PEMASARAN KAYU RAKYAT DI KECAMATAN PAMARICAN, KABUPATEN CIAMIS, PROVINSI JAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

STUDI PEMASARAN KAYU RAKYAT DI KABUPATEN SUKABUMI FERI ISNU SUGIH

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS PEMASARAN KEMENYAN (Styrax spp.) (Studi Kasus: Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN IKAN LELE DI DESA RASAU JAYA 1 KECAMATAN RASAU JAYA KABUPATEN KUBU RAYA

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat pada

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA MAWAR POTONG DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT. Abstrak

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOMODITAS PANDANWANGI DI DESA BUNIKASIH KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN KERBAU (Studi Kasus di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut)

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

dwijenagro Vol. 5 No. 1 ISSN :

ANALISIS PEMASARAN BIJI JAMBU METE DI KABUPATEN ALOR TESIS

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAPI POTONG DI PASAR HEWAN DESA SUKA KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS MARGIN PEMASARAN DAGING AYAM RAS PETELUR AFKIR DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN DAIRI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. menjadi 5 wilayah Binaan Penyuluhan Pertanian. Letak Kecamatan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

ANALISIS TATANIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis Reinw) DI DESA SIGEBLOG, KECAMATAN BANJARMANGU, KABUPATEN BANJARNEGARA SKRIPSI.

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut:

BAB IV METODE PENELITIAN

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAMBU AIR DI DESA MRANAK KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN DEMAK SKRIPSI. Oleh ZAKKIYATUS SYAHADAH

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI)

IV. METODE PENELITIAN

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAERAH PENELITIAN

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

ANALISIS MARGIN DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KAKAO DI KABUPATEN KONAWE

Analisis Pemasaran Domba dari Tingkat Peternak Sampai Penjual Sate di Kabupaten Sleman

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009

Analisis Pemasaran Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju)

IV. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

1 PEMASARAN KAYU RAKYAT DI KECAMATAN PAMARICAN, KABUPATEN CIAMIS, PROVINSI JAWA BARAT LIA HERLIANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PEMASARAN KAYU RAKYAT DI KECAMATAN PAMARICAN, KABUPATEN CIAMIS, PROVINSI JAWA BARAT LIA HERLIANA Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 RINGKASAN LIA HERLIANA. Pemasaran Kayu Rakyat di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat di bawah bimbingan Dodik Ridho Nurrochmat dan Leti Sundawati. Sebagian besar petani hutan rakyat masih memiliki pengetahuan yang rendah mengenai pasar. Kurangnya informasi disertai kurangnya permodalan yang dimiliki petani menyebabkan peranan pedagang pengumpul menjadi sangat menonjol, terutama dalam penentuan harga pasar. Akibatnya dalam pemasaran kayu rakyat ini, umumnya petani menjadi pihak yang dirugikan, dimana terjadi pembagian keuntungan yang tidak merata dan petani mendapat bagian yang relatif lebih kecil dari pihak-pihak lain yang terlibat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pelaku yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat dan bentuk salurannya, pendapatan yang diterima oleh setiap pelaku pemasaran kayu rakyat, dan mengetahui struktur pemasaran kayu rakyat dari setiap pelaku pemasaran kayu rakyat di wilayah Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011 dengan pemilihan responden menggunakan metode purposive sampling. Responden yang diambil petani hutan rakyat sebanyak 60 orang, pedagang pengumpul sebanyak 15 orang, dan industri penggergajian sebanyak 10 industri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku pemasaran kayu rakyat di lokasi penelitian terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian. Sedangkan saluran pemasaran yang terbentuk terdiri dari dua saluran, yaitu: saluran satu tingkat dan dua tingkat. Jenis kayu yang dipasarkan adalah sengon. Pendapatan perbulan yang diterima oleh petani hutan rakyat sebesar Rp 148.430, sedangkan pedagang pengumpul sebesar Rp 1.627.500, dan industri penggergajian sebesar Rp 31.827.000. Struktur pasar pada tingkat petani hutan rakyat adalah oligopoli murni sedangkan pada tingkat pedagang pengumpul dan industri penggergajian adalah struktur pasar oligopsoni murni. Total marjin pemasaran kayu rakyat pada saluran 1 dan 2, yaitu: 50% dan 45,83%, dengan nilai farmer s share sebesar 50% dan 54,17%. Berdasarkan nilai farmer s share dan marjin pemasarannya, saluran pemasaran yang paling efisien di lokasi penelitian adalah saluran 2. Karena memiliki nilai farmer s share yang paling besar dan total marjinnya yang paling kecil. Kata kunci : Hutan Rakyat, Pemasaran, Struktur Pasar, Farmer Share

4 ABSTRACT LIA HERLIANA. People s Timber Marketing in Pamarican Sub-district, Ciamis Regency, West Java Province. Supervised by Dodik Ridho Nurrochmat dan Leti Sundawati. Most farmers of people s forest do not have sufficient knowledge about the market. Their lack of information as well as working capital paves the way for collecting traders' dominant role, especially in the determination of market prices. As a result, in people s timber marketing, the farmers generally become the unfortunate party, where there is an unfair distribution of benefits and the farmers always get a relatively smaller part compared to the other parties involved. This study aimed to find out the characteristics of the players involved in people s timber marketing, the forms of marketing channels, the income received by each player, and to learn the structure of people s timber marketing from every marketer in Pamarican Sub-district, Ciamis Regency. The research was conducted from July to August 2011 with the selection of respondents using purposive sampling method. The respondents consisted of 60 forest farmers, 15 collecting traders, and 10 sawmill owners. The research results showed that the marketers of people s forest products at the study site consisted of forest farmers, collecting traders, and sawmill owners. In the meantime, there were two marketing channels: one-level channel and two-level channel. Its market the kind of woods sengon. Monthly income received by a forest farmer was Rp 148.430, while a trader got Rp 1.627.500, and a sawmill owner obtained Rp 31.827.000. The market structure at the level of farmers was pure oligopoly while at the level of traders and sawmill owners the market was pure oligopsony. The total marketing margin at channel 1 and 2, was: 50% and 45,83%, with a value of farmer's share of 50% and 54,17%. Based on the farmer's share and the marketing margin, the most efficient marketing channel at the study site was channel 2 since it had the largest value of farmer's share and the smallest total margin. Keywords: People Forest, Marketing, Market Structure, Farmer Share

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemasaran Kayu Rakyat di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan Dosen Pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2011 Lia Herliana NRP E14070085

6 Judul Skripsi : Pemasaran Kayu Rakyat di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Nama Mahasiswa : Lia Herliana NRP : E14070085 Departemen : Manajemen Hutan Menyetujui : Dosen Pembimbing, Ketua, Anggota, Dr. Ir. Dodik R Nurrochmat, M.Sc. F.Trop Dr. Ir. Leti Sundawati,M.Sc. F.Trop NIP : 19700329 199608 1 001 NIP : 19640830 199003 2 001 Mengetahui : Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP : 19630401 199403 1 001 Tanggal Lulus:

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah dan berkat-nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemasaran Kayu Rakyat di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat pada Bulan Juli sampai Agustus 2011. Kegiatan pemasaran pada hutan rakyat sangat penting diperhatikan karena sebagian besar pelaku hutan rakyat tidak memiliki pengetahuan mengenai pemasaran. Akibatnya, pada umumnya pelaku hutan rakyat memperoleh pendapatan yang relatif kecil. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Desember 2011 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 16 Agustus 1989 sebagai anak keempat dari lima bersaudara pasangan Bapak Toto Herdiaman dan Ibu Siti Patonah. Jenjang pendidikan yang dilaluinya, yaitu: TK Teratai Mekar (1994-1995), SD Negeri 1 Lakbok (1995-2001), SLTP Negeri 1 Lakbok (2001-2004), SMA Negeri 3 Ciamis (2004-2007), dan pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Kemudian pada semester 6 penulis mengambil bidang keahlian di Bagian Kebijakan Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan antara lain: sebagai anggota OMDA PMGC (Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis) 2007-2011, Forest Management Students Club (FMSC) sebagai anggota divisi biro kestari tahun 2008-2009, anggota organisasi Gentra Kaheman IPB tahun 2007. Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Karawang jalur Cikiong-Burangrang tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) tahun 2010, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Erna Djuliawati Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2011. Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Pemasaran Kayu Rakyat di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat di bawah bimbingan Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc. F.Trop dan Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc. F.Trop.

9 UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, memberikan masukan, motivasi, dukungan, dan semangat kepada penulis. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada : 1. Ayah tercinta Toto Herdiaman dan Ibu tercinta Siti Patonah, kakak-kakakku tercinta (Dadang Herdiana, Ani Mulyani, dan Dewi Rahmayanti) serta adikku tersayang Lina Nafisah Hartini atas segala dukungan spirit maupun materi, nasihat dan doanya setiap waktu. 2. Bapak Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc. F.Trop dan Ibu Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc. F.Trop sebagai Dosen Pembimbing skripsi atas segala bimbingan, pengarahan, motivasi, kesabaran, dan waktu yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi. 3. Agiel Mujiantoro atas segala dukungan, semangat, dan motivasinya dalam keadaan apapun. 4. Bapak Kepala KESBANGLINMAS, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kepala BP4K Kabupaten Ciamis dan Kepala BP4K Kecamatan Pamarican beserta jajarannya yang telah memberikan data dan informasi serta bantuan yang sangat berguna bagi penulis. 5. Bapak Dede Masron dan Bapak Ghaniyy Fahmi, S.Hut atas segala bantuan dalam pengambilan data dan informasi selama melakukan penelitian. 6. Sahabat-sahabat terdekat Devita Ayu Dewi, Konny Rusdianti, Puty Fitria, dan Nenden Meitasari atas kebersamaan dan dukungannya. 7. Sahabat seperjuangan penelitian Rama Aditya Kusuma atas dukungannya. 8. Teman-teman MNH 44 atas segala kebersamaan, kepedulian dan pemberian dukungan kepada penulis. 9. Seluruh pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Bogor, Desember 2011 Penulis

i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I. PENDAHULUAN.... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 2 1.2 Manfaat Penelitian... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 2.1 Hutan Rakyat... 3 2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat... 3 2.1.2 Ciri-ciri Pengusahaan Hutan Rakyat... 3 2.1.3 Bentuk-Bentuk Hutan Rakyat... 4 2.1.4 Manfaat Hutan Rakyat... 4 2.2 Pemasaran... 5 2.2.1 Pasar dan Struktur Pasar... 5 2.2.2 Pengertian Pemasaran... 5 2.2.3 Pelaku (Lembaga) Pemasaran... 7 2.2.4 Riset Pemasaran... 7 2.2.5 Manajemen Pemasaran... 7 2.2.6 Saluran Pemasaran... 8 2.2.7 Bauran Pemasaran... 9 2.2.8 Efisiensi Pemasaran... 9 2.2.9 Marjin Pemasaran... 9 2.2.10 Pendapatan Usaha... 10 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 11 3.1 Kerangka Pemikiran... 11 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 11 3.3 Sasaran dan Alat... 12

ii 3.4 Jenis dan Sumber Data... 12 3.4.1 Data Primer... 12 3.4.2 Data Sekunder... 13 3.5 Metode Pengumpulan Data... 13 3.6 Metode Pengambilan Sampel... 14 3.7 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 14 3.7.1 Analisis Saluran Pemasaran... 14 3.7.2 Analisis Struktur Pasar... 14 3.7.3 Analisis Pendapatan Usaha... 15 3.7.4 Analisis Marjin dan Efisiensi Pemasaran... 15 3.7.5 Analisis Tabulasi Silang... 16 BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN... 17 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah... 17 4.2 Topografi, Geologi, Tanah, dan Iklim... 18 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 22 5.1 Hutan Rakyat di Kabupaten Ciamis... 22 5.2 Profil Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat... 23 5.2.1 Petani Hutan Rakyat... 24 5.2.2 Pedagang Pengumpul... 30 5.2.3 Industri Penggergajian... 33 5.3 Karakteristik Pengelolaan Hutan Rakyat... 36 5.4 Analisis Struktur Pasar... 38 5.4.1 Struktur Pasar di Tingkat Petani... 38 5.4.2 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul... 38 5.4.3 Struktur Pasar di Tingkat Industri Penggergajian... 39 5.5 Analisis Saluran Pemasaran Kayu Rakyat... 40 5.6 Analisis Pendapatan Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat... 41 5.6.1 Analisis Pendapatan Petani Hutan Rakyat... 41 5.6.2 Analisis Pendapatan Pedagang Pengumpul... 43 5.6.3 Analisis Pendapatan Industri Penggergajian... 44 5.7 Analisis Marjin dan Efisiensi Pemasaran Kayu Rakyat... 45 5.7.1 Analisis Marjin Pemasaran Kayu Rakyat... 45

iii 5.7.2 Analisis Efisiensi Pemasaran Kayu Rakyat... 46 5.8 Kecenderungan Hubungan Antar Karakteristik Petani Hutan Rakyat... 47 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 51 6.1 Kesimpulan... 51 6.2 Saran... 51 DAFTAR PUSTAKA... 52 LAMPIRAN... 54

iv DAFTAR TABEL No Halaman 1. Karakteristik struktur pasar... 5 2. Jumlah dan lokasi responden... 12 3. Jumlah penduduk menurut umur di Kecamatan Pamarican tahun 2010 17 4. Jumlah penduduk menurut tingkatan pendidikan Kecamatan Pamarican tahun 2010... 18 5. Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan luas lahan yang dimilikinya... 24 6. Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan umur... 25 7. Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan tingkat pendidikan... 26 8. Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan jumlah anggota keluarga... 26 9. Rata-rata luas lahan dan jumlah pohon yang dimiliki petani... 27 10. Persentase bentuk penjualan kayu oleh petani hutan rakyat... 29 11. Sistem penjualan kayu rakyat... 29 12. Karakteristik pedagang pengumpul hutan rakyat di tingkat desa berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian... 31 13. Kapasitas industri gergajian produk olahan... 34 14. Perhitungan harga jual rata-rata produk olahan... 35 15. Struktur pasar kayu rakyat di Kecamatan Pamarican... 39 16. Pendapatan petani hutan rakyat pada masing-masing desa... 42 17. Rincian biaya pedagang pengumpul... 43 18. Analisis pendapatan pedagang pengumpul kayu rakyat... 44 19. Rincian dan persentase biaya industri penggergajian produk olahan kayu gergajian... 44 20. Analisis pendapatan industri penggergajian produk olahan kayu gergajian... 45 21. Biaya, marjin, dan keuntungan pemasaran kayu sengon... 45 22. Rata-rata luas lahan pertanian dan rata-rata luas hutan rakyat... 48 23. Rata-rata luas hutan rakyat dan rata-rata pendapatan responden... 48 24. Rata-rata luas hutan rakyat dan sebaran umur responden... 48 25. Rata-rata luas hutan rakyat dan tingkat pendidikan responden... 49 26. Sistem penjualan kayu rakyat dan rata-rata luas hutan rakyat... 49 27. Sistem penjualan kayu rakyat dan rata-rata pendapatan responden... 50

v 28. Sistem penjualan kayu rakyat dan sebaran umur responden... 50 29. Sistem penjualan kayu rakyat dan tingkat pendidikan responden... 50

vi DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Elemen-elemen sistem pemasaran... 6 2. Kerangka pemikiran penelitian... 11 3. Hutan rakyat di Kecamatan Margajaya... 27 4. Hutan rakyat di Desa Sidamulih... 28 5. Log di TPK pedagang pengumpul... 33 6. Produk olahan kayu gergajian... 33 7. Alat penggergajian kayu... 35 8. Log di TPK industri penggergajian... 36 9. Hutan rakyat pola agroforestri... 37 10. Diagram saluran pemasaran kayu rakyat di Kecamatan Pamarican... 40

vii DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing-masing desa penelitian... 55 2. Data penjualan kayu rakyat oleh petani hutan rakyat... 57 3. Data responden pedagang pengumpul... 61 4. Jenis dan ukuran produk yang dihasilkan industri penggergajian... 62 5. Tujuan pemasaran kayu rakyat... 63 6. Sebaran marjin, harga, dan biaya pemasaran pada saluran pemasaran kayu sengon... 64 7. Sebaran marjin dan rasio keuntungan pada saluran pemasaran dalam satuan persen (%)... 66 8. Peta potensi penggunaan lahan di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis... 67 9. Kuesioner petani hutan rakyat... 68 10. Kuesioner pedagang pengumpul... 71 11. Kuesioner industri penggergajian... 73

