BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN I 2014

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Triwulan II 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kajian Ekonomi Regional Banten

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN III 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KATA PENGANTAR. baik pada triwulan dimaksud maupun prospek ke depan. Analisa pada kajian. ini menggambarkan perkembangan perekonomian daerah

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Bali

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

BERITA RESMISTATISTIK

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Transkripsi:

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 1

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Asesmen Ekonomi dan Keuangan Divisi Asesmen Ekonomi Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali, 80234 Tel. (0361) 248982 Fax. (0361) 222988 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyusun Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali triwulan I 2014. Laporan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan stakeholder internal maupun eksternal Bank Indonesia mengenai informasi perkembangan ekonomi, moneter, perbankan dan sistem pembayaran di Provinsi Bali. Bank Indonesia menilai bahwa perekonomian daerah khususnya Bali mempunyai posisi dan peran yang strategis terhadap pembangunan ekonomi nasional serta dalam upaya menstabilkan nilai rupiah. Hal ini didasari oleh fakta semakin meningkatnya proporsi inflasi daerah dalam menyumbang inflasi nasional. Oleh sebab itu Bank Indonesia, sebagai bank sentral Republik Indonesia, memiliki perhatian yang besar terhadap upaya-upaya mendorong pertumbuhan ekonomi daerah guna semakin mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu wujud dari kepedulian Bank Indonesia terhadap dinamika perekonomian daerah adalah melalui diseminasi hasil-hasil kajian kepada stakeholders, sebagaimana KEKR ini, dengan harapan informasi mengenai perekonomian daerah dapat dipahami secara luas oleh seluruh pihak terkait. Selanjutnya, stakeholders dapat memanfaatkan informasi dari KEKR ini untuk mengambil perannya dalam upaya perbaikan kinerja ekonomi di masa depan. Kami juga berharap akan muncul ide-ide konstruktif yang bermula dari kajian ini yang akan memberikan nilai tambah serta dapat menjadi stimulus upaya-upaya pengembangan daerah melalui kajian-kajian lanjutan. Pada kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang kami perlukan antara lain Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional masih belum sepenuhnya sempurna, sehingga saran, kritik dan dukungan informasi/data dari Bapak/Ibu sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas dari kajian tersebut. Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini bermanfaat bagi para pembaca. Denpasar, Agustus 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH III (BALI DAN NUSA TENGGARA) Kepala Perwakilan Benny Siswanto Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 3

Daftar Isi Daftar Boks... 9 Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Bali... 10 Ringkasan Umum... 13 Ekonomi Makro Regional... 17 1.1. SISI PENAWARAN... 17 1.1.1. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)... 19 1.1.2. Sektor Pertanian... 22 1.1.3. Sektor Jasa-jasa... 24 1.1.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... 24 1.1.5. Sektor Industri Pengolahan... 25 1.1.6. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan... 27 1.1.7. Sektor Bangunan... 27 1.1.8. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)... 29 1.2. SISI PERMINTAAN... 29 1.2.1. Konsumsi... 30 1.2.2. Investasi... 32 1.2.3 Ekspor Impor... 33 Perkembangan Inflasi... 39 2.1. PERKEMBANGAN UMUM INFLASI... 39 2.1.1. Inflasi Tahunan... 40 2.1.2. Inflasi Triwulanan... 41 2.1.3. Inflasi Bulanan... 42 2.2. DISAGREGASI INFLASI... 44 2.2.1 Volatile Foods... 45 2.2.2 Administered Price... 45 2.2.3 Core Inflation... 45 2.3. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA... 47 2.3.1. Inflasi Kota Denpasar... 47 2.3.2. Inflasi Kota Singaraja... 48 Perbankan dan Sistem Pembayaran... 49 3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM... 49 3.1.1. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi... 50 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

3.1.2. Non Performing Loan (NPL)... 54 3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)... 54 3.3. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN... 56 3.3.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai... 56 3.3.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai... 58 Keuangan Pemerintah... 63 4.1 ANGGARAN PENDAPATAN PEMERINTAH PROVINSI BALI... 63 4.2 ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PROVINSI BALI... 63 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan... 67 5.1 PERKEMBANGAN ANGKA KEMISKINAN... 67 5.2 PERKEMBANGAN NTP BALI... 68 5.3 PENGURANGAN ANGKA PENGANGGURAN... 69 Prospek Perekonomian... 71 6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014... 71 6.2. INFLASI REGIONAL TRIWULAN III 2014... 73 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 5

Daftar Grafik Grafik 1.1 Nominal PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali... 17 Grafik 1.2 Pangsa Sektor Ekonomi terhadap PDRB Provinsi Bali Triwulan II 2014... 18 Grafik 1.3 Andil Sektor terhadap Perekonomian Provinsi Bali Triwulan II 2014... 18 Grafik 1.4 Penyaluran Kredit Sektor PHR... 19 Grafik 1.5 Kunjungan Wisman ke Bali... 19 Grafik 1.6 Tingkat Penghunian Kamar dan Rata-rata Lama Menginap di Hotel... 20 Grafik 1.7 Penerimaan Visa On Arrival... 20 Grafik 1.8 Asal Wisman yang Berkunjung ke Bali... 21 Grafik 1.9 Perkembangan Kunjungan Wisman Berdasarkan Negara... 21 Grafik 1.10 Perkembangan Total Penjualan... 21 Grafik 1.11 Pertumbuhan Indeks Penjualan... 21 Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Subsektor Perdagangan... 22 Grafik 1.13 Perkembangan Arus Bongkar Muat... 22 Grafik 1.14 Perkembangan Produksi Perikanan... 22 Grafik 1.15 Perkembangan Kredit Sektor Pertanian... 22 Grafik 1.16 Perkembangan Produksi Padi di Bali... 23 Grafik 1.17 Perkembangan Luas Panen Padi di Bali... 23 Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor Perikanan... 23 Grafik 1.19 Perkembangan Volume Ekspor Perikanan... 23 Grafik 1.20 Penyaluran Kredit di Sektor Jasa... 24 Grafik 1.21 Jumlah Penumpang Laut... 25 Grafik 1.22 Jumlah Penumpang Pesawat Udara... 25 Grafik 1.23 Perkembangan Industri Besar dan Sedang... 25 Grafik 1.24 Nilai Ekspor Kayu dan Olahan Kayu... 25 Grafik 1.25 Nilai Ekspor Luar Negeri Pakaian Jadi... 26 Grafik 1.26 Nilai Ekspor Luar Negeri Tekstil... 26 Grafik 1.27 Kredit Sektor Industri... 26 Grafik 1.28 Konsumsi Listrik Industri... 26 Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Bank Umum... 27 Grafik 1.30 Indeks Harga Properti Residensial (IHPR)... 28 Grafik 1.31 Perkembangan Konsumsi Semen... 28 Grafik 1.32 Kredit Sektor Bangunan... 28 Grafik 1.33 Konsumsi Listrik di Bali... 29 Grafik 1.34 Jumlah Pelanggan Listrik... 29 Grafik 1.35 Indeks Keyakinan Konsumen... 30 Grafik 1.36 Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini... 30 Grafik 1.37 Indeks Tendensi Konsumen... 31 Grafik 1.38 Konsumsi Listrik Rumah Tangga... 31 Grafik 1.39 Kredit Konsumsi... 31 Grafik 1.40 Perkembangan Nilai Tukar Petani... 31 Grafik 1.41 Kredit Investasi... 32 Grafik 1.42 Perkembangan Impor Barang Modal... 32 Grafik 1.43 Nilai Ekspor Luar Negeri Bali... 33 Grafik 1.44 Volume Ekspor Luar Negeri Bali... 33 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Grafik 1.45 Pangsa Nilai Ekspor Komoditas Utama... 34 Grafik 1.46 Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Utama... 34 Grafik 1.47 Pangsa Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan... 34 Grafik 1.48 Pertumbuhan Ekspor berdasarkan... 34 Grafik 1.49 Perkembangan Nilai Impor Bali... 35 Grafik 1.50 Perkembangan Volume Impor Bali... 35 Grafik 1.51 Pangsa Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC... 35 Grafik 1.52 Perkembangan Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC... 35 Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Provinsi Bali... 39 Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan Nasional dan Provinsi Bali... 39 Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Bali Menurut Kelompok Barang... 40 Grafik 2.4 Perkembangan Harga di Provinsi Bali... 41 Grafik 2.5 Inflasi Berdasarkan Kelompok di Provinsi Bali April 2014... 42 Grafik 2.6 Sumbangan Kelompok Terhadap Inflasi di Provinsi Bali April 2014... 42 Grafik 2.7 Inflasi Berdasarkan Kelompok di Provinsi Bali Mei 2014... 43 Grafik 2.8 Sumbangan Kelompok Terhadap Inflasi di Provinsi Bali Mei 2014... 43 Grafik 2.9 Inflasi Berdasarkan Kelompok di Provinsi Bali Maret 2014... 44 Grafik 2.10 Sumbangan Kelompok Terhadap Inflasi di Provinsi Bali Maret 2014... 44 Grafik 2.11 Sumbangan Inflasi Berdasarkan Penyebabnya (% mtm)... 45 Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi Bulanan... 45 Grafik 2.13 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah... 46 Grafik 2.14 Interaksi Permintaan dan Penawaran... 46 Grafik 2.15 Ekspektasi Pedagang... 46 Grafik 2.16 Ekspektasi Konsumen... 46 Grafik 2.17 Bobot Tahun Dasar (2012=100)... 47 Kelompok Pengeluaran Kota Denpasar... 47 Grafik 2.18 Bobot Tahun Dasar (2012=100)... 47 Kelompok Pengeluaran Kota Singaraja... 47 Grafik 3.1. Pertumbuhan Tahunan Aset, DPK dan Kredit... 50 Grafik 3.2. Komposisi dan Pertumbuhan Aset Menurut Kelompok Bank... 50 Grafik 3.3. Perkembangan LDR dan Komposisi Kredit Terhadap Aset Bank Umum... 51 Grafik 3.4. Perkembangan Share Kredit terhadap PDRB... 51 Grafik 3.5. Perkembangan LDR menurut Kelompok Bank... 51 Grafik 3.6. Komposisi Kredit terhadap Aset... 51 Grafik 3.7. Pertumbuhan DPK Menurut Kelompok Bank... 52 Grafik 3.8. Pertumbuhan DPK... 52 Grafik 3.9. Pertumbuhan Kredit Perbankan... 53 Grafik 3.10. Komposisi Kredit... 53 Grafik 3.11. Perkembangan NPL Kredit... 54 Grafik 3.12. NPL Berdasarkan Kelompok Bank... 54 Grafik 3.13. Pertumbuhan Aset, Kredit dan DPK... 56 Grafik 3.14. Komposisi Kredit terhadap Aset dan LDR... 56 Grafik 3.15. Perkembangan Uang Kartal di Bali... 57 Grafik 3.16. Perkembangan Kegiatan Kas Keliling... 57 Grafik 3.17. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar... 58 Grafik 3.18. Temuan Uang Palsu... 58 Grafik 3.19. Perkembangan Kliring... 59 Grafik 3.20. Perkembangan Tolakan Cek/BG kosong... 59 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 7

Grafik 3.21. Perkembangan Transaksi RTGS dari Bali... 60 Grafik 3.22. Perkembangan Transaksi RTGS ke Bali... 60 Grafik 3.23. Perkembangan Aset, DPK, dan Pembiayaan Bank Syariah... 61 Grafik 3.22. Perkembangan NPF Bank Syariah... 61 Gambar 3.1 Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Sektor Ekonomi... 62 Gambar 3.2 Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan... 62 Grafik 5.1 Angka Kemiskinan Provinsi Bali... 67 Grafik 5.2 NTP Provinsi Bali dan Nasional... 68 Grafik 5.3 Perkembangan Penggunaan Tenaga Kerja 2010 2014... 69 Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Bali... 71 Grafik 6.2. Perkembangan Dunia Usaha... 72 Grafik 6.3. Ekspektasi Situasi Bisnis 6 Bulan Ke depan... 72 Grafik 6.4 Proyeksi Inflasi Bali... 74 Grafik 6.5 Perkembangan Perkiraan Penawaran dan Permintaan Provinsi Bali... 74 Grafik 6.6 Ekspektasi Pedagang terhadap Perubahan Barang dan Jasa... 75 Grafik 6.7 Ekspektasi Konsumen terhadap Perubahan Harga Barang & Jasa... 75 Gambar 6.2. Perkiraan Curah Hujan Provinsi Bali... 76 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Daftar Tabel Tabel 1.1 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali dari Sisi Penawaran, 2011 2014 (%, yoy)... 18 Tabel 1.2 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali di Sisi Permintaan, 2011 2014 (%, yoy)... 30 Tabel 2.1 Inflasi Triwulanan menurut Kelompok Barang (%, yoy)... 42 Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Denpasar Per Kelompok Pengeluaran... 48 Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Kota Denpasar Per Kelompok Pengeluaran... 48 Tabel 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum Di Bali... 50 Tabel 3.2. Perkembangan Kredit Menurut Sektor... 53 Tabel 3.3. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali... 55 Tabel 3.4. Perkembangan Transaksi Uang Kartal di Bali... 57 Tabel 3.5. Perkembangan Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong... 59 Tabel 3.6. Perkembangan Transaksi RTGS... 60 Tabel 4.1 Rata-rata Realisasi Pendatan dan Belanja Daerah Triwulan II Periode 2011 2014... 64 Tabel 4.2 APBD Provinsi Bali... 65 Tabel 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Utama Bali... 73 Daftar Boks BOKS A Membangun Langkah Fokus, Menciptakan Daya Saing, Menghadapi MEA 2015... 36 BOKS B Perkembangan Perbankan Syariah di Bali... 61 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 9

Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Bali PDRB dan Inflasi : Indikator 2012 2013 2014 I II III IV I II III IV I II EKONOMI MAKRO REGIONAL Produk Domestik Regional Bruto (%) 6.09 6.76 6.79 6.94 6.71 6.05 5.97 5.49 5.43 6.06 Berdasarkan Sektor : - Pertanian 0.65 3.36 4.33 5.12 2.14 1.71 0.88 0.87 1.00 0.02 - Pertambangan dan Penggalian 9.85 13.13 16.93 20.93 16.46 11.78 6.40 3.13 (5.70) (2.42) - Industri Pengolahan 3.60 4.90 7.77 7.81 8.02 7.07 5.59 6.40 7.03 7.28 - Listrik, Gas, dan Air Bersih 8.64 7.67 9.84 10.13 9.85 9.40 8.04 7.01 3.30 6.74 - Bangunan 13.23 17.01 20.71 23.30 21.10 11.25 (1.28) (3.94) (5.27) (0.23) - Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6.20 5.95 5.41 5.07 5.75 5.92 5.86 5.44 6.48 8.43 - Pengangkutan dan Komunikasi 9.86 8.31 6.17 6.12 5.17 5.56 5.87 7.31 7.11 6.15 - Keuangan dan Persewaan 8.48 8.37 9.96 9.83 8.78 7.96 6.00 7.36 7.99 9.33 - Jasa-jasa 8.63 9.30 6.79 6.55 8.93 8.55 15.12 11.52 9.23 8.15 Berdasarkan Permintaan : - Konsumsi 3.88 3.97 0.90 0.93 5.45 7.92 12.28 13.46 7.36 6.12 - Konsumsi Rumah Tangga 4.32 3.91 0.22 (0.03) 4.64 5.42 7.86 9.72 6.11 6.38 - Konsumsi Lembaga Nirlaba 8.37 9.64 6.12 5.91 17.68 25.18 32.10 30.33 20.79 17.22 - Konsumsi Pemerintah 0.55 3.83 4.85 6.41 9.50 22.24 38.07 33.67 13.78 3.43 - Investasi 24.97 44.79 27.16 32.86 36.62 24.59 6.69 (1.06) 3.32 0.94 - PMTB 14.74 16.75 16.53 20.38 26.59 21.39 6.64 0.57 (6.13) (3.41) - Perub. Stok (35.70) (71.01) (62.70) (63.35) (69.46) (28.46) 5.37 40.19 (411.20) (122.06) - Ekspor 7.36 5.93 4.34 4.78 4.74 8.62 17.45 15.35 16.30 15.33 - Impor 11.27 14.37 5.15 7.62 14.33 17.65 24.26 20.12 16.80 12.98 Ekspor Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 143.55 161.01 136.36 145.92 145.85 138.03 122.67 133.75 132.19 127.13 Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 30.50 34.64 31.49 34.34 27.09 32.90 29.55 33.59 27.57 31.03 Impor Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 42.42 31.73 32.85 53.19 44.52 53.15 94.07 129.10 126.12 39.53 Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 5.83 1.72 26.82 29.37 13.26 21.11 22.39 20.09 11.71 11.59 Laju Inflasi Provinsi Bali (% yoy) 4.52 4.32 4.37 4.71 6.47 5.47 7.91 7.35 6.09 6.41 10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

PERBANKAN 2012 2013 2014 Indikator I II III IV I II III IV I II PERBANKAN Total Aset (Rp Triliun) 53.24 57.09 60.98 63.63 64.85 68.04 73.19 75.55 75.05 79.50 DPK (Rp Triliun) 46.90 49.58 52.99 54.95 55.98 57.84 62.26 64.23 63.90 66.50 - Giro (Rp Triliun) 9.90 10.35 10.35 10.35 11.90 12.05 13.38 11.71 12.23 13.83 - Tabungan (Rp Triliun) 22.03 23.82 23.82 23.82 27.54 28.82 30.84 32.75 31.17 30.96 - Deposito (Rp Triliun) 14.97 15.41 15.41 15.41 16.54 16.97 18.04 19.77 20.49 21.71 Kredit (Rp Triliun) - lokasi bank 31.85 34.34 36.68 39.66 41.42 44.77 47.16 49.25 50.33 52.83 - Modal Kerja 12.95 14.52 15.18 16.51 16.67 17.37 18.32 19.71 19.99 21.29 - Investasi 6.18 6.40 7.11 7.88 8.65 10.27 10.66 11.08 11.35 11.90 - Konsumsi 12.72 13.41 14.39 15.27 16.10 17.13 18.19 18.46 18.99 19.64 Kredit UMKM (Rp Triliun) 12.93 14.41 14.87 15.96 16.12 17.78 18.68 19.74 20.21 21.61 Loan to Deposit Ratio (%) 67.92 69.26 69.23 72.18 73.99 77.40 75.75 76.67 78.77 79.44 NPL gross (%) 1.41 0.76 0.73 0.50 0.61 0.54 0.51 0.49 0.70 1.66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 11

SISTEM PEMBAYARAN Indikator 2012 2013 2014 I II III IV I II III IV I II SISTEM PEMBAYARAN Transaksi Tunai Inflow (Rp Triliun) 2,281 1,901 2,131 1,830 2,906 2,503 2,797 2.194 3.331 2.607 Outflow (Rp Triliun) 1,623 2,790 3,125 3,242 2,280 2,468 4,154 3.494 2.382 2.669 RTGS : RTGS From : Nom. Transaksi RTGS From (Mil Rp) 15,550 22,231 28,185 30,382 29,941 33,865 34,940 27.875 42.024 31.878 Vol.Transaksi RTGS From (Lembar) 15,813 20,373 22,531 25,534 21,235 24,172 34,726 23,638 20.507 20.973 RTGS To : Nom. Transaksi RTGS To (Mil Rp) 9,620 14,134 17,969 20,675 21,187 23,450 45,831 21,702 19.201 17.724 Vol. Transaksi RTGS To (Lembar) 17,710 20,004 21,061 23,039 20,623 22,580 42,415 21,221 19.855 20.268 RTGS From-To : Nom. Transaksi RTGS To (Mil Rp) 2,764 3,369 3,858 4,356 3,990 4,144 9,280 4,038 3.866 4.281 Vol. Transaksi RTGS To (Lembar) 4,282 4,789 5,078 5,763 5,107 5,630 9,692 5,029 4.631 4.677 Kliring : Nom. Kliring (Juta Rp) 10,305 11,977 11,525 12,871 11,782 12,467 13,009 13,616 12.853 12.833 Vol. Kliring (Rb Lbr) 527 543 536 545 529 541 525 553 543 540 Nom. Tolakan Cek/BG Kosong (Jt Rp) 230 257 315 259 323 344 326 410 321 314 Vol Tolakan Cek/BG Kosong (Rb Lbr) 7.15 9.03 6.84 7.12 8.17 8.42 7.75 8.39 8.06 9.09 12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Ringkasan Umum Pertumbuhan ekonomi Bali meningkat dari 5,43% menjadi sebesar 6,06% (yoy) pada triwulan II 2014. Angka pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional triwulan II 2014 yang sebesar 5,12% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh sektor PHR yang tumbuh tinggi seiring dengan peningkatan aktivitas pariwisata dan perdagangan di triwulan II 2014. Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan didorong oleh pertumbuhan konsumsi swasta yang masih memiliki andil paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi Bali serta perlambatan pertumbuhan impor. Perekonomian Bali triwulan II 2014 tumbuh meningkat sebesar 6,06% (yoy) Seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan II 2014, inflasi tahunan Provinsi Bali juga mengalami peningkatan. Inflasi tahunan Bali tercatat sebesar 6,41% (yoy) atau berada pada rentang proyeksi Bank Indonesia (6,3% yoy s/d 6,8% yoy). Realisasi inflasi pada triwulan II 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar 6,09% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 4,75% (yoy). Namun demikian inflasi Bali masih berada dibawah inflasi nasional yang sebesar 6,7% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, tekanan inflasi pada triwulan II 2014 terutama didorong oleh kelompok administered price dan core inflation. Sementara tekanan inflasi volatile foods relatif terkendali. Seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan II 2014, inflasi tahunan Provinsi Bali juga mengalami peningkatan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2014, mampu menjaga kinerja perbankan secara umum. Hal ini terindikasi dari peningkatan indikator aset dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Aset perbankan baik bank umum maupun BPR tercatat mengalami peningkatan. Peningkatan aset tersebut terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan DPK yang mampu dihimpun oleh perbankan dari 14,86% (yoy) menjadi 15,18% (yoy) pada triwulan laporan. Walaupun asset dan DPK tercatat mengalami peningkatan, namun penyaluran kredit perbankan tercatat mengalami perlambatan. Hal ini ditengarai sebagai akibat dari peningkatan risiko kredit yang salah satunya terukur dari peningkatan rasio non performing loan (NPL) dari 0,91% menjadi 1,81%. Sementara itu, tingkat intermediasi yang tercermin dari rasio kredit terhadap dana (LDR) tercatat terjaga pada kisaran 79,98%. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2014, mampu menjaga kinerja perbankan secara umum Peningkatan perekonomian juga tercermin dari volume transaksi baik tunai maupun non tunai atau giral yang cenderung mengalami peningakatan. Pada triwulan laporan, volume transaksi tunai yang tercatat di Bank Indonesia mengalami net outflow dimana jumlah uang yang disalurkan oleh Bank Indonesia melalui perbankan lebih besar dibandingkan setoran perbankan ke Bank Indonesia. Demikian pula, volume penyelesaian transaksi giral melalui kliring tercatat meningkat walaupun penyelesaian transaksi nilai besar melalui RTGS tercatat mengalami kontraksi. Sistem pembayaran tunai maupun non tunai juga cenderung mengalami peningkatan di triwulan I 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 13

