1. Menganalisis cerpen Majutsu karya Akutagawa Ryuunosuke dengan analisis struktural yang dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen berupa tema, tokoh dan penokohan, latar, dan juga hubungan antar unsur-unsur tersebut. 2. Membagi cerpen Majutsu karya Akutagawa Ryuunosuke tersebut menjadi susunan leksia-leksia. 3. Pengamatan kemungkinan adanya makna-makna khusus yang terdapat pada leksia tersebut. 4. Sebelum terlalu masuk ke dalam salah satu analisis makna, secara progresif menyelesaikan terlebih dahulu penyeleksian kemungkinan adanya makna-makna khusus hingga akhir cerita.

20 20 5. Mencari relasi dari bagian-bagian leksia yang bermakna tersebut, baik dengan sesuatu yang juga telah ditunjukkan pada bacaan tersebut, ataupun sesuatu yang dapat mempengaruhi proses kreatif pengarang secara ektrinsik terhadap karya sastra tersebut Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini akan dibagi menjadi empat bab. Bab I adalah pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II berisi cerpen dan analisis struktural cerpen berupa analisis tema, tokoh dan penokohan, serta latar, dan juga hubungan antar unsur-unsurnya. Bab III berisi analisis tekstual Roland Barthes dengan pembagian leksia-leksianya dan analisis terhadap segala kemungkinan makna yang terdapat di dalamnya. Bab terakhir yaitu bab IV berisi kesimpulan dari hasil penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. tetap terjaga dari dulu hingga sekarang. Keberhasilan Jepang saat ini tentu saja tidak

BAB I PENDAHULUAN. tetap terjaga dari dulu hingga sekarang. Keberhasilan Jepang saat ini tentu saja tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Jepang dipandang di mata dunia sebagai negara yang sangat maju dalam berbagai bidang seperti tekhnologi, transportasi, pendidikan, serta kebudayaan yang

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Novel (Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat: cerpen; Inggris: short story)

Bab 1. Pendahuluan. Novel (Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat: cerpen; Inggris: short story) Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian Novel (Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat: cerpen; Inggris: short story) merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Dalam dunia kesusastraan, banyak sastrawan yang menghasilkan karya-karya yang

Bab 1. Pendahuluan. Dalam dunia kesusastraan, banyak sastrawan yang menghasilkan karya-karya yang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam dunia kesusastraan, banyak sastrawan yang menghasilkan karya-karya yang terkenal dan masih diteliti sampai saat ini, salah satunya adalah sastrawan yang berasal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antara individu dengan sesamanya. Berawal dari bahasa tersebut manusia dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. antara individu dengan sesamanya. Berawal dari bahasa tersebut manusia dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi, menyampaikan pendapat, mengapresiasikan pikiran sehingga tercipta pengertian antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diadaptasi dari dunia nyata berupa pengalaman yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diadaptasi dari dunia nyata berupa pengalaman yang kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sastra diadaptasi dari dunia nyata berupa pengalaman yang kemudian digambarkan melalui tulisan oleh pengarang. Saxby dalam Nurgiyantoro (2005: 4) mengatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. modern di Jepang adalah Akutagawa Ryuunosuke. Ryuunosuke sebagai pelopor

BAB 1 PENDAHULUAN. modern di Jepang adalah Akutagawa Ryuunosuke. Ryuunosuke sebagai pelopor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu pengarang yang mempunyai kedudukan penting dalam kesusastraan modern di Jepang adalah Akutagawa Ryuunosuke. Ryuunosuke sebagai pelopor Kesusastraan Estetisme,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari adanya Restorasi Meiji. Pada masa Meiji ini banyak dihasilkan karya

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari adanya Restorasi Meiji. Pada masa Meiji ini banyak dihasilkan karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini menggunakan salah satu karya sastra yang berasal dari kesusastraan Jepang modern sebagai objeknya. Kesusastraan Jepang modern dimulai dari adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang adalah salah satu negara maju yang cukup berpengaruh di dunia saat ini. Jepang banyak menghasilkan teknologi canggih yang sekarang digunakan juga oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur (litera=huruf atau karya tulis). Dalam bahasa Indonesia karya sastra berasal dari bahasa sansakerta,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP CERPEN, SOSIOLOGI SASTRA, DAN DASAR-DASAR ETIKA DI JEPANG

