Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan Nanopartikel Fe 2 TiO 5 Dengan Metode Mechanical Alloying

dokumen-dokumen yang mirip
SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb

Galuh Intan Permata Sari

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan PbTiO 3 Dengan Metode Mechanical Alloying

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-108

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

Sintesis dan Karakterisasi XRD Multiferroik BiFeO 3 Didoping Pb

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM

Analisis Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Al-Mg Hasil Proses Metalurgi Serbuk

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

Analisa Rietveld terhadap Transformasi Fasa (α β) pada Solid Solution Ti-3 at.% Al pada Proses Mechanical Alloying dengan Variasi Milling Time

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Analisa Sifat Magnetik dan Morfologi Barium Heksaferrit Dopan Co Zn Variasi Fraksi Mol dan Temperatur Sintering

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

Pengaruh Variasi Lama Waktu Hidrogenasi terhadap Pembentukan Metal Hidrida pada Paduan MgAl

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

Gabriella Permata W, Budhy Kurniawan Departemen Fisika, FMIPA-UI Kampus Baru UI, Depok ABSTRAK ANALISIS SISTEM DAN UKURAN KRISTAL PADA MATERIAL

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI Α-FE 2 O 3 BERBASIS LIMBAH BAJA MILL SCALE DENGAN ADITIF FeMo

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI III.1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

Pengaruh Variasi ph dan Temperatur Sintering terhadap Nilai Sensitivitas Material TiO 2 Sebagai Sensor Gas CO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

PEMBENTUKAN LAPISAN TIPIS TiC MENGGUNAKAN METODE PIRAC : OKSIDASI PADA 980 o C DI UDARA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

PENGARUH AKTIVASI MEKANIK TERHADAP PEMBENTUKAN FASA MgTiO 3 DAN MgTi 2 O 5

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

FABRIKASI POLIANILIN-TiO 2 DAN APLIKASINYA SEBAGAI PELINDUNG ANTI KOROSI PADA LINGKUNGAN STATIS, DINAMIS DAN ATMOSFERIK

Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti

Karakterisasi Sensor TiO 2 Didoping ZnO untuk Mendeteksi Gas Oksigen

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dikawasan Asia

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

4 Hasil dan pembahasan

Molekul, Vol. 5, No. 1, Mei 2010 : KARAKTERISTIK FILM TIPIS TiO 2 DOPING NIOBIUM

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SINTESIS NANOPARTIKEL MgFe 2 O 4 DENGAN COATING PEG 6000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI SKRIPSI ADINDA SUCI PRATIWI SAPUTRA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Aristanto Wahyu Wibowo, A. K. Prodjosantoso & Cahyorini K.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

Pengaruh Milling Time Terhadap Pembentukan Fasa γ-mgal Hasil Mechanical Alloying

KARAKTERISASI DIFRAKSI SERBUK YTRIA NANOPARTIKEL HASIL PENGGILINGAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN

Fabrikasi Lapisan TiO 2 menggunakan Metode Spin-Coating dengan Variasi Pengadukan dan Karakterisasi Sifat Optisnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