Realisasi terhadap belanja daerah belum maksimal dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya. Realisasi anggaran pendapatan daerah provinsi Bali pada Triwulan II 2014 mencapai 56,49% lebih tinggi dibanding realisasi periode yang sama tahun 2013 sebesar 55,91% Sementara itu realisasi anggaran belanjanya sebesar 28,16% lebih kecil dibandingkan realisasi belanja triwulan II 2013 sebesar 28,86%. Realisasi belanja langsung pada triwulan II 2014 sebesar 22,94% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 24,07%. Hal ini menunjukkan bahwa realisasi terhadap belanja daerah belum maksimal dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya. Tingkat kesejahteraan petani triwulan II 2014 menunjukkan perbaikan Tingkat kemiskinan pada Maret 2014 mencapai 4,53% meningkat 0,04% dibandingkan kondisi September 2013. Nilai Tukar Petani (NTP) yang menggambarkan kesejahteraan petani pada akhir triwulan II 2014 mengalami kenaikan 0,23% dibandingkan akhir triwulan sebelumnya. Inflasi perdesaan juga tercatat relatif rendah yaitu 0,36% (mtm) pada akhir triwulan II 2014 lebih rendah dibandingkan inflasi perdesaan nasional sebesar 0,74% (mtm). Perekonomian Bali triwulan III 2014 diperkirakan tumbuh kisaran 5,9 6,5% (yoy) Perekonomian Bali triwulan III 2014 diperkirakan relatif membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Bali triwulan III 2014 diperkirakan berada pada kisaran 5,9 6,5% (yoy). Dari sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan diperkirakan didorong oleh sektor-sektor utama Bali seperti sektor PHR, serta sektor pertanian dan jasa-jasa yang diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan dari sisi permintaan, konsumsi diperkirakan masih menjadi pendorong utama perekonomian pada triwulan III 2014, demikian pula dengan investasi yang diperkirakan mulai membaik walaupun masih terbatas. Perekonomian Bali tahun 2014 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan tahun 2013 Untuk keseluruhan tahun 2014, perekonomian Bali diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2013 yang sebesar 6,05% (yoy). Namun proyeksi yang disampaikan cenderung bias ke atas dibandingkan dengan proyeksi yang disampaikan sebelumnya. Realisasi pertumbuhan triwulan II 2014 yang mulai menunjukkan peningkatan menjadi salah satu faktor pendorong ke atas pertumbuhan ekonomi Bali pada tahun 2014. Akan tetapi, komponen investasi diperkirakan belum menunjukkan perbaikan sehingga berdampak pada perlambatan pertumbuhan sektor bangunan dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014. 14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Tekanan inflasi pada triwulan III 2014 diperkirakan akan melandai dan kembali pada kisaran rata-rata normalnya seiring dengan berlalunya dampak kenaikan BBM bersubsidi yang diimplementasikan pada Juni 2013 silam. Namun demikian masih terdapat sejumlah faktor risiko inflasi pada triwulan III 2014. Berdasarkan disagregasinya, risiko inflasi diperkirakan bersumber dari seluruh kelompok, baik volatile foods, core inflation maupun administered price. Dengan demikian inflasi Bali diperkirakan akan berada dalam rentang 4,3 5,3% (yoy). Tekanan inflasi triwulan II I 2014 diperkirakan melandai Tekanan inflasi Provinsi Bali pada tahun 2014 diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013 seiring dengan hilangnya dampak kenaikan BBM bersubsidi. Namun terdapat sejumlah risiko yang dapat mengganggu pencapaian sasaran inflasi, seperti penyesuaian administered prices, dan potensi peningkatan harga pangan akibat musim kemarau di beberapa daerah, termasuk adanya indikasi kemungkinan terjadinya El Nino dengan intensitas lemah di bulan Agustus 2014. Tekanan inflasi tahun 2014 diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun 2013 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 15

Halaman ini sengaja dikosongkan 16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Bab 1 1. Ekonomi Makro Regional Setelah mengalami perlambatan sejak awal tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Bali triwulan II 2014 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Bali meningkat dari 5,43% menjadi sebesar 6,06% (yoy) pada triwulan II 2014 (Grafik 1.1). Angka pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional triwulan II 2014 yang sebesar 5,12% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh sektor PHR yang tumbuh tinggi seiring dengan peningkatan aktivitas pariwisata dan perdagangan di triwulan II 2014. Sedangkan pertumbuhan sektor pertanian dan jasa-jasa yang merupakan sektor utama provinsi Bali menunjukkan perlambatan. Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan didorong oleh pertumbuhan konsumsi swasta yang masih memiliki andil paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi Bali. Selain itu, pertumbuhan impor menunjukkan perlambatan sehingga mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Namun pertumbuhan investasi yang masih mengalami kontraksi serta perlambatan pertumbuhan ekspor menjadi faktor penahan pertumbuhan ekonomi triwulan II 2014. Grafik 1.1 Nominal PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 1.1. SISI PENAWARAN Dari sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan ekonomi triwulan II 2014 terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan sektor PHR, keuangan, serta industri pengolahan. Besarnya pangsa sektor PHR terhadap total perekonomian provinsi Bali mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Bali dari 5,43% menjadi sebesar 6,06% (yoy). Selain itu, walaupun masih mengalami kontraksi pertumbuhan, namun kontraksi yang dialami sektor bangunan serta pertambangan dan penggalian tidak sedalam triwulan sebelumnya. Di sisi lain, pertumbuhan sektor pertanian, jasa-jasa, serta pengangkutan menunjukkan perlambatan pada triwulan II 2014. Detail pertumbuhan ekonomi provinsi Bali dari sisi penawaran dapat dilihat pada Tabel 1.1. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II-2014 17

Tabel 1.1 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali dari Sisi Penawaran, 2011 2014 (%, yoy) Sektor 2011 2012 2013 2014 2013 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Pertanian 2.22 3.37 2.14 1.71 0.88 0.87 1.39 1.00 0.02 Pertambangan 10.51 15.25 16.46 11.78 6.40 3.13 9.21 (5.70) (2.42) Industri 3.12 6.04 8.02 7.07 5.59 6.40 6.75 7.03 7.28 Listrik, Gas, dan Air 7.35 9.08 9.85 9.40 8.04 7.01 8.55 3.30 6.74 Bangunan 7.88 18.67 21.10 11.25 (1.28) (3.94) 6.20 (5.27) (0.23) Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8.69 5.65 5.75 5.92 5.86 5.44 5.74 6.48 8.43 Pengangkutan dan Komunikasi 5.97 7.56 5.17 5.56 5.87 7.31 5.99 7.11 6.15 Keuangan dan Persewaan 6.22 9.18 8.78 7.96 6.00 7.36 7.50 7.99 9.33 Jasa-Jasa 9.94 7.78 8.93 8.55 15.12 11.52 11.08 9.23 8.15 PDRB 6.49 6.65 6.71 6.05 5.97 5.49 6.05 5.43 6.06 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali Ditinjau dari pangsanya, perekonomian Bali triwulan II 2014 masih ditopang oleh tiga sektor utamanya, yaitu sektor PHR, pertanian, serta jasa-jasa, dengan pangsa masing-masing sebesar 32,86%, 17,00%, serta 14,98% terhadap total perekonomian provinsi Bali (Grafik 1.2). Struktur perekonomian provinsi Bali tersebut relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Adapun total sumbangan (andil) ketiga sektor tersebut mencapai 3,91% terhadap pertumbuhan ekonomi Bali di triwulan II 2014 (Grafik 1.3). Andil sektor PHR menunjukkan peningkatan yang signifikan pada triwulan II 2014, sedangkan andil sektor pertanian dan jasa-jasa menunjukkan penurunan dikarenakan perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada kedua sektor tersebut. Berdasarkan kelompoknya, perlambatan sektor pertanian dan kontraksi sektor pertambangan menyebabkan sektor primer (sektor pertanian dan pertambangan) memberikan andil negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Bali, yaitu sebesar -0,02%, atau menahan pertumbuhan ekonomi provinsi Bali triwulan II 2014. Sedangkan di sisi lain, andil sektor tersier (sektor PHR, pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa) mencapai 5,26% terhadap pertumbuhan ekonomi Bali. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perekonomian Bali ditopang oleh sektor tersier, khususnya sektor PHR yang didorong oleh industri pariwisata. Grafik 1.2 Pangsa Sektor Ekonomi terhadap PDRB Provinsi Bali Triwulan II 2014 Grafik 1.3 Andil Sektor terhadap Perekonomian Provinsi Bali Triwulan II 2014 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa sektor PHR dan sektor keuangan menunjukkan peningkatan pertumbuhan paling tinggi pada triwulan II 2014, dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 8,43% dan 9,33% (yoy). Sedangkan sektor pertanian dan sektor jasa-jasa yang merupakan sektor utama provinsi Bali menunjukkan perlambatan pertumbuhan, masing-masing sebesar 0,02% dan 8,15% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan sektor bangunan dan sektor pertambangan masih mengalami kontraksi, dengan angka kontraksi masing-masing sebesar 0,23% dan 2,42% (yoy). 1.1.1. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor PHR yang memiliki pangsa sebesar 32,86% terhadap total perekonomian Bali menunjukkan peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan sektor PHR meningkat dari 6,48% menjadi sebesar 8,43% (yoy) pada triwulan II 2014. Peningkatan pertumbuhan tersebut menyebabkan andil sektor PHR terhadap pertumbuhan ekonomi meningkat dari 2,08% menjadi sebesar 2,71%. Seluruh subsektor dalam sektor PHR menunjukkan peningkatan pertumbuhan, baik subsektor perdagangan maupun subsektor hotel dan restoran. Dari sisi penyaluran kredit, walaupun tumbuh melambat, namun nominal penyaluran kredit sektor PHR menunjukkan peningkatan, dengan outstanding kredit mencapai 21,69 triliun (Grafik 1.4). Total kredit tersebut meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 20,35 triliun. Meningkatnya pertumbuhan sektor PHR sejalan dengan peningkatan pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada triwulan II 2014. Jumlah kunjungan wisman meningkat dari 14,39% menjadi sebesar 17,00% (yoy), dengan total jumlah kunjungan mencapai 896.250 orang. Masuknya peak season liburan musim panas di bulan Mei dan Juni 2014 mendorong peningkatan jumlah kunjungan wisman. Terjadinya kemelut politik di Thailand diperkirakan juga memberikan dampak terhadap peningkatan jumlah wisman ke Indonesia, khususnya ke Bali. Selain itu, masuknya liburan sekolah di bulan Juni juga mendorong peningkatan jumlah kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) ke provinsi Bali. Banyaknya kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) di triwulan II 2014, salah satunya Southeast Asia Travel & Tourism Event (SATTE) di bulan Juni 2014, juga mendorong peningkatan pertumbuhan sektor PHR triwulan II 2014. Grafik 1.4 Penyaluran Kredit Sektor PHR Grafik 1.5 Kunjungan Wisman ke Bali Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah Sejalan dengan peningkatan jumlah kunjungan wisman, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) dan rata-rata lama menginap wisatawan juga menunjukkan peningkatan. TPK hotel berbintang triwulan II 2014 meningkat dari 58,92% menjadi sebesar 61,46%, sedangkan hotel nonbintang bintang meningkat dari 25,71% menjadi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 19

sebesar 28,92%. Dari lama menginap, rata-rata lama menginap wisawatan di hotel berbintang juga meningkat dari 3,17 hari menjadi 3,28 hari (Grafik 1.6). Hal tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah kunjungan wisman triwulan II 2014 memberikan dampak positif terhadap industri pariwisata Bali, khususnya pelaku usaha perhotelan dimana peningkatan jumlah kunjungan wisman tersebut juga berdampak pada peningkatan TPK provinsi Bali. Namun berdasarkan data hingga Juni 2014, pertumbuhan penerimaan visa on arrival triwulan II 2014 menunjukkan perlambatan setelah tumbuh tinggi pada triwulan sebelumnya. Penerimaan visa on arrival tumbuh melambat dari 32,27% menjadi sebesar 23,68% (yoy), dengan total penerimaan sebesar 18.518 ribu USD (Grafik 1.7). Grafik 1.6 Tingkat Penghunian Kamar dan Rata-rata Lama Menginap di Hotel Grafik 1.7 Penerimaan Visa On Arrival Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : PT Bank Rakyat Indonesia, diolah Jumlah kunjungan wisman ke Bali di sepanjang triwulan II 2014 masih didominasi oleh wisman asal Australia dan Tiongkok, dengan pangsa masing-masing sebesar 26,66% dan 12,70% terhadap total kunjungan wisman ke Bali. Pangsa wisman asal Australia menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya seiring dengan meningkatnya pertumbuhan kunjungan wisman dari negara tersebut. Sedangkan untuk wisman asal Tiongkok, setelah sebelumnya pangsanya mencapai 18,09%, pada triwulan II 2014 pangsa wisman asal Tiongkok menunjukkan penurunan menjadi sebesar 12,70%. Hal tersebut salah satunya dipengaruhi oleh rebalancing ekonomi Tiongkok pada tahun 2014. Pangsa wisman asal Malaysia dan Singapore yang memiliki pangsa terbesar setelah Australia dan Tiongkok juga menunjukkan peningkatan. Sedangkan pangsa wisman asal Jepang cenderung mengalami penurunan. Secara keseruhan, pangsa negara asal kunjungan wisman ke Bali dapat dilihat pada Grafik 1.8. Sedangkan ditinjau dari pertumbuhan jumlah kunjungannya, hampir seluruh wisman dari tiap negara menunjukkan pertumbuhan kunjungan yang positif pada triwulan II 2014, kecuali wisman Taiwan dan Rusia yang pertumbuhannya mengalami kontraksi. Pertumbuhan jumlah kunjungan wisman pun cenderung meningkat untuk tiap negara, diantaranya wisman asal Australia, Malaysia, dan Jepang, yang masing-masing tumbuh sebesar 17,07%, 24,04%, dan 3,74% (yoy). Sedangkan untuk wisman asal TIongkok dan Singapore, walaupun masih menunjukkan pertumbuhan yang tinggi, namun pertumbuhan jumlah kunjungan wisman asal kedua negara tersebut cenderung menunjukkan perlambatan. Perkembangan pertumbuhan kunjungan wisman berdasarkan negara asalnya dapat dilihat pada Grafik 1.9. 20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Grafik 1.8 Asal Wisman yang Berkunjung ke Bali Grafik 1.9 Perkembangan Kunjungan Wisman Berdasarkan Negara Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan sektor PHR, pertumbuhan subsektor perdagangan juga menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan subsektor perdagangan meningkat dari 8,39% menjadi sebesar 10,02% (yoy). Masuknya Hari Raya Galungan dan Kuningan di bulan Mei 2014 menjadi salah satu pendorong meningkatnya aktivitas perdagangan. Selain itu, masuknya bulan Ramadhan di bulan Juni 2014 juga meningkatkan aktivitas perdagangan pada triwulan II 2014. Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia, walaupun sedikit melambat, namun perkembangan total penjualan masih menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 29,55% (yoy) (Grafik 1.10). Pertumbuhan total penjualan suku cadang menunjukkan perlambatan, sedangkan pertumbuhan total penjualan bahan bakar dan energi serta perlengkapan rumah tangga menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2014 (Grafik 1.11). Grafik 1.10 Perkembangan Total Penjualan Grafik 1.11 Pertumbuhan Indeks Penjualan Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE), KpwBI Wilayah III Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE), KpwBI Wilayah III Dari sisi penyaluran kredit, total outstanding kredit perdangangan juga menunjukkan peningkatan, walaupun pertumbuhannya cenderung melambat. Total outstanding kredit perdagangan sebesar Rp 15,86 triliun, dengan pertumbuhan sebesar 22,86% (yoy) (Grafik 1.12). Selain itu, aktivitas bongkar muat juga menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perkembangan arus bongkar muat ditunjukkan pada Grafik 1.13. Mulai membaiknya kondisi cuaca serta meningkatnya berbagai aktivitas perdagangan mendorong peningkatan pertumbuhan arus bongkar muat pada triwulan II 2014. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 21

Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Subsektor Perdagangan Grafik 1.13 Perkembangan Arus Bongkar Muat Sumber : PT Pelindo III, diolah 1.1.2. Sektor Pertanian Setelah tumbuh meningkat pada triwulan I 2014, sektor pertanian kembali tumbuh melambat pada triwulan II 2014. Sektor pertanian tumbuh melambat dari 1,00% menjadi sebesar 0,02% (yoy) pada triwulan II 2014. Hal tersebut menyebabkan sektor pertanian tidak memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan II 2014. Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian didorong oleh perlambatan subsektor tanaman bahan makanan (tabama) yang tumbuh melambat dari 0,90% menjadi kontraksi sebesar 5,09% (yoy). sedangkan subsektor lainnya seperti subsektor peternakan, perikanan, tanaman perkebunan, serta kehutanan cenderung meningkat. Namun besarnya pangsa subsektor tabama yang mencapai 45,79% terhadap total sektor pertanian mendorong perlambatan yang terjadi di sektor pertanian. Dari subsektor perikanan, meningkatnya kinerja subsektor perikanan didorong oleh meningkatnya jumlah tangkapan ikan pada triwulan II 2014. Jumlah tangkapan ikan di sepanjang triwulan II 2014 mencapai 1,81 juta ton (Grafik 1.14). Mulai membaiknya kondisi cuaca diperkirakan mendorong peningkatan kinerja subsektor perikanan. Dari sisi kredit, penyaluran kredit sektor perikanan tumbuh sebesar 13,50% (yoy), dengan outstanding kredit sebesar Rp 1,17 triliun (Grafik 1.15). Grafik 1.14 Perkembangan Produksi Perikanan Grafik 1.15 Perkembangan Kredit Sektor Pertanian Sumber : www.pipp.djpt.kkp.go.id Untuk subsektor tanaman bahan makanan (tabama), subsektor tersebut kembali tumbuh melambat, bahkan mengalami kontraksi pada triwulan II 2014. Pertumbuhan subsektor tabama melambat dari 0,90% menjadi 22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

kontraksi sebesar 5,09% (yoy). Perlambatan tersebut telah terjadi secara konsisten dalam beberapa triwulan terakhir. Pangsa subsektor tabama terhadap total sektor pertanian mencapai 45,79%. Berdasarkan data produksi padi di Bali hingga April 2014, jumlah produksi di bulan Januari April 2014 menunjukkan penurunan dibandingkan dengan periode September Desember 2013 (Grafik 1.16). Sejalan dengan hal tersebut, luas panen padi periode Januari April 2014 juga menunjukkan penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya (Grafik 1.17). Isu alih fungsi lahan pertanian di Bali yang sedang marak beberapa waktu ini dinilai menjadi salah satu faktor pendorong berkurangnya luas panen di tahun 2014. Grafik 1.16 Perkembangan Produksi Padi di Bali Grafik 1.17 Perkembangan Luas Panen Padi di Bali Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali Dilihat dari sisi ekspor, sejalan dengan peningkatan produksi perikanan, ekspor komoditas perikanan juga menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. jumlah ekspor perikanan meningkat dari 27,14 juta USD menjadi sebesar 36,19 juta USD (Grafik 1.18). Masih baiknya pasar ekspor perikanan menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya ekspor perikanan pada triwulan II 2014. Selain itu dari sisi volume, jumlah ekspor perikanan juga meningkat pesat pada triwulan II 2014 (Grafik 1.19). Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor Perikanan Grafik 1.19 Perkembangan Volume Ekspor Perikanan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 23

