BAB IV PERANCANGAN DETAIL SRPMK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV DESAIN & ANALISIS STRUKTUR ATAS MENGGUNAKAN KOLOM C-PLUS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

Yogyakarta, Juni Penyusun

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

BAB V ANALISIS PEMBEBANAN STRUKTUR. A. Spesifikasi Data Teknis Banguan

BAB V PENULANGAN BAB V PENULANGAN. 5.1 Tulangan Pada Pelat. Desain penulangan pelat dihitung berdasarkan beban yang dipikul oleh

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V DESAIN TULANGAN ELEMEN GEDUNG. Berdasarkan hasil analisis struktur dual system didapat nilai gaya geser setiap

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

BAB IV ANALISA STRUKTUR

PRESENTASI TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI D III TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB V ANALISIS PEMBEBANAN

MODIFIKASI GEDUNG BANK CENTRAL ASIA CABANG KAYUN SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA

DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA UNTUK GEDUNG BERTINGKAT MENENGAH. Refly. Gusman NRP :

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERHOTELAN DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK) DI KOTA PADANG

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN APARTEMEN SOLO PARAGON TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU. Oleh :

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

BAB III METODOLOGI PEMBAHASAN. Adapun data-data yang didapat untuk melakukan perencanaan struktur. a. Gambar arsitektur (gambar potongan dan denah)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PARKIR SUNTER PARK VIEW APARTMENT DENGAN METODE ANALISIS STATIK EKUIVALEN

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG APARTEMEN SEMBILAN LANTAI DI YOGYAKARTA. Oleh : PRISKA HITA ERTIANA NPM. :

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG DUAL SYSTEM 22 LANTAI DENGAN OPTIMASI KETINGGIAN SHEAR WALL

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WISMA SEHATI MANOKWARI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA

BAB V PERANCANGAN STRUKTUR. Perhitungan tulangan lentur diambil dari momen 3-3 B15 pada lantai 5. Momen tumpuan positif = 0,5. 266,624 = 133,312 KNm

BAB V PENULANGAN STRUKTUR

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG BPK RI SURABAYA MENGGUNAKAN BETON PRACETAK DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

BAB V DESAIN TULANGAN STRUKTUR

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB IV DATA DAN ANALISA SKRIPSI

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS BETON BERTULANG GEDUNG ELLIPS DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK)

1. Rencanakan Tulangan Lentur (D19) dan Geser (Ø =8 mm) balok dengan pembebanan sbb : A B C 6 m 6 m

BAB V DESAIN PENULANGAN. beban gempa statik arah X. Maka kita ambil konfigurasi tersebut untuk dirancang

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

1.6 Tujuan Penulisan Tugas Akhir 4

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perhitungan Struktur Bab IV

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG. Pada perencanaan gedung ini penulis hanya merencanakan gedung bagian atas

4. e = = = 54,882 mm. Kelompok : IV. Halaman : TUGAS PERENCANAAN STRUKTUR BETON Semester Ganjil

fc ' = 2, MPa 2. Baja Tulangan diameter < 12 mm menggunakan BJTP (polos) fy = 240 MPa diameter > 12 mm menggunakan BJTD (deform) fy = 400 Mpa

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL.. i. LEMBAR PENGESAHAN ii. KATA PENGANAR.. iii ABSTRAKSI... DAFTAR GAMBAR Latar Belakang... 1

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL

BAB III LANDASAN TEORI

Laporan Tugas Akhir Perencanaan Struktur Gedung Apartemen Salemba Residences 4.1 PERMODELAN STRUKTUR Bentuk Bangunan

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Permasalahan Yang Akan Diteliti 7

TUGAS AKHIR DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR GEDUNG YAYASAN PRASETIYA MULYA DENGAN LANTAI BETON BERONGGA PRATEGANG PRACETAK

ANALISA PELAT LANTAI DUA ARAH METODE KOEFISIEN MOMEN TABEL PBI-1971

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH 4 LANTAI DENGAN SISTEM DAKTAIL TERBATAS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG BANK MODERN SOLO

STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB III METODOLOGI PEMBAHASAN

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING

BAB I. Perencanaan Atap

BAB III METODE PENELITIAN SKRIPSI

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

Transkripsi:

BAB IV PERANCANGAN DETAIL SRPMK 4.1 Permodelan 4.1 berikut. Permodelan rangka banguan Gedung Teknik Sipil dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.1 Permodelan frame construction Gedung Teknik Sipil (google SketchUp) Bangunan terdiri dari tiga lantai dengan perletakan memakai perletakan sendi, sehingga digunakan sloof sebagai pengikat antar kolom. Pondasi yang digunakan adalah pondasi dalam dan pondasi batu kali, sehingga beban dinding pada lantai dasar langsung diterima oleh pondasi batu kali, dan bukan diterima oleh sloof. Pada lantai 1 dan 2 balok pengikat yang digunakan adalah balok induk dan balok anak sedangkan pada lantai 3 pengikat yang digunakan adalah balok ring dan balok ring anak. Balok induk dan balok ring berfungsi sebagai pengikat antar kolom sekaligus menahan beban vertikal (beban pelat lantai, beban sendiri, beban hidup, dan lain-lain) dan beban horizontal (beban gempa). Sedangkan balok anak selain sebagai balok pengikat antar balok induk, juga berfungsi menahan beban vertikal. Pada lantai atap digunakan balok ring sebagai pengikat yang bekerja menahan beban vertikal maupun beban horizontal (beban gempa dan beban angin akibat atap). Gambar struktur bangunan pada software tergambar pada Gambar 4.2. Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 64