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP CERPEN, SOSIOLOGI SASTRA, DAN DASAR-DASAR ETIKA DI JEPANG BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP CERPEN, SOSIOLOGI SASTRA, DAN DASAR-DASAR ETIKA DI JEPANG 2.1. Definisi Cerpen Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cerpen adalah kisahan pendek yang memberikan kesan tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi, seni dan penciptaan. Bahasa yang digunakan dalam sastra mengemban fungsi utama sebagai fungsi

Lebih terperinci

Bab 1. dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam. Novel berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman novelle)

Bab 1. dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam. Novel berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman novelle) Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu karya sastra yang didalamnya terdapat unsurunsur pembangun seperti, plot, tema, penokohan, dan latar belakang. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata sastra diambil dari bahasa latin dan juga sansekerta yang secara harafiah keduanya diartikan sebagai tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penerjemahan merupakan suatu proses komunikasi antar dua bahasa. Maksudnya adalah menyampaikan kembali maksud atau isi pesan dalam teks sumber sehingga dapat dimengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya sastra dianalisis. Dalam analisis itu karya sastra diuraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penokohan, plot/alur, latar/setting, sudut pandang dan tema. Semua unsur tersebut

BAB I PENDAHULUAN. penokohan, plot/alur, latar/setting, sudut pandang dan tema. Semua unsur tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Novel adalah salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang keduanya saling berhubungan karena berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra selalu muncul dari zaman ke zaman di kalangan masyarakat. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu wadah untuk menyampaikan model kehidupan yang diidealkan

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu wadah untuk menyampaikan model kehidupan yang diidealkan Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu wadah untuk menyampaikan model kehidupan yang diidealkan dan ditampilkan dalam cerita lewat para tokoh, juga dapat dijadikan tempat untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Untoro (2010: 217), cerpen adalah karangan pendek. novel, cerpen tidak dapat menjelaskan secara rinci unsur-unsur pembangun

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Untoro (2010: 217), cerpen adalah karangan pendek. novel, cerpen tidak dapat menjelaskan secara rinci unsur-unsur pembangun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Cerpen atau cerita pendek termasuk salah satu karya sastra fiksi yang berbentuk prosa naratif. Menurut Untoro (2010: 217), cerpen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang tokoh utama dalam novel tentu sudah banyak diteliti. Berikut ini peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan sosial budaya. Artinya, pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian dengan elegannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah karya kreatif dan imajinatif dengan fenomena hidup dan kehidupan manusia sebagai bahan bakunya. Sebagai karya yang kreatif dan imajinatif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah hasil karya kreatif yang objeknya adalah manusia dan segala alur

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah hasil karya kreatif yang objeknya adalah manusia dan segala alur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah hasil karya kreatif yang objeknya adalah manusia dan segala alur kehidupannya mulai dari dalam kandungan hingga mati. Sebagai subjek penelitian, karya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan ide-ide, penggambaran hal-hal, atau benda-benda

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan ide-ide, penggambaran hal-hal, atau benda-benda BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan ide-ide, penggambaran hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Marlo, 1985:46).

Lebih terperinci

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. Kesusastraan Jepang merupakan salah satu keunikan dari kesusastraan tradisional

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. Kesusastraan Jepang merupakan salah satu keunikan dari kesusastraan tradisional BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Kesusastraan Jepang merupakan salah satu keunikan dari kesusastraan tradisional Asia. Kehidupan dalam karya sastra dapat diperindah, diejek, atau digambarkan bertolak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. sudah banyak yang meneliti, diantaranya : unsur-unsur intrinsik dalam novel 鸿 三代中国女人的故事

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. sudah banyak yang meneliti, diantaranya : unsur-unsur intrinsik dalam novel 鸿 三代中国女人的故事 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang tokoh utama dalam novel tentu sudah banyak diteliti. Berikut ini peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Jepang dikenal dengan kepercayaan Shintonya. Walaupun ada

BAB I PENDAHULUAN. Negara Jepang dikenal dengan kepercayaan Shintonya. Walaupun ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang dikenal dengan kepercayaan Shintonya. Walaupun ada beberapa aliran kepercayaan dan agama yang berkembang di sana, masyarakat Jepang modern justru cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Warna lokal adalah kelokalitasan yang menggambarkan ciri khas dari suatu

I. PENDAHULUAN. Warna lokal adalah kelokalitasan yang menggambarkan ciri khas dari suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Warna lokal adalah kelokalitasan yang menggambarkan ciri khas dari suatu daerah dalam karya sastra. Warna lokal yang dibangun dengan istilah atau ungkapan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tersebut adalah prosa. Prosa sendiri identik dengan sebuah karya