1.1.3. Sektor Jasa-jasa Pertumbuhan sektor jasa-jasa triwulan II 2014 kembali mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan sektor jasa-jasa melambat dari 9,23% menjadi sebesar 8,15% (yoy). Perlambatan tersebut menyebabkan andil sektor jasa-jasa berkurang dari 1,35% menjadi sebesar 1,20%. Seperti pada triwulan sebelumnya, pertumbuhan subsektor pemerintahan umum kembali menunjukkan perlambatan, sedangkan pertumbuhan sektor jasa swasta cenderung meningkat. Subsektor jasa pemerintahan umum tumbuh melambat dari 11,02% menjadi sebesar 8,29% (yoy). Subsektor tersebut menunjukkan trend perlambatan pasca pembayaran gaji ke 13 di pertengahan tahun 2013. Sedangkan dari sisi jasa swasta, pertumbuhan jasa hiburan dan rekreasi menunjukkan peningkatan seiring dengan peningkatan pertumbuhan di Sektor PHR. Selain itu, pertumbuhan jasa perorangan dan rumah tangga juga menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2014. Grafik 1.20 Penyaluran Kredit di Sektor Jasa Namun ditinjau dari sisi kredit, pertumbuhan kredit ke sektor jasa-jasa menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2014. Pertumbuhan tersebut meningkat dari 2,56% menjadi sebesar 14,68% (yoy), dengan outstanding kredit sebesar Rp 2,2 triliun (Grafik 1.20). Penyaluran kredit ke sektor jasa tersebut ditujukan untuk jasa administrasi pemerintahan dan pertahanan, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa kemasyarakatan, sosial budaya dan hiburan, serta jasa perorangan dan rumah tangga. Berdasarkan klasifikasinya, hampir seluruh kredit pada tiap kelompok menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II 2014. 1.1.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi kembali menunjukkan perlambatan pada triwulan II 2014. Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh melambat dari 7,11% menjadi sebesar 6,15% (yoy). Melambatnya pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi menyebabkan andil sektor pengangkutan terhadap pertumbuhan ekonomi Bali berkurang dari 0,78% menjadi sebesar 0,68%. Perlambatan dipicu oleh subsektor pengangkutan yang memilki pangsa 81,42% terhadap sektor pengangkutan dan komunikasi, sedangkan pertumbuhan subsektor komunikasi menunjukkan peningkatan. Pertumbuhan subsektor pengangkutan triwulan II 2014 melambat dari 7,30% menjadi sebesar 5,95% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan data PT. Pelindo III yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan jumlah penumpang laut dari 39,84% menjadi sebesar 22,52% (yoy), dengan total arus penumpang sebanyak 99.074 orang (Grafik 1.21). Selain itu, pertumbuhan jumlah penumpang pesawat udara yang berangkat dari Bandara Ngurah Rai Bali juga menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Pertumbuhan jumlah penumpang pesawat udara melambat dari 19,15% menjadi sebesar 11,71% (yoy), dengan total penumpang sebanyak 2,1 juta orang (Grafik 1.22). Adanya kenaikan tarif angkutan khususnya sejak bulan Juni 2014 diperkirakan sedikit berpengaruh terhadap jumlah penumpang pesawat udara pada triwulan II 2014. Grafik 1.21 Jumlah Penumpang Laut Grafik 1.22 Jumlah Penumpang Pesawat Udara Sumber : PT Pelindo III, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 1.1.5. Sektor Industri Pengolahan Pada triwulan II 2014, pertumbuhan sektor industri pengolahan kembali menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan sektor industri pengolahan meningkat dari 7,03% menjadi sebesar 7,28% (yoy) sehingga andil sektor industri pengolahan terhadap pertumbuhan ekonomi Bali turut meningkat dari 0,70% menjadi sebesar 0,72%. Hampir seluruh komponen dalam subsektor industri non migas mengalami pertumbuhan yang meningkat, termasuk subsektor industri tekstil, industri barang kayu, serta industri makanan, minuman, dan tembakau yang memiliki pangsa terbesar terhadap total sektor industri pengolahan. Hal tersebut sejalan dengan hasil publikasi BPS yang menunjukkaan bahwa terdapat kenaikan indeks industri total pada triwulan II 2014 (Grafik 1.23). Grafik 1.23 Perkembangan Industri Besar dan Sedang Grafik 1.24 Nilai Ekspor Kayu dan Olahan Kayu Sumber : Badan Pusat Statistik Jika ditinjau berdasarkan masing-masing komponennya serta dikaitkan dengan kinerja ekspor luar negeri industri pengolahan, ekspor luar negeri kayu damn olahan kayu (wood manufacture) masih menunjukkan pertumbuhan positif pada triwulan II 2014, namun pertumbuhannya cenderung melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 1.24). Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil produksi subsektor Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 25

industri kayu triwulan II 2014 untuk kebutuhan ekspor cenderung menunjukkan penurunan. Ekspor industri kayu tumbuh sebesar 1,34% (yoy) pada triwulan II 2014. Ekspor kayu sendiri merupakan ekspor terbesar ke empat Bali setelah perikanan, pakaian jadi, dan perhiasan dan pada triwulan II 2014, dengan pangsa sebesar 11,35% terhadap total ekspor luar negeri provinsi Bali. Grafik 1.25 Nilai Ekspor Luar Negeri Pakaian Jadi Grafik 1.26 Nilai Ekspor Luar Negeri Tekstil Sejalan dengan pertumbuhan ekspor kayu, ekspor luar negeri pakaian jadi juga menunjukkan pertumbuhan positif pada triwulan II 2014, namun cenderung melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Total ekspor luar negeri pakaian jadi sebesar 19,61 juta USD (Grafik 1.25). Hal serupa juga ditunjukkan oleh ekspor komoditas tekstil yang tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Total ekspor luar negeri komoditas tekstil pada triwulan II 2014 sebesar 4,31 juta USD. (Grafik 1.26). Meningkatnya pertumbuhan subsektor industri tekstil yang dibarengi dengan perlambatan ekspor luar negeri industri tekstil kemungkinan menunjukkan bahwa produksi tekstil lebih ditujukan untuk kebutuhan domestik maupun menjadi stok pada triwulan II 2014. Selain itu, munculnya kompetitor industri tekstil dari negara lain juga menjadi faktor perlambatan ekspor industri tekstil pada triwulan II 2014. Grafik 1.27 Kredit Sektor Industri Grafik 1.28 Konsumsi Listrik Industri Sumber : PT PLN Distribusi Bali, diolah Sedangkan dari sisi kredit, sejalan dengan trend perlambatan kredit secara umum, penyaluran kredit bank umum ke sektor industri pengolahan masih tumbuh melambat pada triwulan II 2014. Pertumbuhan kredit ke sektor industri melambat dari 11,96% menjadi sebesar 8,92% (yoy), dengan outstanding kerdit sebesar Rp 1.67 triliun (Grafik 1.27). Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan sektor industri pengolahan, pertumbuhan konsumsi listrik industri juga menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2014. Total konsumsi 26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

listrik industri meningkat dari 37,01 juta KwH pada triwulan I 2014 menjadi sebesar 41,48 juta KwH pada triwulan II 2014 (Grafik 1.28). 1.1.6. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan kembali mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan sektor tersebut meningkat dari 7,99% menjadi sebesar 9,33% (yoy). Andil sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan terhadap pertumbuhan ekonomi Bali pun ikut meningkat dari 0.58% menjadi sebesar 0,68%. Ditinjau berdasarkan subsektornya, peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan pertumbuhan subsektor bank maupun lembaga keuangan tanpa bank, namun subsektor sewa bangunan cenderung menunjukkan perlambatan. Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Bank Umum Subsektor bank yang memiliki pangsa sebesar 32,80% terhadap total sektor keuangan tumbuh meningkat dari 6,86% menjadi sebesar 10,49% (yoy). Secara nominal, berdasarkan data hingga triwulan II 2014, total penyaluran kredit bank umum juga menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Total kredit bank umum pada triwulan II 2014 meningkat dari Rp 50,33 triliun menjadi sebesar Rp 52,83 triliun, dengan pertumbuhan sebesar 17,99% (yoy) (Grafik 1.29). Namun pertumbuhan total kredit menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit bank umum sebesar 17,99% (yoy) sejalan dengan target pertumbuhan kredit tahun 2014 yang berada di kisaran 15 17%. 1.1.7. Sektor Bangunan Pada triwulan II 2014, pertumbuhan sektor bangunan masih mengalami kontraksi pertumbuhan. Pertumbuhan sektor bangunan triwulan II 2014 mengalami kontraksi sebesar 0,23% (yoy). Kontraksi sektor bangunan menyebabkan sektor tersebut kembali menyumbangkan angka pertumbuhan negatif terhadap total pertumbuhan ekonomi Bali, dengan andil sebesar -0.01%. Walaupun masih berkontraksi, namun kontraksi yang dialami tidak sedalam kontraksi pada triwulan sebelumnya. Dampak booming investasi menjelang KTT APEC di tahun 2013 masih menjadi pendorong terjadinya kontraksi pertumbuhan sektor bangunan pada triwulan II 2014. Namun perkembangan terakhir menunjukkan mulai adanya peningkatan aktivitas investasi di sepanjang triwulan II 2014 sehingga pertumbuhan sektor bangunan relatif membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 27

Grafik 1.30 Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Grafik 1.31 Perkembangan Konsumsi Semen Sumber : Survei Harga Porperti Residensial, Bank Indonesia Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Masih terkontraksinya pertumbuhan sektor bangunan sejalan dengan hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia pada triwulan II 2014. Hasil SHPR kembali menunjukkan terjadinya perlambatan pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada triwulan II 2014 (Grafik 1.30). Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan harga properti residensial di Bali secara keseluruhan. Penurunan tersebut terutama terjadi pada properti skala kecil, sedangkan harga properti skala menengah cendrung meningkat dan properti skala besar cenderung stabil. Fenomena meredanya harga properti berskala kecil setelah sebelumnya terus menunjukkan kenaikan harga meningkatkan permintaan properti secara perlahan serta meningkatkan kinerja sektor bangunan pada triwulan II 2014. Grafik 1.32 Kredit Sektor Bangunan Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia, pertumbuhan penjualan semen di Bali juga masih mengalami kontraksi pada triwulan II 2014. Pertumbuhan penjualan semen mengalami kontraksi sebesar 7,59% (yoy), dengan total penjualan sebesar 383,13 ribu ton semen (Grafik 1.31). Bisnis porperti yang masih menggeliat secara langsung berdampak terhadap kelancaran bisnis bahan bangunan, bahkan tidak jarang terjadi kelangkaan bahan bangunan pada periode tertentu. Di sisi lain, total penyaluran kredit sektor bangunan cenderung meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor bangunan pada triwulan II 2014 sebesar 25,43% (yoy), dengan outstanding kredit sebesar Rp 2,09 triliun (Grafik 1.32). Walaupun sedikit melambat, namun angka pertumbuhan sektor bangunan tersebut masih cenderung tinggi jika dibandingkan dengan targer pertumbuhan kredit nasional pada tahun 2014. 28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

1.1.8. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA) Pertumbuhan sektor Listrik, Gas, dan Air bersih (LGA) menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2014. Sektor LGA tumbuh meningkat dari 3,30% menjadi sebesar 6,74% (yoy). Baik subsektor listrik maupun air bersih menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut menyebabkan andil sektor LGA meningkat dari 0,05% menjadi sebesar 0,11%. Subsektor listrik yang memiliki pangsa sebesar 73,44% terhadap total sektor LGA menjadi pendorong utama pertumbuhan sektor LGA. Subsektor listrik tumbuh sebesar 6,11% (yoy) pada triwulan II 2014. Hal tersebut sejalan dengan pertumbuhan jumlah konsumsi listrik maupun jumlah pelanggan listrik. Berdasarkan data terakhir, pertumbuhan konsumsi listrik triwulan II 2014 meningkat dari kontraksi 15,64% menjadi tumbuh positif sebesar 9,30% (yoy), dengan jumlah konsumsi listrik sebesar 1.104,05 juta KwH (Grafik 1.33). Peningkatan pertumbuhan konsumsi listrik tersebut sejalan dengan meningkatnya kinerja sektor PHR maupun industri pengolahan pada triwulan II 2014. Selain itu, pertumbuhan jumlah pelanggan listrik pada triwulan II 2014 juga meningkat dari 8,96% menjadi sebesar 9,00% (yoy), dengan total jumlah pelanggan sebesar 1,05 juta unit (Grafik 1.34). Grafik 1.33 Konsumsi Listrik di Bali Grafik 1.34 Jumlah Pelanggan Listrik Sumber : PLN Distribusi Bali, diolah Sumber : PLN Distribusi Bali, diolah 1.2. SISI PERMINTAAN Jika ditinjau dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi provinsi Bali triwulan II 2014 didorong oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi swasta, perlambatan impor, serta kontraksi pertumbuhan investasi yang tidak sedalam kontraksi pada triwulan sebelumnya. Setelah tumbuh melambat pada triwulan sebelumnya, konsumsi swasta (konsumsi rumah tangga serta konsumsi nirlaba) yang memiliki pangsa terbesar terhadap perekonomian Bali tumbuh meningkat dari 6,37% menjadi sebesar 6,59% (yoy). Pertumbuhan konsumsi swasta tersebut sejalan dengan peningkatan pertumbuhan sektor PHR pada triwulan II 2014. Perlambatan yang terjadi pada komponen impor juga mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan II 2014. Selain itu, walaupun masih mengalami kontraksi, namun kontraksi komponen investasi tidak sedalam kontraksi yang terjadi pada triwulan sebelumnya. Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi pemerintah dan ekspor mengalami perlambatan sehingga menahan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada triwulan II 2014. Detail perkembangan pertumbuhan PDRB dari sisi permintaan dapat dilihat pada Tabel 1.2. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 29

Tabel 1.2 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali di Sisi Permintaan, 2011 2014 (%, yoy) 2013 2014 Komponen 2011 2012 2013 Tw I Tw II Tw III Tw IV I II Konsumsi 9.25 2.38 5.45 7.92 12.28 13.46 9.82 7.36 6.12 Konsumsi Rumah Tangga 8.65 2.05 4.64 5.42 7.86 9.72 6.92 6.11 6.38 Konsumsi Lembaga Nirlaba 7.33 7.46 17.68 25.18 32.10 30.33 26.42 20.79 17.22 Konsumsi Pemerintah 13.53 3.98 9.50 22.24 38.07 33.67 26.35 13.78 3.43 Investasi 12.56 32.10 36.62 24.59 6.69 (1.06) 15.37 3.32 0.94 PMTB 13.81 17.20 26.59 21.39 6.64 0.57 13.07 (6.13) (3.41) Perub. Stok 20.66 (59.29) (69.46) (28.46) 5.37 40.19 (25.18) (411.20) (122.06) Ekspor 6.56 5.56 4.74 8.62 17.45 15.35 11.65 16.30 15.33 Impor 11.43 9.42 14.33 17.65 24.26 20.12 19.18 16.80 12.98 PDRB 6.49 6.65 6.71 6.05 5.97 5.49 6.05 5.43 6.06 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 1.2.1. Konsumsi Pertumbuhan konsumsi rumah tangga meningkat dari 6,37% menjadi 6,59% (yoy) pada triwulan II 2014. Namun di sisi lain, konsumsi pemerintah tumbuh melambat dari 13,78% menjadi sebesar 3,43% (yoy) sehingga secara keseluruhan pertumbuhan konsumsi melambat dari 13,46% menjadi sebesar 7,36% (yoy). Namun besarnya pangsa konsumsi swasta terhadap perekonomian Bali hingga mencapai 59,03% mampu meningkatkan perekonomian Bali pada triwulan II 2014. Peningkatan pertumbuhan konsumsi swasta tersebut sejalan dengan peningkatan sektor PHR, dimana meningkatnya aktivitas konsumsi akan mendorong kegiatan perdagangan serta sebaliknya, peningkatan kinerja subsektor hotel dan restoran seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan akan meningkatkan pertumbuhan konsumsi. Peningkatan konsumsi swasta tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia, Indeks Tendensi Konsumen (ITK), konsumsi listrik rumah tangga, serta Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2014. Grafik 1.35 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.36 Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Sumber : Survei Konsumen, KPwBI Wilayah III Sumber : Survei Konsumen, KPwBI Wilayah III Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia menunjukkan adanya peningkatan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi maupun ekspektasi kondisi ekonomi ke depan. Seluruh komponen dalam SK, baik 30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi (IKE), maupun Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan nilai untuk masingmasing indeks sebesar 112,83, 105,00, serta 120,67 (Grafik 1.35). Selain itu berdasarkan hasil survei tersebut, diperoleh adanya indikasi peningkatan supply (persediaan) kerja serta konsumsi durable goods (barang tahan lama) pada triwulan II 2014 (Grafik 1.36). Grafik 1.37 Indeks Tendensi Konsumen Grafik 1.38 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Sumber : Badan Pusat Statistik Sumber : PT PLN Distribusi Bali, diolah Selain itu, hasil publikasi BPS berupa Indeks Tendensi Konsumen (ITK) juga menunjukkan adanya peningkatan indeks pada triwulan II 2014. Tingkat optimisme konsumen meningkat dari 114,98 menjadi sebesar 116,75 (Grafik 1.37). Selain itu, pertumbuhan konsumsi listrik rumah tangga juga menunjukkan peningkatan pada triwulan II 2014. Pertumbuhan konsumsi listrik rumah tangga meningkat dari kontraksi sebesar 13,77% menjadi tumbuh positif sebesar 8,69% (yoy), dengan total konsumsi listrik rumah tangga mencapai 476,61 juta KwH (Grafik 1.38). Grafik 1.39 Kredit Konsumsi Grafik 1.40 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumber : Badan Pusat Statistik Namun dari sisi penyaluran kredit, sejalan dengan pertumbuhan total penyaluran kredit bank umum, pertumbuhan kredit konsumsi juga masih menunjukkan trend perlambatan pada triwulan II 2014. Kredit konsumsi tumbuh melambat dari 17,95% menjadi sebesar 14,64% (yoy), dengan total outstanding kredit sebesar Rp 19,64 triliun (Grafik 1.39). Pertumbuhan kredit tersebut dinilai masih sejalan dengan target Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 31

pertumbuhan kredit nasional yang ditetapkan untuk tahun 2014. Selain itu, indikator lain berupa Nilai Tukar Petani (NTP) juga menunjukkan adanya peningkatan pada triwulan II 2014. NTP merupakan indikator yang menunjukkan tingkat daya beli masyarakat pada sektor pertanian. Indeks di atas 100 menunjukkan masih tingginya daya beli masyarakat pada sektor pertanian. Pada triwulan II 2014, NTP provinsi Bali meningkat dari 103,83 menjadi sebesar 104,28 (Grafik 1.40). 1.2.2. Investasi Pertumbuhan investasi pada triwulan II 2014 masih mengalami kontraksi, namun cenderung sedikit membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dalam kompenen PDRB yang mengalami kontraksi sebesar 3,41%, tidak sedalam triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 6,13% (yoy). Namun kontraksi yang dialami komponen investasi mengakibatkan investasi kembali memberikan andil negatif 1,14% terhadap pertumbuhan ekonomi Bali triwulan II 2014. Kondisi tersebut sejalan dengan pertumbuhan sektor bangunan yang mengalami kontraksi, namun tidak sedalam kontraksi pada triwulan sebelumnya. Walaupun masih mengalami kontraksi, namun perkembangan investasi cenderung mulai menunjukkan sedikit peningkatan. Dampak booming investasi pada tahun 2013 menjelang penyelenggaraan KTT APEC masih dirasakan pada triwulan II 2014. Namun perkembangan terakhir menunjukkan mulai adanya peningkatan aktivitas investasi, salah satunya maraknya pembangunan hotel dan kondotel seiring dengan maraknya pertumbuhan wisatawan baik mancanegara maupun nusantara. Selain itu, masih terdapatnya pembangunan infrastruktur MP3EI yang masih berlanjut antara lain penambahan dermaga di Gilimanuk dari 2 dermaga menjadi 4 dermaga dan penyelesaian renovasi terminal kedatangan domestik di Bandara Ngurah Rai serta perbaikan beberapa jalan menjelang Lebaran pada bulan Juli mendorong perbaikan kegiatan investasi pada triwulan II 2014. Grafik 1.41 Kredit Investasi Grafik 1.42 Perkembangan Impor Barang Modal Perbaikan kinerja investasi sejalan dengan pertumbuhan kredit investasi yang menunjukkan sedikit peningkatan pada triwulan II 2014. Pertumbuhan kredit investasi meningkat dari 10,54% menjadi sebesar 11,64% (yoy), dengan total outstanding kredit mencapai Rp 11,90 triliun (Grafik 1.41). Setelah mengalami perlambatan sejak triwulan III 2013, pertumbuhan kredit investasi mulai menunjukkan perbaikan pada triwulan II 2014. Namun pertumbuhan impor barang modal (capital goods) yang umumny terkait dengan aktivitas investasi kembali menunjukkan perlambatan pada triwulan II 2014. Impor barang modal tumbuh melambat sebesar 40,57% (yoy), dengan total nilai impor sebesar 10,58 juta USD (Grafik 1.42). Perlambatan tersebut didorong oleh perlambatan pertumbuhan impor komponen transportasi (transportation equipment), baik untuk kebutuhan industri maupun kebutuhan investasi lainnya. 32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

