TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan (Fraud) Menurut Sawyer et al. (2006: 339) kecurangan merupakan sebuah representasi yang salah atau penyembunyian

dokumen-dokumen yang mirip
Fenomena korupsi di Timor Leste dibuktikan dengan adanya penyalahgunaan kekuasaan, pemalsuan dokumen tender dengan memberi proyek jutaan dollar

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pelaporan keuangan. berikut ini beberapa penelitian yaang berkaitan dengan

METODA PENELITIAN Populasi dan Sampel Jenis Data Metoda Pengumpulan Data

saji yang material akibat dari kecurangan adalah sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, auditor juga diwajibkan untuk mendeteksi adanya fraud dalam suatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Teori keagenan dalam perusahaan mengidentifikasi adanya pihak-pihak dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan Instansi Pemerintah, pimpinan Instansi Pemerintah wajib menerapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi sebagai mana yang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Black s Law Dictionary dalam Zulkarnain (2013) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi dengan produk utamanya laporan keuangan telah lama dirasakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan sumber daya ekonomi perusahaan ke dalam sebuah media

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kecurangan akuntansi yang berkembang secara luas menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kinerja perusahaan selama satu periode akuntansi. Lewat laporan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbagai literatur mendefinisikan tentang fraud. Defenisi fraud secara

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan, penghilangan dokumen dan mark-up yang merugikan keuangan atau

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perekonomian yang begitu pesatnya antara lain ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang sistem pengendalian internal pemerintahan (SPIP) mendapat

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan media yang digunakan oleh suatu

BAB 2 LANDASAN TEORITIS Pengertian Sistem Pengendalian internal. Committee of sponsoring organization (COSO) pada tahun 1992

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam membuat

BAB I PENDAHULUAN. Kecurangan pada pemerintahan, baik pusat dan daerah sudah kerap kali

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan bentuk alat komunikasi kepada pihak luar

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan alat bagi pihak manajemen untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ekonomi pada saat ini, persaingan antara para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan suatu penyajian terstruktur mengenaiposisi

BAB I PENDAHULUAN. Kecurangan akuntansi dalam dunia usaha adalah suatu permasalahan yang tidak

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kausalitas (sebab-akibat), yaitu jenis penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengauditan disebut dengan fraud akhir akhir ini menjadi berita utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. adalah memanipulasi pencatatan, penghilangan dokumen, dan mark-up yang

P e d o m a n. Anti Kecurangan (Fraud )

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya fraud atau kecurangan. Fraud atau kecurangan tersebut, selain memberi

BAB I PENDAHULUAN. hukum, melaksanakan good governance, tetapi jika moral tidak berubah dan sikap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN. luar maupun di dalam organisasi. Fraud biasanya menyangkut penyajian yang secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terjadi antara pemilik dan pemegang saham (principal) dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori Triangle Fraud dan Kecurangan Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dasar dalam mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan modern. Akuntansi dan auditing memainkan peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi sesuai dengan yang. dinyatakan dalam Standar Akuntansi Keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mereka rintis. Namun, semua organisasi, apapun jenis, bentuk, skala

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG. Kecurangan belakangan ini menjadi sorotan publik dan menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. efisiensi operasional, dan dipatuhinya kebijakan-kebijakan yang digariskan oleh manajemen

BAB I PENDAHULUAN. mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas perbankan atau

BAB I PENDAHULUAN. harus memiliki akar dan memiliki nilai-nilai luhur yang menjadi dasar bagi etika

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya era informasi menuntut pemerintah Indonesia agar mempersiapkan diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Standar Audit SA 250. Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

`EFEKTIVITAS SISTEM PENGENDALIAN INTERN PADA PENGUJIAN PENGENDALIAN: KAJIAN KONSEPTUAL AUDIT LAPORAN KEUANGAN Oleh: Amalia Ilmiani

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi adalah seluruh kumpulan elemen yang dapat kita gunakan untuk

1 BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wilopo (2006) kasus fraud (kecurangan) di Indonesia terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. persoalan-persoalan kecurangan (fraud) mengingat bahwa manajemen senior

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Audit Internal Audit internal muncul pertama kali dalam dunia usaha sesudah adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dalam era globalisasi saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan dunia bisnis, berbagai persaingan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dewasa ini merupakan hasil dari proses

BAB I PENDAHULUAN. tentang aktivitas perusahaan selama periode waktu tertentu. Pemakai internal

