BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. misalkan susu dari hewan ternak, sutera dari ulat sutera, dan madu dari

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

EVALUASI KINERJA GAPOKTAN DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) PADA GAPOKTAN PENERIMA DANA BLM-PUAP DI KOTA BENGKULU

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya memang dapat dikatakan tidak merata. Terjadi

KATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP.

PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2013

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)

KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN: Peran dan Fungsi FP2S Dalam Akselerasi KUR

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBINIS PEDESAAN (PUAP) DI PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan perekonomian di Indonesia di nominasi oleh kegiatan

Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan

2013, No BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

PEDOMAN PENILAIAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

KEYNOTE SPEECH. Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian. kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengelolaan Dana Simpan Pinjam LKM GAPOKTAN Ngudi Raharjo II dalam Memberdayakan Msyarakat.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dalam buku Malayu S.

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dasar pijakan pembangunan kedepan akan mengakibatkan pertumbuhan akan

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian sebagai petani (BPS 2015). Petani di perdesaan miskin karena hanya mengelola lahan pertanian rata-rata 0,3 hektar dan tidak sedikit diantara petani di perdesaan yang berstatus sebagai petani penggarap. Penanggulangan kemiskinan harus menjadi program prioritas untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di perdesaan yang menjadi masalah pokok nasional. Oleh sebab itu, secara langsung maupun tidak langsung pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan dapat berdampak untuk mengurangi penduduk miskin (Hilal, 2014). Petani yang miskin mengalami kesulitan dalam hal permodalan untuk menjalankan usahataninya. Keterbatasan terhadap modal menjadi permasalahan bagi petani. Permasalahan tersebut bersumber dari jumlah modal yang tersedia; terbatasnya akses terhadap sumber permodalan; pengetahuan akan jenis-jenis modal yang terbatas; kemampuan menyusun proposal usahatani sebagai salah satu syarat dalam memperoleh modal (Soekartowi, 1996 dalam Hermawan, 2015). Keterbatasan modal petani tersebut menjadi salah satu penyebab kemiskinan. Karena dengan keterbatasan modal sirkulasi kegiatan ekonomi menjadi tidak berjalan dan menyebabkan tidak terjadinya proses akumulasi kapital (Hermawan, 2015). Permodalan pertanian memiliki hubungan langsung dengan kelembagaan dimana terdapat organisasi tani yang masih lemah, rumitnya sistem dan prosedur dalam penyaluran kredit, birokratis, dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya perdesaan, sehingga kepentingan petani yang sebenarnya tidak tersentuh. Maka dari itu Kementrian Pertanian berupaya membangun organisasi atau kelembagaan tani yang kuat dan mandiri sebagai basis pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja ekonomi petani di perdesaan melalui kebijakan pengembangan kelembagaan di

2 tingkat petani berbasis Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dalam suatu desa (Utami et al, 2015). Kelompok tani yang berhimpun dalam Gapoktan diharapkan dapat mengakses kelembagaan dalam jangkauan yang lebih luas. Dengan adanya inovasi kelembagaan pada kelompok tani fasilitas permodalan dapat diakses dengan mudah oleh petani. Lain hal nya dengan kelembagaan formal (perbankan), petani terkendala dalam mendapatkan modal karena persyaratan administrasi yang tidak dapat terpenuhi. Persyaratan administrasi tersebut antara lain berupa jaminan atau agunan. Pada umumnya petani tidak dapat memenuhi persyaratan yang seperti itu karena rata-rata aset yang dimiliki petani terutama aset fisik seperti tanah, rumah, dan lain sebagainya belum bersertifikat. Selain itu yang menyulitkan penduduk perdesaan adalah mekanisme perbankan, sangat birokratis dan transaksi yang mahal (Setyarini 2008). Sifat usahatani yang berisiko dan tidak adanya jaminan terhadap kegagalan dalam usahatani semakin membuat akses permodalan kepada kelembagaan formal (perbankan) menjadi sulit. Menyikapi kesulitan akses permodalan petani, pemerintah melalui Kementrian Pertanian berupaya menggulirkan program bantuan modal untuk petani berupa bantuan langsung ataupun subsidi. Tapi belajar dari pengalaman, bantuan program pemerintah seperti BIMAS, KUT, KKP tidak dapat dikelola dengan baik oleh petani. Sebagian besar program kredit atau bantuan modal dari pemerintah tidak dapat berkelanjutan di tingkat lapangan. Setelah masa program habis petani bahkan tidak menjadi mandiri dan sejahtera. Maka dari itu pemerintah mencoba mengadakan program dengan inovasi pada kelembagaan ditingkat petani untuk mendapatkan akses permodalan petani. Oleh karena nya pada tahun 2008 Kementrian Pertanian melaksanakan program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) sebagai program prioritas. Program PUAP ini bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di pedesaan sesuai dengan potensi wilayah dengan sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani (Utami, 2015). Program PUAP yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan Kementrian Pertanian dibawah payung Program Nasional Pemberdayaan