SINTESIS NANOPARTIKEL FERIT UNTUK BAHAN PEMBUATAN MAGNET DOMAIN TUNGGAL DENGAN MECHANICAL ALLOYING

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1-5 1 Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Pada Pembentukan Nanopartikel Fe 2 TiO 5 Dengan Metode Mechanical Alloying Rizky Kurnia Helmy dan Rindang Fajarin Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: rindang_f@yahoo.com Abstrak Fe 2 TiO 5 merupakan salah satu jenis titanate M x Ti y O z yang memiliki sifat elektrik dan magnetik. Fe 2 TiO 5 memiliki potensi aplikasi spintronik, elektromagnetik, anoda baterai lithium, dan sensor gas. Dalam penelitian ini dilakukan sintesis Fe 2 TiO 5 dari serbuk Fe 2 O 3 dan TiO 2 dengan metode mechanical alloying menggunakan planetary ball mill dengan variasi waktu milling 15,20, dan 25 jam dan variasi temperatur sintering 1100,1200, dan 1300 C. Serbuk yang digunakan dalam proses milling adalah serbuk Fe 2 O 3 yang didapatkan dari pemanasan serbuk Fe 3 O 4 hasil kopresipitasi serbuk FeCl 2.4H 2 O dan serbuk komersial TiO 2 produksi Merck. Uji XRD dan SEM dilakukan untuk identifikasi fasa dan analisa bentuk morfologi partikel. Sifat kemagnetan diuji dengan VSM. Fasa Fe 2 TiO 5 terbentuk setelah proses sintering. Ukuran kristal Fe 2 TiO 5 semakin kecil seiring dengan semakin lama waktu milling dan semakin besar dengan naiknya temperatur sintering. Didapatkan Fe 2 TiO 5 dengan ukuran kristal terkecil sebesar 51,378 nm pada waktu milling 25 jam sintering 1100 C. Morfologi partikel Fe 2 TiO 5 memiliki bentuk yang tidak menentu dengan persebaran ukuran partikel yang tidak merata. Analisa VSM menunjukkan bahwa Fe 2 TiO 5 memiliki sifat paramagnetik. Kata Kunci Fe 2 O 3, Fe 2 TiO 5, sintering, TiO 2 mechanical alloying, I. PENDAHULUAN alam perkembangan teknologi, komponen elektronik Dmerupakan faktor penunjang yang sangat penting. Salah satu komponen elektronik yang memiliki aplikasi luas adalah komponen elektronik berbasis semikonduktor yang digunakan sebagai elemen dasar dari rangkaian listrik. Konduktivitas listrik material semikonduktor dapat ditingkatkan dengan penambahan atom asing tertentu (pengotoran, impurity) pada material tersebut. Hal ini mendorong para ilmuwan dan ahli teknologi untuk mengembangkan material semikonduktor. Dari beberapa jenis oksida logam, semikonduktor tipe n α-fe 2 O 3 telah diteliti secara luas karena merupakan oksida besi paling stabil dengan ketahanan korosi tinggi, ramah lingkungan dan tidak beracun. [1] Beberapa penelitian mengenai penambahan TiO 2 pada α-fe 2 O 3 telah banyak dilakukan dengan tujuan