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mendapatkan tekanan tinggi untuk memenuhi kebutuhan kayu, air, lingkungan, dan berbagai produk serta jasa lainnya. Pemanfaatan sumber daya hutan secara berlebihan merupakan salah satu bentuk tekanan, sehingga sumber daya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang diharapkan oleh masyarakat. Salah satu alternatif yang dapat ditawarkan untuk mengurangi tekanan tersebut adalah pembangunan hutan rakyat, yakni dengan menanam pohon yang mempunyai nilai komersial terutama di lahan-lahan yang marginal dan kurang produktif. Saat ini kehadiran hutan rakyat semakin dibutuhkan karena mempunyai manfaat yang bersifat ekonomis maupun ekologis. Peranan hutan rakyat dari segi ekonomi cukup penting bagi masyarakat. Di Pulau Jawa sekitar 70% konsumsi kayu dipenuhi dari hutan rakyat. Manfaat dari segi ekologi hutan rakyat mempunyai peranan sebagai pelindung dan perbaikan tata air. Maka pengelolaan hutan rakyat ini perlu ditingkatkan karena banyak pihak ikut merasakan manfaat hutan rakyat. Perkembangan hutan rakyat dimulai pada tahun 1930-an oleh pemerintah Kolonial di Jawa. Setelah merdeka pemerintah Indonesia melanjutkan kegiatan tersebut pada tahun 1952 melalui gerakan Karang Kitri. Secara nasional pengembangan hutan rakyat dibawah payung program penghijauan diselenggarakan pada tahun 1960-an yang dicantumkan dalam Pekan Raya Penghijauan pertama tahun 1961 (Suharjito & Darusman 1998). Kegiatan pemasaran kayu rakyat sangat penting diperhatikan karena sebagian besar pelaku hutan rakyat tidak mengetahui konsep pemasaran, sehingga pelaku hutan rakyat memperoleh pendapatan dari hasil hutan rakyat relatif kecil. Pemasaran sengon dari hutan rakyat sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat setempat, baik berupa kondisi fisik maupun kondisi sosial budayanya. Setiap daerah memiliki cara-cara khusus dalam menjawab keanekaragaman persoalan

2 yang mereka hadapi, demikian pula dengan kondisi yang melingkupi para petani hutan rakyat (Himmah 2002). Adi (1992) dalam Yuniandra (1997) menyatakan bahwa dalam hal pemasaran hasil hutan rakyat, sebagian besar petani hutan rakyat masih rendah pengetahuannya. Kurangnya informasi disertai kurangnya permodalan yang dimiliki petani menyebabkan peranan tengkulak menjadi sangat menonjol, terutama dalam penentuan harga pasaran. Akibatnya dalam pemasaran hasil kayu rakyat ini, umumnya petani menjadi pihak yang dirugikan, karena terjadi pembagian keuntungan yang tidak merata dan petani mendapat bagian yang relatif lebih kecil dari pihak-pihak lain yang terlibat. Apabila keadaan ini terus berlangsung, maka akan membuat petani tidak mau melestarikan usaha hutan rakyat. Penelitian ini mencoba memperoleh gambaran kegiatan pemasaran (distribusi produk) yang telah dihasilkan oleh petani hutan rakyat. 1.2 Tujuan 1. Mengetahui karakteristik pelaku (lembaga) yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat di wilayah Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis dan bentuk saluran-saluran pemasarannya 2. Mengetahui pendapatan dari hasil pemasaran yang diterima oleh setiap pelaku pemasaran kayu rakyat di wilayah Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis 3. Mengetahui saluran pemasaran yang paling efisien di wilayah Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis 4. Mengetahui struktur pemasaran kayu rakyat dari setiap pelaku pemasaran kayu rakyat di wilayah Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pihakpihak yang terkait baik pemerintah daerah, pemerintah pusat, atau pihak lain untuk penyusunan program pembinaan kepada petani hutan rakyat dalam aspek pemasaran kayu rakyat guna meningkatkan pendapatan petani dari hasil yang diperoleh.

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Penekanan hutan sebagai suatu ekosistem yang mengandung maksud bahwa di dalam hutan terjadi hubungan saling tergantung satu komponen dengan komponen lainnya yang terjalin sebagai suatu sistem (Suharjito 2000). Hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik. Walaupun hutan rakyat di Indonesia hanya merupakan bagian kecil dari total luas lahan, namun hutan rakyat tetap penting karena selain fungsinya untuk perlindungan tata air pada lahan-lahan masyarakat, juga penting bagi pemiliknya sebagai sumber penghasilan kayu maupun sumber pendapatan rumah tangga. Selain itu hasil-hasil lain yang diperoleh dari hutan rakyat, antara lain: buahbuahan, daun, kulit kayu, biji, dan sebagainya (Fakultas Kehutanan IPB 2000). Hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan sesuai dengan definisi hutan, dimana minimal harus 0,25 hektar. Hal tersebut disebabkan karena rata-rata pemilikan lahan di Jawa sangat sempit (Fakultas Kehutanan IPB 2000). 2.1.2 Ciri-Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat Menurut Suharjito (2000) ciri-ciri dari pengusahaan hutan rakyat, sebagai berikut: 1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak, dan industri. Petani memiliki posisi tawar yang lebih rendah 2. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa hutan rakyat campuran, yang diusahakan dengan cara-cara sederhana

4 3. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total. 2.1.3 Bentuk-Bentuk Hutan Rakyat Toha (1987) dalam Afwandi (2011) menyatakan bahwa bentuk hutan rakyat dapat dibagi menjadi tiga, sebagai berikut: 1. Hutan rakyat murni, hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu 2. Hutan rakyat campuran, terdiri dari lebih dari satu jenis tanaman pokok berkayu 3. Hutan rakyat agroforestri, hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi dari tanaman kehutanan dengan usaha pertanian terpadu 2.1.4 Manfaat Hutan Rakyat Hutan rakyat mempunyai peran penting dan mempunyai manfaat-manfaat, sebagai berikut: 1. Hutan rakyat dapat merupakan sumber pendapatan yang berkesinambungan dan berbentuk tabungan 2. Keberadaan hutan rakyat dapat membuka lapangan kerja yang cukup berarti 3. Produksi hutan rakyat yang berupa kayu dan non kayu dapat mendorong dibangunnya industri hutan rakyat yang akan mempunyai peran penting dalam ekonomi nasional 4. Hutan rakyat dibangun di lahan-lahan kritis dapat berperan dalam melindungi bahaya erosi, sedangkan hutan rakyat yang memiliki jenis tanaman tertentu dapat meningkatkan kesuburan tanah 5. Hutan rakyat dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan pendapatan negara dari berbagai pajak dan pungutan 6. Meningkatkan pemanfaatan lahan secara optimal termasuk lahan-lahan marginal

5 2.2 Pemasaran 2.2.1 Pasar dan Struktur Pasar Pasar adalah kumpulan pembeli aktual dan potensial dari suatu produk. Para pembeli ini memiliki kesamaan kebutuhan atau keinginan tertentu yang didapat melalui hubungan pertukaran (Kotler & Armstrong 2008). Boyd et al. (2000) mengatakan bahwa pasar terdiri dari individu dan organisasi yang tertarik dan bersedia membeli produk tertentu untuk mendapatkan manfaat yang akan memuaskan kebutuhan atau keinginan tertentu, dan yang memiliki sumber daya (waktu, uang) untuk terlibat dalam transaksi. Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat masuk pasar. Menurut Hammond dan Dahl (1997) dalam Setyawan (2002) menyatakan ada empat karakteristik untuk membedakan dalam struktur pasar yaitu: jumlah dan ukuran perusahaan; pandangan pembeli terhadap sifat produk; kondisi keluar masuk pasar; dan tingkat pengetahuan (biaya, harga, dan kondisi pasar) diantara partisipan. Karakteristik struktur pasar dibagi kedalam beberapa kategori yang dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Karakteristik struktur pasar Karakteristik Struktur Pasar Jumlah Sudut Pandang Sudut Pandang Sifat Produk Pembeli/Penjual Pembeli Penjual Banyak Homogen Pasar Persaingan Murni Pasar Persaingan Murni Pasar Persaingan Pasar Persaingan Banyak Terdiferensiasi Monopolistik Monopolistik Sedikit Homogen Oligopoli Murni Oligopsoni Murni Oligopoli Oligopsoni Sedikit Terdiferensiasi Terdiferensiasi Terdiferensiasi Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber : Hammond dan Dahl (1997) dalam Setyawan (2002) 2.2.2 Pengertian Pemasaran Kotler (1993) mendefinisikan pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial. Individu-individu dan kelompok-kelompok akan mendapatkan sesuatu yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk-produk yang bernilai. Dalam konteks bisnis yang lebih sempit,

6 pemasaran mencakup menciptakan hubungan pertukaran muatan nilai dengan pelanggan yang menguntungkan. Sedangkan pengertian pemasaran menurut Boyd et al. (2000) adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran. Terdapat tiga dasar yang harus melandasi konsep pemasaran, sebagai berikut: 1. Adanya orientasi kepada pelanggan 2. Adanya usaha yang terintegrasi dalam perusahaan 3. Adanya sasaran kegiatan yang berupa pencapaian laba Dalam situasi yang umum, pemasaran melibatkan pelayanan pasar konsumen akhir di hadapan para pesaing. Perusahaan dan para pesaingnya memberikan penawaran dan pesan kepada konsumen, baik secara langsung atau melalui perantara pemasaran. Semua pelaku dalam sistem ini dipengaruhi oleh kekuatan lingkungan utama (demografi, ekonomi, fisik, teknologi, politik/hukum, dan sosial/budaya). Elemen-elemen utama dalam sistem pemasaran modern adalah sebagai berikut: Pemasok Perusahaan (pemasar) Pesaing Perantara Pemasaran Pengguna Akhir Gambar 1 Elemen-elemen sistem pemasaran. Masing-masing pihak dalam sistem dapat menambah nilai untuk tingkat berikutnya. Seluruh anak panah melambangkan hubungan yang harus dikembangkan dan ditata, maka keberhasilan pemasaran tidak hanya tergantung

7 pada tindakan sendiri tetapi juga pada keseluruhan sistem itu dapat melayani kebutuhan konsumen akhir (Kotler & Amstrong 2008). 2.2.3 Pelaku (Lembaga) Pemasaran Pelaku dalam usaha hutan rakyat dibedakan menjadi dua, yaitu: petani dan bukan petani hutan rakyat. Petani hutan rakyat merupakan pelaku utama penghasil kayu rakyat dari lahan miliknya, sedangkan bukan petani hutan rakyat adalah pihak-pihak lain yang yang terkait dalam usaha hutan rakyat, yaitu: buruh tani, penyedia jasa tebang, jasa angkutan, pihak yang bergerak dalam pemasaran, dan industri pengolah hasil hutan rakyat (Fakultas Kehutanan IPB 2000). Menurut Kotler (1993) lingkungan pemasaran terdiri dari pelaku-pelaku dan kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi kemampuan-kemampuan perusahaan untuk mengembangkan dan mempertahankan transaksi dan hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan sasarannya. Lingkungan mikro terdiri dari pelaku-pelaku dalam lingkungan perusahaan yang dekat dan mempengaruhi kemampuannya untuk melayani pasar. Lingkungan pemasaran ini, yaitu: perusahaan, pemasok, perantara pasar, pelanggan, pesaing, dan publik. 2.2.4 Riset Pemasaran Kotler dan Amstrong (2008) mendefinisikan riset pemasaran (marketing research) adalah desain, kumpulan, analisis, dan laporan sistematis tentang data yang berhubungan dengan situasi pemasaran tertentu yang dihadapi sebuah organisasi. Churchill (2001) mengatakan bahwa riset pemasaran adalah suatu fungsi yang menghubungkan konsumen dengan para pemasar melalui informasiinformasi yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah pemasaran; menghasilkan, menyaring, dan mengevaluasi aktivitas-aktivitas pemasaran; memunitor kinerja pemasaran; dan meningkatkan pemahaman akan pemasaran sebagai suatu proses. 2.2.5 Manajemen Pemasaran Boyd et al. (2000) mendefinisikan manajemen pemasaran adalah proses menganalisis, merencanakan, mengkoordinasi dan mengendalikan program-

8 program yang menyangkut pengkonsepan, penetapan harga, promosi, dan distribusi dari produk, jasa dan gagasan yang dirancang untuk menciptakan dan memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan pasar sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan. Kotler dan Amstrong (2008) menyatakan bahwa manajemen pemasaran adalah suatu seni dan ilmu memilih target pasar dan membangun hubungan yang menguntungkan dengan target pasar itu. Tujuan dari manajemen pemasaran adalah menemukan, menarik, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan sasaran dengan menciptakan, memberikan, dan mengkomunikasikan keunggulan nilai bagi pelanggan. 2.2.6 Saluran Pemasaran Kotler (1993) menyatakan bahwa saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang dan jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan. Saluran pemasaran terdiri dari distributor, pengecer, dan pihak lain yang menghubungkan perusahaan dengan pembelinya. Limbong dan Sitorus (1985) dalam Sugih (2009) menyatakan bahwa sebagian besar produsen tidak menjual barang yang mereka miliki langsung ke konsumen akhir. Antara produsen dan konsumen akhir terdapat satu atau beberapa saluran pemasaran, yaitu serangkaian perantara pemasaran yang melaksanakan berbagai fungsi. Dalam saluran pemasaran dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat saluran, sedangkan panjang suatu saluran pemasaran akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan jasa. Adapun saluran pemasaran tersebut, sebagai berikut: 1. Saluran non tingkat atau dinamakan sebagai saluran pemasaran langsung, produsen atau pabrikan langsung menjual produknya ke konsumen 2. Saluran satu tingkat, saluran pemasaran yang menggunakan satu perantara 3. Saluran dua tingkat, saluran pemasaran yang mencakup dua perantara 4. Saluran tiga tingkat, saluran pemasaran yang mencakup tiga perantara.