Gambar 4.2 Permodelan Struktur atas gedung tek.sipil pada software (ETABS v.s 9.6) Struktur Atap yang digunakan adalah rangka atap baja, perhitungan rangka atap ini dilakukan oleh pihak perencana yang dapat dilihat pada Lampiran 2.4. 4.2 Pembebanan Pembebanan pada bangunan Gedung Teknik Sipil terdiri dari beban mati, beban hidup, dan beban gempa. Beban hidup dan beban mati diambil sesuai dengan data sekunder yang terdapat pada Lampiran 2.3. Beban gempa dihitung berdasarkan ketentuan perhitungan SRPMK. 4.2.1 Distribusi Beban Distribusi beban yang bekerja pada balok berdasarkan metoda amplop, karena bentuk keretakan pada pelat beton berbentuk seperti amplop. Adapun distribusi beban pada balok dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut. Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 65

Gambar 4.3 Distribusi beban dari pelat lantai ke balok 4.2.2 Perhitungan Beban Mati dan Beban Hidup a) Pembebanan Pada Balok Tipe BI 1 Pendistribusian beban dari pelat ke balok menggunakan metoda envelope. Contoh perhitunagan diambil pada balok tipe BI 1 sesuai Gambar 4.4 berikut. Balok t 1 =1.813m t 2 =0.613 m Gambar 4.4 Distribusi beban dari pelat ke balok tipe BI 1 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 66

Balok tipe BI 1 menerima beban pelat dari kedua sisi. Dimana t 1 adalah lebar beban pelat suatu panel pada sisi pertama dan t 2 adalah lebar beban pelat panel yang kedua. Kedua beban tersebut masing-masing di distribusikan terhadap balok B 1. Berdasarkan hasil distribusi beban tersebut, besarnya beban balok tipe BI 1 adalah sebagai berikut. Beban Mati Total : 434,00 Kg/m 2 Beban Mati akibat pelat 1: 434 x t 1 = 434 x 1.813 = 786.842 Kg/m. Distribusi beban tersebut tergambar pada Gambar 4.5. Beban Mati akibat pelat 2: 434 x t 2 = 434 x 0.613 = 266.042 Kg/m. Distribusi beban tersebut tergambar pada Gambar 4.6. 786.842 kg/m Gambar 4.5 Distribusi beban pada balok BI 1 akibat pelat 1 266.042 kg/m Gambar 4.6 Distribusi beban pada balok BI 1 akibat pelat 2 Beban Dinding : 250 x tinggi lantai 1 = 250 x 5.8 =1450,00 kg/m Beban Hidup Beban hidup akibat pelat 1: 250 x t 1 = 250 x1.813 m = 453.25 kg/m. Distribusi beban tersebut tergambar pada Gambar 4.7. Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 67

Beban hidup akibat pelat 2: 250 x t 2 = 250 x 0.613 m = 152.25 kg/m. Distribusi beban tersebut tergambar pada Gambar 4.8. 453.25 kg/m Gambar 4.7 Distribusi beban hidup pada balok BI 1 akibat pelat 1 266.042 kg/m Gambar 4.8 Distribusi beban hidup pada balok BI 1 akibat pelat 2 Tipe Balok Tabel 4.1 Pembebanan pada balok lantai 1 Trapesium Segitiga Beban Beban Mati_Segitiga (kg/m) t1 (metoda t2 t1 t2 Mati_Trapesium amplop) (metoda (metoda (metoda (kg/m) (m) amplop) amplop) amplop) (m) (m) (m) BI1 1.813 0.613 0 0 1052.884 0 BI2 1.25 0 0 0 542.5 0 0 1.813 0 0 786.842 0 BI3 0.5 0 0.612 0.5 217 482.608 BI4 0.5 0 1.813 1.813 217 1573.684 BI5 0 0 1.25 1.246 0 1083.264 BI6 0 0 1.224 1 0 965.216 BI7 0 0 3.626 0 0 1573.684 BI8 0 0 1.25 1.246 0 1083.264 BI9 0 0 1.532 0 0 664.888 0 0 0 0.506 0 219.604 BI10 0 0 1.558 0 0 676.172 BI11 0 0 1.25 0 0 542.5 BIs1 1.813 0.613 0 0 1052.884 0 BIs2 1.25 0 0 0 542.5 0 0 1.813 0 0 786.842 0 BIs3 0 0 0.612 0.5 0 482.608 BIs4 0 0 1.813 0 0 786.842 BIs5 0 0 1.25 0 0 542.5 BIs6 1.25 0 0 0 542.5 0 0 1.813 0 0 786.842 0 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 68