untuk membentuk titanate M x Ti y O z. Fe 2 TiO 5 merupakan salah satu jenis titanate M x Ti y O z yang memiliki sifat elektrik dan magnetik. Beberapa potensi aplikasinya antara lain adalah sebagai material magnetik, anoda baterai lithium, dan sensor gas. Dalam satu dekade terakhir beberapa penelitian mengenai sifat fotoelektrokimia, spin glass, dan sensitivitas gas Fe 2 TiO 5 telah dilakukan. Penelitian dilakukan pada Fe 2 TiO 5 dalam bentuk partikel, thin film atau bola berongga. Sifat kemagnetan yang dimiliki nanopartikel Fe 2 TiO 5 berpotensi untuk aplikasi dalam spintronik dan elektromagnetik. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat kemagnetan nanopartikel Fe 2 TiO 5. Beberapa metode sintesis telah dilakukan untuk membentuk nanopartikel Fe 2 TiO 5. Lapisan tipis Fe 2 TiO 5 dengan ukuran kristal sebesar 40 nm dapat disintesis menggunakan metode sol gel dengan raw material Fe(NO 3 ) 3.9H 2 O dan (Ti(OC 3 H 7 ) 4 ) untuk dilapiskan pada silica glass. [2] Nanopartikel Fe 2 TiO 5 dapat disintesis menggunakan metode ball mill dengan raw material Fe 2 O 3 dan TiO 2 serta dapat disintesis menggunakan metode hidrotermal dengan raw material TiCl 3, Fe(NO 3 ) 3. 9H 2 O, dan NH 2 CONH 2. Diperoleh ukuran partikel antara 50-200 nm. [3] II. METODOLOGI 2.1 Preparasi Sampel Serbuk yang digunakan dalam proses milling adalah serbuk Fe 2 O 3 yang didapatkan dari pemanasan serbuk Fe 3 O 4 hasil kopresipitasi serbuk FeCl 2.4H 2 O dan serbuk komersial TiO 2 produksi Merck. Serbuk Fe 2 O 3 dan TiO 2 di milling dengan komposisi 4,7 : 5,3 gram menggunakan Planetary ball mill Fritsch Pulverisette P-5 dengan kecepatan milling 300rpm, BPR 6:1, pada atmosfer udara. Variasi waktu milling yang dilakukan adalah 15,20, dan 25 jam. Serbuk hasil milling diambil masing-masing 3 gram dari variasi waktu milling untuk di kompaksi menjadi 3 buah pelet. Kompaksi dilakukan dengan tekanan 200 bar pada 1 gram serbuk hasil milling. Kemudian pelet di sintering dengan variasi temperatur 1100,1200,1300 C selama 1 jam dengan menggunakan Carbolite Furnace. 2.2 Karakterisasi Pengujian XRD dilakukan menggunakan alat PAN Analytical dengan panjang gelombang CuKα sebesar 1.54056 Å. Sinar X ditembakkan dengan rentang sudut 2θ 10-90 pada sampel. Hasil pengujian XRD diidentifikasi dengan search match menggunakan software Match! serta pencocokan secara manual dengan PDFcard menggunakan PCPDFWIN untuk menganalisa puncak-puncak difraksi yang terdapat pada data hasil XRD. SEM menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) FEI Inspect S50 untuk menganalisa bentuk morfologi