9 2.2.7 Bauran Pemasaran Kotler dan Amstrong (2008) meyatakan bahwa bauran pemasaran adalah kumpulan sarana pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mengimplementasikan stategi pemasaran. Sarana bauran pemasaran utama dikelompokan menjadi empat kelompok besar, disebut empat P pemasaran, yaitu: product (produk), price (harga), place (tempat), dan promotion (promosi). Adapun definisi bauran pemasaran menurut Boyd et al. (2000) adalah kombinasi dari variable-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan oleh manajer untuk menjalankan strategi pemasaran dalam upaya mencapai tujuan perusahaan di dalam pasar sasaran tertentu. 2.2.8 Efisiensi Pemasaran Soekartawi (1989) dalam Shausan (2000) menyatakan bahwa pasar yang tidak efisien akan terjadi apabila biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu efisien pemasaran akan terjadi jika tercipta keadaan, sebagai berikut: 1. Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi. 2. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen kepada produsen tidak terlalu tinggi. 3. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran. 4. Adanya kompetisi pasar yang sehat. Boyd et al. (2000) menyatakan bahwa perencanaan dan koordinasi dari seluruh kegiatan perusahaan di sekitar sasaran utama, yaitu: memuaskan kebutuhan pelanggan adalah sarana paling efektif untuk meraih dan mempertahankan keunggulan bersaing dan mencapai tujuan tertentu. 2.2.9 Marjin Pemasaran Marjin pemasaran adalah harga yang dibiayai oleh konsumen yang dikurangi harga yang diterima oleh produsen. Marjin pemasaran terjadi karena adanya penambahan biaya pemasaran dan penarikan keuntungan dari setiap lembaga pemasaran. Sedangkan Limbong dan Sitorus (1985) dalam Sugih (2009)

10 marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen yang terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran. Marjin pemasaran pada umumnya dianalisis pada komoditas yang sama. Pendekatan seperti diatas juga dapat digunakan untuk analisis pola pemasaran yang terbaik bagi pedapatan petani (produsen). 2.2.10 Pendapatan Usaha Soekartawi et al. (1986) dalam Saputra (2007) menyatakan bahwa pendapatan dari suatu usaha adalah nilai dari pengusahaan dalam jangka waktu tertentu, yang berupa selisih dari penerimaan usaha atas biaya usaha. Rumus penghitungan pendapatan usaha adalah sebagai berikut: x q ) ( TFC+TVC) Keterangan : TR = Total Revenue TC = Total Cost p = Price q = Quantity TFC = Total Fixed Cost TVC = Total Variable Cost

11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian terhadap pemasaran kayu rakyat dimulai dari identifikasi karakteristik pelaku pemasaran kayu rakyat yang terdiri dari petani, pedagang pengumpul atau tengkulak, dan industri penggergajian. Setelah informasi mengenai karakteristik pelaku pemasaran berhasil dikumpulkan, kemudian produk diklasifikasikan ke dalam kategori produk yang dipasarkan secara homogen atau diferensiasi. Serta dilakukan identifikasi aspek pemasarannya yang meliputi saluran pemasaran, struktur pasar, pendapatan usaha, dan marjin serta efisiensi pemasaran. Berikut adalah kerangka pemikiran dalam kegiatan penelitian: Pelaku pemasaran kayu rakyat Petani Pedagang Pengumpul Industri Penggergajian Pemasaran Kayu Rakyat Saluran Pemasaran Struktur Pasar Pendapatan Usaha Marjin & Efisiensi Pemasaran Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Desa yang dijadikan lokasi penelitian adalah empat desa,

12 yaitu: Desa Neglasari, Desa Bangunsari, Desa Sidamulih, dan Desa Margajaya yang terletak di Kecamatan Pamarican. Penentuan lokasi penelitian yaitu berdasarkan desa-desa yang memiliki areal hutan rakyat terluas. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu Bulan Juli sampai Agustus 2011. Tabel 2 memperlihatkan jumlah dan lokasi dari para responden. Tabel 2 Jumlah dan lokasi responden Kategori Responden Jumlah (orang) Lokasi Petani 60 Desa Sidamulih, Desa Margajaya Kecamatan Pamarican Pedagang Pengumpul 15 Desa Sidamulih, Desa Margajaya, dan Desa Neglasari Kecamatan Pamarican Industri Penggergajian 10 Desa Bangunsari, Desa Neglasari, dan Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican 3.3 Sasaran dan Alat Sasaran dalam penelitian ini adalah responden atau pelaku yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat, yaitu: petani, pedagang pengumpul atau tengkulak, dan industri penggergajian (sawmill). Sedangkan Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: kuisioner, kamera digital, Microsoft excel, dan tally sheet. 3.4 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lapangan dengan cara wawancara dan observasi terhadap pelaku pemasaran kayu rakyat. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan teknik mencatat data yang sudah ada di instansi terkait dengan penelitian dan studi pustaka. 3.4.1 Data Primer Data primer yang dikumpulkan dari pelaku pemasaran kayu rakyat, yaitu petani, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian yang dijadikan sebagai responden. Data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:

13 1. Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Data tersebut diperoleh dari petani hutan rakyat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan hutan rakyat. Data yang dikumpulkan meliputi: jenis dominan; pola dan pergiliran tanam; pembuatan tanaman (persiapan lahan, pengadaan bibit, dan penanaman); pemeliharaan dan perlindungan (pemupukan, penyulaman, pemberantasan hama penyakit, pemanenan (pembuatan surat izin tebang, penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengangkutan kayu, penimbunan kayu, dan penggergajian kayu). 2. Karakteristik Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat a. Petani hutan rakyat, data yang dikumpulkan, antara lain: kelompok umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, mata pencaharian, luas rata-rata hutan rakyat, bentuk kayu yang dijual, produksi kayu rakyat, dan harga jual. b. Pedagang pengumpul kayu rakyat atau tengkulak, data yang dikumpulkan, antara lain: jenis kayu yang diperjualbelikan, volume pembelian, konsumen, bentuk kayu yang dijual, dan harga jual c. Industri penggergajian, data yang dikumpulkan, antara lain: produk yang dihasilkan, konsumen, ukuran dan harga jual, upah, dan jumlah tenaga kerja. 3.4.2 Data Sekunder Data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut: 1. Data keadaan umum Desa Sidamulih, Desa Margajaya, Desa Neglasari, dan Desa Bangunsari Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis dari kantor desa masing-masing 2. Data keadaan umum Kabupaten Ciamis dari BPS Kabupaten Ciamis 3. Buku aturan kehutanan Kabupaten Ciamis dari Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis 3.5 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan menggunakan teknik observasi dan teknik wawancara. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti berupa keadaan hutan rakyat dan kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan hutan rakyat. Sedangkan

14 pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara, data dikumpulkan dengan cara tanya jawab langsung kepada responden yang berhubungan langsung dalam kegiatan pemasaran hutan rakyat. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan terstruktur). 3.6 Metode Pengambilan Sampel Metode dalam pengambilan sampel dilakukan pemilihan secara purposive sampling terhadap responden yang terkait langsung dalam pemasaran kayu rakyat, yaitu petani, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian. Untuk responden petani diambil sampel sebanyak 60 orang dari dua desa, yaitu: Desa Sidamulih dan Desa Margajaya. Sedangkan untuk responden pedagang pengumpul (tengkulak) sebanyak 15 orang berasal dari Desa Sidamulih, Desa Neglasari, dan Desa Margajaya. Responden industri penggergajian sebanyak 10 industri berasal dari Desa Bangunsari, Desa Sidamulih, dan Desa Neglasari. 3.7 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif guna menjawab semua tujuan yang diinginkan. Data yang dianalisis antara lain: saluran pemasaran, struktur pasar, pendapatan usaha, marjin dan efisiensi pemasaran, serta tabulasi silang. 3.7.1 Analisis Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah sekumpulan pelaku pasar yang terlibat dalam kegiatan pemasaran. Saluran pemasaran dianalisis dengan mengamati pelaku pemasaran yang ada. Setiap pelaku pemasaran membentuk saluran pemasaran yang berbeda, yang mempengaruhi besarnya bagian harga yang diterima. 3.7.2 Analisis Struktur Pasar Hammond dan Dahl (1997) dalam Setyawan (2002) menyatakan bahwa analisis struktur pasar dapat dilakukan dengan menggunakan derajat konsentrasi pasar, yakni pendekatan indeks herfindahl. Indeks ini akan mengukur tingkat konsentrasi pasar yang terjadi dengan memperhitungkan penjumlahan hasil

15 kuadrat dari pangsa pasar setiap pedagang. Berikut adalah rumus dengan pendekatan indeks herfindahl: n H = (Xi/T)² i = 1 Keterangan: H = indeks herfindahl; jika H mendekati satu (H > 0,5), berarti pasar terkonsentrasi; jika H=1 maka pasar monopoli; dan jika H mendekati 0 (H < 0,5) berarti pasar semakin kompetitif (kurang terkonsentrasi) Xi = Volume penjualan yang dikuasai pedagang ke-i (m³) (i = 1,2,,n) dengan n adalah jumlah pedagang T = Total volume penjualan pedagang (m³) 3.7.3 Analisis Pendapatan Usaha Soekartawi et al. (1986) dalam Saputra (2007) menyatakan bahwa pendapatan dari suatu usaha adalah nilai dari pengusahaan dalam jangka waktu tertentu, yang berupa selisih dari penerimaan usaha atas biaya usaha. Berikut adalah rumus dalam penghitungan pendapatan usaha: x q ) ( TFC+TVC) Keterangan : = TR = Total Revenue TC = Total Cost p = Price q = Quantity TFC = Total Fixed Cost TVC = Total Variable Cost 3.7.4 Analisis Marjin dan Efisiensi Pemasaran Analisis marjin pemasaran dapat dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Berikut adalah rumusan secara matematis: Mi = Psi - Pbi

16 Keterangan: Mi = Marjin pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i (Rp/m³ ) Psi = Harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke-i (Rp/m³ ) Pbi = Harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke-i (Rp/m³ ) Sedangkan analisis efisiensi pemasaran dapat diketahui dari rasio perbandingan antara keuntungan dan biaya-biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran. Berikut adalah rumusan secara matematis : Rasio Keuntungan/ Biaya Keterangan: Keuntungan pemasaran lembaga pemasaran ke- i (Rp/m³) Ci = Biaya pemasara lembaga pemasaran ke- i (Rp/m³) Besar kecilnya rasio keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran belum tentu dapat menggambarkan efisiensi pemasaran, sehingga indikator lain yang digunakan adalah memperbandingkan bagian harga yang diterima oleh petani (farmer share), yang dirumuskan: Farmer s share = Harga ditingkat petani x 100% Harga di tingkat konsumen akhir 3.7.5 Analisis Tabulasi Silang Metode analisis tabulasi silang digunakan untuk mengetahui kecenderungan hubungan antar karakteristik petani hutan rakyat. Karakteristik yang digunakan dalam analisis ini adalah luas hutan rakyat, luas lahan pertanian, umur, pendidikan, pendapatan, dan sistem penjualan.

17 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Wilayah Kecamatan Pamarican memiliki 13 Desa dengan luasan sebesar 10.400 ha. Batas-batas geografi wilayah administrasi di Kecamatan Pamarican adalah sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pataruman Kota Banjar, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Langkaplancar, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cidolog. Sampai dengan akhir Desember 2010 jumlah penduduk di Kecamatan Pamarican adalah sebanyak 68.197 orang, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 34.047 orang dan penduduk perempuan sebanyak 34.150 orang. Penduduk yang berumur kurang dari 10 tahun memiliki jumlah yang paling tinggi sebanyak 11.209 orang. Sedangkan penduduk yang berumur lebih dari 60 tahun memiliki jumlah yang paling rendah yaitu sebanyak 6.113 orang. Tabel 3 Jumlah penduduk menurut umur di Kecamatan Pamarican tahun 2010 No Desa Struktur Umur 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 > 60 Jumlah 1 Sidamulih 1170 1048 971 997 974 998 518 6676 2 Margajaya 514 721 605 585 784 501 580 4290 3 Neglasari 1236 1114 1002 902 983 815 719 6771 4 Pamarican 1160 728 836 1181 672 403 464 5632 5 Sukahurip 655 859 1019 743 755 798 536 5037 6 Kertahayu 1361 1235 957 980 1020 722 372 7502 7 Sukajadi 842 1126 960 823 774 474 481 5676 8 Sukamukti 527 331 467 800 631 734 504 4801 9 Sidaharja 732 408 471 483 460 103 71 3739 10 Bangunsari 1204 1518 1129 1099 1139 906 983 7984 11 Sukajaya 768 413 530 416 931 731 465 4254 12 Bantarsari 335 389 371 322 401 310 330 2458 13 Pasirnagara 705 484 596 481 505 516 90 3377 Jumlah 11209 10374 9914 9812 10029 8011 6113 68197 Sumber: BP3K Kec.Pamarican 2011

18 Berdasarkan tingkat pendidikannya, penduduk Kecamatan Pamarican sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang rendah yaitu Sekolah Dasar sebanyak 22.986 orang. Tabel 4 Jumlah penduduk menurut tingkatan pendidikan kecamatan pamarican tahun 2010 Tingkat Pendidikan No Desa Belum/Tidak Jumlah SD SLTP SLTA Akademi PT Sekolah 1 Sidamulih 1254 4127 1024 207 24 40 6676 2 Margajaya 555 3246 360 115 8 6 4290 3 Neglasari 975 4444 822 450-80 6771 4 Pamarican 325 1315 3145 640 95 52 5632 5 Sukahurip 681 1497 2140 604 74 41 5037 6 Kertahayu 780 360 3132 3150 65 15 7502 7 Sukajadi 2183 1603 1267 516 84 23 5676 8 Sukamukti 1225 1440 1441 640 30 25 4801 9 Sidaharja 346 2423 607 280 29 98 3739 10 Bangunsari 5479 536 1352 564 18 35 7984 11 Sukajaya 3706 243 152 117 4 31 4254 12 Bantarsari 1826 353 123 126-30 2458 13 Pasirnagara 871 2036 304 131 17 18 3377 Jumlah 18206 22986 15869 7540 148 494 68197 Sumber: BP3K Kec.Pamarican 2011 4.2 Topografi, Geologi, Tanah dan Iklim Topografi permukaan wilayah Kabupaten Ciamis dibedakan menjadi beberapa daerah topografi, sebagai berikut: 1. Daerah yang memiliki topografi yang relatif rata sampai kemiringan kurang 8% berada di Desa Sukahurip, Kertahayu, Sukajadi, Sukamukti, dan Sidaharja. 2. Daerah yang memiliki topografi sedang dengan kemiringan 8-14% berada di Desa Bangunsari dan Pamarican. 3. Daerah yang memiliki topografi sedang dengan kemiringan 15-39% berada di Desa Sukajaya, Bantarsari, dan Desa Pasirnagara 4. Daerah yang memiliki topografi berbukit-bukit dengan kemiringan lebih dari 40-59% berada di Desa Sidamulih, Desa Margajaya, dan Desa Neglasari. Tinggi tempat wilayah Kecamatan Pamarican bervariasi antara 25 sampai dengan 500 meter di atas permukaan laut. Klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson wilayah Kecamatan pamarican termasuk tipe A, dengan rata-rata bulan

19 basah 3-4 bulan dan bulan kering sebanyak 8 Bulan. Sistem drainase lahan wilayah Kecamatan Pamarican termasuk drainase sedang, terutama daerah yang tanahnya mengandung pasir dan mempunyai kemiringan yang cukup. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kecamatan Pamarican yang terdiri dari 4 desa, yaitu: Desa Sidamulih, Desa Margajaya, Desa Neglasari, dan Desa Bangunsari. Gambaran kondisi umum masing-masing desa responden penelitian sebagai berikut: 1. Kondisi Umum Desa Sidamulih Desa Sidamulih secara administrasi termasuk wilayah Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis. Jarak dari pusat Desa Sidamulih ke Kecamatan Pamarican sejauh 11 km, dengan Ibu Kota Kabupaten Ciamis berjarak 51 km, dengan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat berjarak 173 km, sedangkan dengan Ibu Kota Negara berjarak 371 km. Desa Sidamulih terletak diantara batas-batas wilayah administrasi pemerintahan sebagai berikut : sebelah Utara berbatasan dengan Desa Margajaya, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cikupa dan Desa Neglasari, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mekarmulya, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukasari. Desa ini terdiri dari dua dusun yaitu Dusun Cibayawak dan Dusun Legokmenol. Dusun Cibayawak terdiri dari 4 RW dan 15 RT, sedangkan Dusun Legokmenol terdiri dari 5 RW dan 16 RT. Desa Sidamulih berdasarkan keadaan topografi termasuk kedalam Pegunungan, ketinggian tanah dari permukaan laut sebesar 600-700 m dan banyaknya curah hujan sebesar 100 mm/tahun. Luas lahan wilayah Desa Sidamulih adalah 1.228 ha dengan penggunaan lahan terdiri dari: tanah darat milik rakyat seluas 1.003 ha, tanah sawah milik rakyat seluas 172 ha, tanah titisara desa seluas 11 ha, tanah kehutanan seluas 15 ha, tanah pemakaman seluas 7 ha, tanah wakaf seluas 1 ha, sungai dan irigasi seluas 1,5 ha, tanah jalan seluas 9 ha, tanah TN seluas 0,5 ha, dan tanah penggembalaan seluas 8 ha. Jumlah penduduk hasil sensus tahun 2008, Desa Sidamulih terdiri dari 3.404 penduduk dengan jumlah laki-laki sebanyak 1.686 orang dan perempuan sebanyak 1.718 orang. Jumlah rumah tangga adalah 1.175 Kepala Keluarga (KK). Penduduk Desa Sidamulih sebanyak 1.251 orang atau 36,41% telah menempuh