3 Masyarakat (PNPM) Mandiri ini dirancang secara partisipatif dengan pelaku utama petani, kelompok tani, dan Gapoktan yang difasilitasi oleh pemerintah sampai ke desa/kelurahan. Melalui Gapoktan diharapkan program PUAP dapat tumbuh dan berkembang sehingga petani dapat dengan mudah mengakses modal untuk memenuhi kebutuhan permodalan usahatani secara berkesinambungan. Di dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pedoman PUAP tercantum bahwa pola dasar PUAP dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana PUAP kepada Gapoktan dalam mengembangkan usaha produktif petani yang mendukung 4 (empat) sukses Kementerian Pertanian yaitu; (1) Swasembada berkelanjutan; (2) Diversifikasi pangan; (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, dan (4) Peningkatan kesejahteraan petani. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah; (1) Keberadaan Gapoktan; (2) Keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT) sebagai pendamping; (3) Penyaluran dana BLM kepada petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani; dan (4) Pembekalan pengetahuan tentang PUAP bagi pengurus Gapoktan dan lain-lain. Maka dari itu Gapoktan penerima dana PUAP diharapkan dapat mengelola dana tersebut melalui unit usaha otonom simpan pinjam atau Lembaga Keuangan Mikro (Kementerian Pertanian 2013). Lembaga Keuangan Mikro yang terbentuk sebagai unit usaha otonom simpan pinjam dari Gapoktan penerima dana PUAP kemudian dikenal sebagai LKM-A (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis) adalah suatu lembaga intermediasi keuangan bagi para anggota kelompok tani dan warga yang terpilih dari lingkungan ikatan pemersatunya yakni pada tingkat desa yang sepakat untuk bekerjasama saling menolong dengan menabung secara teratur dan terusmenerus, sehingga terbentuk modal bersama yang terus berkembang, guna dipinjamkan kepada para anggota untuk tujuan produktif dan kesejahteraan dengan tingkat bagi hasil/jasa tabungan maupun pembiayaan yang layak dan bersaing (Burhansyah, 2010). LKM-A yang dikelola secara otonom oleh anggota Gapoktan ini berperan dalam menguatkan kelembagaan ditingkat petani yaitu dalam upaya