1.2.3 Ekspor Impor Pada triwulan II 2014, baik pertumbuhan ekspor maupun impor provinsi Bali menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ekspor tumbuh melambat dari 16,30% menjadi sebesar 15,33% (yoy), sedangkan pertumbuhan impor melambat dari 16,80% menjadi sebesar 12,98% (yoy) pada triwulan II 2014. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa Bali masih berada pada posisi net impor sebesar Rp 107 miliar pada triwulan II 2014. Hal tersebut menunjukkan bahwa total impor masih lebih besar dibandingkan dengan total ekspor provinsi Bali, namun cenderung berkurang dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berada pada posisi net impor Rp 268 miliar. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa ekspor luar negeri masih mengalami kontraksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Total nilai ekspor luar negeri Bali mengalami kontraksi sebesar 7,90% (yoy), dengan nilai total ekspor sebesar 127,13 juta USD pada triwulan II 2014 (Grafik 1.43). Dari sisi volume, total volume ekspor luar negeri Bali juga mengalami kontraksi sebesar 5,67% (yoy), dengan 31,03 juta ton (Grafik 1.44). Ditinjau dari nilainya, kontraksi pertumbuhan ekspor dialami oleh komoditas perikanan, pakaian jadi, perhiasan, serta furniture. Sedangkan ekspor kayu olahan menunjukkan pertumbuhan positif pada triwulan II 2014. Namun pertumbuhan ekspor kayu olahan cenderung melambat, demikian pula dengan pertumbuhan ekspor pakaian jadi dan furniture. Grafik 1.43 Nilai Ekspor Luar Negeri Bali Grafik 1.44 Volume Ekspor Luar Negeri Bali Ditinjau berdasarkan komoditasnya, komposisi ekspor pada triwulan II 2014 menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pangsa ekspor komoditas perikanan menunjukkan peningkatan, sedangkan pangsa ekspor pakaian jadi menunjukkan penurunan. Pangsa ekspor luar negeri untuk tiap komoditas adalah komoditas perikanan sebesar 28,47%, pakaian jadi sebesar 15,43%, perhiasan sebesar 14,84%, kemudian disusul komoditas kayu olahan dan produk furniture masing-masing sebesar 11,35% dan 7,33% (Grafik 1.45). Sedangkan untuk pertumbuhan masing-masing komoditas, perlambatan ekspor ditunjukkan oleh komoditas pakaian jadi, kayu olahan, serta furniture (Grafik 1.46). Semakin banyaknya kompetitor dari negara lain mempengaruhi kinerja ekspor secara keseluruhan. Selain itu, kondisi perekonomian negara-negara utama tujuan ekspor Bali seperti USA, Jepang, serta Australia juga mempengaruhi kinerja ekspor provinsi Bali. Untuk komoditas pakaian jadi, terjadinya penurunan kinerja ekspor seiring dengan menurunnya permintaan dari USA maupun Perancis. Sedangkan untuk komoditas perikanan, berdasarkan hasil liaison ke beberapa pelaku usaha perikanan dan industri pengolahan ikan, masalah pasokan masih menjadi kendala tersendiri pada triwulan II 2014. Pesimisme terhadap ketersediaan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 33

bahan baku ikan lokal ke depan serta persaingan yang semakin ketat khususnya dengan negara TIongkok dan Thailand menjadi salah satu faktor penahan kinerja ekspor perikanan yang masih mengalami kontraksi pada triwulan II 2014. Grafik 1.45 Pangsa Nilai Ekspor Komoditas Utama Grafik 1.46 Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Utama Jika ditinjau berdasarkan negara tujuan ekspornya, negara tujuan ekspor utama Bali masih didominasi oleh USA sebesar 24,28%, Jepang 12,16%, Australia 11,35%, serta Singapore 6,59% (Grafik 1.47). Jika ditinjau berdasarkan pertumbuhannya, pertumbuhan ekspor ke USA, Jepang, dan Singapore mengalami kontraksi dan cenderung melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekspor ke Australia menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 1.48). Grafik 1.47 Pangsa Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan Grafik 1.48 Pertumbuhan Ekspor berdasarkan Negara Tujuan Sama halnya dengan ekspor, pertumbuhan impor luar negeri Bali mengalami kontraksi pada triwulan II 2014. Impor luar negeri mengalami kontraksi sebesar 25,63% (yoy), dengan total nilai impor sebesar 39,53 juta USD. Kontraksi yang terjadi pada komponen impor tersebut cukup dalam, dimana pada triwulan sebelumnya impor luar negeri tumbuh sebesar 183,31% (yoy). (Grafik1.49). Perlambatan impor luar negeri tersebut sejalan dengan perlambatan impor pada komponen PDRB. Sejalan dengan pertumbuhan nilai impor, pertumbuhan volume impor triwulan II 2014 juga menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan volume impor mengalami kontraksi sebesar 45,09% (yoy), dengan total volume impor sebesar 11,59 ribu ton (Grafik 1.50). 34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Grafik 1.49 Perkembangan Nilai Impor Bali Grafik 1.50 Perkembangan Volume Impor Bali Jika ditinjau berdasarkan kelompoknya, terjadi pergeseran porsi impor pada triwulan II 2014. Jika sebelumnya didominasi oleh impor barang modal (capital goods), impor luar negeri Bali triwulan II 2014 lebih didominasi oleh impor bahan mentah (raw material) dengan pangsa sebesar 46%, kemudian disusul barang modal (capital goods) sebesar 27%, dan terakhir barang konsumsi (consumption goods) sebesar 5% (Grafik 1.51). Baik komponen raw material maupun capital goods yang memiliki pangsa total sebesar 95% terhadap total impor luar negeri Bali mengalami perlambatan pertumbuhan, khususnya impor barang modal. Hal tersebut sejalan dengan perlambatan yang terjadi di sektor bangunan maupun kontraksi pada komponen investasi. Pertumbuhan impor raw material, capital goods, dan consumption goods masing-masing sebesar -53,60%, 40,57%, dan 71,49% (yoy) (Grafik 1.52). Grafik 1.51 Pangsa Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC Grafik 1.52 Perkembangan Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 35

BOKS A MEMBANGUN LANGKAH FOKUS, MENCIPTAKAN DAYA SAING, MENGHADAPI MEA 2015 Wacana pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) pertama kali muncul sebagai hasil dari kesepakatan para pemimpin ASEAN pada Forum Bali Concord II tahun 2003 di Bali. Isi kesepakatan tersebut menegaskan bahwa MEA 2015 merupakan tujuan akhir dari integrasi ekonomi kawasan dalam mendukung pencapaian visi ASEAN 2020. Tujuan utama dari MEA 2015 ini meliputi pencapaian (1) pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, (2) kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, (3) pertumbuhan ekonomi yang merata, dan (4) integrasi ke perekonomian global, didasarkan pada prinsip open, outward-looking, inclusive, and market-driven economy. Pencapaian ini tentunya harus didukung oleh kegiatan penelitian, pengembangan SDM, kerangka kelembagaan di tingkat kawasan, political will, dan implementasi yang sesuai dengan target yang telah disepakati. Dengan demikian, visi ASEAN 2020 untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang berimbang, serta pengurangan tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosialekonomi, akan tercapai. Dalam lingkup kawasan, perlu dibangun jejaring produksi yang meningkatkan kapasitas ASEAN sebagai pusat produksi global atau bagian dari global supply chain. Hal ini diyakini dapat menekan biaya produksi serta memaksimalkan manfaat perdagangan. Selain itu, perlu ditingkatkan daya saing kawasan dan mengedepankan pembangunan yang berimbang untuk mendorong laju pertumbuhan yang berkesinambungan. Hal ini dapat diwujudkan antara lain melalui pengembangan UMKM dan pemberian bantuan teknis pemberdayaan UMKM. Kebijakan di tingkat kawasan juga harus dapat berkontribusi pada penurunan serta penghapusan hambatan perdagangan maupun investasi global, termasuk tariff and nontariff barrier entry. Lebih lanjut, perusahaan nasional maupun multinasional yang bertindak sebagai monopoli di tingkat nasional maupun kawasan harus dieliminir. Tantangan yang dihadapi tidaklah mudah. Menselaraskan berbagai kepentingan antarnegara, baik dalam hal regulasi di bidang tertentu maupun penyesuaian akibat stage of development yang berbeda. Namun hal ini dapat dilakukan, misalnya melalui pendekatan ruled-based organization serta meningkatkan kapasitas maupun fungsi Sekretariat ASEAN. Dalam menghadapi MEA, Indonesia, khususnya Bali, dapat mempertimbangkan paling tidak 1 (satu) dari 12 (dua belas) sektor prioritas yang akan dikembangkan dalam MEA. Kedua belas sektor ini merupakan sektor yang mewakili >50% perdagangan intra-asean, yaitu sektor pengolahan agro, industri berbasis karet dan kayu, angkutan udara, otomotif, elektronik, e-asean, perikanan, kesehatan, logistik, tekstil, dan pariwisata. Bali dengan pengakuan pariwisatanya yang telah mendunia dan pengukuhan Bali serta Nusa Tenggara sebagai Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional dalam MP3EI, tentu menjadikan sektor pariwisata sebagai unggulan dibanding sektor lainnya. Harapannya dengan memfokuskan diri pada sektor utama, Indonesia (khususnya Bali) dapat mendorong sekaligus memberikan (pariwisata) ini juga berarti mendukungnya dengan berbagai upaya perbaikan, seperti transportasi, infrastruktur, SDM, akses jasa keuangan, dan perangkat hukum yang kuat. Tidak hanya itu, Bali sebagai salah satu basis UMKM yang berbudaya seni tinggi di Indonesia juga harus dikembangkan melalui sejumlah upaya penguatan, seperti kualitas SDM lokal yang masih rendah terutama dari sisi produktivitas, kemampuan pemasaran, awareness terhadap HAKI, legalitas usaha, maupun penerapan laporan keuangan. Dengan demikian bantuan teknis yang diberikan Bank Indonesia maupun pemerintah daerah/provinsi perlu menyentuh hal-hal tersebut. Selain itu, perlu dipikirkan pola klaster yang mempertimbangkan konsep One Village One Product dan alur produksi serta distribusi dari hulu ke hilir, 36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

sehingga produk hasil UMKM dapat dihasilkan lebih efektif dengan biaya seefisien mungkin. Kondisi ini akan mendorong penguatan daya saing yang hendak dilakukan Indonesia dan Bali. Pengenalan lebih lanjut kepada UMKM dilakukan pada akses finansial/keuangan digital maupun teknologi. Pada periode triwulan II 2014, ekspor produk manufaktur Bali memiliki share yang relatif besar, yaitu 63,73% terhadap total ekspor Provinsi Bali. Namun demikian, share ekpor produk manufaktur ini menurun dibandingkan periode ekspor triwulan I 2014 (75,92%) dan triwulan II 2013 (69,83%). Jika ditelusuri lebih lanjut, maka share terbesar masih berasal dari produk teksil dan produk tekstil (TPT) yang memiliki share sebesar 18,82%, diikuti produk berbahan kayu (18,68%), dan produk berbahan mineral nonmetal, seperti perhiasan emas dan perak (16,46%). Sayangnya, data ekspor Provinsi Bali hingga periode triwulan II 2014 menunjukan kinerja ekspor produk manufaktur (masih) mengalami kontraksi sebesar -7,90%, di mana penurunan tertinggi (kontraksi) berasal dari produk berbahan kayu, termasuk komoditas furniture, yaitu dari 21,65% pada triwulan I menjadi kontraksi -5,90% pada triwulan II. Dilihat dari negara tujuan ekspor produk manufaktur dari Bali dan melihatnya dalam konteks MEA, ekspor Bali ke negara di Benua Asia mencapai 26,74%, namun ekspornya ke Kawasan ASEAN masih relatif kecil, yaitu 11,30% dengan pasar utama adalah Negara Singapura dengan share ekspor mencapai 8,73% terhadap total ekspor manufaktur Bali. Lebih lanjut, untuk produk manufaktur berbahan kayu, porsi ekspor ke ASEAN hanya 3,84% yang juga masih didominasi oleh importir Negara Singapura, sementara untuk produk manufaktur TPT dan komoditas berbahan mineral nonmetal (perhiasan), ekspor ke negara ASEAN relatif besar, yaitu masing-masing sebesar 13,38% dan 19,29% (triwulan II 2014), dengan negara tujuan ekspor utama masih ke Negara Singapura. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketergantungan ekspor Bali pada Negara Singapura relatif tinggi. Di samping Negara Singapura, ekspor ke negara di Kawasan ASEAN lain, seperti Malaysia dan negara di Benua Asia lainnya, seperti Jepang, Hongkong, dan India juga dapat memberikan sumbangsih pada ekspor Bali secara keseluruhan. Dengan penguatan daya saing Indonesia, khususnya Bali pada kegiatan UMKM dan eksportirnya, diharapkan dapat membawa Indonesia ke tingkat kesiapan yang lebih matang menghadapi MEA. Dengan demikian, Bali dengan sektor industri pariwisata dan produk turunannya (dalam hal ini produk manufaktur dan kerajinan) bukan tidak mungkin akan menjadi titik penguatan maupun katalisator bagi sektor dan atau daerah lainnya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 37

Halaman ini sengaja dikosongkan 38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Bab 2 1. Perkembangan Inflasi Seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan II 2014, inflasi tahunan Provinsi Bali juga mengalami peningkatan. Inflasi tahunan Bali tercatat sebesar 6,41% (yoy) atau berada pada rentang proyeksi Bank Indonesia (6,3% yoy s/d 6,8% yoy). Realisasi inflasi pada triwulan II 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar 6,09% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 4,75% (yoy). Namun demikian inflasi Bali masih berada dibawah inflasi nasional yang sebesar 6,7% (yoy). Berdasarkan disagregasinya, tekanan inflasi pada triwulan II 2014 terutama didorong oleh kelompok administered price dan core inflation. Sementara tekanan inflasi volatile foods relatif terkendali. 2.1. PERKEMBANGAN UMUM INFLASI Sesuai dengan proyeksi pada triwulan sebelumnya, inflasi Bali yang dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Denpasar dan Kota Singaraja pada triwulan II 2014 tercatat sebesar 6,41% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan lalu yang sebesar 6,09% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 4,75% (yoy). Namun demikian tingkat inflasi Bali tersebut masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 6,7% (yoy). Sepanjang semester I 2014 akumulasi inflasi Provinsi Bali tercatat mencapai 2.22% (ytd) atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian tahun lalu yang sebesar 3,15% (ytd). Relatif terkendalinya inflasi sepanjang semester I 2014 tidak lepas dari koordinasi pengendalian inflasi yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia bersama-sama dengan pemerintah daerah melalui forum TPID. Dengan adanya upaya pengendalian inflasi yang berkesinambungan maka diharapkan target inflasi daerah dalam RPJMD yang sebesar 5,7% (yoy) dapat tercapai. Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Provinsi Bali Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan Nasional dan Provinsi Bali inflasi (%) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0-1 -2 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 2011 2012 2013 2014 mtm yoy ytd Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II-2014 39

2.1.1. Inflasi Tahunan Di tengah peningkatan pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan II 2014, inflasi Bali juga tercatat mengalami peningkatan. Tingginya aktivitas konsumsi masyarakat dan pertumbuhan sektor pariwisata yang cukup signifikan memberikan tekanan cukup besar terhadap inflasi pada periode laporan. Peningkatan tekanan inflasi juga disebabkan oleh kontraksi sektor pertanian tanaman bahan pangan, terutama pada komoditas padi. Disamping itu masih belum berlalunya dampak peningkatan BBM bersubsidi menyebabkan inflasi Bali masih berada pada level yang tinggi. Berdasarkan kelompoknya inflasi terjadi pada seluruh kelompok, terutama pada kelompok Kesehatan, kelompok Transportasi, komunikasi dan jasa keuangan serta kelompok Makanan jadi, minuman, rokok, & tembakau sebagaimana tercermin pada Grafik 2.3. Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Bali Menurut Kelompok Barang 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw III Tw I Tw II 2012 2013 2014 UMUM Makanan Jadi Kesehatan Transportasi & Komunikasi Bahan Makanan Perumahan, Air, LGA Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Kelompok kesehatan tercatat mengalami inflasi tertinggi yang disebabkan oleh penyesuaian tarif dokter spesialis. Sementara itu inflasi pada kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan merupakan dampak peningkatan frekuensi penerbangan seiring bertambahnya jumlah kunjungan wisatawan ke Bali. Disamping itu inflasi kelompok ini didorong oleh implementasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2014 tentang Besaran Biaya Tambahan Tarif Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Selanjutnya tekananan inflasi kelompok bahan makanan jadi disebabkan oleh penyesuaian harga oleh pelaku usaha sebagai dampak peningkatan ongkos produksi. Penyesuaian LPG, kenaikan Upah Minimum Provinsi dan kenaikan Tarif Tenaga Listik yang terjadi pada momen yang berdekatan selama semester I 2014 mendorong pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian harga pada level yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kenaikan tahun lalu. Beberapa kelompok yang mengalami peningkatan tekanan inflasi dibandingkan dengan triwulan lalu, diantaranya kelompok bahan makanan dan kelompok sandang. Peningkatan tekanan inflasi kelompok bahan makanan terutama didorong oleh penurunan produksi padi. Data Dinas Pertanian Tanaman Bahan Pangan Provinsi Bali menunjukkan terjadinya kontraksi produksi padi seiring dengan penurunan jumlah luas tanam padi. Peningkatan inflasi kelompok sandang terutama didorong oleh kenaikan harga emas perhiasan 40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

domestik seiring dengan kenaikan harga emas internasional. Sementara itu, kelompok lainnya mengalami inflasi yang relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Grafik 2.4 Perkembangan Harga di Provinsi Bali 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 Rp 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 % (yoy) 60 50 40 30 20 10 0-10 -20 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Rp % (yoy) 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 20 15 10 5 0 2010 2011 2012 2013 2014 Nominal Emas Growth Emas 2010 2011 2012 2013 2014 Nominal Beras Growth Beras 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Rp % (yoy) 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 30 25 20 15 10 5 0-5 -10 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 Rp 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 % (yoy) 250 200 150 100 50 0-50 -100 2010 2011 2012 2013 2014 Nominal Gula Pasir Growth Gula Pasir 2010 2011 2012 2013 2014 Nominal Bawang Merah Growth Bawang Merah Sumber : Survei Pemantauan Harga, Bank Indonesia 2.1.2. Inflasi Triwulanan Meskipun terjadi peningkatan inflasi tahunan, tekanan inflasi triwulanan Provinsi Bali pada periode laporan mengalami penurunan cukup tajam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan tekanan inflasi terjadi pada hampir seluruh kelompok, terutama pada kelompok pangan. Moderasi tekanan inflasi pada kelompok pangan sesuai dengan siklus musimannya pada beberapa tahun terakhir. Kelompok bahan pangan tercatat mengalami deflasi sebesar 2,09% (qtq), terutama didorong oleh sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya serta bumbu-bumbuan. Harga-harga komoditas bahan makanan yang sempat melambung pada triwulan I 2014 akibat curah hujan yang tinggi, bencana alam dan banjir kembali melandai pada triwulan II 2014 seiring membaiknya kondisi cuaca. Musim panen beras yang berlangsung pada triwulan II 2014 menyebabkan penurunan harga beras sehingga menyumbang deflasi sebesar 0.3% (qtq). Produksi padi di Bali tercatat sebesar 281.752 ton atau meningkat 66.7% dibandingkan dengan produksi pada triwulan I 2014 yang hanya sebesar 169.021 ton. Sementara itu deflasi pada kelompok bumbu-bumbuan bersumber dari komoditas cabai rawit dan cabai merah. Sub kelompok lainnya yang juga mencatat deflasi cukup tinggi adalah ikan-ikanan yang bersumber pada komoditas cumi-cumi, tongkol/ambu-ambu, mujair dan bandeng sebagai dampak gelombang laut yang rendah sehingga mendukung aktivitas nelayan di periode laporan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 41

UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan,LGA, Bah an Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, & OR Transportasi & Komunikasi Tekanan inflasi kelompok kesehatan juga mencatat penurunan cukup signifikan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kenaikan obat-obatan dengan resep sebagai pengaruh pelemahan Rupiah yang terjadi pada triwulan I 2014 tidak berlanjut, sehingga tekanan inflasi kelompok ini cukup terjaga. Namun demikian masih terjadi inflasi pada kelompok ini yang bersumber pada kenaikan tarif dokter spesialis. Penurunan tekanan inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta pada kelompok Perumahan, LGA dan bahan bakar terjadi karena mayoritas penyesuaian harga komoditas pada kelompok ini telah terjadi pada awal tahun. Sementara itu tekanan inflasi kelompok sandang sedikit meningkat yang didorong oleh kenaikan harga emas perhiasan domestik seiring dengan rebound harga emas dunia pada triwulan II 2014. Hasil SPH KPwBI Wilayah III (Bali & Nusra) menunjukkan terjadi peningkatan harga emas perhiasan dari Rp491.375/gr pada akhir triwulan I 2014 menjadi Rp500.500/gr pada akhir triwulan II 2014. Tabel 2.1 Inflasi Triwulanan menurut Kelompok Barang (%, yoy) No. Kelompok Barang 2012 2013 2014 Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II 1 Bahan Makanan 0.95 2.01 12.05 (5.03) 3.29 0.40 2.87 (2.09) 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau 0.48 2.63 0.69 0.98 2.46 0.97 2.81 2.12 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar 0.55 0.49 2.37 0.98 1.37 0.81 1.19 0.86 4 Sandang 1.03 (0.14) (1.42) (1.03) 0.83 0.39 0.96 1.06 5 Kesehatan 0.32 0.63 0.48 0.31 0.91 (0.21) 4.55 1.42 6 Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga 4.94 (0.10) 0.09 0.18 3.96 (0.02) 0.44 0.45 7 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0.24 0.35 0.62 3.43 7.44 0.72 0.75 0.65 UMUM 0.87 1.12 3.73 (0.31) 3.19 0.61 1.81 0.41 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 2.1.3. Inflasi Bulanan Tren penurunan inflasi bulanan pada triwulan I tahun 2014 berlanjut hingga triwulan II 2014. Pada April dan Mei 2014 Bali tercatat mengalami inflasi pada level moderat yakni berturut-turut sebesar 0,13% (mtm) dan 0,49% (mtm). Sementara di akhir triwulan II 2014 Bali tercatat mengalami deflasi sebesar -0,27% (mtm). April 2014 Grafik 2.5 Inflasi Berdasarkan Kelompok di Provinsi Bali April 2014 1.5 1 0.5 0-0.5-1 -1.5 0.13 Grafik 2.6 Sumbangan Kelompok Terhadap Inflasi di Provinsi Bali April 2014 Transportasi & Komunikasi Pendidikan, Rekreasi, & OR Kesehatan Sandang Perumahan,LGA, Bahan Makanan Jadi Bahan Makanan -0.3-0.2-0.1 0 0.1 0.2 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Badan Pusat Statistik, diolah 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan,LGA, Ba han Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreas i, & OR Transportasi & Komunikasi Pada April 2014 inflasi tercatat sebesar 0,13% (mtm) atau 6,36% (yoy). Berdasarkan kelompoknya, penurunan tekanan inflasi April terutama disumbangkan oleh kelompok bahan makanan. Melandainya harga bahan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni (1) meredanya tekanan permintaan (pasca Nyepi) (2) berlangsungnya musim panen beras; serta (3) kondisi cuaca yang kondusif sehingga menyebabkan harga beberapa komoditas utama yang tergolong kedalam kelompok ini mengalami penurunan. Komoditas yang memberikan sumbangan deflasi terbesar pada kelompok ini adalah: beras (0,1187 %); kacang panjang (0,0781%); telur ayam ras (0,0583 %); cabai merah (0,0388 %); cabai rawit (0,0380 %); serta bawang merah (0,0372%). Laju penurunan tekanan inflasi tertahan oleh kelompok Perumahan, Listrik Gas dan Air, Bahan Bakar didorong oleh peningkatan harga sewa rumah dengan sumbangan inflasi sebesar 0.15% (mtm). Mei 2014 Pada Mei 2014 inflasi Bali sedikit terakselerasi hingga tercatat sebesar 0,49% (mtm) atau 7,24% (yoy) sebagai pengaruh peningkatan permintaan menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan. Selain itu, tekanan inflasi pada Mei 2014 juga didorong oleh peningkatan kunjungan wisatawan seiring dengan liburan yang jatuh pada penghujung Mei 2014. Pada hari Raya Galungan & Kuningan pada umumnya terjadi peningkatan permintaan buah-buahan, daging dan sayur untuk keperluan upacara yang mendorong terjadinya inflasi pada kelompok bahan makanan. Komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terbesar pada kelompok ini adalah: daging ayam ras (0,22 %); sawi hijau (0,06%); tomat (0,03 %); pepaya (0,02 %); dan daging babi (0,02 %). Sementara itu komoditas non makanan yang tercatat memberikan sumbangan inflasi adalah ongkos angkutan udara dengan sumbangan 0.08% (mtm), baju stelan anak dengan sumbangan 0.03% (mtm) dan tarif dokter spesialis dengan sumbangan 0.02% (mtm). Grafik 2.7 Inflasi Berdasarkan Kelompok di Provinsi Bali Mei 2014 Grafik 2.8 Sumbangan Kelompok Terhadap Inflasi di Provinsi Bali Mei 2014 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0.49 Transportasi & Komunikasi Pendidikan, Rekreasi, & OR Kesehatan Sandang Perumahan,LGA, Bahan Bakar Makanan Jadi Bahan Makanan 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Badan Pusat Statistik, diolah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 43

UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan,LGA, Bah an Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, & OR Transportasi & Komunikasi Juni 2014 Setelah mengalami inflasi pada 5 bulan berturut-turut, pada Juni 2014 Bali tercatat mengalami deflasi sebesar 0.27% (mtm) sehingga secara tahunan inflasi tercatat sebesar 6,41% (mtm). Berdasarkan kelompoknya deflasi didorong oleh penurunan tekanan inflasi kelompok bahan makanan sebagai dampak melandainya permintaan pasca perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan serta melimpahnya suplai bahan pangan seiring dengan kondisi cuaca yang kondusif. Komoditas yang memberikan sumbangan deflasi terbesar pada kelompok ini adalah: cabai rawit (-0.16 %); daging ayam ras (-0.16%); sawi hijau (-0,04 %); tongkol (-0,03 %); dan jeruk (-0,02 %). Laju deflasi Juni 2014 tertahan oleh peningkatan harga pada kelompok makanan jadi serta kelompok Perumahan, LGA, Bahan Bakar. Peningkatan tekanan inflasi kelompok makanan jadi terutama disumbangkan oleh komoditas air minum kemasan, yang juga tercatat menjadi kontributor utama inflasi Juni 2014. Penurunan kualitas air bersih pada sumber/mata air di Pulau Bali menyebabkan berkurangnya produksi air minum kemasan. Hasil liaison pada salah satu produsen air minuman kemasan menyebutkan bahwa peningkatan permintaan tidak dapat dipenuhi dari suplai lokal sehingga harga komoditas ini terdongkrak dan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0.06% (mtm). Sementara inflasi pada kelompok Perumahan, LGA dan Bahan Bakar disebabkan oleh kenaikan Tarif Tenaga Listrik yang tercatat memberikan sumbangan inflasi sebesar 0.06% (mtm). Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 09 Tahun 2014 Tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan oleh PT PLN (Persero) terjadi kenaikan untuk Rumah Tangga besar dengan daya 6600 VA ke atas, Kantor Pemerintah skala menengah dengan daya 6600 VA sd 200 kva, bisnis skala menengah dengan daya 6600 VA sd 200 kva, dan Bisnis Skala Besar, dengan daya di atas 200 kva. Grafik 2.9 Inflasi Berdasarkan Kelompok di Provinsi Bali Maret 2014 1 0.5 0-0.5-1 -1.5-2 -2.5-0.27 Grafik 2.10 Sumbangan Kelompok Terhadap Inflasi di Provinsi Bali Maret 2014 Transportasi & Komunikasi Pendidikan, Rekreasi, & OR Kesehatan Sandang Perumahan,LGA, Bahan Bakar Makanan Jadi Bahan Makanan -0.5-0.4-0.3-0.2-0.1 0 0.1 0.2 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Badan Pusat Statistik, diolah 2.2. DISAGREGASI INFLASI Berdasarkan disagregasi inflasi, tekanan inflasi pada triwulan II 2014 terutama bersumber pada kelompok core inflation dan administered price. Sementara itu, tekanan volatile foods relatif terkendali. 44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Grafik 2.11 Sumbangan Inflasi Berdasarkan Penyebabnya (% mtm) Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi Bulanan 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0-0.5-1 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 2010 2011 2012 2013 2014 % mtm 8 6 4 2 0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5-2 -4 2010 2011 2012 2013 2014-6 Inflasi IHK (mtm) CORE -1.5 Volatile Administered Core IHK VOLATILE ADMINISTERED Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 2.2.1 Volatile Foods Semakin solidnya sinergi pengendalian inflasi pemerintah Provinsi Bali dalam wadah TPID dapat meminimalkan tekanan inflasi volatile foods pada triwulan II 2014. Membaiknya jalur distribusi komoditas pangan disertai dengan peningkatan produksi beberapa komoditas seperti beras dan bumbu-bumbuan (bawang putih, bawang merah dan cabai) mampu menekan laju inflasi kelompok volatile foods ditengah tekanan permintaan yang cukup tinggi. 2.2.2 Administered Price Sementara itu tekanan inflasi administered price tercatat mengalami peningkatan yang terutama bersumber pada kenaikan ongkos angkutan udara dan penyesuaian Tarif Tenaga Listrik. Kenaikan ongkos angkutan udara di Bali disebabkan oleh meningkatnya arus penumpang pada saat long weekend yang jatuh pada akhir Mei 2014. 2.2.3 Core Inflation Inflasi kelompok inti pada triwulan I 2014 didorong oleh mulai dilakukannya penyesuaian harga oleh pelaku usaha sebagai respon atas tren depresiasi Rupiah yang terjadi semenjak pertengahan tahun 2013. Disamping itu, peningkatan ongkos produksi sebagai dampak kenaikan harga LPG 12 kg dan kenaikan UMP turut berkontribusi dalam peningkatan inflasi kelompok ini. Laju inflasi kelompok inti tertahan oleh kondisi permintaan yang dapat direspon dengan baik oleh sisi penawaran serta kondisi ekspektasi inflasi yang masih terjaga. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 45

Grafik 2.13 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.14 Interaksi Permintaan dan Penawaran Interaksi permintaan dan penawaran Tekanan permintaan dapat direspon dengan baik oleh sisi penawaran. Hal ini terindikasi dari hasil Survei Pedagang Eceran Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Bali-Nusa Tenggara sebagaimana tercermin pada grafik 2.14. Ekspektasi Inflasi Ekspektasi inflasi masyarakat Bali, baik dari sisi konsumen maupun pedagang cukup terjaga, meskipun sedikit mengalami peningkatan.hal ini tercermin pada hasil Survei Konsumen maupun Survei Pedagang Eceran Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Bali-Nusa Tenggara (grafik 2.18 dan grafik 2.19). Konsumen dan Pedagang berpendapat akan terjadi kenaikan harga secara umum dalam 3 dan 6 bulan yang akan datang, tercermin dari indeks net balance perkiraan harga 3 dan 6 bulan yang akan datang dibandingkan dengan saat ini yang berada diatas 100. Dengan demikian, pengendalian ekspektasi inflasi sebagai langkah antisipatif menjadi sangat penting untuk dilaksanakan. Optimalisasi forum strategis TPID dalam pemeliharaan ekspektasi inflasi masyarakat dapat menjadi salah satu alternatif solusi. Grafik 2.15 Ekspektasi Pedagang Grafik 2.16 Ekspektasi Konsumen 200 180 160 140 120 100 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 200 195 190 185 180 175 170 165 160 155 150 145 140 135 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 2011 2012 2013 2014 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 6 bln yad 2011 2012 2013 2014 Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad Sumber : Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia 46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

2.3. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA Mulai 1 Januari 2014 terjadi penambahan cakupan kota perhitungan inflasi di Bali. Selain Denpasar, Kota Singaraja kini menjadi kota sampel perhitungan inflasi Bali. Berdasarkan SBH 2012 bobot Kota Denpasar adalah sebesar 1,78 sedangkan bobot Kota Singaraja sebesar 0,58. Karakteristik inflasi Kota Denpasar maupun Singaraja terutama dipengaruhi oleh kelompok pengeluaran bahan makanan, makanan jadi dan perumahan sebagaimana tercermin pada dominannya bobot kelompok pengeluaran tersebut dalam keranjang IHK Kota Denpasar maupun Singaraja (Grafik 2.17 dan 2.18). Grafik 2.17 Bobot Tahun Dasar (2012=100) Kelompok Pengeluaran Kota Denpasar Grafik 2.18 Bobot Tahun Dasar (2012=100) Kelompok Pengeluaran Kota Singaraja 9% 19% 26% 19% 16% BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR SANDANG 4% 5% 6% 27% 12% 26% 19% I. BAHAN MAKANAN II MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU III. PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR IV. SANDANG KESEHATAN V. KESEHATAN 6% 5% PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN VI. PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA VII. TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 2.3.1. Inflasi Kota Denpasar Pada bulan Juni 2014 Kota Denpasar mengalami deflasi sebesar -0,2% (mtm) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 110,15. Tingkat inflasi tahun kalender Juni 2014 sebesar 2,2% (ytd) dan tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 5,77% (yoy). Berdasarkan kelompoknya, inflasi tahunan terjadi di seluruh kelompok terutama pada kelompok kesehatan, makanan jadi dan kelompok transportasi & komunikasi. Peningkatan tekanan inflasi tahunan kelompok kesehatan didorong oleh peningkatan harga tarif dokter spesialis. Sementara itu peningkatan tekanan inflasi kelompok transportasi dan komunikasi merupakan dampak Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2014 tentang Besaran Biaya Tambahan Tarif Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri diimplementasikan. Kebijakan menaikkan harga tiket disebabkan oleh adanya biaya tambahan (surcharge) yang digunakan untuk menutupi kerugian biaya operasional akibat kenaikan harga avtur dan melemahnya nilai tukar rupiah hingga mencapai di atas Rp 12.000 jelang akhir tahun 2013. Biaya operasional yang dimaksud antara lain perawatan pesawat, sewa pesawat, asuransi, suku cadang, dan gaji pilot yang bergantung pada dollar AS. Disamping itu, peningkatan arus kunjungan wisatawan ke Bali telah mendorong peningkatan arus penumpang pesawat udara dari Bali ke luar daerah sehingga bermuara pada peningkatan harga tiket pesawat udara. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 47

Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Kota Denpasar Per Kelompok Pengeluaran No. Kelompok Barang 2014 April Mei Juni mtm ytd yoy mtm ytd yoy mtm ytd yoy UMUM 0.13 2.09 5.89 0.31 2.40 6.51-0.20 2.20 5.77 1 Bahan Makanan 1.11 2.43 3.01 0.28 2.71 6.19-1.77 0.90 5.17 2 Makanan Jadi 0.29 3.28 7.93 0.45 3.74 7.46 0.51 4.27 7.81 3 Perumahan, Air, LGA 0.72 1.58 4.41 0.01 1.59 3.71 0.27 1.86 3.95 4 Sandang 0.28 1.33 2.05 0.56 1.90 3.15 0.12 2.02 3.21 5 Kesehatan 0.98 7.02 8.49 0.55 7.61 8.90 0.21 7.84 9.11 6 Pendidikan, Rekreasi, & OR 0.09 0.28 3.30 0.32 0.61 3.50 0.03 0.63 3.53 7 Transportasi & Komunikasi 0.23 1.05 10.90 0.47 1.53 11.76-0.22 1.30 7.94 Sumber : BPS, diolah 2.3.2. Inflasi Kota Singaraja Tingkat inflasi tahunan Kota Singaraja pada Juni 2014 tercatat 9,56% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Kota Denpasar. Namun demikian secara akumulasi (Januari s/d Juni 2014) tingkat inflasi Kota Singaraja (2.3% ytd) atau hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Kota Denpasar 2.2% ytd). Secara bulanan, Kota Singaraja tercatat mengalami deflasi sebesar -0.61% (mtm) pada Juni 2014 atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat inflasi Kota Denpasar. Hal ini tidak lepas dari pengaruh kebijakan pengendalian harga pemerintah Kabupaten Buleleng dalam wadah TPID Kota Buleleng. Dengan adanya inovasi dan kesinambungan upaya pengendalian harga diharapkan target inflasi pemerintah Kabupaten Buleleng dapat tercapai. Seperti halnya dengan inflasi Kota Denpasar, inflasi tahunan Kota Singaraja pada akhir triwulan II 2014 terjadi pada semua kelompok. Kelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Sementara itu kelompok yang mengalami inflasi terendah adalah kelompok kesehatan. Tingginya inflasi pada kelompok makanan jadi sangat dipengaruhi oleh kondisi jalur perhubungan Denpasar- Singaraja dan Pelabuhan Gilimanuk-Singaraja yang berkelok-kelok dan sulit ditempuh. Optimalisasi dan perbaikan infrastruktur perhubungan seperti Pelabuhan Celukan Bawang diperkirakan dapat meminimalkan tekanan inflasi kelompok pangan. Disamping itu, perlu adanya intensifikasi pemanfaatan teknologi pertanian dalam rangka meningkatkan produksi lokal mengingat besarnya potensi pertanian di Kabupaten Buleleng. Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Kota Denpasar Per Kelompok Pengeluaran No. 2014 Kelompok Barang April Mei Juni mtm ytd yoy mtm ytd yoy mtm ytd yoy UMUM 0.16 1.55 8.68 1.36 2.93 10.82-0.61 2.30 9.56 1 Bahan Makanan -0.95 0.20 5.31 3.51 10.82 13.79-3.01 0.20 12.35 2 Makanan Jadi 2.02 4.39 12.28 1.15 3.31 13.09 0.13 5.74 12.51 3 Perumahan, Air, LGA -0.18 1.98 10.50 0.31 13.79 8.71 0.34 2.64 7.19 4 Sandang 0.83 1.55 5.52 0.64 5.60 6.23-0.13 2.07 6.17 5 Kesehatan 0.05 0.24 0.83 0.00 13.09 0.78 0.27 0.51 0.84 6 Pendidikan, Rekreasi, & OR 0.07 0.71 1.65 1.01 2.29 2.68 0.00 1.73 2.68 7 Sumber Transportasi : BPS, & Komunikasi diolah 0.24 0.78 14.56 0.00 8.71 14.77 0.90 1.69 11.79 48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Bab 3 Perbankan dan Sistem Pembayaran Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2014, mampu menjaga kinerja perbankan secara umum. Hal ini terindikasi dari peningkatan indicator asset dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Asset perbankan baik bank umum maupun BPR tercatat mengalami peningkatan. Peningkatan asset tersebut terutama didorong oleh peningkatan DPK yang mampu dihimpun oleh perbankan dari 14,86% menjadi 15,18% pada triwulan laporan. Walaupun asset dan DPK tercatat mengalami peningkatan, namun penyaluran kredit perbankan tercatat mengalami perlambatan. Hal ini ditengarai sebagai akibat dari peningkatan risiko kredit yang salah satunya terukur dari peningkatan rasio non performing loan (NPL) dari 0,91% menjadi 1,81%. Sementara itu, tingkat intermediasi yang tercermin dari rasio kredit terhadap dana (LDR) tercatat terjaga pada kisaran 79,98%. Peningkatan perekonomian juga tercermin dari volume transaksi baik tunai maupun non tunai atau giral yang cenderung mengalami peningkatan.pada triwulan laporan, volume transaksi tunai yang tercatat di Bank Indonesia mengalami net outflow dimana jumlah uang yang disalurkan oleh Bank Indonesia melalui perbankan lebih besar dibandingkan setoran perbankan ke Bank Indonesia. Demikian pula, volume penyelesaian transaksi giral melalui kliring tercatat meningkat walaupun penyelesaian transaksi nilai besar melalui RTGS tercatat mengalami kontraksi. 3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM Kinerja bank umum pada triwulan II 2014 menunjukkan terjadinya peningkatan. Hal tersebut terutama terlihat dari pertumbuhan aset bank yang meningkat dari 15,74% (yoy) menjadi 16,86% (yoy). pertumbuhan aset yang didorong oleh pertumbuhan DPK tersebut ditengarai merupakan dampak dari peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan. Sementara di sisi lain, kinerja kredit belum menunjukkan adanya peningkat, dan tercatat tumbuh melambat dari 21,51% (yoy) menjadi 17,99% (yoy). Berdasarkan kelompok bank, peningkatan aset yang terjadi pada triwulan laporan terutama dipicu oleh peningkatan aset pada bank-bank asing campuran sebesar 28,17% (yoy), jauh di atas pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 14,33% (yoy). Pertumbuhan aset ini diperkirakan didorong oleh peningkatan kemampuan bank untuk menghimpun dana masyarakat dalam bentuk giro dan tabungan baik dalam rupiah maupun valuta asing. Meskipun tumbuh tinggi, namun share asset bank asing campuran relatif paling kecil dibandingkan dengan kelompok bank lain dan hanya tercatat sebesar 2,27%. Demikian pula dengan kelompok bank pemerintah yang memiliki share terbesar mencapai 59,68%, tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari 12,88% (yoy) menjadi 16,53% (yoy). Sementara kelompok bank swasta nasional cenderung mengalami perlambatan dari 20,36% (yoy) menjadi 16,71% (yoy). Perlambatan pertumbuhan aset kelompok bank swasta nasional ini diperkirakan dipengaruhi oleh perlambatan pengarahan dana dalam bentuk tabungan. Kecenderungan pelemahan pengerahan dana masyarakat pada kelompok bank swasta nasional yang terjadi sejak awal 2013, diperkirakan akibat terjadinya perubahan preferensi menabung masyarakat dari simpanan dalam bentuk tabungan menjadi deposito, seiring dengan peningkatan suku bunga perbankan khususnya suku bunga simpanan berjangka atau deposito. Hal ini terindikasi dari pola pertumbuhan dan share dana dalam bentuk tabungan dan deposito Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 49