20 pendidikan formal setingkat Sekolah Dasar (SD). Sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 943 orang atau 27,54%, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 123 orang atau 3,61%, sedangkan Perguruan Tinggi (PT) sebanyak 29 orang atau 1%. 2. Kondisi Umum Desa Margajaya Wilayah Desa Margajaya terdiri dari 6 (enam) Dusun, 12 RW dan 38 RT dengan batas wilayah sebagai berikut: sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jelegong Kecamatan Cidolog, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Neglasari Kecamatan Pamarican, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican, dan sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sukajaya Kecamatan Pamarican. Orbitasi (Jarak dari pusat pemerintahan Desa) diantaranya jarak dari pemerintah kecamatan adalah 12 km, jarak dari Ibu Kota kabupaten adalah 57 km, dan jarak dari Ibu Kota provinsi adalah 159 km. Keadaan wilayah merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 400-600 mdpl dengan curah hujan rata-rata 350 mm/tahun. Luas Wilayah Desa Margajaya adalah 1.612,772 ha dengan penggunaan lahan untuk sawah seluas 199,049 ha, darat seluas 109,593 ha, bengkok seluas 20 ha, titirasa seluas 11 ha, perkebunan seluas 70 ha, tanah desa seluas 1,1 ha, kehutanan 53 ha, pemukiman 163,03 ha, dan pemakaman seluas 4 ha. Keadaan penduduk menurut jumlahnya Desa Margajaya terdiri dari 2.140 orang laki-laki dan 2.128 orang perempuan. Mayoritas agama yang dianut adalah Agama Islam. 3. Kondisi Umum Desa Neglasari Luas wilayah Desa Neglasari adalah 979 ha, desa ini mempunyai jarak dari kecamatan 7 km. Adapun batas administrasi yang membatasi Desa Neglasari yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kota Banjar, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pamarican, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Margajaya dan Desa Pasirnagara, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bangunsari Kecamatan Pamarican. Jumlah penduduk Desa Neglasari sebanyak 6.457 orang yang terdiri dari 3.165 laki-laki dan 3.292 perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.080 KK. Secara topografi wilayah Desa Neglasari 90% datar dan 10% bergelombang. Jenis tanah terdiri dari tanah podsolik merah kuning, aluvial,

21 grumosol dengan ph tanah rata-rata 5,4 dan ketinggian tempat 600 mdpl. Pada umumnya tipe curah hujan pada daerah tersebut adalah tipe B1 yaitu dengan 8 bulan basah dan 4 bulan kering. Mayoritas agama yang dianut adalah Agama Islam dan petani merupakan mata pencaharian utama penduduk Desa Neglasari. 4. Kondisi Umum Desa Bangunsari Luas wilayah Desa Bangunsari seluas 1.035,25 ha yang terdiri dari lahan sawah seluas 507 ha dan lahan darat seluas 528,25 ha. Wilayah Desa Bangunsari berjarak 5 km dari Kantor BP3K dan Kantor Kecamatan. Desa Bangunsari yang di batasi sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kertahayu dan sebagian Desa Pamarican, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukajaya, Neglasari dan sebagian Pamarican, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari dan sebelah Utara berbatasan dengan Kota Banjar. Secara topografi wilayah desa tersebut 90% datar dan 10% bergelombang. jenis tanahnya terdiri dari podsolik merah kuning, aluvial dan grumosol dengan ph tanah rata-rata 5,4 ketinggian tempat yaitu 300 mdpl. Pada umumnya tipe curah hujan pada daerah tersebut adalah termasuk tipe C (agak basah) yaitu dengan rata-rata bulan basah curah hujan lebih dari 100 mm setiap bulan dan bulan kering kurang dari 60 mm setiap bulannya. Suhu udara di daerah Desa Bangunsari berkisar antara 22,9º C - 25º C. Jumlah penduduk Desa Bangunsari adalah 7.984 jiwa dimana terdiri dari 3.955 laki-laki dan 4.029 perempuan. Tingkat pendidikan penduduk desa ini masih sangat rendah yaitu sebanyak 5.479 orang telah menempuh pendidikan formal Sekolah Dasar (SD), 1.352 orang menempuh pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), 564 orang telah menempuh pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dan lulusan sarjana 35 orang.

22 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hutan Rakyat di Kabupaten Ciamis Kabupaten Ciamis merupakan kabupaten yang memiliki kawasan hutan rakyat yang cukup luas di Provinsi Jawa Barat dengan luasan sekitar 31.707 ha (BPS 2010). Jenis-jenis kayu hutan rakyat yang ditanam adalah jenis sengon, mahoni, kayu rimba campuran (kelapa, tisuk, petai, caruy, kayu afrika), dan jati. Jenis yang paling dominan dari jenis-jenis yang ditanam adalah jenis sengon. Menurut Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Ciamis tahun 2011, pada saat ini kebutuhan kayu untuk bahan baku industri di Indonesia mencapai 50-60 juta m³ per tahun. Bahan baku untuk keperluan industri pulp dan kertas sekitar 25 juta m³ yang sebagian besar dipasok dari hutan alam. Namun kemampuan hutan produksi alam dalam penyediaan kayu semakin menurun dan terbatas. Potensi hutan rakyat dapat menjadi substitusi bahan baku kayu yang berasal dari hutan alam tersebut. Pembangunan dan pengembangan hutan rakyat merupakan salah satu bagian dari kegiatan yang termasuk rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial. Produksi kayu hutan rakyat di Kabupaten Ciamis setiap tahunnya mencapai 400.000 m³. Saat ini industri kayu gergajian yang ada di Kabupaten Ciamis sebanyak 438 unit yang tersebar di 22 kecamatan dengan perkiraan kebutuhan kayu bulatnya sebanyak 0,6-1,3 juta m 3 per tahun. Dalam mewujudkan pengelolaan hutan rakyat lestari, maka produksi kayu hutan rakyat yang diperoleh setidaknya dapat memenuhi besarnya permintaan akan bahan baku industri. Tingginya permintaan akan kebutuhan bahan baku kayu untuk industri yang berasal dari hutan rakyat memberikan dampak positif bagi petani. Dampak positif tersebut berupa meningkatkan pengembangan tanaman kayu dengan harapan dapat meningkatkan perekonomian petani hutan rakyat. Dengan meningkatnya perekonomian masyarakat, maka meningkat pula tingkat kesejahteraan masyarakat wilayah Kabupaten Ciamis.

23 5.2 Profil Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Pelaku dalam usaha hutan rakyat dibedakan menjadi dua yaitu petani dan bukan petani hutan rakyat. Petani hutan rakyat merupakan pelaku utama penghasil hutan rakyat dari lahan miliknya. Sedangkan bukan petani hutan rakyat adalah pihak-pihak lain yang yang terkait dalam usaha hutan rakyat, yaitu buruh, penyedia jasa tebang, jasa angkutan, pihak yang bergerak dalam pemasaran, dan industri pengolah hasil hutan rakyat (Fakultas Kehutanan IPB 2000). Pelaku pemasaran kayu rakyat di Desa Sidamulih, Desa Margajaya, Desa Neglasari, dan Desa Bangunsari Kecamatan Pamarican terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian (sawmill). Petani hutan rakyat pada umumnya menanam tanaman kayu di lahan milik sendiri. Jenis tanaman yang paling banyak ditanam adalah sengon (Paraserianthes falcataria), adapun tanaman jenis lain yang ditanam dengan pola hutan rakyat campuran diantaranya: mahoni (Swietenia mahagoni), jati (Tectona grandis), dan jenis kayu rimba. Tujuan petani menanam kayu rakyat yaitu untuk investasi atau tabungan di masa yang akan datang juga dapat meningkatkan perekonomian keluarga. Tabungan ini dapat digunakan untuk memenuhi keperluan mendesak yang pemenuhannya harus dilakukan dengan segera mungkin dalam jumlah yang besar. Maka peran hutan rakyat sebagai investasi atau tabungan sangat penting, karena dapat memenuhi keperluan petani kapan saja. Pedagang pengumpul sangat berperan penting dalam pemasaran kayu rakyat. Pedagang pengumpul adalah orang yang mendistribusikan kayu rakyat dari petani sampai ke industri penggergajian. Petani dapat menjual hasil kayu rakyatnya dengan mudah dan tanpa dibebankan biaya pemanenan. Pedagang pengumpul melakukan semua kegiatan pemanenan mulai dari menebang, menyarad, dan muat bongkar. Biaya yang dibutuhkan dalam kegiatan pemanenan cukup besar sehingga dalam setiap transaksinya pedagang pengumpul harus memiliki modal yang besar. Pada umumnya pedagang pengumpul memperoleh informasi pasar langsung dari petani dengan cara menawarkan langsung apakah kayu yang dimiliki petani akan dijual. Sehingga kelangsungan usaha pedagang pengumpul ditunjang oleh para petani yang menjual kayunya ke pedagang pengumpul.

24 Industri penggergajian mendapatkan bahan baku produknya sebagian besar dari pedagang pengumpul, dapat dikatakan bahwa pedagang pengumpul merupakan pemasok utama bahan baku kayu rakyat untuk industri penggergajian. Industri ini banyak menjual produk olahan ke industri besar di luar daerah kabupaten. Kapasitas produksi yang besar akan membutuhkan modal yang sangat besar pula. Kegiatan produksi yang paling banyak dilakukan berada di industri penggergajian, sehingga industri ini mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pelaku pemasaran lainnya. Hal ini menyebabkan industri penggergajian semakin berkembang. 5.2.1 Petani Hutan Rakyat Dalam penelitian ini, responden petani hutan rakyat yang diambil berasal dari Desa Margajaya dan Desa Sidamulih sebanyak 60 responden. Hal ini dikarenakan desa tersebut memiliki luasan dan potensi kayu rakyat yang paling tinggi dibandingkan dengan desa lain yang berada di Kecamatan Pamarican (BP3K Kecamatan Pamarican 2011). Responden petani hutan rakyat ini dapat dikelompokan berdasarkan luas lahan milik, umur, tingkat pendidikan, dan jumlah anggota keluarga. Pengelompokan responden petani hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian berdasarkan kelompok luas lahan yang dimilikinya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan luas lahan yang dimilikinya No Desa n Luas HR (ha) Luas Lahan Pertanian (ha) < 0,5 0,5-1 > 1 < 0,5 0,5-1 > 1 1 Margajaya 30 5 12 13 24 5 1 2 Sidamulih 30 6 14 10 23 7 jumlah (orang) 60 11 26 23 47 12 1 Persentase (%) 100 18,33 43,33 38,33 78,33 20 1,67 Menurut Fakultas Kehutanan IPB (2000) bahwa hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan sesuai dengan definisi hutan, dimana minimal harus 0,25 hektar. Hal tersebut disebabkan karena rata-rata pemilikan lahan di Jawa sangat sempit. Seperti pada Tabel 5 di atas menunjukkan

25 bahwa luas lahan yang dimiliki oleh petani berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan tingkat kekayaan setiap keluarga. Persentase terbesar pada luas hutan rakyat yaitu 43,33% terdapat pada responden yang memiliki luas lahan hutan rakyat antara 0,5-1 sebanyak 26 orang. Luasan lebih dari 1 ha sebanyak 23 orang dengan persentase sebesar 38,33%. Sedangkan persentase yang terkecil yaitu 18,33% sebanyak 11 orang terdapat pada responden petani yang memiliki luas hutan rakyat kurang dari 0,5 ha. Pada luasan lahan pertanian yang memiliki persentase terbesar adalah responden petani yang memiliki luas kurang dari 0,5 ha dengan 78,33% sebanyak 47 orang. Luasan sedang antara 0,5-1 ha memperoleh persentase 20% sebanyak 12 orang, sedangkan persentase terkecil 1,67% terdapat pada responden petani yang memiliki luasan lahan pertanian lebih dari 1 ha sebanyak 1 orang. Selain berdasarkan luas lahan yang dimiliki, responden petani hutan rakyat dapat dikelompokkan berdasarkan umur petani. Pengelompokkan berdasarkan umur petani pada masing-masing desa penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan umur No Desa Kelompok Umur (tahun) Jumlah (orang) 30-39 40-49 50-59 > 60 1 Margajaya 2 12 13 3 30 2 Sidamulih 6 9 12 3 30 Jumlah (orang) 8 21 25 6 60 Persentase (%) 13,33 35 41,67 10 100 Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa berdasarkan kelompok umur, hutan rakyat lebih banyak diusahakan oleh responden yang berusia 40-59 tahun atau sebanyak 76,67%. Sedangkan persentase terendah 10% terdapat pada responden petani yang memiliki umur lebih dari 60 tahun. Hal ini dikarenakan tenaga yang sudah tidak kuat untuk melakukan pengusahaan hutan rakyat. Sehingga pengusahaanya diturunkan kepada anak laki-lakinya. Kelompok petani yang berusia antara 30-39 memiliki persentase yang cukup kecil pula sebesar 13,33%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengusahaan hutan rakyat lebih didominasi oleh generasi tua. Sedangkan generasi muda dengan usia yang produktif lebih memilih bekerja di kota daripada bekerja di desa.