4 pengembangan agribisnis yang tidak lepas dari lemah dan terbatasnya akses petani terhadap sumberdaya seperti modal, informasi pasar, dan teknologi. Dalam mengupayakan pengembangan usaha ekonomi produktif di bidang pertanian, LKM-A diharapkan dapat mengelola sumberdaya finansial untuk melayani kebutuhan petani di lingkunganya. Dengan adanya LKM-A diharapkan juga dapat menjadi satu solusi dalam pembiayaan sektor pertanian di perdesaan/kelurahan karena dapat berperan sebagai penghubung dalam aktifitas perekonomian masyarakat tani (Hanafie, 2010 dalam Utami, 2015). Dengan demikian keberadaan LKM-A hendaknya dapat berkelanjutan sesuai dengan tujuan lembaga ini sebagai sumber permodalan di kalangan petani. Berdasarkan data Kementerian Pertanian terlihat bahwa penyaluran dana BLM PUAP (Bantuan Langsung Mandiri Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) sejak tahun 2008 hingga tahun 2014 didistribusikan kepada 49.186 Gapoktan di 33 Provinsi di Indonesia. Melalui dana PUAP yaitu Rp. 100.000.000,00 per Gapoktannya, telah menjadi dana awal terbentuknya LKMA yang dibentuk oleh Gapoktan di setiap kelurahan pelaksana PUAP. Sumatera Barat telah mendistribusikan dana PUAP ke 12 Kabupaten/Kota dengan kuota yang direncanakan sebanyak 208 Gapoktan. Namun hanya 204 Gapoktan/LKM-A yang menerima dana tersebut dikarenakan terkendala pada administrasi serta lebih mengutamakan desa terpencil dan miskin untuk memperoleh dana PUAP tersebut (Lampiran 1). B. Rumusan Masalah Di Provinsi Sumatera Barat gapoktan yang difasilitasi dana oleh program PUAP sejak tahun 2008-2014 adalah 1.032 gapoktan dan LKM-A sudah tumbuh dan berkembang sebanyak 959 unit. Pertumbuhan aset LKM-A secara total selama 7 tahun sebesar 37% dan jumlah petani anggota 124.550 orang (Lampiran 2). Perkembangan LKM-A bervariasi disetiap lokasi dan sebagian besar LKM-A sudah berjalan dengan baik dan sebagian kecil LKM-A sudah mulai bermitra dengan Bank Nagari dan menyalurkan skim kredit program pertanian seperti KUR dan KKPE. LKM-A yang tumbuh tahun 2008-2011 menunjukan keberhasilan dimana 33% LKM-A sudah memiliki aset lebih Rp 125.000.000, diantaranya 15%

5 LKM-A tersebut sudah mempunyai aset lebih dari Rp 125.000.0000 175.000.000 Pertumbuhan dan perkembangan LKM-A diharapkan menjadi solusi terhadap permasalahan alternatif akses permodalan yang berkelanjutan untuk petani di Nagari. Dukungan pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota cukup besar terhadap kemajuan LKM-A. Berbagai fasilitas tertuama dalam meningkatkan kapasitas SDM tenaga pengelola LKM-A dalam bentuk pelatihan atau bimbingan teknis telah dilakukan. Dalam rangka percepatan kemandirian LKM-A pemerintah Sumatera Barat telah memfasilitasi kemitraan antara Gapoktan/LKM-A dengan perbankan dan BUMN yang ada di Sumatera Barat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Barat, 2014). Berdasarkan data Desember 2014 LKM-A Kota Padang memiliki pertumbuhan aset 22 %, ini lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa Kota lain di Sumatera Barat seperti Solok, Pariaman, Sawahlunto, Bukittinggi (Lampiran 2). Namun seiring berjalanya waktu, pada Februari 2016 beberapa LKM-A di Kota Padang yang dahulu aktif sekarang tidak, diakibatkan besarnya tunggakan anggota LKM-A atau kredit macet. Selain itu beberapa diantara LKM- A di Kota Padang berjalan kurang aktif dikarenakan berbagai hal, salah satunya ketidak harmonisan hubungan gapoktan, dan kurang baiknya manajemen pengelolaan LKMA. Maka dari itu, dengan terjadinya penurunan perkembangan LKM-A di Kota Padang, perlu ada usaha untuk keberlanjutan terhadap LKM-A di masa yang akan datang. Keberlanjutan LKM-A sebagai alternatif permodalan agribisnis perdesaan dapat dipengaruhi oleh penyaluran dana PUAP melalui LKM-A yang diiringi oleh sistem kepengurusan dan penyusunan program yang baik. LKM- A diharapkan dapat memberikan pelayanan keuangan mikro sesuai dengan yang dibutuhkan petani miskin dan pengusaha mikro pertanian di perdesaan/kelurahan secara berkelanjutan. Karena sering terjadi permasalahan pada Lembaga Keuangan Mikro maka pengukuran kinerja pengelolaan LKM-A perlu dilakukan. Martowijoyo (2002) menjelaskan bahwa rendahnya kinerja lembaga keuangan mikro, terutama dapat dilihat dari aspek : (1) rendahnya tingkat