yang memiliki kecenderungan berlawanan, dimana pertumbuhan tabungan cenderung melambat sementara deposito cenderung meningkat. Demikian pula share tabungan cenderung mengecil sementara share deposito cenderung membesar. Tabel 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum Di Bali (dalam miliar Rp) Indikator 2011 2012 2013 2014 I II III IV I II Aset 52,101 63,625 64,846 68,041 73,186 75,549 75,053 79,504 Kredit Umum 30,576 39,662 41,421 44,770 47,163 49,251 50,329 52,826 Modal Kerja 12,750 16,512 16,669 17,373 18,319 19,705 19,989 21,292 Investasi 5,727 7,884 8,652 10,269 10,658 11,083 11,351 11,898 Konsumsi 12,099 15,266 16,100 17,128 18,186 18,463 18,989 19,636 Kredit MKM 25,031 31,274 32,345 34,953 36,155 37,503 38,843 40,520 Pangsa Kredit MKM 81.86 78.85 78.09 78.07 76.66 76.15 77.18 76.70 Kredit UMKM 12,776 15,959 16,116 17,782 18,677 19,740 20,210 21,611 Pangsa Kredit UMKM 41.78 40.24 38.91 39.72 39.60 40.08 40.16 40.91 24.91 24.68 23.39 25.58 Dana Pihak Ketiga 45,604 54,948 55,982 57,840 62,259 64,234 63,896 66,500 Deposito 14,547 16,430 16,541 16,971 18,044 19,767 20,494 21,711 Giro 8,838 10,490 11,901 12,045 13,379 11,714 12,229 13,829 Tabungan 22,219 28,028 27,540 28,824 30,835 32,753 31,174 30,960 NPL (Gross) 1.51 0.50 0.61 0.54 0.51 0.49 0.70 1.66 LDR 67.05 72.18 73.99 77.40 75.75 76.67 78.77 79.44 Grafik 3.1. Pertumbuhan Tahunan Aset, DPK dan Kredit Grafik 3.2. Komposisi dan Pertumbuhan Aset Menurut Kelompok Bank %, yoy Rp Miliar 33 100,000 Share, % 100% %, yoy 60 28 23 18 13 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Nominal Aset (skala kanan) growth Aset growth Kredit growth DPK 80,000 60,000 40,000 20,000 0 80% 40 60% 20 40% 20% 0 0% -20 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Share Bank Pemerintah Share Bank Asing & Campuran Share Bank Swasta Nasional growth Bank Swasta Nas growth Bank Asing & Campuran growth Bank Pemerintah 3.1.1. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi Sejalan dengan peningkatan aset bank umum, pelaksanaan fungsi intermediasi bank yang ditunjukkan oleh tingkat LDR juga terjaga pada kisaran 79,44%, lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 78,77%. Meskipun LDRmeningkat namun peningkatan tersebut terjadi ditengah penurunan pertumbuhan kredit, sehingga share kredit terhadap aset perbankan juga cenderung mengalami penurunan. Rasio kredit terhadap aset yang menunjukkan konsentrasi bisnis bank pada Triwulan II 2014 berada pada kisaran 66,44% lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya67,06%. 50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Selain besarnya kredit terhadap asset dan DPK, peran perbankan juga terlihat dari besarnya share kredit terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada triwulan laporan, rasio pertumbuhan kredit terhadap nominal PDRB tecatat sebesar 31,04%, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 35,61%. Penuranan rasio ini mengindikasikan bahwa sumber pendanaan perekonomian yang berasal dari luar industri perbankan semakin besar. Grafik 3.3. Perkembangan LDR dan Komposisi Kredit Terhadap Aset Bank Umum Grafik 3.4. Perkembangan Share Kredit terhadap PDRB % 90 80 70 60 % 50 40 30 20 10 50 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Kredit terhadap Aset LDR - I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Share Growth Kredit Triwulanan terhadap PDRB Share Growth Kredit Tahunan terhadap PDRB Berdasarkan kelompok bank, peningkatan LDR terutama didorong oleh bank swasta nasional yangmeningkat dari 74,25% menjadi 75,33%. Diikuti oleh bank pemerintah dengan pencapaian LDR 82,71% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 81,89%. Demikian pula bank asing campuran, juga tercatat mengalami peningkatan dari 36,60% menjadi 37,51%. Grafik 3.5. Perkembangan LDR menurut Kelompok Bank Grafik 3.6. Komposisi Kredit terhadap Aset 90 % 70 50 30 10-10 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Bank Swasta Nasional Bank Pemerintah Bank Asing & Campuran (skala kanan) % 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 70 60 50 40 30 % I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Bank Swasta Nasional Bank Pemerintah Bank Asing & Campuran (skala kanan) % 40 35 30 25 20 15 10 3.1.1.1 Penghimpunan Dana Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2014 diperkirakan menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan DPK perbankan. Secara umum DPK meningkat dari 14,14% (yoy) pada triwulan I 2014 menjadi 14,97% (yoy) pada triwulan II 2014. Peningkatan DPK terutama didorong oleh pertumbuhan dana dalam bentuk giro yang mampu tumbuh 14,82% (yoy) dari 2,76 %(yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan pada simpanan dalam bentuk giro tersebut sangat dipengaruhi oleh peningkatan dana Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 51

pemerintah pada industri perbankan di Bali. Hal ini terjadi seiring dengan mulai direalisasikannya kegiatan belanja pemerintah pada triwulan II. Peningkatan juga terjadi pada simpanan dalam bentuk deposito yang tercatat tumbuh sebesar 27,93% pada triwulan II 2014, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 23,89%. Peningkatan pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito ini terjadi seiring dengan kecenderungan peningkatan suku bunga simpanan berjangka. Adapun peningkatan suku bunga deposito tersebut dipengaruhi oleh peningkatan suku bunga penjaminan oleh LPS pada bulan Mei 2014 dari 7,50% menjadi 7,75%, mengingat suku bunga acua BI Rate cenderung tetap sejak November 2013. Sementara dana masyarakat dalam bentuk tabungan cenderung mengalami perlambatan sejak awal 2013 dan pada triwulan II 2014 pertumbuhan tabungan tercatat melambat 7,41% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 13,19% (yoy). Perlambatan yang terjadi secara konsisten sejak tahun sebelumnya diindikasikan terjadi akibat adanya perubahan preferensi menabung masyarakat, dari simpanan dalam bentuk tabungan kepada simpanan dalam bentuk deposito. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan suku bunga simpanan tabungan yang cenderung turun sementara suku bunga deposito terus mengalami peningkatan. Berdasakan kelompok bank, peningkatan DPK terutama didorong oleh kelompok asing campuran dan bank pemerintah. Pertumbuhan dana bank asing campuran pada triwulan laporan sebesar 28,48% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 12,03% (yoy). Peningkatan serupa juga terjadi pada DPK kelompok bank pemerintah yang meningkat sebesar 12,45% (yoy) meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 10,53% (yoy). Peningkatan pengarahan dana masyarakat pada bank asing campuran selain didukung oleh peningkatan suku bunga simpanan dan jaringan layanan, juga dipengaruhi oleh peningkatan simpanan dalam bentuk valuta asing. Grafik 3.7. Pertumbuhan DPK Menurut Kelompok Bank Grafik 3.8. Pertumbuhan DPK % 30 25 20 15 10 5 0-5 -10 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Bank Umum Bank Swasta Nasional Bank Asing & Campuran Bank Pemerintah % %, yoy 100% 35 30 80% 25 60% 20 40% 15 10 20% 5 0% 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Share Deposito Share Tabungan Share Giro Growth Giro (sk) Growth Tabungan (sk) Growth Deposito (sk) 3.1.1.2. Penyaluran Kredit Penyaluran kredit kepada masyarakat memiliki kecenderungan melambat sejak triwulan III 2013, pada triwulan laporan pertumbuhan kredit tercatat sebesar 17,99% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 21,51% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit yang terjadi ditengah pertumbuhan ekonomi, mengindikasikan bahwa perlambatan penyaluran tersebut lebih disebabkan oleh faktor kebijakan, bank untuk memitigasi risiko kredit yang cenderung meningkat tahun 2014. Selain hal 52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

tersebut, perlambatan juga dipengaruhi oleh faktor kebijakan yang cenderung menahan laju kredit konsumtif serta dipengaruhi oleh kecenderungan peningkatan suku bunga pada triwulan II 2104. Berdasarkan jenis kreditnya, perlambatan kredit terutama disebabkan oleh melambatnya kredit jenis investasi yang tercatat melambat dari 31,20% (yoy) menjadi 15,86% (yoy). Perlambatan juga terjadi pada kredit jenis konsumsi, yang melambat dari 17,95% menjadi 14,62%. Perlambatan yang sangat tajam pada kredit jenis investasi terutama disebabkan oleh meredanya aktivitas investasi, khususnya investasi infrastruktur dasar baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta. Perlambatan kegiatan investasi juga terindikasi dari hasil survey kegiatan dunia usaha maupun liason kepada pelaku usaha baik, pada sektor konstruksi, perhotelan maupun perdagangan. Demikian halnya dengan kredit jenis konsumsi, perlambatan pertumbuhan kredit jenis konsumsi ditengarai lebih disebabkan oleh kebijakan yang ditujukan untuk menahan laju kredit konsumtif. Hal ini terindikasi dari jenis kredit konsumsi yang melambat diantaranya, kredit untuk kepemilikan rumah tinggal tipe 22 sampai dengan 70 dan tipe di atas 70 serta kredit untuk kendaraan roda empat. Sementara itu, kredit modal kerja tercatat mengalami peningkatan dari 19,91% (yoy) menjadi sebesar 22,56% (yoy) seiring dengan pertumbuhan perekonomian. Peningkatan penyaluran kredit ke masyarakat khususnya dalam bentuk modal kerja, terjadi untuk mendukung peningkatan kinerja sektor-sektor utama yang tumbuh seiring dengan peningkatan kegiatan industri pariwisata. Grafik 3.9. Pertumbuhan Kredit Perbankan Grafik 3.10. Komposisi Kredit Rp Miliar %, yoy 60,000 33.0 31.0 50,000 29.0 40,000 27.0 25.0 30,000 23.0 20,000 21.0 19.0 10,000 17.0 0 15.0 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Nominal Kredit Pertumbuhan Kredit Share, % %, yoy 100% 70 80% 60 50 60% 40 40% 30 20 20% 10 0% 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Konsumsi Investasi Modal Kerja growth Modal Kerja (sk) growth Investasi (sk) growth Konsumsi (sk) Tabel 3.2. Perkembangan Kredit Menurut Sektor (dalam miliar Rp) Sektor Ekonomi 2011 2012 2013 2014 I II III IV I II Perdagangan Besar dan Eceran 8,239 11,045 11,452 12,913 13,518 14,403 14,736 15,865 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,405 3,937 4,081 5,015 5,225 5,526 5,614 5,825 Real Estate, Usaha Persewaan, Jasa Perusahaan 1,346 1,164 1,253 1,499 1,545 1,563 1,689 1,616 Industri Pengolahan 1,056 1,427 1,446 1,532 1,586 1,646 1,619 1,669 Perantara Keuangan 843 1,536 1,415 1,615 1,746 1,866 2,227 2,130 Jasa Kemasyarakatan 831 1,433 1,481 1,118 1,215 1,683 1,330 1,475 Konstruksi 762 1,220 1,450 1,666 1,758 1,778 1,825 2,090 Pertanian 519 753 799 847 880 907 948 1,011 Lainnya 14,576 17,148 18,043 18,564 19,689 19,879 20,342 21,145 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 53

Berdasarkan sektor ekonomi yang tergolong produktif, sebagian besar kredit disalurkan pada kredit sektor perdagangan dengan share mencapai 30,03% meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 29,28%. Walaupun memiliki share yang meningkat, namun pertumbuhan sektor ini tercatat melambat dari 28,68% (yoy) menjadi 22,86% (yoy). Konsentrasi kredit selanjutnya ditujukan untuk sektor peyediaan akomodasi dan makan minum yang tercatat tumbuh sebesar 16,15% (yoy) dengan share mencapai 11,01% dari total kredit. Besarnya konsentrasi kredit pada sektor perdagangan selaras dengan struktur perekonomian Bali yang sangat dipengaruhi oleh sub sektor perdagangan, bersama-sama dengan sub sektor hotel dan restoran. Kondisi ini tidak terlepas dari tingginya aktivitas industri pariwisata di Bali. 3.1.2. Non Performing Loan (NPL) Risiko kredit bank umum yang salah satunya diukur dengan rasio NPL menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan di tahun 2014. Jumlah kredit yang dikategorikan dalam NPL pada Triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp879 miliar, dengan rasio NPL tercatat sebesar 1,66% lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 0,70%. Peningkatan rasio NPL tersebut lebih disebabkan oleh kinerja kredit beberapa debitur yang tidak cukup baik, sehingga peningkatan NPL tersebut tidak mengindikasikan risiko kredit dari suatu sektor atau industri. Grafik 3.11. Perkembangan NPL Kredit Grafik 3.12. NPL Berdasarkan Kelompok Bank % 6.00 % 6.00 5.00 5.00 4.00 4.00 3.00 3.00 2.00 2.00 1.00 - I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Modal Kerja Investasi Konsumsi 1.00 - I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing & Campuran Berdasarkan jenis kreditnya, peningkatan rasio NPL tertinggi terjadi pada kredit investasi yang tercatat sebesar 4,01%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 0,50%. Peningkatan NPL ini bersumber dari sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Selain kredit investasi, kredit modal kerja juga tercatat memiliki NPL yang meningkat dari 1,03% menjadi 1,44% pada triwulan laporan. Peningkatan rasio NPL pada kredit modal kerja disebabkan oleh satu debitur yang bergerak di bidang tambang dan beroperasi di luar Bali. Hal tersebut juga menyebabkan rasio NPL sektor tambang meningkat sangat tinggi khususnya pada triwulan I 2014 mencapai 83,17% dari 0,34% pada akhir 2013. 3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Walaupun kinerja bank umum mengalami peningkatan, namun kinerja BPR pada triwulan II 2014 tercatat melambat. Pertumbuhan aset BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 17,09% (yoy) melambat dibanding dengan triwulan sebelumnya sebesar 23,89% (yoy). Kecenderungan perlambatan asset BPR yang terjadi pada 54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

triwulan laporan diperkirakan akibat berkurangnya pendanaan BPR baik yang bersumber dari bank lain maupaun masyarakat atau DPK. Hal tersebut terjadi adanya kecenderungan peningkatan suku bunga simpanan yang menyebabkan persaingan bank dalam penghimpunan DPK meningkat. BPR sebagai bagian dari industri perbankan tidak terlepas dari kondisi tersebut, hal ini mengingat operasi BPR umumnya juga berada pada satu wilayah yang sama dengan bank umum, dan tidak terdapat pembedaan segmen pasar yang jelas antara BPR dan bank umum. Tabel 3.3. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali (dalam miliar Rp) Indikator 2011 2012 2013 2014 I II III IV I II* Aset 4,801 6,326 6,443 6,934 7,416 7,701 7,982 8,118 Kredit Umum 3,520 4,754 4,979 5,362 5,717 5,941 6,257 6,448 Modal Kerja 1,834 2,397 2,490 2,697 2,873 3,053 3,224 3,328 Investasi 310 449 507 570 618 631 699 717 Konsumsi 1,375 1,908 1,982 2,094 2,226 2,257 2,334 2,402 Dana Pihak Ketiga 3,254 4,054 4,171 4,435 4,727 4,958 5,194 5,226 Deposito 2,278 2,798 2,855 2,951 3,178 3,350 3,520 3,516 Tabungan 975 1,256 1,316 1,484 1,549 1,608 1,675 1,710 NPL (Gross) 2.70 2.17 2.90 2.48 2.45 2.06 2.56 3.03 LDR 76.49 79.05 81.75 82.72 82.63 87.33 82.57 84.71 *) Data sampai dengan bulan Mei 2014 Walaupun tercatat tumbuh melambat namun pertumbuhan kredit masih cukup tinggi, pertumbuhan kredit tersebut mampu mendorong pelaksanaan fungsi intermediasi yang tercermin dari peningkatan LDR BPR sebesar 84,71% meningkat dari 82,57% pada triwulan sebelumnya. Selain peningkatan pada LDR, pelaksanaan fungsi intermediasi juga terlihat dari peningkatan rasio kredit terhadap aset yang juga mengalami peningkatan dari 78,39% menjadi 79,42% pada triwulan laporan. Rasio kredit terhadap aset BPR yang lebih tinggi dibandingkan dengan bank umum, menunjukkan karakteristik bisnis BPR yang lebih berorientasi pada penyaluran kredit. Dari sisi pengerahan dana masyarakat, DPK BPR pada Triwulan II 2014 tercatat melambat dari 25,67% (yoy) menjadi 20,26% (yoy). Perlambatan ini sangat dipengaruhi oleh kecenderungan peningkatan suku bunga perbankan dan peningkatan layanan pengeranan dana masyarakat yang dilakukan oleh bank umum. Perilaku bank umum tersebut yang diperkirakan mendorong preferensi masyarakat untuk mengerahkan dananya di bank umum. Sehingga meskipun BPR turut meningkatkan suku bunga simpanannya, khususnya deposito namun kemampuan untuk mendekati pelayanan bank umum sangat terbatas. Hal ini menyebabkan perlambatan DPK tidak hanya terjadi pada jenis tabungan namun juga deposito yang memiliki tingkat bunga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bank umum. Simpanan dalam bentuk tabungan tercatat melambat dari 27,23% menjadi 15,26%, sedangkan simpanan dalam bentuk deposito melambat dari 23,29% menjadi 19,12%. Upaya BPR untuk bersaing dengan baik dengan BPR lain maupun dengan bank umum dengan meningkatkan bunga simpanan, berdampak pada kemampuan BPR untuk menyalurkan kreditnya. Peningkatan suku bunga DPK secara langsung berpengaruh pada besarnya suku bunga kredit yang dapat disalurkan ke pada masyarakat. Peningkatan suku bunga kredit tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan nasabah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 55

untuk membayar, dan bermuara pada perlambatan penyaluran kredit. Kredit BPR pada Triwulan II 2014 tercatat melambat dari 25,67% (yoy) menjadi 20,26% (yoy). Perlambatan yang diperkirakan akibat tingginya suku bunga kredit ini terjadi pada seluruh jenis kredit. Kredit jenis investasi tercatat mengalami perlambatan terbesar dari 37,75% menjadi 25,77%. Kredit investasi yang umumnya berjangka panjang diperkirakan memiliki tingkat bunga yang tinggi pula, hal tersebut yang kemudian menekan repayment capacity nasabah, sehingga nasabah lebih memilih untuk mencari alternatif sumber pendanaan lain. Grafik 3.13. Pertumbuhan Aset, Kredit dan DPK Grafik 3.14. Komposisi Kredit terhadap Aset dan LDR % 40.00 30.00 20.00 10.00 - Rp miliar 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Aset (sk) Growth DPK Growth Kredit Growth Aset % 90.00 85.00 80.00 75.00 70.00 I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Komposisi kredit terhadap aset LDR Peningkatan suku bunga yang menekan repayment capacity nasabah, selain berdampak pada perlambatan kredit juga berpengaruh pada kualitas kredit yang telah direalisasikan atau outstanding kredit. Hal ini terlihat dari peningkatan rasio kredit yang berkinerja kurang baik atau NPL. NPL BPR tercatat sebesar 3,03% meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 2,56%. 3.3. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Peningkatan kebutuhan uang kartal terjadi seiring dengan pertumbuhan perekonomian pada triwulan II 2014. Hal tersebut mendorong terjadinya peningkatan outflow uang kartal yang diedarkan oleh Bank Indonesia di Provinsi Bali, sehingga menyebabkan terjadinya posisi net outflow pada triwulan laporan. Kondisi tersebut sejalan dengan karakteristik Bank Indonesia Provinsi Bali yang memiliki kecenderungan mengalami net outflow. Meskipun dari sisi kartal terjadi peningkatan, namun pada sisi sistem pembayaran giral terjadi kecenderungan perlambatan dan penurunan jumlah transaksi baik yang dilakukan melalui mekanisme kliring maupun RTGS. 3.3.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 3.3.1.1. Perkembangan Aliran Masuk (Inflow) dan Keluar (Outflow) serta Kegiatan Penukaran Aliran uang kartal di Bank Indonesia pada Pada triwulan II 2014, mengalami net outflow setelah pada triwulan sebelumnya berada pada posisi net inflow. Peningkatan outflow uang kartal dipengaruhi oleh meningkatnya kebutuhan uang kartal di masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal seperti peningkatan konsumsi masyarakat dan kebutuhan menjelang musim liburan yang dipicu oleh peningkatan jumlah kunjungan wisatawan baik domestik maupun manca negara. Jumlah outflow yang tercatat oleh Bank Indonesia sebesar Rp2.669 miliar, tumbuh sebesar 8,14% dan meningkat dibandingkan dengan outflow 56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,51%. Sementara jumlah inflow pada triwulan II 2014 mencapai Rp 2.607 miliar, tumbuh sebesar 4,17%, melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 14,64%. Tabel 3.4. Perkembangan Transaksi Uang Kartal di Bali Rp Miliar Indikator 2012 2013 2014 I II III IV I II III IV I II Inflow 2,281 1,901 2,131 1,830 2,906 2,503 2,797 2,194 3,331 2,607 Outflow 1,623 2,790 3,125 3,242 2,280 2,468 4,154 3,494 2,382 2,669 Net Inflow/(Outflow) 658 (888) (994) (1,412) 626 35 (1,357) (1,301) 49 (62) Penukaran 55.07 65.41 81.28 64.36 62.61 59.69 71.35 72.23 83.65 81 Uang Palsu (Lembar) 753 633 718 928.00 925 1,216 887 919 1,155 1,001 Grafik 3.15. Perkembangan Uang Kartal di Bali Grafik 3.16. Perkembangan Kegiatan Kas Keliling Miliar Rp 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 (1,000) Juta Rp 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 Frek 16 14 12 10 8 6 4 2 0 I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 (2,000) Net Inflow/(Outflow) Inflow Outflow Nominal Kas Keliling (Juta Rupiah) Frekuensi Peningkatan kebutuhan uang kartal di masyarakat yang menyebabkan peningkatan outflow juga didukung oleh layanan kegiatan penukaran dan kas keliling. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan uang yang layak edar dengan jenis pecahan yang tepat di masyarakat. Kegiatan penukaran yang dilaksanakan pada triwulan II 2014 mencapai Rp 81 miliar dengan rata-rata transaksi perhari sebesar Rp1,4 miliar, atau meningkat sebesar 36,27%. Sementara untuk kegiatan kas keliling yang ditujukan untuk melayani masyarakat yang berada relatif jauh dari kantor Bank Indonesia, pada triwulan laporan dilakukan sebanyak 9 kali dengan nominal kas keliling sebesar Rp 6 miliar. 3.3.1.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar Untuk menjaga kualitas uang kartal yang diedarkan ke masyarakat dan mempertahankan uang beredar dalam keadaan layak edar (clean money policy), Bank Indonesia melakukan penarikan uang yang tidak layak edar (lusuh/rusak). Jumlah uang tidak layak edar sepanjang triwulan II 2014 tercatat sebesar 9,20% terhadap inflow pada periode berjalan, dengan jumlah lembar mengalami kontraksi 7,38% dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Demikian pula dengan nominal uang yang tidak layak edar mengalami kontraksi sebesar 31,56%. Berkurangnya jumlah uang tidak layak edar yang ditarik oleh Bank Indonesia sejalan dengan penurunan jumlah inflow uang kartal yang disetorkan oleh perbankan. Hal tersebut juga mengindikasikan adanya peningkatan kebutuhan uang kartal yang masih tinggi di masyarakat. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 57