26 Pengelompok responden petani hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan tingkat pendidikan No Desa Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) SD SLTP SLTA PT 1 Margajaya 23 6 1 0 30 2 Sidamulih 19 5 5 1 30 Jumlah (orang) 42 11 6 1 60 Persentase (%) 70 18,33 10 1,67 100 Dari hasil wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa mayoritas petani hutan rakyat (70%) memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah yaitu Sekolah Dasar (SD). Hal tersebut tidak menjadikan alasan bagi petani untuk melakukan pengusahaan hutan rakyat. Namun yang lebih penting adalah pengalaman dalam melakukan pengelolaan lahan yang mereka miliki. Sedangkan petani hutan rakyat yang memiliki tingkat pendidikan SLTP sebesar 18,33%, SLTA sebesar 10%, dan PT sebesar 1,67 dari total responden petani hutan rakyat. Selain berdasarkan tingkat pendidikan, dapat pula dikelompokkan berdasarkan jumlah anggota keluarga. Pengelompok responden petani hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian berdasarkan jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Distribusi responden petani hutan rakyat berdasarkan jumlah anggota keluarga No Desa Jumlah Anggota Keluarga (orang) Jumlah (orang) 1-3 4-6 7-10 > 10 1 Margajaya 17 12 1 0 30 2 Sidamulih 12 18 0 0 30 Jumlah (orang) 29 30 1 0 60 Persentase (%) 48,33 50 1,67 0 100 Responden petani hutan rakyat yang memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 4-6 orang mendapatkan persentase terbanyak 50% dari total responden. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya jumlah anak akan menambah pula jumlah tenaga yang mereka miliki untuk melakukan pengusahaan hutan rakyat. Sehingga

27 mereka dapat bekerja sama dalam pengelolaan lahan miliknya. Namun kesejahteraan petani yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih banyak akan berkurang. Hal ini disebabkan banyaknya tanggungan keluarga yang harus dipenuhi. Hutan rakyat yang berada di Desa Margajaya dan Desa Neglasari memiliki luasan dan potensi pohon yang sangat besar. Rata-rata luas lahan dan jumlah pohon yang dimiliki petani dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Rata-rata luas lahan dan jumlah pohon yang dimiliki petani Luas Lahan Jumlah No Desa Luas HR (ha) Pertanian (ha) Pohon yang Dimiliki 1 Margajaya 0,35 1,33 828 2 Sidamulih 0,32 1,10 1.046 Berdasarkan luasannya, Desa Margajaya merupakan desa yang memiliki potensi hutan rakyat yang lebih besar dibandingkan dengan Desa Sidamulih. Hal ini terbukti dengan rata-rata luas hutan rakyat yang dimiliki petani hutan rakyat seluas 1,33 ha dengan jumlah pohon yang dimiliki rata-rata sebanyak 828 pohon. Sama halnya dengan luasan lahan pertanian yang berada di Desa Margajaya lebih besar (0,35 ha) dibandingkan Desa Sidamulih (0,32 ha). Gambar 3 merupakan hutan rakyat yang berada di Desa Margajaya dengan sistem agroforestri yang memadukan antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Gambar 3 Hutan rakyat di Kecamatan Margajaya.

28 Sedangkan rata-rata luas hutan rakyat yang dimiliki petani di Desa Sidamulih seluas 1,10 ha. Namun potensi pohon yang dimiliki petani hutan rakyat di Desa Sidamulih lebih banyak dibandingkan Desa Margajaya sebanyak 1.046 pohon. Hal tersebut dikarenakan jarak tanam yang digunakan di Desa Sidamulih lebih rapat yaitu rata-rata 3 m x 2 m dibandingkan dengan Desa Margajaya yaitu rata-rata 3 m x 6 m. Gambar 4 merupakan hutan rakyat yang berada di Desa Sidamulih dengan sistem agroforestri yang memadukan antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Gambar 4 Hutan rakyat di Desa Sidamulih. Dilihat dari data rata-rata lahan yang dimiliki petani, menunjukkan bahwa kedua desa tersebut memiliki luasan lahan hutan rakyat lebih besar dibandingkan dengan luas lahan pertanian. Hal tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat sudah mulai menyadari pentingnya pembangunan hutan rakyat bagi keadaan ekonomi keluarga, ekologi, dan sosial. Data tentang rata-rata luas lahan dan potensi pohon dari masing-masing desa penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Selain dapat dijual, hasil dari kayu rakyat dapat dikonsumsi sendiri untuk pembuatan bangunan rumah dan kayu bakar. Namun pemakaian untuk konsumsi jarang dilakukan, karena kebutuhan pembuatan bangunan rumah tidak sering dilakukan. Penjualan kayu yang dilakukan oleh petani pada umumnya adalah jenis sengon, dikarenakan sengon merupakan jenis yang paling banyak ditanam di lahan para petani juga memiliki umur tebang yang relatif singkat (5 tahun). Berikut ini disajikan persentase bentuk penjualan kayu oleh petani hutan rakyat dapat dilihat pada Tabel 10.

29 Tabel 10 Persentase bentuk penjualan kayu oleh petani hutan rakyat No Desa Bentuk Penjualan Kayu (%) Pohon Berdiri Kayu Bulat 1 Margajaya 100 0 2 Sidamulih 100 0 Bentuk penjualan kayu yang dilakukan oleh responden petani hutan rakyat dari kedua desa adalah dalam bentuk pohon berdiri (100%). Responden petani hutan rakyat menilai bahwa sistem penjualan dalam bentuk pohon berdiri lebih menguntungkan dibandingkan dengan bentuk kayu bulat. Penjualan dalam bentuk kayu bulat mengharuskan petani hutan rakyat melakukan pemanenan sendiri mulai dari menebang sampai menyarad ke pinggir jalan untuk dijual. Hal ini tidak dilakukan karena biaya pemanenan yang cukup mahal dan petani mendapatkan resiko kerugian akibat adanya kayu gerowong yang tidak bisa dijual. Bila dibandingkan dengan pohon berdiri, petani hutan rakyat tidak perlu melakukan pemanenan sendiri karena pemanenan dilakukan sepenuhnya oleh pihak pembeli. Data tentang penjualan kayu rakyat oleh petani hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Pemasaran kayu rakyat di lokasi penelitian termasuk mudah, petani cukup mendatangi pedagang pengumpul dan melakukan transaksinya di lahan milik petani. Harga yang ditentukan yaitu berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Dalam sistem penjualannya kayu rakyat biasanya dijual oleh petani dengan beberapa sistem penjualan, yaitu menghitung per pohon, kubikasi, atau borongan. Sistem penjualan kayu rakyat oleh petani dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Sistem penjualan kayu rakyat No Desa Sistem Penjualan (%) Per pohon Kubikasi Borongan 1 Margajaya 0 3 97 2 Sidamulih 0 23 76 Sistem penjualan kayu rakyat oleh petani yang paling banyak digunakan dari kedua desa yaitu dengan sistem borongan sebanyak 76% sampai 97%. Sistem ini adalah sistem penjualan kayu rakyat dengan cara menghitung pohon yang akan dijual dalam luasan lahan tertentu. Harga yang ditentukan dilakukan dengan cara

30 kesepakatan antara petani dan pembeli. Pada awalnya petani yang akan menjual kayu menawarkan harga kepada pembeli, setelah itu pembeli menaksir banyaknya pohon yang akan di jual dalam luasan tertentu dan menaksir volume setiap pohonnya. Hasil volume akan dikalikan harga per kubik kayu yang dijualnya. Sehingga diperoleh harga yang sesuai untuk membeli kayu dan terjadi tawar menawar antara petani dan pembeli. Menurut petani sistem ini memiliki keuntungan yaitu kayu yang dijualnya dapat diambil semua dan petani tidak mengalami kerugian jika terdapat pohon yang gerowong. Kerugian ini ditanggung oleh pedagang pengumpul sebagai pihak pembeli. Namun sistem ini juga memiliki kekurangan yaitu harga beli yang diberikan oleh pedagang pengumpul ditentukan dengan cara menaksir volume pohon saja. Menaksir dalam hal ini adalah memperkiraan volume pohon yang akan dijual. Sehingga perhitungan volume kurang akurat yang dapat mengakibatkan petani mengalami kerugian. Namun ada juga sebagian kecil petani yang menjual kayunya dengan sistem kubikasi sebesar 3% sampai 23%. Sistem ini biasanya dipakai jika petani sudah mengerti perhitungan volume pohon. Dalam penjualannya, pohon yang akan dijualnya dihitung diameter dan tinggi taksirannya kemudian pembeli menentukan volume pohon tersebut dengan melihat tabel tarif volume kayu. Sistem penjualan kubikasi merupakan sistem yang paling baik karena harga beli yang diberikan pedagang pengumpul sesuai dengan volume yang akan dijual oleh petani. Keuntungan sistem ini petani akan mendapatkan harga jual yang sesuai dengan volume jualnya dan petani tidak tertipu oleh harga beli pedagang pengumpul. Namun sistem ini jarang sekali digunakan petani karena keterbatasan informasi cara menghitung volume pohon. 5.2.2 Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul merupakan salah satu pelaku pemasaran kayu rakyat. Responden ini ditemui di lokasi penelitian sebanyak 15 orang dari 3 desa, yaitu: Desa Neglasari, Desa Sidamulih, dan Desa Margajaya. Pada saat melakukan wawancara terhadap responden pedagang pengumpul ini, pada umumnya dapat ditemui di rumah mereka masing-masing pada waktu tertentu. Hal ini disebabkan

31 waktu yang dimiliki responden ini digunakan sebaik-baiknya untuk mencari kayu yang akan dijual. Disamping itu selain menjadi pedagang pengumpul, responden ini juga sering melakukan aktivitas bertani di sawah bersama keluarga dan kerabat dekatnya. Karakteristik responden pedagang pengumpul pada masing-masing desa dapat dikelompokkan berdasarkan kelompok umur, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian. Persentase terbesar pada karakteristik responden pedagang pengumpul berdasarkan umur yaitu 66,67% pada responden yang berusia 40-49 tahun. Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikannya, responden pedagang pengumpul masih memiliki tingkat pendidikan rendah sebesar 66,67% yaitu tingkat pendidikan SD. Pada umumnya mata pencaharian responden pedagang pengumpul yaitu petani. Profesi sebagai pedagang pengumpul biasanya dilakukan pada saat ada penjualan kayu, apabila tidak ada responden ini melakukan kegiatan bertani. Pengelompokkan responden pedagang pengumpul pada masing-masing desa penelitian berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Karakteristik pedagang pengumpul hutan rakyat di tingkat desa berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian Karakteristik Jumlah Persentase (%) Umur 20-49 13 86,67 >50 2 13,33 Pendidikan SD 10 66,67 SLTP 5 33,33 SLTA 0 0 Mata Pencaharian utama Petani 10 66,67 Wiraswasta 2 13,33 Pengusaha kayu 3 20 Mata Pencaharian Sampingan Pedagang makanan 3 20 Pengusaha kayu 8 53,33 Petani 4 26,67 Responden pedagang pengumpul mendapatkan kayu dari petani langsung. Pedagang pengumpul ini mendatangi rumah petani dan menawarkan apakah kayu yang dimiliki petani akan dijual atau tidak. Selain itu, ada juga petani yang menemui pedagang pengumpul menawarkan kayunya yang akan dijual. Bentuk

32 transaksi jual beli antara petani dengan pedagang pengumpul yaitu tunai. Petani biasanya menjual hasil kayu rakyat pada pedagang pengumpul yang berada pada satu desa ataupun kecamatan. Pedagang pengumpul pada umumnya merupakan keluarga petani yang memiliki modal lebih dari Rp 10 juta, sehingga mampu membeli kayu milik petani pada saat dibutuhkan. Ada pun modal yang dimiliki oleh pedagang pengumpul berasal dari hasil pinjaman industri penggergajian. Dengan modal pinjaman yang diberikan, mengharuskan pedagang pengumpul menjual kayunya ke industri tersebut. Kayu yang dipasarkan pedagang pengumpul ke industri penggergajian yaitu berbentuk kayu bulat (log). Hal ini disebabkan karena pedagang pengumpul tidak memiliki alat untuk penggergajian kayu, sehingga kayu yang dibeli kemudian dijual lagi ke industri penggergajian. Lokasi industri penggergajian dengan pedagang pengumpul berada pada satu kecamatan. Dalam usaha pembelian kayu, pedagang pengumpul tidak memiliki target yang tetap setiap bulannya karena daya beli pedagang sangat bergantung pada ketersediaan modal. Pembelian kayu yang dilakukan pedagang pengumpul per bulannya sekitar 4-20 kali pembelian dan kapasitas pembelian kayu sebanyak 5-70 m³. Data mengenai kapasitas pembelian kayu rakyat oleh pedagang pengumpul dapat dilihat pada Lampiran 3. Kegiatan pemanenan dilakukan sepenuhnya oleh pedagang pengumpul, mulai dari menebang sampai pengangkutan. Alat yang digunakan untuk menebang yaitu chainsaw, sedangkan alat untuk menyarad kayu ke pinggir jalan yaitu menggunakan motor, mobil dan tenaga manusia. Penggunaan motor dan mobil dapat dilakukan jika keadaan jalan sarad dapat dilewati. Apabila jalan sarad tidak dapat dilewati dengan kendaraan, maka penyaradan dilakukan menggunakan tenaga manusia dengan cara dipikul. Hasil pembelian kayu dapat langsung di angkut ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK) dengan menggunakan mobil. Pedagang pengumpul yang memiliki lahan sendiri untuk dijadikan TPK akan menampung kayunya sementara sebelum kayunya dijual ke industri penggergajian. sebaliknya jika pedagang pengumpul tidak memiliki lahan untuk TPK, maka kayu tersebut dapat langsung di bawa menuju TPK milik industri gergajian.

33 Gambar 5 Log di TPK pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul memiliki tenaga kerja yang membantu dalam kegiatan pemanenannya. Pada umumnya memiliki tenaga kerja sebanyak 5-15 orang dengan upah yang diberikan per hari berkisar anatara Rp 25.000 sampai Rp 35.000. Upah yang diberikan jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan yang dikerjakannya. Upah operator chainsaw biasanya lebih besar daripada upah kuli panggul dalam pengangkutannya. 5.2.3 Industri Penggergajian Industri penggergajian yang ditemukan pada saat penelitian yaitu berada di Desa Sidamulih, Desa Bangunsari, dan Desa Neglasari sebanyak 10 responden. Produk yang dibuat dari industri penggergajian ini yaitu berupa produk olahan seperti papan dan kusen. Jenis dan ukuran produk yang dihasilkan industri penggergajian dapat dilihat pada Lampiran 4. Bahan baku yang dibuat untuk produk olahan yaitu jenis sengon. Gambar 6 merupakan gambar produk olahan kayu gergajian yang dihasilkan oleh industri penggergajian. Produk ini kemudian akan dijual ke industri yang lebih besar di luar kota. Gambar 6 Produk olahan kayu gergajian.

34 Kegiatan produksi pada industri penggergajian sangat bergantung pada ketersediaan modal yang dimiliki. Modal yang dimiliki rata-rata setiap industri penggergajian adalah lebih dari Rp 100 juta. Kapasitas industri penggergajian dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Kapasitas industri penggergajian produk olahan No Responden Nama Industri Lokasi Kapasitas Produksi (m³/bulan) 1 PK. Dua Sekawan Sidamulih 180 2 PK. Sinar Laksana Sidamulih 100 3 PK.Karunia Sidamulih 40 4 PK. Sono Jati Sidamulih 100 5 UD. Citra Mandiri Bangunsari 288 6 PK. Karya Jati Bangunsari 83 7 Timan Bangunsari 40 8 PK. Barokah Jaya Mandiri Bangunsari 80 9 PK. Mandala Neglasari 200 10 Rudi Karya Neglasari 125 Jumlah 1236 Rata-rata 123,6 Tabel 13 menunjukkan bahwa hampir setiap industri penggergajian memiliki nama perusahanya. Hal tersebut membuktikan bahwa industri tersebut legal dan memiliki surat izin yang sah. Rata-rata kapasitas produksi olahan per bulannya sebesar 123,6 m³. Industri ini umumnya menjual produk kayu berupa olahan ke industri besar yang berada di luar kota yaitu diantaranya Surabaya, Bekasi, Tasik, Tanggerang, Banjar, Karawang, Bogor, Depok, Jepara, Cirebon, dan Tegal. Data tujuan pemasaran oleh industri penggergajian dapat dilihat pada Lampiran 5. Industri penggergajian ini memiliki jumlah tenaga kerja antara 10-50 orang dengan upah per hari sebesar Rp 28.000 sampai Rp 45.000. Alat penggergajian yang digunakan untuk membuat produk olahan adalah mesin Band Saw dengan merk Pandan 36. Jumlah unit yang dimiliki oleh industri penggergajian ini yaitu minimal dua unit.