6 pelunasan kredit; (2) rendahnya moralitas aparat pelaksana; (3) rendahnya tingkat mobilisasi dana masyarakat. Kelemahan tersebut membawa konsekuensi terhadap tidak berlanjutnya lembaga keuangan mikro yang terbentuk setelah program kegiatan yang ada selesai. Masalah yang sering terjadi pada LKM di Indonesia adalah kebanyakan LKM seperti LKM milik pemerintah, LKM proyek, maupun LKM LSM menghadapi persoalan mengenai keberlanjutannya. Ketidakmampuan menjaga keberlanjutan tersebut dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor utama seperti (1) ketergantungan terhadap dukungan, baik dari pemerintah ataupun donor; (2) hanya merupakan proyek yang didesain untuk sementara waktu; (3) ketiadaan sistem keuangan mikro yang memadai, dan (4) ketidakmampuan beradaptasi dengan situasi pasar keuangan mikro yang ada (Ismawan, 2003 dalam Utami, 2015). Kinerja Gapoktan penerima dana PUAP dapat diukur parameter keberhasilanya dari kemampuan lembaga tersebut dalam menyalurkan dan mengelola dana PUAP secara efektif kemudian mengembangkannya sehingga terjadi akumulasi dana PUAP dari waktu ke waktu. Efektivitas pengelolaan dan penyaluran dana PUAP salah satunya ditentukan oleh kemampuan Gapoktan menjangkau sebanyak mungkin petani yang benar-benar memerlukan bantuan penguatan modal untuk kegiatan usahanya. Berdasarkan pedoman pengembangan LKM-A Gapoktan PUAP (2014), terdapat kinerja Gapoktan yang dijadikan bahan pertimbangan yakni:(a) dana keswadayaan; (b) sarana dan prasarana kantor/tempat usaha; (c) kemampuan gapoktan dalam mengoptimalkan dana masyarakat; (d) kemampuan dalam menghasilkan laba. Untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut gapoktan harus memiliki kelembagaan dan organisasi yang kuat dan berkelanjutan. Oleh karena itu, penting untuk dianalisis bagaimana kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP agar LKM-A dapat berkelanjutan. Salah satu LKM-A yang ada di Kota Padang adalah LKM-A Jaya Saiyo Kelurahan Bandar Buat Kecamatan Lubuk Kilangan yang berasal dari Gapoktan Jaya Saiyo. Gapoktan Jaya Saiyo yang berdiri tanggal 8 Juli 2009 memperoleh