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1-5 2 serbuk. Uji VSM (Vibrating Sample Magnetometer) untuk mengetahui sifat kemagnetan serbuk hasil milling dan pengaruh sintering terhadap perubahan sifat kemagnetan bahan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Uji XRD 3.1.1 Hasil Uji XRD Serbuk Milling Pada hasil analisa kualitatif XRD serbuk milling dengan variasi waktu milling, terdapat empat fasa yang teridentifikasi. Fasa-fasa tersebut adalah Fe 2 O 3 hematite yang bersesuaian dengan (JCPDS# 79-0007) pada 2θ 33,19, TiO 2 anatase dengan (JCPDS# 21-1272) pada 2θ 25,28, Fe 3 O 4 magnetite dengan (JCPDS# 89-0950) pada 2θ 30,10 dan TiO 2 rutile dengan (JCPDS# 77-0441) pada 2θ 27,38. Gambar 1. Hasil uji XRD serbuk milling dengan variasi waktu milling 15,20 dan 25 jam Terbentuknya Fe 3 O 4 pada serbuk milling dengan variasi waktu milling 15,20, dan 25 jam disebabkan oleh reaksi reversibel α-fe 2 O 3 menjadi Fe 3 O 4 selama proses milling. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan α-fe 2 O 3 yang kemudian berikatan dengan oksigen yang berada di dalam vial [4]. Transformasi α-fe 2 O 3 menjadi Fe 3 O 4 mulai terjadi pada waktu milling 15 jam. Hal ini berhubungan dengan besarnya energi yang dihasilkan pada proses milling 15 jam sesuai dengan energi yang dibutuhkan α-fe 2 O 3 untuk bertransformasi menjadi Fe 3 O 4 [5]. Berdasarkan hasil analisa XRD, pada waktu milling 20 jam intensitas puncak difraksi TiO 2 anatase pada 2θ 25,21 turun menjadi 11,93 serta diikuti dengan pelebaran puncak difraksi yang ditandai dengan bertambahnya nilai FWHM menjadi sebesar 0,4015 yang mengindikasikan TiO 2 anatase berubah menjadi amorfus. Perubahan ini diikuti dengan hilangnya puncak difraksi TiO 2 anatase pada 2θ 37,81 dan 48,06 yang sebelumnya terdapat pada serbuk milling 15 jam. Turunnya intensitas puncak difraksi TiO 2 anatase pada milling 20 jam, diikuti dengan pertambahan intensitas puncak difraksi TiO 2 rutile 2θ 27,47 menjadi 27,82. Pertambahan intensitas puncak difraksi TiO 2 rutile tidak terjadi secara berlanjut pada serbuk milling 25 jam. Transformasi anatase menjadi rutile pada proses mechanical alloying terjadi di bawah temperatur transformasinya. Hal ini disebabkan oleh energi thermal yang dihasilkan akibat dari tumbukan yang terjadi selama proses mechanical alloying dan cacat kristal yang terjadi pada Fe. Cacat berupa vakansi dan distorsi kristal pada Fe dapat menambah energi bebas anatase dan menurunkan temperatur transformasi anatase menjadi rutile. [6] Puncak difraksi Fe 2 O 3 dan TiO 2 anatase semakin melebar dan intensitasnya menurun seiring dengan bertambahnya lama waktu milling, dikarenakan semakin kecilnya ukuran partikel dan akumulasi dari regangan mikro pada proses milling. [7] Fasa yang terdapat pada serbuk milling 25 jam adalah Fe 2 O 3, Fe 3 O 4 dan TiO 2 rutile. Hal ini menunjukkan bahwa belum terjadi alloying fasa Fe 2 TiO 5 pada serbuk milling 15,20, dan 25 jam tanpa sintering. 3.1.2 Hasil Uji XRD Setelah Sintering Pada hasil analisa kualitatif XRD spesimen hasil proses sintering dengan variasi temperatur 1100,1200, dan 1300 C terdapat tiga fasa yang teridentifikasi. Fasa-fasa tersebut adalah Fe 2 TiO 5 pseudobrookite yang bersesuaian dengan (JCPDS# 41-1432) pada 2θ 25,53, Fe 3 O 4 magnetite dengan (JCPDS# 89-0950) pada 2θ 30,10 dan TiO 2 rutile dengan (JCPDS# 77-0441) pada 2θ 27,38. Puncak difraksi Fe 2 O 3 dan TiO 2 anatase sudah tidak teridentifikasi lagi pada spesimen hasil proses sintering, namun terdapat puncak difraksi baru yang menunjukkan terbentuknya fasa Fe 2 TiO 5. Munculnya puncak difraksi Fe 2 TiO 5 diawali dengan menurunnya puncak TiO 2 anatase dan Fe 2 O 3 yang mengindikasikan terjadi difusi atom Ti ke dalam struktur kristal Fe 2 O 3. Pembentukan fasa baru Fe 2 TiO 5 mulai terbentuk pada temperatur 900 C. Puncak difraksi Fe 2 TiO 5 semakin meningkat hingga 1200 C. TiO 2 anatase yang tersisa kemudian bertransformasi menjadi TiO 2 rutile. [7] Puncak difraksi Fe 3 O 4 semakin menurun seiring dengan kenaikan temperatur. Pada temperatur tinggi, Fe 3 O 4 teroksidasi menjadi Fe 2 O 3 yang kemudian membentuk fasa Fe 2 TiO 5 yang menyebabkan kenaikan puncak difraksi Fe 2 TiO 5 hingga temperatur 1200 C. Ukuran kristal rutile makin besar seiring dengan bertambahnya temperatur. Pertumbuhan ukuran kristal ini disebabkan oleh peningkatan energi termal yang diterima oleh rutile sehingga inti tumbuh dengan menarik atom-atom lain dari inti lain yang belum sempat tumbuh untuk mengisi tempat kosong pada kisi yang akan dibentuk. Dengan demikian, semakin bertambahnya energi termal pertumbuhan kristal berjalan terus hingga terjadi transformasi akhir kristal. Dari hasil penelitian besarnya kenaikan temperatur mempengaruhi besar kecilnya ukuran kristal yang terbentuk, sama halnya dengan kenaikan temperatur mempengaruhi ukuran kristal, semakin lama waktu tahan yang diberikan pada serbuk titanium dioksida, maka ukuran kristal yang terbentuk juga semakin besar. [8]