35 Gambar 7 Alat penggergajian kayu. Ukuran produk olahan yang dibuat berbeda-beda sesuai permintaan industri besar. Ukuran untuk pembuatan produk olahan seperti papan tebal (2,7; 3,7; 5,2) cm, panjang dengan ukuran lebih dari 1 m, dan lebar (8,10,12) cm berlaku kelipatan 2. Produk olahan yang dijual memiliki kualitas seperti super (kualitas A) dan all grade (kualitas B). Kualitas A produk yang bebas dari mata hati dan busuk, maksimal mata hati berjumlah 2. Sedangkan kualitas B boleh terdapat mata hati hanya tidak boleh busuk. Harga jual setiap industri berbeda-beda sesuai dengan pertimbangan biaya yang mereka keluarkan. Produk olahan memiliki harga jual yang berbeda-beda sesuai kualitas produknya. Produk olahan jenis kualitas A dijual dengan harga rata-rata sekitar Rp 1,2 juta/m³ sedangkan jenis olahan kualitas B sekitar Rp 1 juta/m³. Harga jual rata-rata produk olahan dari industri penggergajian ke industri besar di luar kota yaitu sebesar Rp 1.200.000/m³. Perhitungan harga jual rata-rata untuk produk olahan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Perhitungan harga jual rata-rata produk olahan No Responden Nama Industri Harga Kayu gergajian (Rp/m³) 1 PK. Dua Sekawan 1.200.000 2 PK. Sinar Laksana 1.250.000 3 PK.Karunia 1.200.000 4 PK. Sono Jati 1.250.000 5 UD. Citra Mandiri 1.200.000 6 PK. Karya Jati 1.200.000 7 Timan 1.200.000 8 PK. Barokah Jaya Mandiri 1.200.000 9 PK. Mandala 1.100.000 10 Rudi Karya 1.200.000 Harga jual rata-rata produk olahan U1.200.000

36 Pada umumnya industri ini memperoleh bahan bakunya dari pedagang pengumpul. Bahan baku tersebut akan langsung dikirimkan ke TPK milik industri. Sehingga industri penggergajian tidak disulitkan dalam hal pemenuhan bahan bakunya. Gambar 8 Log di TPK industri penggergajian. 5.3 Karakteristik Pengelolaan Hutan Rakyat Sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Sidamulih dan Desa Margajaya Kecamatan Pamarican hampir sama. Pengelolaan masih dilakukan secara tradisional dan menggunakan alat yang masih manual. Petani hutan rakyat memanfaatkan lahan mereka untuk ditanami jenis-jenis kayu rakyat yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pola tanam yang dilakukan dalam penanaman adalah pola tanam hutan rakyat campuran (heterogen). Dalam satu luasan lahan terdapat beberapa jenis kayu rakyat yang ditanam. Jenis-jenis tersebut, antara lain: sengon, jati, mahoni, dan kayu rimba. Petani juga menanam tanaman buah-buahan dan palawija seperti kelapa, durian, kapol, kopi, coklat dan pisang dibawah tegakan. Pengelolaan ini sangat menguntungkan bagi petani karena dapat memanfaatkan hasil yang dipanen dalam jangka waktu yang pendek dan panjang. Jenis kayu dapat dimanfaatkan hasilnya dalam jangka waktu yang panjang dan sesuai kebutuhan, sedangkan tanaman yang berada dibawahnya dapat dipanen dalam jangka yang pendek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sistem hutan rakyat dengan pola tersebut adalah sistem agroforestri yang memadukan antara tanaman kehutanan dengan pertanian.

37 Gambar 9 Hutan rakyat pola agroforestri. Dalam pengelolaannya petani menyadari bahwa dengan adanya penanaman hutan rakyat akan memperbaiki fisik tanah, mencegah erosi, dan sebagai penghijauan. Petani pun telah melaksanakan sistem pengelolaan yang lestari dan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi. Penanaman yang dilakukan oleh petani pada saat cuaca memungkinkan. Penyiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah dengan cara membersihkan lahan dari gulma dan pemberian pupuk kandang agar tanah menjadi subur. Setelah tanah siap digunakan petani membuat jalur tanam dan ditandai dengan menggunakan ajir dan lubang tanam seluas 30 cm x 30 cm x 30 cm. Petani dapat melakukan penyemaian sendiri disekitar lahan miliknya. Disamping itu juga petani dapat membeli bibit dari pedagang keliling yang datang ke desa. Jarak tanam yang digunakan di Desa Sidamulih rata-rata lebih rapat 3 m x 2 m dibandingkan dengan Desa Margajaya rata-rata 3 m x 6 m. Sebagian besar petani hutan rakyat di Desa Margajaya dan Desa Sidamulih membiarkan pohonnya tanpa pemeliharaan. Petani hanya mengandalkan air hujan untuk penyiraman. Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang ataupun buatan jarang sekali dilakukan. Hal tersebut dikarenakan tanaman tersebut telah diberi pupuk pada saat penanaman yang dicampurkan ke dalam media tanam. Pupuk tersebut berupa pupuk bokasi yang dibuat sendiri dengan menggunakan kotoran ternak. Petani hanya memberi perlakuan terhadap pohon yang terkena hama dengan mengupas kulit dan menempelkan insektisida berupa puradan. Penyulaman pada tanaman yang mati hanya dilakukan pada saat tanaman berumur 10-20 hari. Penjarangan pun jarang dilakukan petani karena pada saat tanaman masih kecil terdapat pohon yang mati sehingga tidak perlu dilakukan penjarangan.

38 Tanaman yang ditanam di bawah tegakan pohon dapat ditanam pada saat pohon kayu rakyat masih kecil. Pada umumnya tanaman buah-buahan ataupun palawija di tanam di sela-sela jarak tanam pohon kayu rakyat. Tanaman buahbuahan dan palawija hanya di pupuk sesekali jika tanaman tersebut kurang baik. Tanaman sela yang digunakan petani pada umumnya yaitu kapol, karena kapol memiliki harga jual yang cukup tinggi. Kegiatan Pemanenan hasil kayu rakyat dapat disesuaikan dengan kebutuhan petani. Pohon sengon dapat di panen setelah berumur lebih dari 5 tahun, sedangkan untuk jati dan mahoni dapat dipanen setelah umur lebih dari 15 tahun. Pada umumnya kegiatan pemanenan dilakukan sepenuhnya oleh pembeli kayu rakyat, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk kegiatan pemanenan. Berbeda dengan tanaman yang berada dibawah tegakan dapat dipanen oleh petani sendiri berdasarkan musiman. 5.4 Analisis Struktur Pasar Menurut Hasibuan (1993) terdapat kriteria dalam menentukan struktur pasar, yaitu jumlah perusahaan, kondisi masuk, dan tipe produk yang diperdagangkan. 5.4.1 Struktur Pasar di Tingkat Petani Analisis struktur pemasaran perlu dilihat dari berbagai sudut pandang pelaku pasar. Pada kondisi pemasaran kayu rakyat di lokasi penelitian, jika dilihat dari sudut pandang produsen kayu (petani) adalah struktur pasar oligopoli murni dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul sebagai pihak pembeli kayu dari petani hutan rakyat. Hal tersebut karena dapat dilihat dari jumlah petani yang sedikit, karena pada saat petani menjual kayu tidak dalam waktu yang sama serta sifat produk yang diperjualkannya homogen. 5.4.2 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul Sama halnya jika dilihat dari sudut pandang penjual (pedagang pengumpul) struktur pasar yang terbentuk pada penelitian ini adalah struktur pasar oligopsoni murni terhadap industri penggergajian. Karena jumlah pedagang

39 pengumpul lebih sedikit dan komoditas yang diperdagangkannya homogen. Kondisi ini berarti industri penggergajian sangat bergantung pada pedagang pengumpul dalam pemenuhan bahan baku. 5.4.3 Struktur Pasar di Tingkat Industri Penggergajian Struktur pasar di tingkat industri penggergajian dilihat dari sudut pandang penjual adalah struktur pasar oligopsoni murni, karena jumlah industri penggergajian lebih sedikit dan produk yang dibuatnya homogen. Penentuan harga jual produk berdasarkan kesepakatan antara industri penggergajian dengan industry besar di kota. Adanya industri penggergajian yang baru akan menjadi pesaing bagi industri lama. Struktur pasar setiap pelaku pemasaran dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Struktur pasar kayu rakyat di Kecamatan Pamarican Pelaku Pasar Sifat Produk Jumlah Produsen Struktur Pasar Petani Homogen Sedikit Oligopoli Murni Pedagang Pengumpul Homogen Sedikit Oligopsoni Murni Industri Penggergajian Homogen Sedikit Oligopsoni Murni Analisis struktur pasar juga dapat dianalisis dengan menggunakan derajat konsentrasi pasar pendekatan indeks herfindahl (H). Indeks ini akan mengukur tingkat konsentrasi pasar yang terjadi dengan memperhitungkan penjumlahan hasil kuadrat dari pangsa pasar setiap pedagang. Nilai H yang diperoleh sebesar 0,188 (mendekati nol) yang berarti jika H < 0,5 maka pasar cenderung kompetitif (Lampiran 3). Kondisi pasar seperti ini akan menguntungkan bagi petani hutan rakyat karena setiap petani mempunyai kebebasan keluar masuk pasar. Sedangkan bagi pedagang pengumpul pada kondisi seperti ini sulit melakukan monopoli harga sehingga posisi tawar petani akan lebih tinggi. Berdasarkan penelitian Sugih (2009) yang berlokasi di Kabupaten Sukabumi, struktur pasar produk kayu gergajian yang terbentuk pada tingkat petani berbeda dengan Kecamatan Pamarican oligopsoni terdiferensiasi. Hal tersebut dikarenakan struktur pasar dipandang dari sudut pandang penjual dan sifat produk yang diperdagangkannya terdiferensiasi. Sedangkan struktur pasar pada tingkat petani yang berada di Kecamatan Pamarican dilihat dari sudut

40 pandang pembeli (pedagang pengumpul) terhadap petani. Jumlah petani sedikit karena pada saat petani menjual kayunya tidak dalam waktu yang sama serta sifat produk yang diperdagangkannya homogen. Struktur pasar pada tingkat pedagang pengumpul di Kabupaten Sukabumi juga berbeda dengan Kecamatan Pamarican oligopsoni terdiferensiasi. Struktur pasar dipandang sama dari sudut pandang penjual, namun yang membedakan adalah sifat produk yang diperdagangkannya terdiferensiasi. Struktur pasar pada tingkat industri penggergajian adalah pasar persaingan monopolistik, berbeda dengan struktur pasar di Kecamatan Pamarican oligopsoni murni. Hal tersebut karena di Kabupaten Sukabumi memiliki jumlah penjual (industri penggergajian) yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah konsumennya serta sifat produk yang diperdagangkan terdiferensiasi. Sedangkan di Kecamatan Pamarican sifat produk yang diperdagangkannya homogen. 5.5 Analisis Saluran Pemasaran Kayu Rakyat Terdapat beberapa pelaku pemasaran pada pendistribusian kayu rakyat dalam saluran pemasaran diantaranya petani, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian. Petani menjual kayu rakyat kepada pedagang pengumpul dan industri penggergajian. Pedagang pengumpul menjual kepada industri penggergajian. Industri penggergajian menjual kepada industri besar di luar kota yang kemudian dijual ke konsumen akhir. Saluran pemasarannya dapat dilihat pada Gambar 10 berikut. Petani Pedagang Pengumpul Industri Penggergajian Industri Besar Konsumen Akhir Gambar 10 Diagram saluran pemasaran kayu rakyat.

41 Gambar 10 menjelaskan 2 saluran pemasaran yang terbentuk, sebagai berikut: 1. Saluran 1 : Petani Pedagang Pengumpul Industri Penggergajian Industri Besar Konsumen Akhir 2. Saluran 2 : Petani Industri Penggergajian Industri Besar Konsumen Akhir Saluran pemasaran yang terjadi bukan dipilih berdasarkan keuntungan yang akan diperoleh, tetapi lebih dikarenakan oleh kondisi pada saat petani menjual kayunya. Seperti pada saluran pemasaran dalam Gambar 10 terlihat bahwa petani dapat menjual kayu rakyat kepada kedua pelaku pemasaran yaitu kepada pedagang pengumpul dan industri penggergajian. Hal tersebut karena petani akan memilih pihak pembeli yang mau membeli kayunya dengan segera dengan sejumlah uang yang dia butuhkan pada saat itu. Adapun karena kedekatan antara petani dengan pihak pembeli. Dalam hal ini keputusan petani untuk memilih kepada siapa kayunya akan dijual tidak didasarkan pada seberapa besar keuntungan yang diperoleh, namun lebih didasarkan pada siapa yang bisa dengan segera membeli kayunya dengan jumlah uang yang dia butuhkan saat itu. Pedagang pengumpul akan menjual kayunya langsung kepada industri penggergajian. Hal tersebut karena sebagian pedagang pengumpul diberi pinjaman modal dari pihak industri penggergajian yang akan menerima pembelian kayunya. Pada umumnya mereka memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Industri penggergajian akan menjual hasil produknya ke industri besar yang berada di luar kota. 5.6 Analisis Pendapatan Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Analisis pendapatan pada pelaku pemasaran dapat dilakukan diantaranya petani, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian. Pada penelitian ini analisis dilakukan untuk mengetahui pendapatan pada setiap pelaku pemasaran kayu rakyat. 5.6.1 Analisis Pendapatan Petani Hutan Rakyat Pada umumnya petani mendapatkan pendapatan dari hasil panen padi yang dapat dipanen dua kali selama satu tahun. Kayu yang dijual oleh petani pada

42 umumnya jenis sengon yang telah masak tebang. Harga beli kayu sengon rata-rata Rp 600.000/m³ dari petani. Kayu yang dijual rata-rata memiliki diameter 20-29 cm yang masuk kedalam kualitas OD. Untuk saat ini kualitas OP dengan diameter 10-19 cm dianggap masih kecil oleh petani sehingga akan menghasilkan harga yang lebih murah. Sedangkan kualitas OGD dengan diameter > 30 cm up, jarang sekali petani menghasilkan kayu dengan diameter yang besar karena kebutuhan petani tidak dapat diduga. Berdasarkan analisis data primer yang diperoleh dari responden petani hutan rakyat, diketahui bahwa pendapatan rata-rata petani yang diperoleh dari hasil hutan rakyat per tahunnya sebesar 31,5% dari total pendapatan petani. Tabel 16 dibawah ini merupakan tabel analisis pendapatan petani hutan rakyat di kedua desa. Tabel 16 Pendapatan petani hutan rakyat pada masing-masing desa Desa N Sumber Pendapatan (Rp/tahun) Sawah (%) Kayu Rakyat (%) Total (Rp) Margajaya 30 115.600.000 70 50.560.000 30 166.160.000 Sidamulih 30 115.800.000 67 56.310.000 33 172.110.000 Jumlah 60 231.400.000 106.870.000 338.270.000 Rata-rata 3.856.667 68,5 1.781.167 31,5 5.637.834 Tabel 16 menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata setiap petani dari kedua sumber pendapatan sebesar Rp 5.637.834/tahun. Pendapatan yang diperoleh dari hasil kayu rakyat pertahunnya sebesar Rp 1781.167 atau setara dengan 31,5%, sedangkan pendapatan dari hasil sawah sebesar Rp 3.856.666/tahun atau setara dengan 68,5%. Data tersebut menunjukkan bahwa kontribusi nilai ekonomi hutan rakyat relatif lebih kecil. Hal ini disebabkan karena masa panen sawah lebih cepat dua kali dalam satu tahun, sedangkan kayu rakyat dapat dipanen jika pohon sudah lebih dari lima tahun. Namun hutan rakyat tetap dipelihara dan dilestarikan, karena dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang sifatnya mendadak. Selain itu masyarakat menyadari dengan adanya hutan rakyat dapat menjaga kesuburan tanah dan menjaga agar tidak terjadi erosi. Tanaman yang berada di bawah tegakan kayu

43 pun dapat membantu penghasilan keluarga, karena tanaman dibawah tegakan tidak akan tumbuh baik jika di lahan terbuka. 5.6.2 Analisis Pendapatan Pedagang Pengumpul Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul dalam memperoleh kayu, antara lain: upah buruh, transportasi, dan ijin tebang. Upah untuk buruh sebesar Rp 22.500/m³, sedangkan biaya untuk membuat surat ijin tebang oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 4.000/m³. Surat ijin ini berbentuk lembaran SKAUK (Surat Keterangan Asal Usul Kayu) yang dibuat di desa setempat. Menurut peraturan daerah Kabupaten Ciamis No. 19 tahun 2004, SKAUK adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sebagai bukti kepemilikan kayu rakyat. Setiap orang atau badan usaha yang akan menebang pohon kayu rakyat untuk diperjualbelikan wajib membuat SKAUK sebagai bukti kepemilikan. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki rata-rata 10 orang. Rincian biaya pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Rincian biaya pedagang pengumpul Kategori Biaya Jumlah (Rp/bulan) Persentase (%) Upah 562.500 65 Transportasi 210.000 24 Ijin Tebang 100.000 11 Total 872.500 100 Pedagang pengumpul memiliki kapasitas pembelian kayu yang berbedabeda tergantung modal yang dimiliki. Pembelian kayu yang dilakukan pedagang pengumpul per bulannya sekitar 4-20 kali pembelian dengan volume rata-rata pembelian sebesar 25 m³/bulan. Rata-rata harga pembelian kayu rakyat dari petani sebesar Rp 600.000/m³. Kemudian pedagang pengumpul akan menjual kayunya kepada industri penggergajian dengan rata-rata harga sebesar Rp 700.000/m³ dengan biaya total yang ditanggung perbulannya sekitar Rp 872.500. Maka dapat dihitung pendapatan rata-rata pedagang pengumpul per bulannya yaitu sebesar Rp 1.627.500 atau Rp 65.100/m³. Analisis pendapatan pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 18.