7 dana PUAP pada tahun 2011. LKM-A Jaya Saiyo ini merupakan LKM-A berprestasi di Kota Padang pada tahun 2012 dan 2013. Dana yang telah direalisasikan kepada petani hingga bulan Februari 2016 memiliki total Rp 659.400.000 yakni untuk usahatani pangan sebesar Rp 263.400.000, hortikultura sebesar Rp 22.000.000, kebun Rp 14.000.000, ternak Rp. 35.000.000 dan off farm sebesar Rp 325.000.000 dengan anggota LKM-A sebanyak 135 petani (Laporan Perkembangan LKM-A PMT Kota Padang, 2016). Menurut laporan pengembangan LKM-A dari PMT (Penyelia Mitra Tani) status LKM-A Jaya Saiyo dikatakan aktif dan kegiatan simpan pinjamnya berjalan dengan baik. Akan tetapi dilihat dari unit pengelola LKM-A nya hanya terdiri dari manajer dan kasir, sedangkan bagian lain seperti pembukuan ataupun penggalang dana tidak ada. Selain itu menurut pemaparan PMT bahwa LKM-A Jaya Saiyo dalam beberapa waktu belakangan sudah tidak terlihat lagi koordinasi dengan pengurus Gapoktanya. Maka dari itu bagaimana LKM-A Jaya Saiyo dapat mepertahankan keberlanjutanya. Sedangkan keberadaan LKM-A Gapoktan Jaya Saiyo Kecamatan Lubuk Kilangan ini telah menjadi solusi bagi petani anggota Gapoktan penerima dana PUAP dalam memperoleh permodalan untuk menjalankan usaha. Kinerja LKM-A Jaya Saiyo bagi masyarakat tani sekitar perlu ditingkatkan secara terus menerus dan dipertahankan keberlanjutannya agar dapat menjadi lembaga ekonomi di tingkat petani yang memberikan solusi terhadap permasalahan permodalan. Pada saat ini aset LKM-A Jaya Saiyo sejak awal berdirinya memperoleh dana PUAP sebesar Rp 100.000.000 hingga Juli 2016 telah memiliki aset lancar sebesar Rp 248.011.255. LKM-A Jaya Saiyo memiliki aset tertinggi di Kota Padang (lampiran 3) maka perlu pengelolaan finansial yang baik agar aset tersebut terus meningkat setiap waktu. Tingginya aset LKM-A tak lepas dari pemupukan modal oleh nasabah dan persepsi serta kepuasan nasabah terhadap LKM-A tersebut, maka dari itu aspek nasabah juga perlu diperhatikan demi keberlanjutan LKM-A sebagai lembaga permodalan di tingkat petani. LKM-A Jaya Saiyo juga belum memiliki badan hukum padahal dalam menunjang keberlanjutan LKM-A memerlukan adanya badan hukum yang sesuai dengan prinsip pengelolaannya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun

8 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani menyatakan Badan Usaha Milik Petani (BUMP) dibentuk oleh, dari dan untuk petani melalui Gapoktan. BUMP dapat berbentuk koperasi atau badan usaha lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemilihan badan hukum LKM-A disesuaikan dengan hasil kesepakatan anggota Gapoktan. Berdasarkan pemaparan permasalahan diatas perlu dilakukan penelitian terkait Keberlanjutan LKM-A sebagai sumber modal bagi petani dalam menjalankan usahatani ataupun usaha mikro lain dibidang pertanian. Berdasarkan perumusan masalah di atas, pertanyaan penelitian yang akan dijawab adalah: 1. Bagaiman profil LKM-A dan karakteristik nasabah LKM-A Jaya Saiyo Kelurahan Bandar Buat Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang? 2. Bagaimana analisis keberlanjutan LKM-A Jaya Saiyo Kelurahan Bandar Buat Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang dilihat dari tiga pendekatan yakni kelembagaan, finansial dan nasabah? Berdasarkan pertanyaan penelitian yang dikemukakan diatas maka penelitian ini diberi judul Analisis Keberlanjutan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Jaya Saiyo Kelurahan Bandar Buat Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang C. Tujuan Penelitian Adapun penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu 1. Mendeskripsikan Profil LKM-A dan karakteristik nasabah LKM-A Jaya Saiyo Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang 2. Menganalisis keberlanjutan LKM-A Jaya Saiyo Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang berdasarkan pendekatan kelembagaan, finansial dan nasabah. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai Keberlanjutan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis

9 (LKM-A) Jaya Saiyo di Kota Padang. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak diantaranya : 1. Bagi LKM-A lain, sebagai bahan masukan perbaikan dan contoh perkembangan LKM-A 2. Bagi Gapoktan untuk mendukung peningkatan kinerja LKM-A 3. Bagi pembaca sebagai sumber literatur dan perbandingan dalam penelitian yang akan dilakukan selanjutnya. 4. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang keberlanjutan lembaga keuangan mikro