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, dalam kehidupan kita sehari hari tindak kejahatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MAKALAH PENGENDALIAN INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. terpuji dan menimbulkan banyak kerugian bagi pihak pihak yang menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. segala jenis kejahatan yang semakin merajalela. Tidak hanya kejahatan yang

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian Ariani et al tentang Analisis Pengaruh Moralitas Individu,

BAB I PENDAHULUAN. sekadar kumpulan angka-angka, namun menjadi alat yang sangat berguna

DETERMINAN TERJADINYA FRAUD DI INSTITUSI PEMERINTAHAN

Fraud Risk Management

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kecurangan akuntansi saat ini telah menarik banyak

BAB II LANDASAN TEORI. Auditing adalah salah satu jasa yang di berikan oleh akuntan publik yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah yang dihadapi para pelaku usaha semakin kompleks.

Total % 2.9% 3.5%

PERTEMUAN 3: FRAUD DAN ERROR

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang tahun Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis bahwa

1. Ancaman yang dihadapi perusahaan adalah kehancuran karena bencana alam dan politik, seperti : Kebakaran atau panas yang berlebihan Banjir, gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah auditing dikenal berasal dari bahasa latin yaitu : audire, yang

BAB I PENDAHULUAN. (risk-oriented effort). Salah saji bisa disebutkan dalam asersi manajemen

1/28/2012. Menurut Warren Reeve & Fees (1999) Pengendalian

KEDUA PERTAMA. Memahami pengertian risiko fraud. Memahami bagaimana mengidentifikasi dan upaya menyikapi risiko fraud

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak publik.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahwa Teori keagenan dalah suatu kontrak antara satu orang atau lebih yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejalan dengan era globalisasi dan berkembangnya dunia usaha maka

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan dalam mengoperasikan bisnisnya. Dari sisi negatif,

BAB I PENDAHULUAN. terasa lama,koran-koran dipenuhi dengan perincian baru tentang skandal akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak akan terselesaikan dengan baik. Menurut Ricky W.

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan (Fraud) Menurut Sawyer et al. (2006: 339) kecurangan merupakan sebuah representasi yang salah atau penyembunyian fakta-fakta yang material untuk mempengaruhi seseorang agar mau mengambil bagian dalam suatu hal yang berharga. Institute of Internal Auditors (IIA), menyebutkan kecurangan adalah meliputi serangkaian tindakan-tindakan tidak wajar dan illegal yang sengaja dilakukan untuk menipu. Tindakan tersebut dapat dilakukan untuk keuntungan ataupun kerugian organisasi dan oleh orang-orang diluar maupun di dalam organisasi. Menurut Arens et al. (2008: 430) sebagai konsep legal yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan yang disengaja, yang dimaksud untuk mengambil harta atau hak orang atau pihak lain. Dalam konteks audit atas laporan keuangan, kecurangan didefinisikan sebagai salah saji laporan keuangan yang disengaja. Dua kategori yang utama adalah pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva. Dari beberapa pengertian kecurangan (fraud) di atas, maka dapat diketahui bahwa pengertian fraud sangat luas dan dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Menurut BPK (2008) dalam Kurniawati (2012) secara umum, unsurunsur dari kecurangan adalah: (1) harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation); (2) dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present); (3) fakta bersifat material (material fact); (4) dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly); (5) dengan maksud 1

(intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi; (6) pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation); (7) yang merugikannya (detriment). Klasifikasi Fraud The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), membagi kecurangan (Fraud) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan yang dikenal dengan fraud tree dalam Tuanakotta (2010: 195) antara lain Corruption, Asset Missapropriation, and Fraudulent Statements. Korupsi (Corruption), jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (symbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities) dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion). Penyimpangan atas aset (Asset Misappropriation), meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value). 2

Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement), meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing. Fraud Triangle Theory Penelitian ini menggunakan fraud triangle theory sebagai dasar teori utamanya. Berdasarkan teori ini ada tiga faktor yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan. Ketiga faktor tersebut pressure, opportunity and rationalization yang digambarkan dalam segitiga kecurangan (fraud triangle). Konsep segitiga kecurangan pertama kali diperkenalkan oleh Cressey (1953) dalam Tuanakotta (2010: 207). Melalui serangkaian wawancara dengan 113 orang melakukan penggelapan uang perusahaan yang disebutnya trust violators atau pelanggar kepercayaan, Cressey menyimpulkan bahwa: Orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika ia melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara diam-diam dapat diatasinya dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai pemegang kepercayaan di bidang keuangan, dan tindak-tanduk sehari-hari memungkinkan menyesuaikan pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang yang bisa dipercaya dalam menggunakan dana atau kekayaan yang dipercayakan. Cressey (1953) dalam Tuanakotta (2010: 207) menyimpulkan bahwa kecurangan secara umum mempunyai tiga sifat umum. Fraud triangle terdiri dari tiga kondisi yang 3