44 Tabel 18 Analisis pendapatan pedagang pengumpul kayu rakyat Kategori Jumlah Volume rata-rata pembelian (m³/bulan) 25 Harga (Rp/m³) Beli 600.000 Jual 700.000 Biaya (Rp) perbulan (Rp/bln) 872.500 Pendapatan perbulan (Rp/bln) 1.627.500 Per m³ (Rp/m³) 65.100 5.6.3 Analisis Pendapatan Industri Penggergajian Biaya yang dikeluarkan industri penggergajian sangat besar, yaitu: fixed cost dan variable cost. Biaya fixed cost merupakan biaya tetap atau biaya yang tidak berubah-ubah jika dikeluarkan setiap bulannya walaupun jumlah barang yang dihasilkannya berubah. Pada umumnya industri penggergajian memiliki tempat sendiri sehingga tidak perlu menyewa tempat untuk dijadikan TPK. Sedangkan variable cost merupakan biaya yang dapat berubah-ubah tergantung dari jumlah barang yang dikeluarkannya. Biaya tersebut diantaranya biaya dokumen dan transportasi. Jenis yang diperjualbelikannya adalah jenis produk olahan berupa kayu gergajian. Rincian dan persentase biaya industri penggergajian produk olahan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Rincian dan persentase biaya industri penggergajian produk olahan kayu gergajian Fixed Cost Jumlah (Rp/bln) % Variable Cost Jumlah (Rp/bln) % Upah buruh 2.781.000 9,28 Dokumen 4.944.000 16,49 0 Transportasi 22.248.000 74,23 Total 2.781.000 9,28 Total 27.192.000 90,72 Tabel 19 menunjukkan bahwa persentase biaya variable sebesar (90,72%) lebih besar dibandingkan dengan biaya tetap sebesar 9,23%. Biaya dokumen untuk jenis olahan yang dikeluarkan salah satunya Faktur Angkutan Kayu Olahan (FAKO). Dalam pengiriman produk olahan ke luar kota harus disertai dengan FAKO, dokumen ini harus dibuat sebelum kegiatan pengiriman barang ke industri yang berada di luar kota. Dokumen tersebut menunjukkan bahwa kayu yang dikirim merupakan kayu legal. Biaya untuk pembuatan dokumen FAKO rata-rata sebesar Rp 40.000/m³, sedangkan biaya transportasi tiap pengiriman produk olahan kayu gergajian ke luar kota yaitu rata-rata sebesar Rp 180.000/m³. Dari

45 biaya-biaya diatas dapat dihitung pendapatan yang diterima oleh industri penggergajian dalam bentuk produk olahan yang dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Analisis pendapatan industri penggergajian produk olahan kayu gergajian Jenis Volume Jual Harga (Rp/m³) Biaya Total Pendapatan Produk (m³/bln) Beli Jual (Rp/bln) (Rp/bln) Palet 123,6 700.000 1.200.000 29.973.000 31.827.000 Berdasarkan data primer yang telah diolah, volume jual industri penggergajian dalam bentuk kayu olahan perbulannya rata-rata 123,6 m³. Industri penggergajian ini mendapatkan bahan baku kayu dalam bentuk log dari pedagang pengumpul dengan harga Rp 700.000/m³. Bahan baku yang diperoleh diolah menjadi produk kayu olahan yang dijual ke luar kota dengan harga rata-rata Rp 1.200.000/m³, sehingga industri penggergajian ini memperoleh pendapatan sebesar Rp 31.827.000/bulan. 5.7 Analisis Marjin dan Efisiensi Pemasaran Kayu Rakyat 5.7.1 Analisis Marjin Pemasaran Kayu Rakyat Marjin pemasaran kayu rakyat merupakan perbedaan harga yang diterima oleh petani sebagai produsen dengan harga yang diterima konsumen. Marjin pemasaran kayu rakyat dianalisis berdasarkan saluran pemasaran yang terjadi dengan menghitung keuntungan pemasaran yang diperoleh dan biaya pemasaran yang dikeluarkan. Dalam hal ini yang dipasarkan adalah produk kayu olahan. Besarnya biaya, marjin, dan keuntungan pemasaran kayu rakyat dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Biaya, marjin, dan keuntungan pemasaran kayu sengon Saluran Pelaku Pemasaran Rasio Petani (%) Pedagang Pengumpul (%) Industri Penggergajian (%) Pemasaran Farmer's Share C π Marjin C π Marjin π/c 1 50 3,87 4,46 8,33 21,88 19,79 41,67 2,06 2 54,17 25,75 20,08 45,83 0,78 Keterangan: c = biaya, π = keuntungan

46 Pemasaran produk kayu sengon berdasarkan Tabel 21 di atas, marjin pemasaran tertinggi diterima oleh industri penggergajian pada saluran 2 yaitu sebesar 45,83% dari harga beli konsumen (industri besar). Pada saluran 2 ini, industri penggergajian bertindak sebagai pengolah kayu dan menjual kayunya dalam bentuk kayu olahan. Industri penggergajian ini mendapatkan bahan baku kayu rakyat langsung dari petani. Sedangkan marjin pemasaran yang paling kecil diterima oleh pedagang pengumpul pada saluran 1 sebesar 8,33%. Hal ini dikarenakan pendistribusian bahan baku yang dilakukan oleh pedagang pengumpul hanya kepada industri penggergajian. Sehingga akan mendapatkan keuntungan yang relatif lebih kecil. Marjin yang diterima masing-masing saluran pemasaran ditentukan oleh biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh. Pada lokasi penelitian, dalam pemasaran kayu rakyatnya biaya pemanenan tidak menjadi tolok ukur utama bahkan cenderung diabaikan. Dalam hal ini, pedagang pengumpul memperoleh marjin yang kecil. Sehingga pedagang pengumpul harus menekan harga serendah mungkin ditingkat petani agar keuntungan yang diperoleh semakin besar. Saluran pemasaran kayu rakyat pada lokasi penelitian memiliki total marjin pemasaran antara 45,83% sampai 50%. Total marjin pemasaran yang paling tinggi pada saluran 1 sebesar 50%. Sedangkan saluran kedua memiliki total marjin yang rendah 45,83% (Lampiran 7). Adapun total biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing saluran pemasaran adalah sama sebesar 25,75%. Dan total keuntungan yang diperoleh dari saluran 1 dan 2, yaitu: sebesar 24,25% dan sebesar 20,08%. 5.7.2 Analisis Efisiensi Pemasaran Kayu Rakyat Efisiensi pemasaran dapat dilihat berdasarkan marjin pemasaran, biaya pemasaran, dan farmer s share yang diterima oleh petani. efisiensi dari suatu tindakan ekonomi adalah besarnya keuntungan yang diperoleh dan sedikitnya biaya yang dikeluarkan. Dengaan hal itu, maka efisiensi pemasaran dapat terjadi jika biaya yang dikeluarkan sangat kecil untuk memperoleh keuntungan

47 pemasaran yang besar. Terdapat beberapa pelaku pemasaran kayu rakyat diantaranya petani hutan rakyat, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian. Dari pelaku-pelaku pemasaran tersebut membentuk dua saluran pemasaran dalam mendistribusikan hasil hutan rakyat. Farmer s share menggambarkan tingginya harga jual di tingkat petani, sehingga saluran pemasaran yang memiliki farmer s share yang tinggi akan menjadi saluran pemasaran yang menguntungkan bagi petani. Besarnya marjin pemasaran yang diperoleh akan mempengaruhi besarnya farmer s share pada tingkat petani. Nilai farmer s share yang diterima oleh petani pada saluran 1 dan 2, yaitu: sebesar 50% dan sebesar 54,17%. Keuntungan pemasaran dapat diperoleh dari pengurangan marjin pemasaran dengan biaya pemasaran. Semakin besar biaya pemasaran yang dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh semakin kecil. Biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran dapat digabungkan dengan rasio π/c. Rasio ini merupakan perbandingan antara keuntungan dan biaya yang dikeluarkan. Nilai dari perbandingan ini dapat digunakan sebagai indikator efisiensi pemasaran. Nilai perbandingan π/c pada saluran 1 dan 2, yaitu: sebesar 2,06% dan sebesar 0,78%. Berdasarkan nilai farmer s share dan nilai marjin pemasaran, saluran pemasaran yang paling efisien di lokasi penelitian adalah saluran pemasaran 2. Karena saluran pemasaran 2 ini memiliki nilai farmer s share yang paling besar, walaupun saluran ini memiliki rasio K/B yang terkecil dibandingkan saluran pemasaran 1. Tetapi saluran 2 ini memiliki nilai marjin yang paling kecil dibandingkan nilai farmer s share-nya. 5.8 Kecenderungan Hubungan Antar Karakteristik Petani Hutan Rakyat Analisis tabulasi silang digunakan untuk mengetahui kecenderungan hubungan antar karakteristik petani hutan rakyat. Karakteristik yang digunakan, yaitu: luas hutan rakyat, luas lahan pertanian, pendapatan, umur, pendidikan, dan sistem penjualan. Tabel 22 menunjukkan bahwa semakin luas lahan pertanian maka luas lahan hutan rakyat cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan pada umumnya pekerjaan petani yang memiliki lahan hutan rakyat adalah bertani. Petani yang

48 memiliki luasan lahan pertanian yang lebih luas akan mendapatkan pendapatan yang lebih besar. Pada umumnya petani akan menginvestasikan kekayaannya dengan mengusahakan hutan rakyat, maka semakin luas lahan pertanian akan semakin luas pula lahan hutan rakyat yang dimiliki petani. Tabel 22 Rata-rata luas lahan pertanian dan rata-rata luas hutan rakyat Luas Lahan Pertanian (ha) Luas Hutan Rakyat (ha) Jumlah 0,21 < 0,5 11 0,24 0,5-1 26 0,52 > 1 23 Tabel 23 dibawah ini menunjukkan bahwa semakin luas lahan hutan rakyat, maka akan semakin tinggi pendapatan yang diperoleh. Hal ini dikarenakan kayu rakyat yang dapat dipanen akan lebih banyak dibandingkan dengan luasan lahan hutan rakyat yang lebih kecil. Tabel 23 Rata-rata luas hutan rakyat dan rata-rata pendapatan responden Luas Hutan Rakyat (ha) Rata-Rata Pendapatan (Rp) Jumlah < 0,5 6.727.273 11 0,5-1 7.617.308 26 > 1 10.882.609 23 Kecenderungan hubungan antara luas lahan hutan rakyat dengan umur yaitu berbanding lurus. Pada umumnya petani yang lebih tua memiliki lahan hutan rakyat yang lebih luas. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan hutan rakyat lebih didominasi oleh generasi tua. Pada umumnya generasi muda tidak tertarik untuk melakukan pengusahaan hutan rakyat dan lebih memilih bekerja di kota. Tabel 24 di bawah ini merupakan kecenderungan hubungan antara rata-rata luas lahan hutan rakyat dan sebaran umur petani. Tabel 24 Rata-rata luas hutan rakyat dan sebaran umur responden Umur (tahun) Luas Hutan Rakyat (ha) 30-39 40-49 50-59 >60 Jumlah < 0,5 3 2 3 2 10 0,5-1 2 13 11 1 27 > 1 3 6 11 3 23 Jumlah 8 21 25 6 60

49 Secara umum dapat dikatakan bahwa luas kepemilikan hutan rakyat di Kecamatan Pamarican tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan responden. Tingkat pendidikan responden yang tinggi tidak selalu paralel dengan kepemilikan hutan rakyat yang lebih luas. Tabel 25 merupakan kecenderungan hubungan antara rata-rata luas hutan rakyat dan pendidikan responden. Tabel 25 Rata-rata luas hutan rakyat dan tingkat pendidikan responden Pendidikan Luas Hutan Rakyat SD SLTP SLTA PT Jumlah < 0,5 6 3 1 0 10 0,5-1 21 4 2 0 27 > 1 15 4 3 1 23 Jumlah 42 11 6 1 60 Tabel 26 menunjukkan bahwa pada umumnya petani yang memiliki luas hutan rakyat lebih besar cenderung memilih menggunakan sistem penjualan borongan. Sistem penjualan borongan ini lebih menguntungkan, karena petani tidak perlu melakukan pemanenan mulai dari menebang sampai muat bongkar. Biaya pemanenan akan ditanggung oleh pihak pembeli. Namun sistem ini juga memiliki kekurangan yaitu harga beli yang diberikan oleh pedagang pengumpul ditentukkan dengan cara menaksir volume pohon. Sistem penjualan kubikasi merupakan sistem penjualan yang paling baik karena harga beli yang diberikan oleh pedagang pengumpul sesuai dengan volume yang akan dijual. Namun sistem ini jarang sekali digunakan karena keterbatasan petani dalam menghitung volume pohon. Tabel 26 Sistem penjualan kayu rakyat dan rata-rata luas hutan rakyat rakyat Sistem Penjualan Rata-Rata Luas Hutan Rakyat (ha) Jumlah Perpohon 0 0 Kubikasi 1,18 8 Borongan 1,24 52 Tabel 27 menunjukkan bahwa pada umumnya petani yang menggunakan sistem penjualan borongan memiliki rata-rata pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem penjualan lain. Hal ini karena dengan sistem penjualan borongan petani dapat menjual kayu lebih banyak.