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1-5 3 a) menurun. Hal ini sesuai dengan tujuan mechanical alloying yang berfungsi sebagai refinement ukuran partikel yang ditandai dengan reduksi ukuran kristal. Hubungan lama waktu milling dengan ukuran kristal Fe 2 TiO 5 ditunjukkan pada Gambar 3. b) Gambar 3. Grafik pengaruh waktu milling terhadap ukuran kristal Fe 2 TiO 5 c) Perlakuan panas sintering pada serbuk hasil milling menyebabkan terjadinya alloying Fe 2 O 3 dan TiO 2 anatase menjadi Fe 2 TiO 5. Pada serbuk hasil sintering, sudah tidak ditemukan lagi puncak difraksi serbuk prekursor, serta diikuti dengan munculnya puncak difraksi baru dengan intensitas yang tinggi yang mengindikasikan puncak Fe 2 TiO 5. Puncak difraksi TiO 2 rutile yang terbentuk pada serbuk hasil milling semakin tinggi pada hasil XRD serbuk hasil sintering. Hal ini menunjukkan bahwa dengan perlakuan sintering menyebabkan fasa TiO 2 rutile semakin kristalin. Gambar 2. a) Hasil uji XRD milling 25 jam variasi temperatur sintering 1100, 1200 dan 1300 C b) Hasil uji XRD milling 20 jam variasi temperatur sintering 1100, 1200 dan 1300 C c) Hasil uji XRD milling 15 jam variasi temperatur sintering 1100, 1200 dan 1300 C Berdasarkan hasil analisa XRD, diketahui bahwa Fe 2 TiO 5 belum terbentuk pada serbuk milling tanpa sintering. Hal ini sama halnya dengan penelitian Saie pada tahun 2012 yang menyatakan bahwa pembentukan Fe 2 TiO 5 mulai terjadi pada temperatur 900 C. Pada Gambar 4.9 terlihat bahwa masih terdapat puncak difraksi serbuk prekursor Fe 2 O 3 dan TiO 2 anatase yang mengindikasikan belum terjadinya alloying Fe 2 TiO 5. Namun, seiring dengan bertambahnya waktu milling intensitas puncak difraksi serbuk prekursor semakin menurun serta diikuti dengan pelebaran puncak yang mengindikasikan semakin amorfusnya serbuk prekursor. Penurunan intensitas TiO 2 anatase diikuti dengan munculnya puncak difraksi TiO 2 rutile yang menunjukkan terjadinya transformasi bentuk polimorfi TiO 2 seiring dengan bertambahnya waktu milling. Berdasarkan analisa XRD diperoleh bahwa semakin lama waktu milling ukuran kristal nanopartikel Fe 2 TiO 5 semakin Gambar 4. Grafik pengaruh temperatur sintering terhadap ukuran kristal Fe 2 TiO 5 Pada serbuk milling 15,20 dan 25 jam dengan temperatur sintering 1300 C terdapat dua fasa yang teridentifikasi, yaitu Fe 2 TiO 5 dan TiO 2 rutile. Ukuran kristal Fe 2 TiO 5 semakin besar seiring dengan kenaikan temperatur sintering. Ketika energi thermal diberikan pada serbuk hasil kompaksi akan meningkatkan densitas dan memperbesar ukuran kristal. Dengan naiknya temperatur maka terjadi peningkatan energi thermal yang menyebabkan pertumbuhan kristal, sehingga inti tumbuh dengan menarik atom-atom lain dari inti lain yang belum sempat tumbuh untuk mengisi tempat kosong pada kisi yang akan dibentuk. Dengan demikian, semakin bertambahnya energi termal pertumbuhan kristal berjalan terus hingga terjadi transformasi akhir kristal. Dari hasil penelitian besarnya kenaikan temperatur mempengaruhi besar kecilnya ukuran kristal yang terbentuk. [8] Munculnya puncak difraksi Fe 2 TiO 5 diawali dengan menurunnya puncak TiO 2 anatase dan Fe 2 O 3 yang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1-5 4 mengindikasikan terjadi difusi atom Ti ke dalam struktur kristal Fe 2 O 3. [7] Semakin tinggi energi thermal yang diberikan pada kenaikan temperatur sintering, maka difusi atom Ti yang terjadi semakin banyak. Atom Ti mengisi vakansi yang terdapat pada struktut Fe 2 O 3 Sehingga menyebabkan pertumbuhan ukuran kristal. 