umumnya hadir pada saat fraud terjadi yaitu pressure, opportunity, dan rationalization. Pressure Opportunity Rationalization Sumber : Fraud Triangle Theory oleh Cressey (1953) Dalam Tuanakotta (2010: 207) Gambar: 1 Fraud Triangle Pressure (tekanan) yaitu insentif yang mendorong orang melakukan kecurangan karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja (Kurniawati 2012). Montgomery et al. (2002) dalam Kurniawati (2012) mengatakan tekanan ini sesungguhnya mempunyai dua bentuk yaitu nyata (direct) dan bentuk persepsi (indirect). Bentuk direct merupakan tekanan yang nyata disebabkan oleh kondisi-kondisi kehidupan yang nyata yang dihadapi oleh pelaku yang mendorong untuk melakukan kecurangan. Kondisi tersebut dapat berupa kebiasaan sering berjudi, kecanduan obat terlarang, atau menghadapi persoalan keuangan. Tekanan dalam bentuk persepsi merupakan opini yang dibangun oleh pelaku yang mendorong untuk melakukan kecurangan seperti misalnya executive need. Dalam SAS No. 4

99, terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan. Kondisi tersebut adalah financial stability, external pressure, personal financial need dan financial targets. Penelitian ini pressure diproksikan dengan keadilan distributif dan keadilan prosedural. Opportunity (kesempatan) yaitu peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa menjalankan aksinya yang disebabkan oleh pengendalian internal yang lemah, ketidakdisiplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada mekanisme audit dan sikap apatis (Kurniawati 2012). Hal yang paling menonjol di sini adalah dalam hal pengendalian internal. Pengendalian internal yang tidak baik akan memberi peluang orang untuk melakukan kecurangan, SAS no. 99 menyebutkan bahwa peluang pada financial statements fraud dapat terjadi pada tiga kategori. Kondisi tersebut adalah nature of industry, ineffective monitoring, and organizational structure. Rationalization (rasionalisasi) merupakan sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang memperbolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud (Norbarani 2012). Rasionalisasi adalah komponen penting dalam banyak kecurangan. Rasionalisasi menyebabkan pelaku kecurangan mencari pembenaran atas perbuatannya. Rasionalisasi merupakan bagian dari fraud triangle yang paling sulit diukur (Skousen 5

et al 2009 dalam Norbarani 2012). Dalam penelitian ini rationalization diproksikan dengan budaya etis organisasi. Fraud pada Sektor Pemerintahan Menurut Pristiyanti (2012) semua jenis fraud dapat terjadi pada sektor pemerintahan, akan tetapi yang paling sering terjadi adalah korupsi. Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Secara harfiah korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi ataupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Keadilan Distributif Menurut Robbins dan Judge (2013: 145) keadilan distributif (distributive justice) memusatkan perhatian pada kewajaran hasil, gaji dan pengakuan, yang diterima oleh para pekerja. Hasil dapat dialokasikan dalam mendistribusikan kenaikan yang sama di antara para pekerja, atau dapat menetapkan dasar pada mereka yang mana sangat memerlukan uang. Namun, para pekerja cenderung untuk menganggap hasil mereka paling adil ketika mereka didistribusikan secara adil. Keadilan distributif merupakan keadilan yang berasal dari hasilhasil (outcomes) yang diterima seseorang. Keadilan distributif bila adil menurut karyawan jika hasil yang mereka terima sama dibandingkan dengan hasil yang diterima orang lain. 6