3.3.1.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu Ditengah pertumbuhan inflow, temuan uang palsu di Bali tercatat mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Uang palsu yang ditemukan sepanjang triwulan II 2014 tercatat sebanyak 1.001 lembar, tercatat kontraksi 17,68 % dibanding dengan temuan tahun sebelumnya atau kontraksi 13,33% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Temuan uang palsu tersebut tercatat kurang dari 20 lembar per satu juta lembar inflow. Persentase terbesar dari uang palsu yang ditemukan adalah uang pecahan besar yaitu Rp100.000,- (91,91%), kemudian diikuti pecahan Rp50.000,- (5,89%). Sementara itu, uang palsu untuk jenis pecahan kecil relatif jarang ditemukan.untuk meminimalkan peredaran uang palsu di Bali, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III terus berupaya memberikan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada masyarakat umum. Grafik 3.17. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar Miliar Rp Miliar Rp 3,500 1,400 3,000 1,200 2,500 1,000 2,000 800 1,500 600 1,000 400 500 200 0 0 I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 Inflow Uang tidak layak edar Lembar 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 - Grafik 3.18. Temuan Uang Palsu I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 Temuan Uang Palsu 3.3.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai 3.3.2.1. Perkembangan Kliring Walaupun kinerja perekonomian mengalami peningkatan pada triwulan II 2014, namun aktivitas transaksi non tunai menunjukkan adanya perlambatan dan kontraksi. Transaksi kliring mengalami perlambatan dari sisi jumlah nominal, sedangkan dari jumlah transaksi mengalami kontraksi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah transaksi kliring sepanjang triwulan II 2014 sebanyak 540 ribu lembar, terkontraksi sebesar 0,23%% dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan nominal transaksi sepanjang triwulan II 2014 mencapai Rp12.833 miliar, tumbuh melambat sebesar 2,94% dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,08%. 58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Tabel 3.5. Perkembangan Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong Indikator 2012 2013 2014 III IV I II III IV I II PERPUTARAN KLIRING Lembar (Ribu Lembar) 536 545 529 541 525 553 543 540 Nominal Kliring (Miliar Rp) 11,525 12,871 11,782 12,467 13,009 13,616 12,853 12,833 - Rata-rata lembar per hari (ribu lbr) 8.78 9.24 9.29 9.33 8.33 9.22 8.91 9.47 - Rata-rata nominal per hari (Juta Rp) 189 218 207 215 206 681 643 644 TOLAKAN CEK/BG KOSONG Lembar (Ribu Lembar) 6.84 7.12 8.17 8.42 7.75 8.39 8.06 9.09 Nominal Cek/ BG kosong (Juta Tp) 315 259 323 344 326 410 321 314 - Rata-rata lembar per hari (Ribu Lbr) 0.11 0.12 0.14 0.15 0.12 0.42 0.40 0.44 - Rata-rata nominal per hari (Juta Rp) 5.17 4.39 5.66 5.93 5.18 6.83 5.26 5.51 Jumlah tolakan cek/bilyet giro kosong pada triwulan II 2014 tercatat sebanyak 9,09ribu lembar dengan nominal penolakan sebesar Rp314 miliar. Lembar penolakan tersebut meningkat sebesar 12,87% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 8,06 ribu lembar. Lembar penolakan mencapai 1,68% terhadap keseluruhan lembar kliring yang ditransaksikan sepanjang triwulan II. Sementara itu, nominal penolakan yang tercatat sebesar Rp314 miliar pada triwulan II tercatat mengalami kontraksi sebesar 2,25% (qtq). Nominal transaksi penolakan tersebut mencapai 2,45% dari keseluruhan nominal kliring sepanjang triwulan II 2014. Grafik 3.19. Perkembangan Kliring Grafik 3.20. Perkembangan Tolakan Cek/BG kosong Miliar Rp 15,000 14,000 13,000 12,000 11,000 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 Nominal Kliring Miliar Rp) Ribu Lembar 600 550 500 450 400 Lembar (Ribu Lembar) (sk) Miliar Rp Ribu Lembar 450 10 400 350 9 300 250 8 200 150 100 7 50 0 6 I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 Nominal Cek/ BG kosong (Mil Rp) Lembar (Ribu Lembar) (sk) 3.3.2.1. Perkembangan Real Time Gross Settlement (RTGS) Sejalan dengan perlambatan dan kontraksi pada transaksi kliring, kegiatan dengan menggunakan RTGS sepanjang triwulan II 2014 juga tercatat mengalami kontraksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Baik transaksi dari Bali (RTGS from) maupun transaksi menuju Bali (RTGS to) mengalami penurunan transaksi atau kontraksi, sementara RTGS yang terjadi di dalam Provinsi Bali (RTGS from-to) terindikasi mengalami peningkatan. Nilai RTGS from pada triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp31.878 miliar atau mengalami kontraksi 5,87% (yoy), sementara jumlah transaksinya tercatat sebesar 20.973 transaksi mengalami terkontraksi sebesar 13,23% (yoy). Demikan halnya itu, nilai RTGS to tercatat mengalami kontraksi 24,42% (yoy), dengan nilai sebesar Rp17.724 miliar. Jumlah transaksi pada triwulan II tercatat sebesar 20.268 transaksi, mengalami kontraksi sebesar 10,24%% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 59

Tabel 3.6. Perkembangan Transaksi RTGS Indikator 2012 2013 2014 III IV I II III IV I II RTGS dari Bali Nilai Transaksi (Miliar Rp) 28,185 30,382 29,941 33,865 34,940 27,875 42,024 31,878 Jumlah Transaksi 22,531 25,534 21,235 24,172 34,726 23,638 20,507 20,973 RTGS ke Bali Nilai Transaksi (Miliar Rp) 17,969 20,675 21,187 23,450 45,831 21,702 19,201 17,724 Jumlah Transaksi 21,061 23,039 20,623 22,580 42,415 21,221 19,855 20,268 RTGS Antara Nilai Transaksi (Miliar Rp) 3,858 4,356 3,990 4,144 9,280 4,038 3,866 4,281 Jumlah Transaksi 5,078 5,763 5,107 5,630 9,692 5,029 4,631 4,677 Sementara transaksi RTGS di dalam Bali (RTGS from-to) tercatat mengalami peningkatan sebesar 3,31% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat kontraksi sebesar 3,12%. Walupun tercatat meningkat namun secara umum transaksi RTGS di dalam Bali realtif lebih kecil dibandingkan dengan transaksi RTGS from maupun RTGS to, nilai RTGSfrom-to mencapai 13,43% terhadap RTGS to dan mencapai 24,15% terhadap RTGS from. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan kegiatan ekonomi lebih didorong aktivitas ekonomi di dalam Provinsi Bali. Grafik 3.21. Perkembangan Transaksi RTGS dari Bali Grafik 3.22. Perkembangan Transaksi RTGS ke Bali Miliar Rp Volume 45,000 38,000 40,000 34,000 35,000 30,000 30,000 26,000 25,000 22,000 20,000 18,000 15,000 14,000 10,000 10,000 I II III IV I II III IV I II 2012 2013 2014 Nilai Transaksi (Miliar Rp) Jumlah Transaksi (sk) Miliar Rp 50,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 I II III IV I II III IV I II Volume 45,000 2012 2013 2014 Nilai Transaksi (Miliar Rp) Jumlah Transaksi (sk) 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

BOKS B Perkembangan Perbankan Syariah di Provinsi Bali Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank. Bank Syariah bahkan berkembang cukup pesat di Provinsi Bali dan diterima sebagai salah satu alternatif dalam pemanfaatan jasa keuangan. Salah satu indikator yang cukup mencolok adalah bertambahnya jumlah bank syariah di Provinsi Bali. Jika pada tahun 2013 hanya terdapat 6 bank umum syariah, dengan 6 kantor cabang, 13 kantor cabang pembantu dan 2 kantor kas, serta 1 kantor pusat bank perkreditan rakyat syariah, maka pada tahun 2014 ini tercatat 9 bank umum syariah dengan 9 kantor cabang, 20 kantor cabang pembantu, dan 3 kantor kas, serta 1 kantor pusat bank perkreditan rakyat syariah. Layanan perbankan syariah juga telah menjangkau 7 kabupaten/kota dari 9 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. Grafik 3.23. Perkembangan Aset, DPK, dan Pembiayaan Bank Syariah Grafik 3.22. Perkembangan NPF Bank Syariah % 200 150 100 50 - Rp miliar 2,000 1,500 1,000 500 - I II III IV I II III IV I II III IV I II % 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 - I II III IV I II III IV I II III IV I II 2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014 Aset Bank Syariah (sk) Growth DPK Bank Syariah Growth Pembiayaan Bank Syariah Growth Aset Bank Syariah NPF (%) Aset bank umum syariah juga tumbuh pesat dengan besaran aset pada triwulan II 2014 mencapai Rp1. 403 miliar dan pertumbuhan sebesar 33,50% (yoy). Pertumbuhan aset bank umum syariah tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan bank umum secara keseluruhan yang sebesar 16,85% (yoy). Pertumbuhan aset bank syariah ini ditopang pertumbuhan dana simpanan dan penambahan jumlah bank dan jumlah kantor syariah baru. Animo masyarakat Bali dalam memanfaatkan layanan perbankan syariah ditunjukkan oleh capaian DPK yang dihimpun bank umum syariah pada triwulan II 2014 mencapai Rp733 miliar atau tumbuh 21,17% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan rata-rata 3 (tiga) tahun terakhir sebesar 38,04% (yoy). Namun pertumbuhan tersebut masih di atas pertumbuhan bank umum secara keseluruhan yang sebesar 14,97% (yoy). Sebagian besar DPK yang dihimpun tersebut dalam bentuk deposito sebesar 47,81% dan tabungan sebesar 43,51% dari total DPK yang dihimpun. Pemanfaatan pembiayaan syariah oleh masyarakat juga tinggi dengan tingkat penyaluran pembiayaan pada triwulan II 2014 mencapai Rp1.353 miliar atau tumbuh 36,09% (yoy). Jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit bank umum secara keseluruhan yang sebesar 17,99% (yoy), pertumbuhan pembiayaan bank umum syariah tersebut lebih tinggi. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 61

Guna meningkatkan layanan jasa keuangan syariah di masa depan, bank syariah perlu lebih berorientasi pada penyaluran pembiayaan pada sektor produktif. Dengan demikian fungsi intermediasi perbankan syariah menjadi lebih efektif. Saat ini penyaluran pembiayaan bank umum syariah masih didominasi oleh pembiayaan untuk konsumsi sebesar 58,82% dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan produktif bank syariah sebagian besar disalurkan untuk sektor perdagangan besar dan eceran yaitu sebesar 16% dari total penyaluran pembiayaan. Kualitas pembiayaan bank umum syariah yang tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) yang sebesar 2,39%. Meski risiko pembiayaan masih relatif kecil, namun menunjukkan tren peningkatan sejak awal tahun 2014, sehingga bank umum syariah masih harus lebih selektif dan berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan kepada pelaku usaha dan masyarakat. Gambar 3.1 Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Sektor Ekonomi Gambar 3.2 Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Jenis Penggunaan 0% 0% 1% 0% 0% 0% 59% 16% 1% 0% 7% 3% 5% 0% 6% 0% 2% 59% 27% 0% 0% Pertanian Perikanan Pertambangan Industri Listrik, Gas, dan Air Konstruksi Perdagangam Akomodasi Transportasi Komunikasi Keuangan Real Estate Administrasi Pemerintahaan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan Jasa Kemasyarakatan Jasa Perorangan Badan Internasional Belum Jelas Batasannnya Bukan Lapangan Usaha 14% Modal Kerja Investasi Konsumsi 62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Bab 4 4. Keuangan Pemerintah Realisasi anggaran pendapatan daerah provinsi Bali pada Triwulan II 2014 mencapai 56,49% lebih tinggi dibanding realisasi periode yang sama tahun 2013 sebesar 55,91% Sementara itu realisasi anggaran belanjanya sebesar 28,16% lebih kecil dibandingkan realisasi belanja triwulan II 2013 sebesar 28,86%. Realisasi belanja langsung pada triwulan II 2014 sebesar 22,94% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 24,07%. Hal ini menunjukkan bahwa realisasi terhadap belanja daerah belum maksimal dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya. 4.1 ANGGARAN PENDAPATAN PEMERINTAH PROVINSI BALI Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali pada tahun 2014 direncanakan sebesar Rp 3,96 triliun naik lebih dari 10% dibandingkan dengan anggaran pendapatan tahun 2013. Realisasi hingga triwulan II 2014 menunjukkan bahwa realisasi pendapatan daerah Pemerintah Daerah Provinsi Bali mencapai Rp 2,24 triliun atau sebesar 56,49% dari total pendapatan yang ditargetkan. Realisasi ini melebihi realisasi pendapatan tahun sebelumnya sebesar 55,91%. Tingkat realisasi pendapatan yang terbesar dibandingkan dengan pos-pos pendapatan yang lainnya adalah pada pos pendapatan retribusi daerah dengan realisasi mencapai 122,96% dari yang direncanakan. Selain itu, realisasi pos hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan juga relatif tinggi yaitu mencapai 118,27%. Realisasi yang diatas 100% pada pertengahan tahun mendorong tingginya realisasi pendapatan Provinsi Bali dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tingkat realisasi pendapatan pada triwulan II 2014 merupakan pencapaian yang paling tinggi sejak tahun 2011. Untuk pos pendapatan daerah yang sifatnya rutin dan berkaitan dengan dana perimbangan, realisasinya relatif tidak terlalu besar. Pos-pos tersebut antara lain pos dana alokasi umum (DAU) sebesar 58,33% serta pos dana alokasi khusus sebesar 30,00%. Tingkat realisasi ini sama dengan pencapaian tahun 2013 yang lalu. Sementara itu pos dana bagi hasil pajak dari provinsi atau pemda lain menjadi tingkat realisasi pendapatan terkecil yaitu hanya sebesar 4,14%. 4.2 ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PROVINSI BALI Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi Bali pada tahun 2014 ditargetkan sebesar Rp 4,49 triliun yang dialokasikan dalam dua bagian, yaitu belanja tidak langsung yang sifatnya rutin dengan porsi 68,21% dan belanja langsung dengan porsi 31,79%. Sebagian besar belanja tidak langsung dialokasikan pada pos belanja pegawai sebesar 29,53% dari total belanja tidak langsung, diikuti oleh pos belanja bagi hasil kepada provinsi, kabupaten, kota dan pemerintah daerah sebesar 24,68%. Sementara itu, belanja langsung sebagian besar dialokasikan pada belanja barang dan jasa dengan porsi sebesar 66,07% dari total belanja langsung atau Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 63

21% dari total belanja. Alokasi belanja modal relatif kecil dibandingkan dengan tahun 2013, yaitu 9,73% dari total belanja berbanding 11,75% pada tahun sebelumnya. Tabel 4.1 Rata-rata Realisasi Pendatan dan Belanja Daerah Triwulan II Periode 2011 2014 Uraian Realisasi APBD Tw II 2011 (dalam %) Realisasi APBD Tw II 2012 (dalam %) Realisasi APBD Tw II 2013 (dalam %) Realisasi APBD Tw II 2014 (dalam %) Rata-rata % Realisasi APBD Tw II Pendapatan Daerah 51,47 51,74 55,91 56,49 53,90 Pendapatan Pajak Daerah 49,97 50,85 59,40 55,77 54,00 Belanja Daerah 19,32 22,74 28,86 28,16 24,77 Belanja Tidak Langsung 22 26 31,62 30,59 27,55 Belanja Modal 2,68 7 17,90 10,51 9,52 Sumber : Pemda Provinsi Bali Pengamatan hingga triwulan II 2014 menunjukkan bahwa realisasi belanja diperkirakan sebesar 28,16%, lebih kecil jika dibandingkan dengan realisasi pada triwulan II 2013 sebesar 28,86%. Realisasi belanja langsung mencapai 22,94%, sementara realisasi belanja tidak langsung mencapai 30,59%. Realisasi belanja langsung triwulan II 2014 lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 24,07%. Pada sisi anggaran belanja langsung, realisasi belanja modal yang menggambarkan investasi pemerintah pada perekonomian daerah jauh lebih rendah dibanding triwulan II 2013. Realisasi belanja modal pada triwulan II 2014 masih sebesar 10,51%, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 17,90%. Rendahnya realisasi belanja modal diperkirakan sejalan dengan kondisi politik tahun 2014 yang masih dalam suasana pemilu sehingga perhatian pemerintah daerah tertuju pada pemilu sehingga pencairan anggaran belanja modal menjadi tertunda.namun demikian, realisasi belanja triwulan II 2014 ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata realisasi belanja triwulan II selama empat tahun terakhir. 64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Tabel 4.2 APBD Provinsi Bali APBD 2013 APBD 2014 Uraian Anggaran Realisasi Tw II 2013 % Realisasi Anggaran Realisasi Tw II 2014 % Realisasi Pendapatan Daerah 3.568.393 1.995.159 55,91 3.958.173 2.235.846 56,49 PEND. ASLI DAERAH (PAD) 1.930.000 1.215.454 62,98 2.303.812 1.387.661 60,23 - Pendapatan Pajak Daerah 1.751.570 1.040.355 59,40 2.104.381 1.173.666 55,77 - Retribusi Daerah 13.336 7.175 53,80 35.031 43.074 122,96 - Hsl PMD & Hsl Pengel. Kek. Daerah yg dipisahkan 79.211 104.779 132,28 74.476 88.081 118,27 - Lain-Lain PAD yg Sah 85.883 63.145 73,52 89.924 82.840 92,12 DANA PERIMBANGAN 928.192 534.970 57,64 1.065.533 577.611 54,21 - Bagi hasil pajak dan bukan pajak 91.991 59.606 64,80 191.635 79.624 41,55 - Dana Alokasi Umum (DAU) 792.366 462.213 58,33 832.297 485.507 58,33 - Dana Alokasi Khusus (DAK) 43.835 13.151 30,00 41.601 12.480 30,00 - Dana Penguatan Infrastruktur Daerah - - - LAIN-LAIN PENDAPATAN YG SAH 710.201 244.735 34,46 588.828 270.574 45,95 - Pendapatan Hibah 30.115 4.787 15,90 4.317 179 4,14 - Dana bagi hsl pajak dr Prov & pemda lainnya - - - - Dana Penyesuaian & otonomi khusus 388.639 185.397 47,70 391.319 189.842 48,51 - Bantuan Keuangan dr Prov atau Pemda lain 291.447 54.551 18,72 193.193 80.553 41,70 - Sumbangan Pihak Ketiga - - - - Alokasi Kurang Bayar DAK - - - BELANJA DAERAH 4.316.449 1.245.842 28,86 4.489.667 1.264.278 28,16 BELANJA TIDAK LANGSUNG 2.741.116 866.640 31,62 3.062.434 936.852 30,59 - Belanja Pegawai 778.736 272.083 34,94 904.233 302.536 33,46 - Belanja Barang - - - - Belanja Subsidi 4.000 0,00 10.000 - - Belanja Hibah 796.426 332.113 41,70 690.471 321.295 46,53 - Belanja Bantuan Sosial 147.597 85.264 57,77 156.441 88.426 56,52 - Belanja Bagi Hsl kpd Prov/Kab/Kota & Pemda - Belanja Bantuan Keuangan kpd Prov/Kab/Kota/Desa 618.301 0,00 755.724 159.198 21,07 407.708 177.078 43,43 523.169 65.397 12,50 - Belanja Tidak Terduga 15.347 102 0,66 22.396 - BELANJA LANGSUNG 1.575.333 379.202 24,07 1.427.233 327.426 22,94 - Belanja Pegawai 43.210 5.345 12,37 47.283 13.365 28,27 - Belanja Barang dan Jasa 847.476 251.306 29,65 942.988 268.137 28,43 - Belanja Modal 684.647 122.552 17,90 436.962 45.924 10,51 SURPLUS/(DEFISIT) (748.056) 749.371-100,18 (531.494) 971.568-182,80 PEMBIAYAAN 748.056 899.202 120,21 PENERIMAAN DAERAH 783.056 899.202 114,83 751.494 1.039.710 138,35 Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan 741.566 0 751.494 1.039.710 138,35 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 65