50 Tabel 27 Sistem penjualan kayu rakyat dan rata-rata pendapatan responden Sistem Penjualan Rata-Rata Pendapatan (Rp) Jumlah Perpohon 0 0 Kubikasi 7.825.000 8 Borongan 8.787.736 52 Tabel 28 menunjukkan bahwa petani yang memiliki umur yang lebih tua cenderung memilih sistem penjualan borongan. Hal ini dikarenakan petani hutan rakyat memiliki keterbatasan dalam menghitung volume pohon. Kecenderungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 28 dibawah ini. Tabel 28 Sistem penjualan kayu rakyat dan sebaran umur responden Umur Sistem Penjualan 30-39 40-49 50-59 > 60 Perpohon 0 0 0 0 0 Kubikasi 0 5 3 0 8 Borongan 8 16 22 6 52 Jumlah 8 21 25 6 60 Jumlah Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem penjualan kayu rakyat di Kecamatan Pamarican tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan responden. Tabel 29 Sistem penjualan kayu rakyat dan tingkat pendidikan responden Pendidikan Sistem Penjualan SD SLTP SLTA PT Jumlah Perpohon 0 0 0 0 0 Kubikasi 4 2 2 0 8 Borongan 38 9 4 1 52 Jumlah 42 11 6 1 60

51 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Pelaku pemasaran kayu rakyat di lokasi penelitian, yaitu: petani hutan rakyat, pedagang pengumpul, dan industri penggergajian (sawmill). Saluran pemasaran yang terbentuk ada dua saluran, yaitu: saluran satu tingkat dan dua tingkat. 2. Dari hasil pemasaran kayu rakyat pendapatan yang diterima oleh petani pertahunnya sebesar Rp 1.781.167 atau Rp 148.430/bulan, sedangkan pendapatan perbulan pada pedagang pengumpul sebesar Rp 1.627.500 dan industri penggergajian sebesar Rp 31.827.000. 3. Total marjin pemasaran kayu rakyat pada saluran 1 dan 2, yaitu: sebesar 50% sebesar dan 45,83%, dengan nilai farmer s share sebesar 50% dan 54,17%. Berdasarkan nilai farmer s share dan marjin pemasarannya, saluran pemasaran yang paling efisien di lokasi penelitian adalah saluran 2, karena memiliki nilai farmer s share yang paling besar dan total marjinnya yang paling kecil. 4. Struktur pasar pada petani hutan rakyat adalah oligopoli murni sedangkan pada tingkat pedagang pengumpul dan industri penggergajian adalah struktur pasar oligopsoni murni. 6.2 Saran 1. Saat ini sistem penjualan kayu rakyat, sebaiknya petani menjual kayu rakyat dengan menggunakan sistem penjualan kubikasi dengan memperhatikan kelas diameter sebagai batasan kenaikan harga. 2. Untuk meningkatkan posisi tawar petani hutan rakyat di lokasi penelitian, perlu dibentuk suatu badan yang menangani kayu rakyat. Sehingga informasi yang berkaitan dengan kayu rakyat dapat segera diperoleh sebagai sarana untuk memperlancar pemasaran kayu rakyat. Lembaga-lembaga seperti LKMD, KUD, dan kelompok tani dapat lebih dikaji dan dikelola untuk dimanfaatkan.

52 DAFTAR PUSTAKA Afwandi A. 2006. Perbandingan Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan Rakyat Berbasis Karet dan Kebun Kelapa Sawit [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan. IPB. Tidak Diterbitkan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. 2010. Kabupaten Ciamis Dalam Angka. Ciamis: BPS Kabupaten Ciamis. Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Ciamis. 2011. Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Ciamis. http://www.bpkciamis.org/index2.php?menu=renstra. [20 September 2011]. Boyd HW, Walker OC, Larreche C. 2000. Manajemen Pemasaran: Suatu Pendekatan Strategis dengan Orientasi Global. Jakarta: Erlangga. BP3K Kecamatan Pamarican. Program Penyuluhan Kecamatan Pamarican 2011. Ciamis: Kecamatan Pamarican. Churchill GA. 2001. Dasar-Dasar Riset Pemasaran. Edisi ke-4 Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis. 2005. Aturan Kehutanan Daerah Kabupaten Ciamis. Ciamis: Dinas Kehutanan Ciamis. Fakultas Kehutanan IPB. 2000. Hutan Rakyat di Jawa: Peranannya dalam Perekonomian Desa. Didik Suharjito (Editor). Program Penelitian Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor. Hasibuan N. 1993. Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli, dan Regulasi. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia. Himmah B. 2002. Kajian Sosiologis Pemasaran Sengon Hutan Rakyat di Kabupaten Wonosobo. J Hutan Rakyat 4 (2). Kotler P. 1993. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian. Edisi ke-7. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kotler P, Amstrong G. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi ke-12 Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Pemerintah Desa Sidamulih. 2011. Peraturan Desa Sidamulih Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa) Tahun 2011-2015. Ciamis: Kecamatan Pamarican.

53 Pemerintah Desa Margajaya. 2010. Laporan Penyelenggara Pemerintah Desa Margajaya Tahun 2010. Ciamis: Kecamatan Pamarican. Pemerintah Desa Bangunsari. 2010. Laporan Penyelenggara Pemerintah Desa Bangunsari Tahun 2010. Ciamis: Kecamatan Pamarican. Pemerintah Desa Neglasari. 2010. Laporan Penyelenggara Pemerintah Desa Neglasari Tahun 2010. Ciamis: Kecamatan Pamarican. Saputra MH. 2007. Analisis Pemasaran Produk Agroforestri Kemiri di Kecamatan Camba, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Tidak Diterbitkan. Setyawan H. 2002. Aspek Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Sengon di Kabupaten Sukabumi. Tesis. Pascasarjana IPB. Tidak Diterbitkan. Shausan. 2000. Analisis Efisiensi Pemasaran Buah Manggis [Skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Tidak Diterbitkan. Sugih FI. 2009. Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Tidak Diterbitkan. Suharjito D, Darusman D. 1998. Kehutanan Masyarakat: Beragam Pola Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan. Institut Pertanian Bogor dan The Ford Foundation. Suharjito D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa. Program Penelitian Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Yuniandra F. 1997. Pemasaran Getah Kemenyan di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan. IPB. Tidak Diterbitkan.

LAMPIRAN 54

55 Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Luas Lahan Luas Hutan Jumlah Pohon Pertanian (m²) Rakyat (m²) yang Dimiliki Desa Margajaya 1 2000 10000 470 2 0 8000 700 3 1000 4000 350 4 4000 1500 500 5 2000 10000 450 6 3000 9000 300 7 6000 3000 430 8 20000 50000 2500 9 3000 50000 3500 10 2000 20000 2000 11 8000 4000 200 12 5000 10000 1200 13 0 10000 500 14 4000 30000 1500 15 3500 7000 750 16 3000 20000 1400 17 1300 16000 480 18 3000 7000 300 19 2000 3000 310 20 3000 9000 400 21 4000 6000 250 22 2000 15000 1000 23 2000 10000 600 24 3000 7000 330 25 0 20000 1025 26 3000 13000 720 27 1000 11000 755 28 5000 12000 710 29 5000 17000 950 30 4000 7000 250 Jumlah 104800 399500 24830 Rata-rata 3493 13317 828 Persentase Lahan (%) 100 381.2022901

56 Lampiran 1 Lanjutan No Responden Luas Lahan Luas Hutan Jumlah Pohon Pertanian (m²) Rakyat (m²) yang Dimiliki Desa Sidamulih 1 5000 15000 1350 2 2000 20000 2200 3 3000 10000 1050 4 0 2000 500 5 2000 3000 430 6 2000 5000 670 7 3000 6000 930 8 8000 18000 1570 9 2000 10000 1100 10 5000 25000 1750 11 1000 7000 850 12 1400 7000 900 13 1100 7000 118 14 6000 2800 200 15 2100 10000 1000 16 1400 2800 350 17 2100 6400 950 18 1400 10000 980 19 2800 10000 1200 20 7100 15000 1550 21 2800 10000 970 22 7100 25000 1550 23 2100 3500 500 24 4300 20000 1700 25 5000 15000 1350 26 2800 10000 1020 27 1400 4300 650 28 2800 10000 850 29 5000 15000 1700 30 4200 20000 1450 Jumlah 95900 324800 31388 Rata-rata 3197 10827 1046 Persentase Lahan (%) 100 338.6861314

57 Lampiran 2 Data penjualan kayu rakyat oleh petani hutan rakyat No Responden Jenis Kayu Dijual Ke Dalam Bentuk Sistem Pohon berdiri Log Gergajian Penjualan Desa Margajaya 1 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 2 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 3 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 4 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 5 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 6 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 7 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 8 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 9 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 10 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 11 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 12 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 13 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 14 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 15 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 57

58 Lampiran 2 Lanjutan No Responden Jenis Kayu Dijual Ke Dalam Bentuk Sistem Pohon berdiri Log Gergajian Penjualan Desa Margajaya 16 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 17 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 18 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 19 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 20 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 21 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 22 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 23 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 24 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 25 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 26 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 27 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 28 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 29 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 30 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 58

59 Lampiran 2 Lanjutan No Responden Jenis Kayu Dijual Ke Dalam Bentuk Sistem Pohon berdiri Log Gergajian Penjualan Desa Sidamulih 1 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 2 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 3 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 4 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 5 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 6 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 7 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 8 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 9 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 10 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 11 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 12 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 13 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 14 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 15 S, J, M Industri Tunai 59

60 Lampiran 2 Lanjutan No Responden Jenis Kayu Dijual Ke Dalam Bentuk Pohon berdiri Log Gergajian Sistem Penjualan Desa Sidamulih 16 S, J, M Industri Tunai 17 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 18 S, J, M Industri Tunai 19 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 20 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 21 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 22 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 23 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 24 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 25 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 26 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 27 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 28 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 29 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 30 S, J, M Pedagang Pengumpul Tunai 60

61 Lampiran 3 Data responden pedagang pengumpul Kapasitas Pembelian Lokasi No Responden Kayu (m³/bulan) Desa Neglasari Desa Sidamulih Desa Margajaya Jenis Kayu Kayu Dipasarkan Log Gergajian Kayu Dijual Ke- 1 10 S, M, J Industri Penggergajian 2 40 S, M, J Industri Penggergajian 3 10 S, M, J Industri Penggergajian 4 8 S, M, J Industri Penggergajian 5 70 S, M, J Industri Penggergajian 6 30 S, M, J Industri Penggergajian 7 15 S, M, J Industri Penggergajian 8 5 S, M, J Industri Penggergajian 9 20 S, M, J Industri Penggergajian 10 50 S, M, J Industri Penggergajian 11 20 S, M, J Industri Penggergajian 12 5 S, M, J Industri Penggergajian 13 30 S, M, J Industri Penggergajian 14 45 S, M, J Industri Penggergajian 15 10 S, M, J Industri Penggergajian Jumlah 368 Rata-rata 24.5 H 0.188 61

62 Lampiran 4 Jenis dan ukuran produk yang dihasilkan industri penggergajian Lokasi No Responden Nama Industri Jenis Produk Ukuran Produk Harga Jual (Rp/m³) 1 PK. Dua Sekawan Kayu gergajian 2 cm x 7 cm x 1 m 1200000 3 cm x 7 cm x 1 m 1200000 2 PK. Sinar Laksana Kayu gergajian 2,2 cm x 8 cm x 1,20 m 1250000 kusen 16 cm x 12 cm x 1,5-2 m 2200000 Desa Sidamulih 3 PK.Karunia Kayu gergajian 2 cm x 6 cm x 1 m 1200000 Kayu gergajian 2 cm x 6 cm x 1 m 2200000 Desa Bangunsari Desa Neglasari 4 PK. Sono Jati 5 UD. Citra Mandiri 6 PK. Karya Jati 7 Timan 8 PK. Barokah Jaya Mandiri 9 PK. Mandala 10 Rudi Karya Kayu gergajian Kayu gergajian Kayu gergajian Kayu gergajian Kayu gergajian Kayu gergajian Kayu gergajian 2 cm x 8 cm x 1 m 1250000 2 cm x 8 cm x 1,30 m 1200000 3 cm x 20 cm x 2,5 m 1200000 4 cm x 4 cm x 2 m 1200000 2,7 cm x 8 cm, 1 m 1200000 3 cm x 8 cm x 1 m 1100000 3 cm x 8 cm x 1,20 m 1200000 62

63 Lampiran 5 Tujuan pemasaran kayu rakyat Lokasi No Responden Nama Industri Produk kayu gergajian yang Dijual Dijual Ke Lokasi Tujuan 1 PK. Dua Sekawan Papan Industri Besar Surabaya, Bekasi Desa Tasik, Karawang, Depok, 2 PK. Sinar Laksana Papan, kusen Industri Besar Sidamulih Tanggerang, Bogor 3 PK.Karunia Usuk, kusen, papan Industri Besar Bekasi Desa Bangunsari Desa Neglasari 4 UD. Citra Mandiri Papan Industri Besar Tanggerang, Banjar, Salatiga 5 PK. Karya Jati Papan, usuk Industri Besar Banjar 6 Timan Papan, kusen Industri Besar ke Industri, Masyarakat 7 PK. Sono Jati Papan Industri Besar Jepara, Cirebon, Surabaya 8 PK. Barokah Jaya Surabaya, Jepara, Tegal, Papan Industri Besar Mandiri Cirebon 9 PK. Mandala Papan Industri Besar Surabaya 10 Rudi Karya Papan Industri Besar Surabaya, Jepara, Cirebon 63

64 Lampiran 6 Sebaran marjin, harga, dan biaya pemasaran pada saluran pemasaran kayu sengon 1. Saluran 1 (Petani hutan rakyat Pedagang Pengumpul Industri penggergajian Industri Besar) No Uraian Harga (Rp/m³) Share (Rp/m³) 1 Petani Harga jual pohon berdiri 600.000 50 2 Pedagang Pengumpul Harga jual kayu bulat 700.000 58,33 Biaya: 46.500 3,86 1. Pemanenan 22.500 1,86 2. Angkut ke sawmill 20.000 1,67 4. Ijin tebang 4.000 0,33 Marjin Pemasaran 100.000 8,33 Keuntungan 53.500 4,46 3 Industri Penggergajian Harga jual palet 1.200.000 100 Biaya: 262.500 21,86 dokumen (FAKO) 40.000 3,33 upah buruh (operator) 22.500 1,86 transportasi ke industri 200.000 16,67 Marjin Pemasaran 500.000 41,67 Keuntungan 237.500 19,80 4 Industri Besar harga beli palet 1.200.000 100 Total Biaya 309.000 25,75 Total Marjin Pemasaran 500.000 50 Total Keuntungan 237.500 24,25

65 Lampiran 6 Lanjutan 2. Saluran 2 (Petani hutan rakyat Pedagang Pengumpul Industri penggergajian Industri Besar) No Uraian Harga (Rp/m³) Share (Rp/m³) 1 Petani Harga jual pohon berdiri 650.000 54,17 2 Industri Penggergajian Harga jual palet 1.200.000 100 Biaya: 309.000 25,75 Pemanenan 22.500 1,86 Angkut ke sawmill 20.000 1,67 Ijin Tebang 4.000 0,33 dokumen (FAKO) 40.000 3,33 upah buruh 22.500 1,88 transportasi ke industri 200.000 16,67 Marjin pemasaran 550.000 45,83 Keuntungan 241.000 20,08 3 Industri Besar Harga PaletBeli 1.200.000 100 Total Biaya 309.000 25,75 Total Marjin Pemasaran 550.000 45,83 Total Keuntungan 241.000 20,08

66 Lampiran 7 Sebaran marjin dan rasio keuntungan pada saluran pemasaran dalam satuan persen (%) Saluran Pelaku Pemasaran Petani (%) Pedagang Pengumpul (%) Industri Penggergajian (%) Total Total Farmer's Rasio Rasio Pemasaran C π Marjin C π Marjin marjin Rasio Share π/c π/c 1 50 3,86 4,46 8,33 1,16 21,88 19,79 41,67 0,90 50 2,06 2 54,17 25,75 20,08 45,83 0,78 45,83 0,78 66

67 Lampiran 8 Peta potensi penggunaan lahan di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis 67