Keadilan ini menunjuk pada keadilan yang diterima karyawan dalam hal hasil (Hwei dan Santosa 2012). Pandangan lain mengenai keadilan distribusi mengacu pada kewajaran terhadap aktual outcome seperti beban kerja, penghasilan dan lain-lain yang diterima oleh seorang pekerja (Gilliland 1993 dalam Yusnaini 2007). Para karyawan mempertimbangkan keputusan keadilan distributif ketika menerima penghargaan financial (misalnya gaji atau bonus yang diterima dari rencana pembagian keuntungan) dalam pertukaran pekerjaan yang mereka lakukan, yang pada gilirannya mempengaruhi sikap mereka terhadap organisasi (Hwei dan Santosa 2012). Jika di dalam suatu lingkungan pemerintahan terdapat keadilan distributif yang bisa teraplikasikan secara baik maka akan bisa mengurangi kecurangan pegawai dalam pemerintahan. Keadilan Prosedural Keadilan prosedural merupakan pertimbangan yang dibuat oleh karyawan mengenai proses dan prosedur organisasi yang digunakan untuk membuat keputusan alokasi dan sumber daya ( Mustikasari 2013). Keadilan prosedural menunjuk pada keadilan yang diterima dari prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan-keputusan (Margaretha dan Santosa 2012). Lebih lanjut dijelaskan bahwa keadilan prosedural menunjuk pada tingkat formal proses pengambilan keputusan yang dihubungkan dengan hasil, termasuk di dalamnya ketetapan dari beberapa sistem keluhan karyawan atau permohonan yang 7

berkenaan dengan konsekuensi-konsekuensi pada tahap awal pengambilan keputusan. Para pekerja memandang bahwa prosedur akan lebih adil ketika para pengambil keputusan mengikuti beberapa aturan, Robbins dan Judge (2013: 146) hal ini meliputi: (1) mengambil keputusan secara konsisten: prosedur yang adil harus konsisten baik dari orang satu kepada orang lain maupun dari waktu ke waktu. Setiap orang memiliki hak dan diperlakukan sama dalam satu prosedur yang sama; (2) menghindari bias: dalam upaya meminimalisasi bias ini, baik kepentingan individu maupun pemihakan harus dihindarkan; (3) dengan menggunakan informasi yang akurat: informasi yang dibutuhkan untuk menentukan agar penilaian keadilan akurat harus mendasarkan pada fakta. Kalau opini sebagai dasar, hal itu harus disampaikan oleh orang yang benar-benar mengetahui permasalahan, dan informasi yang disampaikan lengkap; (4) mempertimbangkan kelompok atau orang yang akan terpengaruh oleh keputusan mereka; (5) bertindak dengan etis: prosedur yang adil harus berdasarkan pada standar etika dan moral; (6) tetap terbuka bagi keberatan atau perbaikan: upaya untuk memperbaiki kesalahan merupakan salah satu tujuan penting perlu ditegakkannya keadilan. Oleh karena itu, prosedur yang adil juga mengandung aturan yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan yang ada ataupun kesalahan yang mungkin akan muncul. 8

Keefektifan Pengendalian Internal Menurut Arens et al. (2008: 370) sistem pengendalian intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahan telah mencapai tujuan dan sasarannya. Kebijakan dan prosedur ini sering kali disebut pengendalian, dan secara kolektif membentuk pengendalian internal entitas tersebut. Menurut (COSO) pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lainnya untuk memberikan keyakinan memadai guna mencapai keandalan pelaporan keuangan, menjaga kekayaan dan catatan organisasi, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan dan efektivitas dan efisiensi operasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah suatu proses yang berkaitan dengan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi dalam proses operasional organisasi atau perusahaan agar tujuan dari organisasi atau perusahaan dapat tercapai. Menurut Arens et al. (2008: 376) agar tujuan pengendalian dapat terpenuhi, maka di dalamnya harus terdapat beberapa unsur yang merupakan bagian dari struktur pengendalian intern yang baik. Unsusr-unsur dari sistem pengendalian intern adalah sebagai berikut: (1) lingkungan pengendalian terdiri dari tindakan, kebijakan dan prosedur yang mencerminkan sikap menyeluruh manajemen puncak, direktur pelaksana dan komisaris serta pemilik suatu satuan usaha terhadap pentingnya pengendalian oleh satuan usaha tersebut; (2) prosedur pengendalian adalah kebijakan dan 9