3.2. Hasil Uji SEM Morfologi serbuk hasil milling 25 jam ditunjukkan pada Gambar 5 (a) dan (b). Dapat dilihat serbuk milling 25 jam dengan perbesaran 5000x dan 10000x memiliki bentuk morfologi partikel yang tidak beraturan serta distribusi partikel yang acak dari ukuran yang paling kecil hingga ukuran yang paling besar. Gambar 7. Hasil analisa EDAX milling 25 jam sintering 1300 C Berdasarkan Hasil analisa EDAX Unsur penyusun paduan yang terdapat pada partikel serbuk milling 25 jam sintering 1300 C adalah O,Ti dan Fe. Presentase komposisi unsur penyusun paduan dapat dilihat pada tabel 1. Diketahui bahwa presentase atom O adalah 61,54%, Ti 19,52%, dan Fe 18,94%. Presentase yang ditunjukkan analisa EDAX mengindikasikan partikel Fe 2 TiO 5. Gambar 5. Hasil Uji SEM serbuk milling 25 jam dengan perbesaran (a) 5000x dan (b) 10000x Tabel 1. Komposisi unsur penyusun paduan partikel milling 25 jam sintering 1300 C Gambar 8. Hasil Uji SEM (a) milling 15 jam sintering (a)1300 C (b) milling 20 jam sintering 1300 C Gambar 6. Hasil Uji SEM milling 25 jam sintering (a)1100 C (b)1200 C (c) 1300 C perbesaran 10000x Pada Gambar 6. (a) terlihat bahwa sebagian besar partikel serbuk telah menyatu membentuk partikel yang bentuknya lebih teratur daripada Gambar 5. Namun masih ada partikel serbuk yang masih berbentuk serpihan halus tidak beraturan. Seiring dengan kenaikan temperatur, terlihat pada Gambar 6. (b) dan (c) serpihan halus serbuk berkurang dan bentuk morfologi serbuk terlihat lebih teratur meskipun dengan distribusi ukuran partikel yang tidak merata. Perbedaan pengaruh lama waktu milling terhadap morfologi dapat dilihat pada gambar 4.8 (a) dan (b). Bila dibandingkan, ukuran partikel milling 15 jam terlihat lebih besar daripada ukuran partikel milling 20 jam. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan milling time akan menghasilkan reduksi ukuran partikel dan menghasilkan distribusi ukuran partikel yang semakin kecil. Hal ini sesuai dengan tujuan refinement serbuk dengan metode milling. 3.3. Hasil Uji VSM Berdasarkan hasil uji VSM serbuk milling 25 jam tanpa sintering didapatkan bentuk kurva histeresis yang menunjukkan sifat ferromagnetik. Data yang diperoleh dari hasil uji VSM berupa nilai koersivitas (Hc), magnetik saturasi (Ms) dan magnetik remanensi (Mr). Pada Tabel 4.13, serbuk milling 25 jam memiliki nilai Hc 0,069 T, Ms 0,385 emu/g, dan Mr 0,149 emu/g.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1-5 5 Gambar 9. Kurva histeresis spesimen uji Sifat kemagnetan yang dimiliki serbuk milling 25 jam tapa sintering berhubungan dengan sifat kemagnetan yang dimiliki serbuk Fe 2 O 3 dan TiO 2 sebagai serbuk awal milling. Serbuk Fe 2 O 3 memiliki sifat ferromagnetik dengan nilai Hc 0,019 T, Ms 1,5 emu/g dan Mr 0,378 emu/g sedangkan TiO 2 memiliki sifat ferromagnetik dengan nilai Ms 0,002 emu/g. [7] Sifat kemagnetan serbuk hasil milling yang sama dengan serbuk awal milling mengindikasikan belum terjadinya pembentukan fasa baru yang menyebabkan perubahan sifat kemagnetan. Hal ini sesuai dengan hasil uji XRD yang menunjukkan fasa yang teridentifikasi pada serbuk hasil milling adalah Fe 2 O 3, TiO 2 dan Fe 3 O 4. Tabel 2. Nilai magnetic properties spesimen uji Berdasarkan Tabel 2, nilai magnetic