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tersebut adalah prosa. Prosa sendiri identik dengan sebuah karya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Karya sastra dari awal kemunculannya hingga sampai saat ini mempunyai banyak keragaman jenis dan telah digolongkan dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tokoh dan penokohan merupakan dua unsur yang tidak dapat terpisahkan dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010) menyatakan bahwa tokoh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KRITIK SOSIAL DALAM UMA NO ASHI KARYA AKUTAGAWA RYUNOSUKE SKRIPSI. Astrid Fauzia

UNIVERSITAS INDONESIA KRITIK SOSIAL DALAM UMA NO ASHI KARYA AKUTAGAWA RYUNOSUKE SKRIPSI. Astrid Fauzia UNIVERSITAS INDONESIA KRITIK SOSIAL DALAM UMA NO ASHI KARYA AKUTAGAWA RYUNOSUKE SKRIPSI Astrid Fauzia 0705080098 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK Juli 2010 UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesusastraan ditulis karena motivasi manusia mengekspresikan dirinya sendiri dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah suatu hal yang yang tidak bisa lepas dari diri seorang manusia, dalam pribadi setiap manusia pasti memiliki rasa cinta atau rasa ingin tahu terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. definisi serta perbedaan karya sastra sebagai karya seni dan karya sastra sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. definisi serta perbedaan karya sastra sebagai karya seni dan karya sastra sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah karya sastra mempunyai beberapa definisi, yaitu karya sastra sebagai karya seni dan karya sastra sebagai ilmu pengetahuan. Badrun mengungkapkan definisi serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi yang memiliki unsur estetis dan dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Karya sastra sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan yang terjadi di masyarakat ataupun kehidupan seseorang. Karya sastra merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Istilah sastra secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini berjudul Analisis Tokoh Utama pada Film Curse of the Golden

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini berjudul Analisis Tokoh Utama pada Film Curse of the Golden BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini berjudul Analisis Tokoh Utama pada Film Curse of the Golden Flower Berdasarkan Pendekatan Struktural. Film yang akan penulis analisis diadaptasi dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah bentuk tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sastra Jepang dibagi menjadi 5 periode, sastra kuno (zaman Nara), sastra klasik

Bab 1. Pendahuluan. Sastra Jepang dibagi menjadi 5 periode, sastra kuno (zaman Nara), sastra klasik Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sastra Jepang dibagi menjadi 5 periode, sastra kuno (zaman Nara), sastra klasik (zaman Heian), sastra pertengahan (zaman Kamakura, zaman Namboku-cho dan zaman Muromachi),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Psikologi berasal dari kata Yunani, psycheyang berarti jiwa dan logosyang berarti ilmu atau ilmu pengetahuan (Jaenudin, 2012:1). Psikologi terus berkembang seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai berbagai suku bangsa dan warisan budaya yang sungguh kaya, hingga tahun 2014 terdapat 4.156 warisan budaya tak benda yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan akan menentukan kelangsungan hidup manusia. Seorang manusia tidak cukup dengan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam ilmu multimedia, animasi merupakan hasil dari kumpulan gambar yang diolah sedemikian rupa melalui sebuah aplikasi multimedia sehingga menghasilkan gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan ` I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil ciptaan manusia melalui kesadaran yang tinggi serta dialog antara diri pengarang dengan lingkungannya. Sebuah karya sastra di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai. Sebuah karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai. Sebuah karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada kepentingan pembaca sebagai penikmat karya. Selain itu, pembaca juga yang

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati dan dipahami serta dimanfaatkan oleh masyarakat pembaca. Karya sastra memberikan kesenangan dan pemahaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. 1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sebagaimana yang dikutip Sudjiman dalam Memahami Cerita Rekaan (1991: 12) menurut Horatius karya sastra memang bersifat dulce et utile (menyenangkan dan bermanfaat).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu bentuk seni yang diciptakan melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi (Luxemburg, 1984: 1). Sastra, tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 Tinjauan aspek sosiokultural puisi-puisi pada harian Solopos dan relevansinya sebagai materi ajar alternatif bahasa Indonesia di SMA (harian Solopos edisi oktober-desember 2008) Oleh: Erwan Kustriyono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif yang dibuat berdasarkan imajinasi dunia lain dan dunia nyata sangat berbeda tetapi saling terkait

Lebih terperinci