prosedur yang diterapkan oleh manajemen di dalam lingkungan pengendalian untuk memberikan cukup kepastian bahwa sasaran perusahaan dapat tercapai; (3) aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan; (4) informasi dan komunikasi yaitu sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan; (5) pemantauan adalah proses penentuan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Budaya Etis Organisasi Menurut Robbins dan Judge (2013: 355) budaya organisasi adalah suatu sistem berbagi arti yang dilakukan oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi lainnya. Perilaku etis harus menjadi budaya dalam organisasi yang berarti harus merupakan perilaku sehari-hari semua anggota organisasi baik dalam sikap, tingkah laku anggota maupun dalam keputusan manajemen/organisasi. Menurut Pristiyanti (2012) budaya etis organisasi adalah persepsi karyawan mengenai suatu pola tingkah laku, kepercayaan yang telah menjadi suatu panutan bagi semua anggota organisasi. Tingkah laku disini merupakan seluruh tingkah laku yang dapat diterima oleh moral dan dapat diterima secara hukum. Berdasarkan definisi mengenai budaya organisasi, dapat diambil kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah suatu pola yang dianut bersama dalam suatu organisasi/instansi yang tidak tertulis agar dapat dipatuhi oleh semua orang atau individu yang terlibat dalam organisasi tersebut. 10

Robert dan Kinichi (2000) dalam Najahningrum (2013) menyarankan tindakan-tindakan berikut ini untuk mengembangkan iklim etika dalam organisasi: (1) bertingkah laku etis, manajer hendaknya berlaku etis, karena manajer merupakan model peran yang jelas; (2) penyaringan karyawan yang potensial, untuk mengembangkan perilaku etis harus dilakukan sejak awal yaitu sejak seleksi karyawan dilakukan. Penyaringan yang lebih teliti di bidang ini dapat menyaring mereka untuk tidak berbuat kesalahan di kemudian hari. Mengembangkan kode etik yang lebih berarti. Kode etik dapat menghasilkan dampak yang positif bila mereka memenuhi empat kriteria: (a) kode etik harus mencakup atau berlaku kepada setiap karyawan; (b) kode etik sungguh-sungguh didukung oleh top manajemen; (c) kode etik harus mengacu kepada praktik spesifik; (d) mereka (karyawan) hendaknya didorong dengan penghargaan atas prestasinya dan hukuman yang berat bagi ketidakpatuhan; (3) menyediakan pelatihan etika, para karyawan dapat dilatih untuk mengidentifikasikan dan berhadapan dengan isu etis selama masa orientasi dan melalui sesi seminar dan pelatihan menggunakan video; (4) meningkatkan perilaku etis, perilaku etis harus didukung, dibiasakan, diulangi kembali, sedangkan perilaku yang tidak etis harus diberikan hukuman sementara perilaku etis hendaknya dihargai; (5) membentuk posisi, unit, dan mekanisme struktural lain yang menggunakan etika. 11

PENGEMBANGAN HIPOTESIS Hubungan Keadilan Distributif dengan Kecenderungan Kecurangan Menurut Robbins dan Judge (2013: 145) keadilan distributif (distributive justice) memusatkan perhatian pada kewajaran hasil, gaji dan pengakuan, yang diterima oleh para pekerja. Pandangan lain mengenai keadilan distribusi mengacu pada kewajaran terhadap aktual outcome seperti beban kerja, penghasilan dan lain-lain yang diterima oleh seorang pekerja (Gilliland 1993 dalam Yusnaini 2007). Para karyawan mempertimbangkan keputusan keadilan distributif ketika menerima penghargaan financial (misalnya gaji atau bonus yang diterima dari rencana pembagian keuntungan) dalam pertukaran pekerjaan yang mereka lakukan, yang pada gilirannya mempengaruhi sikap mereka terhadap organisasi (Hwei dan Santosa 2012). Penelitian Hwei dan Santosa (2012) menyimpulkan bahwa keadilan distributif merupakan penentu signifikan dalam komitmen organisasi. Penelitian Najahningrum (2013) dengan hasil penelitian bahwa keadilan distributif berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Semakin tinggi keadilan distributif yang dirasakan oleh pegawai maka akan meminimalisir kecenderungan kecurangan (fraud). Tekanan seseorang berkaitan dengan ketidakadilan pada keadilan distributif yang dirasakan akan mendorong orang untuk melakukan tindakan-tindakan kecurangan. Berdasarkan 12