properties yang dimiliki serbuk hasil sintering lebih kecil bila dibandingkan dengan serbuk hasil milling. Penurunan nilai magnetic properties secara bertahap mengindikasikan terjadinya perubahan sifat magnetik pada serbuk hasil sintering. Semakin tinggi temperatur sintering menyebabkan semakin menurunnya nilai magnetic properties yang menunjukkan serbuk hasil sintering semakin bersifat paramagnetik. Hasil uji VSM serbuk milling hasil sintering menunjukkan bentuk kurva histeresis yang berbeda dengan serbuk milling tanpa sintering. Perubahan bentuk kurva yang terjadi, mengindikasikan terjadinya perubahan sifat magnet. Bentuk kurva histeresis milling hasil sintering cenderung berbentuk linier yang menunjukkan sifat paramagnetik. Perubahan sifat magnetik yang terjadi berhubungan dengan terbentuknya fasa baru Fe 2 TiO 5. Hal ini sesuai dengan hasil uji XRD yang menunjukkan fasa yang teridentifikasi pada serbuk milling hasil sintering adalah Fe 2 TiO 5 dan TiO 2. IV. KESIMPULAN Nanopartikel Fe 2 TiO 5 terbentuk pada serbuk milling hasil sintering pada variasi temperatur 1100, 1200 dan 1300 C. Terbentuknya nanopartikel Fe 2 TiO 5 diikuti dengan terbentuknya rutile sebagai fasa sekunder. Nanopartikel Fe 2 TiO 5 dengan ukuran kristal terkecil sebesar 51,378 nm diperoleh pada waktu milling 25 jam sintering 1100 C. Morfologi nanopartikel Fe 2 TiO 5 memiliki bentuk yang tidak menentu dengan persebaran ukuran partikel yang tidak merata. Peningkatan milling time menghasilkan reduksi ukuran partikel serbuk dan menghasilkan distribusi ukuran partikel yang semakin kecil. Peningkatan temperatur sintering menyebabkan pertumbuhan kristal. Analisa VSM menunjukkan bahwa nanopartikel Fe 2 TiO 5 memiliki sifat paramagnetik. Pembentukan Fe 2 TiO 5 diikuti dengan perubahan sifat ferromagnetik pada serbuk hasil milling menjadi paramagnetik pada serbuk hasil sintering. DAFTAR PUSTAKA [1] Tadic, M. Citakovic, N. Panjan, M. 2011. Synthesis, morphology, microstructure and magnetic properties of hematite submicron particles. Journal of Alloys and Compounds 509, 7639-7644. [2] Kozuka, H. dan Kajimura, M. 2000. Sol-Gel Preparation and Photoelectrochemical Properties of Fe 2TiO 5 Thin Films. Journal of Sol-Gel Science and Technology 22, 125-132. [3] Min, Kyung-Mi. Park, Kyung-Soo. Lim, Ah-Hyeon 2012. Synthesis of pseudobrookite-type Fe 2TiO 5 nanoparticles and their Li-ion electroactivity. Ceramics International 38, 6009-6013. [4] Linderoth, S. Jiang, J. Morup, S. 1997. Reversible α-fe 2O 3 to Fe 3O 4 Transformation During Ball Milling. Material Science Forum 235-238, 205-210. [5] Sahebary, M. Raygan, S. Ebrahimi, S.A. 2009. Inception of Transformation of Hematite to Magnetite During Mechanical Activation: A Thermodynamical Approach. Iranian Journal of Science and Technology 33, 415-424. [6] Jho, Jae Han. Kim, Dong Hyun. Kim Sun Jae. 2007. Synthesis and photocatalytic property of a mixture of anatase and rutile TiO 2 doped with Fe by mechanical alloying process. Journal of Alloys and Compounds 459, 386-389 [7] Al-Saie, A.M. Al-Shater, A. Arekat,S. 2012. Effect of annealing on the structure and magnetic properties of mechanically milled TiO 2 Fe 2O 3 mixture. Ceramics International 10, 220 [8] Widhayani, D. Pratapa, S. 2010. Sintesis Titanium Dioksida (TiO2) Dengan Metode Kopresipitasi Dari Serbuk Titanium Terlarut Dalam HCl. Laporan Tugas Akhir Fisika MIPA ITS, Surabaya