Halaman ini sengaja dikosongkan 66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Bab 5 4. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat kemiskinan pada Maret 2014 mencapai 4,53% meningkat 0,04% dibandingkan kondisi September 2013. Nilai Tukar Petani (NTP) yang menggambarkan kesejahteraan petani pada akhir triwulan II 2014 mengalami kenaikan 0,23% dibandingkan akhir triwulan sebelumnya. Inflasi perdesaan juga tercatat relatif rendah yaitu 0,36% (mtm) pada akhir triwulan II 2014 lebih rendah dibandingkan inflasi perdesaan nasional sebesar 0,74% (mtm). 5.1 PERKEMBANGAN ANGKA KEMISKINAN Jumlah penduduk miskin di Bali pada Maret 2014 sebesar 185,20 ribu orang atau sebesar 4,53% dari total penduduk Bali. Tingkat kemiskinan ini naik dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 sebesar 0,04% dan juga lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk miskin Maret 2013 sebesar 0,58% (Grafik 5.1). Peningkatan jumlah penduduk miskin sangat berkaitan dengan inflasi yang terjadi sejak akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014. Inflasi tersebut berkaitan dengan kenaikan harga bbm bersubsidi dan tekanan harga pada komoditas volatile food akibat gangguan produksi maupun distribusi. Selain itu, pertumbuhan yang rendah pada sektor pertanian juga menjadi faktor penyebab meningkatnya jumlah penduduk miskin. Banyaknya masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah yang bekerja di sektor pertanian menyebabkan kinerja sektor pertanian yang kurang baik menyebabkan angka kemiskinan terdorong naik. Sejak pertengah tahun 2013, pertumbuhan tahunan sektor pertanian Bali selalu di bawah 2%. Grafik 5.1 Angka Kemiskinan Provinsi Bali 250 7 200 (000)orang % (rhs) 6 5 150 4 100 3 50 2 1 0 2008 2009 2010 Mar 11 Sep 11 Mar 12 Sep 12 Mar 13 Sep 13 Mar 14 0 Sumber : BPS *nilai NTP masih disetarakan dengan tahun 2012 Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa indeks keparahan dan kedalaman kemiskinan Maret 2014 menurun dibandingkan dengan posisi September 2013 dan Maret 2013. Tingkat kedalaman kemiskinan sempat meningkat dari 0,47 pada Maret 2013 menjadi 0,71 pada September 2013 namun kemudian kembali menurun menjadi 0,42 pada Maret 2014. Penurunan indeks kedalaman kemiskinan menunjukkan rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan. Apabila kebijakan penanggulangan kemiskinan dapat berjalan efektif dan dikombinasikan dengan pengendalian inflasi maka diharapkan penduduk miskin dapat berkurang. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II-2014 67

Sejalan dengan pergerakan indeks kedalaman kemiskinan, tingkat keparahan kemiskinan Maret 2014 juga mengalami penurunan dibandingkan dengan September 2013 dan Maret 2013. Tingkat keparahan kemiskinan Maret 2014 sebesar 0,07 lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian September 2013 sebesar 0,17 dan Maret 2013 sebesar 0,10. Penurunan tingkat keparahan menunjukkan bahwa letimpangan kesejahteraan diantara penduduk miskin semakin menyempit. Tingkat kemiskinan di perdesaan untuk Maret 2014 lebih parah dibandingkan dengan perkotaan yaitu 5,34% untuk tingkat kemiskinan di perdesaan dan 4,01% untuk tingkat kemiskinan di perkotaan. Namun tingkat kedalaman kemiskinan di perkotaan sebesar 0,45 lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan yaitu 0,38. Sementara itu, tingkat keparahan kemiskinan di perkotaan sebesar 0,08 juga lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan sebesar 0,05. Arus urbanisasi yang terus terjadi diperkirakan menjadi pendorong semakin buruknya tingkat kemiskinan di perkotaan. 5.2 PERKEMBANGAN NTP BALI Perkembangan NTP pada akhir triwulan II 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya. Berdasarkan perhitungan tahun dasar yang baru, nilai NTP pada akhir triwulan II 2014 adalah sebesar 104,58 lebih tinggi dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya sebesar104,33 atau meningkat 0,24%. NTP Bali selama triwulan laporan terus meningkat setelah mengalami penurunan pada pergantian triwulan (Gambar 5.2). Kenaikan NTP dipicu oleh kenaikan indeks yang diterima pada hampir seluruh sub sektor pertanian sepanjang triwulan II 2014 kecuali pada sub sektor tanaman pangan yang mengalami penurunan -1,79%. Kenaikan indeks yang diterima tertinggi adalah sub sektor hortikultura dengan kenaikan lebih dari 2,5% dibandingkan akhir tahun triwulan sebelumnya. Sementara itu indeks yang dibayar juga mengalami kenaikan namun hanya pada sub sektor tanaman pangan dan sub sektor peternakan yang kenaikannya melebihi kenaikan indeks yang diterima. Secara umum kenaikan indeks yang dibayar berada di bawah 1%. Perkembangan NTP Bali dari waktu ke waktu mengalami fluktuasi. NTP Bali terus meningkat sejak awal tahun 2014 kecuali pada April 2014 yang lebih rendah dari bulan sebelumnya. NTP dengan nilai terendah terjadi pada awal tahun 2014, sementara titik tertinggi NTP selama tahun 2014 adalah pada akhir triwulan II 2014. Selain itu, selama kurun waktu tersebut, NTP Bali selalu berada di atas nasional. NTP yang lebih tinggi mengindikasikan daya beli yang lebih besar atau dengan kata lain kesejahteraan petani yang sebagian besar adalah penduduk desa lebih tinggi. Grafik 5.2 NTP Provinsi Bali dan Nasional 105 104 Bali Nasional 103 102 101 100 1 2 3 4 5 6 Sumber : BPS Data inflasi perdesaan menunjukkan bahwa inflasi di perdesaan Bali pada akhir triwulan II 2014 masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi perdesaan nasional yaitu 0,36% (mtm) dibandingkan 0,74% (mtm). Sayangnya pada Mei 2014 inflasi perdesaan Bali lebih tinggi dibandingkan inflasi perdesaan nasional. Apabila 2014 68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

dibandingkan dengan inflasi denpasar, inflasi perdesaan Bali pada dua bulan terakhir triwulan II 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Denpasar. 5.3 PENGURANGAN ANGKA PENGANGGURAN Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan II 2014 menunjukkan penurunan penggunaan tenaga kerja setelah sempat mengalami kenaikan pada triwulan sebelumnya. Nilai survei yang menunjukkan angka di bawah nol menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah karyawan tetap yang dipekerjakan. Hasil survei menunjukkan pada sejak tahun 2011 hanya triwulan II 2011 dan triwulan I 2014 saja yang menunjukkan adanya kenaikan jumlah tenaga kerja (lihat Gambar 5.3). Penurunan penggunaan tenaga kerja terutama terjadi di sektor pertanian. Hal ini sejalan dengan rendahnya pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan laporan. Untuk perkiraan penggunaan tenaga kerja triwulan III 2014 mendatang, hasil survei menunjukkan terdapat rencana peningkatan penggunaan tenaga kerja. Setelah mengalami penurunan penggunaan tenaga kerja pada triwulan laporan diharapkan terjadi peningkatan kebutuhan tenaga kerja pada periode mendatang. Grafik 5.3 Perkembangan Penggunaan Tenaga Kerja 2010 2014 20 15 REALISASI PENGGUNAAN TK PERKIRAAN PENGGUNAAN TK 10 5 0-5 -10 I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014-15 Sumber : SKDU triwulan I 2014 Hasil survei menunjukkan bahwa dunia usaha mencapai prestasi pada sisi penggunaan kapasitas produksi. Penggunaan kapasitas produksi meningkat drastik pada level 85,15% pada Triwulan II 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berada pada level 63,80%. Penggunaan kapasitas produksi ini adalah yang tertinggi sejak tahun 2007. Kenaikan penggunaan kapasitas produksi sejalan dengan pertumbuhan tahunan sektor industri pengolahan yang relatif tinggi mencapai 7,28%. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 69

Halaman ini sengaja dikosongkan 70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Bab 6 Prospek Perekonomian Perekonomian Bali triwulan III 2014 diperkirakan relatif membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Bali triwulan III 2014 diperkirakan berada pada kisaran 5,9 6,5% (yoy). Dari sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan diperkirakan didorong oleh sektor-sektor utama Bali seperti sektor PHR, serta sektor pertanian dan jasa-jasa yang diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan dari sisi permintaan, konsumsi diperkirakan masih menjadi pendorong utama perekonomian pada triwulan III 2014, demikian pula dengan investasi yang diperkirakan mulai membaik walaupun masih terbatas. Sedangkan untuk keseluruhan tahun 2014, masih sejalan dengan yang disampaikan sebelumnya, perekonomian Bali diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan dengan perekonomian tahun sebelumnya. Tekanan Tekanan inflasi pada triwulan III 2014 diperkirakan akan melandai dan kembali pada kisaran ratarata normalnya seiring dengan berlalunya dampak kenaikan BBM bersubsidi pada Juni 2013 silam. Namun demikian masih terdapat sejumlah faktor risiko inflasi pada triwulan III 2014. Berdasarkan disagregasinya, risiko inflasi diperkirakan bersumber dari seluruh kelompok, baik volatile foods, core inflation maupun administered price. Dengan demikian inflasi Bali diperkirakan akan berada dalam rentang 4,3 5,3% (yoy). 6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III 2014 Perekonomian Bali triwulan III 2014 diperkirakan relatif membaik dibandingkan dengan perekonomian Bali triwulan II 2014 yang tumbuh sebesar 6,06% (yoy). Perekonomian Bali triwulan III 2014 diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,9 6,5% (yoy) (Grafik 6.1). Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Bali Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : *) Angka Proyeksi Bank Indonesia Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II-2014 71

Berdasarkan perkembangan terakhir, dari sisi penawaran, peningkatan pertumbuhan tersebut diperkirakan didorong oleh pertumbuhan sektor pertanian yang diharapkan mulai membaik pada triwulan III 2014. Khusus untuk subsektor tanaman bahan makanan (tabama), setelah mengalami kontraksi sebesar 5,09% (yoy), pertumbuhan subsektor tamaba diperkirakan kembali menunjukkan peningkatan pada triwulan III 2014. Dari sektor jada-jasa, pembayaran gaji ke 13 diperkirakan akan meningkatkan pertumbuhan sektor tersebut. Selain itu, sektor PHR yang merupakan sektor utama provinsi Bali diperkirakan masih tumbuh tinggi seiring dengan masih tingginya jumlah kunjungan wisatawan pada musim liburan di bulan Juli dan Agustus. Perkembangan sektor bangunan juga diharapkan berangsur-angsur mulai menunjukkan perbaikan pada triwulan III 2014. Namun masih berlangsungya trend perlambatan pertumbuhan kredit diperkirakan berpotensi menahan peningkatan pertumbuhan ekonomi Bali. Selain itu dari sektor pengangkutan dan industri pariwisata, kenaikan tarif angkutan khususnya angkutan udara juga dapat menjadi faktor penahan pertumbuhan ekonomi Bali triwulan III 2014. Dari sisi permintaan, konsumsi khususnya konsumsi swasta sebagai penopang utama perekonomian Bali diperkirakan masih tumbuh tinggi seiring dengan masih baiknya kinerja sektor PHR. Selain itu, pertumbuhan konsumsi pemerintah juga diperkirakan mengalami peningkatan seiring dengan mulai meningkatnya realisasi anggaran belanja pemerintah memasuki semester II 2014. Sejalan dengan pertumbuhan sektor bangunan, pertumbuhan investasi juga diharapkan berangsur-angsur membaik seiring dengan masih maraknya pembangunan hotel dan kondotel di Bali serta berlangsungnya proyek-proyek MP3EI. Masih relatif terkendalinya pertumbuhan impor diperkirakan juga akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi provinsi Bali triwulan III 2014. Namun di sisi lain, pertumbuhan ekspor diperkirakan masih dibayangi oleh beberapa risiko, diantaranya munculnya kompetitor dari negara lain khususnya menjelang MEA 2015, kondisi perekonomian beberapa negara tujuan ekspor Bali yang masih belum stabil, serta berkurangnya pasokan ikan di sepanjang tahun 2014, dimana komoditas perikanan merupakan komoditas utama ekspor luar negeri Bali. Fluktuasi nilai tukar yang cukup besar juga berdampak pada kinerja ekspor provinsi Bali. Grafik 6.2. Perkembangan Dunia Usaha Grafik 6.3. Ekspektasi Situasi Bisnis 6 Bulan Ke depan Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Bank Indonesia Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Bank Indonesia Pemantauan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia juga menunjukkan adanya peningkatan optimisme pelaku usaha terhadap kondisi kegiatan usaha pada triwulan III 2014. Indeks kegiatan usaha sedikit meningkat pada triwulan III 2014. Selain itu, perkiraan penggunaan tenaga kerja juga relatif menunjukkan peningkatan seiring dengan ekspektasi membaiknya kondisi perekonomian ke depan. Sedangkan dari sisi harga, perkembangan harga jual juga diperkirakan relatif menurun pada triwulan III 2014 (Grafik 6.2). Sejalan dengan hal tersebut, ekspektasi situasi bisnis triwulan III 2014 juga diperkirakan relatif meningkat berdasarkan ekspektasi situasi bisnis 6 bulan ke depan pada triwulan I 2014 (Grafik 6.3). 72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) pada April dan Juli 2014, kondisi perekonomian beberapa negara utama tujuan ekspor Bali seperti Australia, Jepang, dan Hongkong juga diproyeksikan mengalami perbaikan di tahun 2014 sehingga diproyeksikan kinerja ekspor akan kembali membaik di sepanjang tahun 2014 (Tabel 6.1). Tabel 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Utama Bali Negara Pangsa Ekspor Bali Pertumbuhan Ekonomi 2013 2014* 2015* USA 19.61 1.9 1.7 3.0 Japan 14.41 1.5 1.6 1.1 Australia 8.92 2.4 2.6 2.7 Singapore 7.93 4.1 3.6 3.6 Hongkong 3.72 2.9 3.7 3.8 World Output 3.2 3.4 4.0 Keterangan : *) angka proyeksi IMF Sumber : World Economic Outlook, International Monetary Fund (IMF) April & Juli 2014 Untuk keseluruhan tahun 2014, masih sejalan dengan proyeksi yang disampaikan sebelumnya, perekonomian Bali diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan dengan perekonomian Bali tahun 2013 yang tumbuh sebesar 6,05% (yoy). Namun proyeksi yang disampaikan cenderung bias ke atas dibandingkan dengan proyeksi yang disampaikan sebelumnya. Realisasi pertumbuhan triwulan II 2014 yang mulai menunjukkan peningkatan menjadi salah satu faktor pendorong ke atas pertumbuhan ekonomi Bali pada tahun 2014. Namun komponen investasi diperkirakan belum menunjukkan perbaikan yang berarti pasca booming investasi tahun sebelumnya sehingga investasi diperkirakan tumbuh melambat dan juga berdampak pada perlambatan pertumbuhan sektor bangunan. Pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan juga sedikit lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya diakibatkan kontraksi pertumbuhan subsektor tabama pada triwulan II 2014 serta alih fungsi lahan pertanian yang masih berlangsung di sepanjang tahun. Namun sektor utama Bali yaitu sektor PHR diperkirakan masih tumbuh tinggi di tahun 2014. Jumlah kunjungan wisman diperkirakan masih meningkat dan konsumsi diperkirakan masih tumbuh stabil di sepanjang tahun. Peningkatan sektor PHR diperkirakan juga mendorong pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan dari sisi permintaan, kinerja ekspor diperkirakan sedikit meningkat di tahun 2014 yang didorong oleh ekspor utama Bali diantaranya ekspor pakaian jadi, perikanan, perhiasan, kayu, serta tekstil. 6.2. INFLASI REGIONAL TRIWULAN III 2014 Tekanan inflasi pada triwulan III 2014 diperkirakan akan melandai dan kembali pada kisaran rata-rata normalnya seiring dengan berlalunya dampak kenaikan BBM bersubsidi pada Juni 2013 silam. Namun demikian masih terdapat sejumlah faktor risiko inflasi pada triwulan III 2014. Berdasarkan disagregasinya, risiko inflasi diperkirakan bersumber dari seluruh kelompok, baik volatile foods, core inflation maupun administered price. Dengan demikian inflasi Bali diperkirakan akan berada dalam rentang 4,3 5,3% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 73

Grafik 6.4 Proyeksi Inflasi Bali Grafik 6.5 Perkembangan Perkiraan Penawaran dan Permintaan Provinsi Bali 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 I II III IV I II III IV I II III*) 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014 Supply 1 bln yad Demand 1 bln yad Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Survey Pedagang Eceran, Bank Indonesia Keterangan : *) Angka Proyeksi BI Tekanan pada core inflation diperkirakan menguat. Terdapat potensi tekanan core inflation di triwulan II 2014 seiring masuknya periode peak season kunjungan wisatawan dan perayaan hari raya keagamaan (Galungan, Kuningan, Waisak, dan Bulan Ramadhan), yang berpotensi mendorong kenaikan biaya transportasi dan bahan makanan. Potensi tekanan inflasi juga terdapat pada komponen biaya tempat tinggal. Dalam periode high season, terdapat kecenderungan bagi pelaku usaha untuk meningkatkan biaya hotel dan jasa pariwisata sehingga turut memberi kontribusi terhadap inflasi kedepan. Ekspektasi konsumen terhadap perubahan harga kedepan relatif mereda. Hasil Survey Konsumen (SK) periode April 2014 menunjukkan indeks perubahan harga periode 3 dan 6 bulan kedepan masing-masing 184,5 dan 190,5 lebih rendah dibandingkan periode lalu yang sebesar 185 dan 193. Namun potensi kenaikan biaya produksi seiring kenaikan TTL Industri secara bertahap masih membuat pelaku usaha mengekspektasikan adanya kenaikan harga kedepan. Hal ini tercermin dari hasil Survey Penjualan Eceran, dimana indeks ekspektasi harga pedagang 3 bulan yang akan datang belum mengalami penurunan dan masih berada pada level 160. Sementara itu, sisi penawaran diperkirakan akan dapat merespon sisi permintaan dengan baik sebagaimana tercermin pada hasil Survei Pedagang Eceran (Grafik 6.6). Pertumbuhan investasi pada beberapa tahun terakhir dapat meningkatkan kemampuan sisi pasokan dalam mengimbangi tetap kuatnya permintaan ke depan. 74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014

Grafik 6.6 Ekspektasi Pedagang terhadap Perubahan Barang dan Jasa Grafik 6.7 Ekspektasi Konsumen terhadap Perubahan Harga Barang & Jasa 200 180 160 140 120 100 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 2011 2012 2013 2014 200 195 190 185 180 175 170 165 160 155 150 145 140 135 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Pedagang 6 bln yad 2011 2012 2013 2014 Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad Indeks Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad Sumber : Survei Penjualan Eceran (SPE), Bank Indonesia Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia Kelompok administered price diperkirakan masih memberikan sumbangan pada inflasi Bali. Dampak penyesuaian BBM pada 21 Juni 2013 sudah berangsur-angsur hilang sehingga tekanan inflasi kelompok administered price akan mereda. Namun demikian, masih terdapat potensi upward risk yang bersumber dari (1) bertambahnya cakupan rumah tangga yang akan terkena tarif tenaga listrik yang baru per Juli (1300 VA- 5500 VA) serta (2) perubahan tarif batas atas tarif angkutan udara yang akan diberlakukan setelah Lebaran. Disamping itu wacana pembatasan BBM subsidi di sejumlah SPBU di Bali juga berpotensi untuk mengakselerasi inflasi Bali. Tekanan pada komponen volatile food diperkirakan kembali menguat. Setelah sempat mereda pada triwulan II 2014, tekanan inflasi kelompok volatile foods diperkirakan akan kembali meningkat, sesuai dengan pola musimannya. Anomali cuaca diperkirakan akan mempengaruhi kinerja sektor pertanian, peternakan dan perikanan sehingga akan bermuara pada peningkatan harga kelompok ini. BMKG memperkirakan bahwa curah hujan pada triwulan III 2014 akan menurun, sehingga akan terjadi kekeringan pada beberapa daerah di Bali. Hal ini diperkirakan akan menyebabkan kontraksi produksi tanaman bahan pangan, terutama sayursayuran. Disamping itu BMKG juga memperkirakan bahwa angin kencang akan terjadi pada periode Juli s/d akhir triwulan III 2014 sehingga gelombang laut akan meningkat dan berpotensi mengganggu aktivitas nelayan. Berakhirnya panen raya beras pada Juni 2014 juga diperkirakan akan memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan inflasi volatile foods mengingat bobot beras yang cukup tinggi pada perhitungan IHK. Faktor lainnya yang juga diperkirakan memberikan pengaruh signifikan terhadap pergerakan harga kelompok volatile foods adalah kebijakan pembatasan Day Old Chiken (DOC). Implementasi kebijakan ini diperkirakan akan mengakselerasi harga komoditas daging ayam dan telur ayam. Selain dari sisi suplai, inflasi pada kelompok pangan juga dibayangi oleh peningkatan permintaan terkait perayaan hari besar keagamaan dan peningkatan kegiatan industri pariwisata. Hasil pemantauan harga yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III (Bali & Nusa Tenggara) sampai dengan minggu I Agustus 2014 menunjukkan adanya tren peningkatan harga pada komoditas bahan makanan. Beberapa Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 75

komoditas yang tercatat mengalami kenaikan harga diantaranya cabai rawit, kangkung, bayam, daging ayam, beras dan ikan-ikanan. Gambar 6.1. Kalender Tanam Padi Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian, 2014 Gambar 6.2. Perkiraan Curah Hujan Provinsi Bali Sumber : BMKG Sumber : BMKG Menghadapi masih tingginya risiko peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III 2014 jajaran SKPD yang tergabung dalam Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) telah menyiapkan berbagai langkah antisipasi dengan 5 pilar TPID (terdiri atas Kelembagaan, Distribusi dan Produksi, Regulasi, Kajian, dan Edukasi). Salah satu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh TKPID Provinsi Bali dalam mengantisipasi lonjakan harga menjelang perayaan Idul Fitri adalah melalui 4K (ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi). Adapun kegiatan tersebut meliputi: Pemantauan ketersediaan stok dan perkembangan harga di sejumlah pasar tradisional di Kota Denpasar dipimpin oleh Wakil Gubernur Bali. Pengamanan jalur distribusi dan penambahan armada laut pengangkutan barang pokok strategis (bapokstra). Pelaksanaan Pasar Tani dan Pasar Murah serta Pembentukan pasar penyeimbang, yakni pasar murah yang terjadwal dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Intensifikasi pelaksanaan komunikasi kebijakan TPID 76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014