argumentasi dan hasil penelitian terdahulu maka hipotesis penelitian ini adalah: H1: Keadilan distributif berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan Hubungan keadilan prosedural dengan kecenderungan kecurangan Keadilan prosedural merupakan pertimbangan yang dibuat oleh karyawan mengenai proses dan prosedur organisasi yang digunakan untuk membuat keputusan alokasi dan sumber daya (Mustikasari 2013). Keadilan prosedural menunjuk pada keadilan yang diterima dari prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan-keputusan (Margaretha dan Santosa 2012). Lebih lanjut dijelaskan bahwa keadilan prosedural menunjuk pada tingkat formal proses pengambilan keputusan yang dihubungkan dengan hasil. Di dalam suatu pemerintahan adanya ketidakadilan pada keadilan prosedur yang dirasakan dalam organisasi dapat menjadi pemicu seseorang untuk cenderung melakukan kecurangan. Penelitian Hwei dan Santosa (2012) menyimpulkan bahwa keadilan prosedural merupakan penentu signifikan dalam komitmen organisasi. Komitmen organisasi yang tinggi dapat menurunkan kecenderungan kecurangan. Keadilan prosedural berkaitan dengan pembuatan dan implementasi keputusan yang mengacu pada proses yang adil. Penelitian Najahningrum (2013) dengan hasil penelitian bahwa keadilan prosedural berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan, artinya semakin 13

adil keadilan prosedural dalam suatu instansi, maka akan semakin rendah kecenderungan kecurangan (fraud) yang mungkin terjadi. Ketidakadilan yang dirasakan oleh karyawan tentang proses dan prosedur organisasi untuk membuat keputusan alokasi dan sumber daya, maka akan menjadi tekanan bagi karyawan yang pada akhirnya melakukan kecurangan (fraud). Berdasarkan argumentasi dan hasil penelitian terdahulu maka hipotesis kedua penelitian ini dinyatakan sebagai berikut: H2: Keadilan prosedural berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan Hubungan keefektifan pengendalian internal dengan kecenderungan kecurangan Tujuan dari pengendalian internal adalah agar kegiatan operasional perusahaan berjalan secara efektif dan efisien sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Menurut Kusumastuti (2012) sistem pengendalian internal diharapkan mampu mengurangi adanya tindakan menyimpang yang dilakukan oleh manajemen. Manajemen cenderung melakukan tindakan menyimpang untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Salah satu tindakan menyimpang tersebut yaitu kecenderungan melakukan kecurangan. Salah satu contoh pengendalian internal adalah adanya beberapa prosedur yang harus dilalui ketika akan melakukan transaksi seperti otorisasi dari pihak yang berwenang. Jika pengendalian tidak berjalan dengan baik, prosedur tidak dilakukan sebagaimana mestinya, maka akan membuka 14

kesempatan bagi pegawai yang terlibat dalam kegiatan operasional organisasi untuk melakukan kecurangan. Hasil penelitian Pristiyanti (2012) dan Najahningrum (2013) menemukan terdapat pengaruh negatif antara keefektifan pengendalian internal dengan kecenderungan kecurangan di sektor pemerintahan. Penelitian Wilopo (2006) menunjukkan bahwa keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Jadi, dengan sistem pengendalian internal yang baik, akan meminimalisir kecurangan yang dilakukan oleh pegawai. Namun lemahnya pengendalian internal akan membuka peluang terjadinya kecurangan. Berdasarkan argumentasi dan penelitian terdahulu maka hipotesis penelitian adalah: H3: Keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan Hubungan budaya etis organisasi dengan kecenderungan kecurangan Menurut Robbins dan Judge (2013: 355) budaya organisasi adalah suatu sistem berbagi arti yang dilakukan oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi lainnya. Perilaku etis harus menjadi budaya dalam organisasi yang berarti harus merupakan perilaku sehari-hari semua anggota organisasi baik dalam sikap, tingkah laku anggota maupun dalam keputusan manajemen/organisasi. Menurut Najahningrum (2013) budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, 15

membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Penelitian Sulistyowati (2007) menyimpulkan bahwa kultur organisasi berpengaruh terhadap persepsi aparatur pemerintah daerah tentang tindak korupsi. Penelitian Pristiyanti (2012) menunjukkan bahwa budaya etis organisasi berpengaruh negatif terhadap kecurangan di sektor pemerintahan. Penelitian Pramudita (2013) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif antara budaya etis organisasi terhadap fraud. Dengan demikian, semakin baik iklim budaya etis yang dapat diciptakan dalam lingkungan pemerintahan akan meminimalisir kecenderungan kecurangan (fraud). Sedangkan bila organisasi dengan standar etika yang rendah akan memiliki resiko kecurangan yang tinggi. Berdasarkan argumentasi dan hasil penelitian terdahulu maka hipotesis keempat penelitian ini adalah: H4: Terdapat pengaruh negatif antara budaya etis organisasi dengan kecenderungan kecurangan Model Penelitian 16