Tabel 4.2 Pembebanan pada balok lantai 1 (lanjutan tabel 4.1) Balok Beban Hidup_Trapesium (Kg/m) Beban Hidup_Segitiga (Kg/m) Beban Dinding (Kg/m) BI1 970.4 0 0 BI2 375 0 1030 725.2 0 0 BI3 200 444.8 1030 BI4 200 1450.4 1030 BI5 0 748.8 0 BI6 0 889.6 1030 BI7 0 1450.4 1030 BI8 0 748.8 0 BI9 0 612.8 1030 0 202.4 1030 BI10 0 623.2 1030 BI11 0 375 1030 BIs1 970.4 0 1030 BIs2 375 0 1030 725.2 0 0 BIs3 0 444.8 1030 BIs4 0 725.2 1030 BIs5 0 375 1030 BIs6 375 0 1030 725.2 0 0 b) Pembebanan Pada Balok Ring Pembebanan pada balok ring merupakan reaksi-reaksi dari perhitungan atap dan beban merata akibat pelat atap. Pada proyek ini perhitungan rangka atap dihitung oleh pihak perencana yang hasilnya terdapat pada Lampiran 2.4. c) Pembebanan Pada Tangga Tangga yang digunakan adalah tangga yang terbuat dari beton bertulang. Tangga tersebut memiliki bordes dengan lebar 1m dan 20 anak tangga dengan lebar injakan 30 cm dan tinggi tanjakan 18 cm, yang dapat dilihat pada Gambar 4.9. Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 69

Bordes c a b Gambar 4.9 Tangga Keterangan: Injakan (a) Tanjakan (b) = 30 cm = 18 cm Beban mati Beban mati pada tangga terdiri dari beban akibat pelat bordes, railing dan anak tangga. Sesuai pada data sekunder data pembebanan beban mati adalah sebagai berikut : - Pelat bordes =340 kg/m 2, - Railing = 200 kg/m - Anak tangga = 64,8 kg/m Data tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan perencana yang dapat silihat pada lampiran 2.3. Beban hidup Besar nilai beban hidup pada tangga adalah 300 kg/m 2, nilai tersebut diambil berdasarkan data sekunder yang terdapat pada lampiran 2.3. 4.2.3 Beban Angin Beban angin ini merupakan beban pada dinding, dengan besarnya W = 25 kg/m 2. Nilai ini diambil berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari pihak perencana yang terdapat pada Lampiran 2.3. Berdasarkan PPI 1981, besarnya beban angin yang bekerja pada dinding dapat direduksi, yaitu pada angin tekan (+) direduksi sebesar 0,9, sedangkan pada angin hisap (-) direduksi sebesar 0,4. Adapun perhitungannya sebagai berikut: a) Tipe K 1 Lebar dinding = 3,15 m W (+) = 25 x 0,9 x 3,15 = 70,875 kg/m Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 70

W (-) = 25 x 0,4 x 3,15 = 31,5 kg/m b) Tipe K 2 Lebar dinding = 3,5 m W (+) = 25 x 0,9 x 3,5 = 78,75 kg/m W (-) = 25 x 0,4 x 3,5 = 35 kg/m c) Tipe K 3 Lebar dinding = 5 m W (+) = 25 x 0,9 x 5 = 112,5 kg/m W (-) = 25 x 0,4 x 5 = 50 kg/m Beban angin ini hanya dipasang pada kolom-kolom arah sumbu global Y, karena sumbu lemah bangunan berada pada arah sumbu global X seperti tergambar pada gambar 4.10. Beban angin pada atap telah dihitung bersamaan dengan perhitungan rangka atap yang telah dihitung oleh pihak perencana. Gambar 4.10 Penyebaran beban angin pada kolom Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 71

4.2.4 Perhitungan Beban Gempa 1) Gaya Lateral Akibat Gempa (F) a. Perhitungan Berat Bangunan Berat bangunan didapat dari perhitungan kombinasi pembebanan 1.2D + 0.5L, yang kemudian dirun dengan menggunakan software (ETABS v.s 9.6) dengan output dapat dilihat pada Lampiran 3.1. Berat per lantai merupakan jumlah gaya normal pada kolom (P) pada masing-masing lantai. Berat lantai 3 merupakan jumlah gaya normal (P) pada seluruh kolom lantai 3. Berat lantai 2 merupakan jumlah gaya normal (P) pada seluruh kolom lantai 2 yang dikurangi dengan jumlah gaya normal seluruh kolom lantai 3, hal ini karena gaya normal kolom lantai 2 merupakan akumulasi dari gaya normal kolom lantai 2 dan lantai 3. Berat lantai 1 merupakan jumlah gaya normal (P) pada seluruh kolom lantai 1 yang dikurangi dengan jumlah gaya normal seluruh kolom lantai 2. Berat perlantai bangunan ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Berat bangunan perlantai W1 11019.921 kn W2 W3 W Total 11007.248 kn 2527.780 kn 24554.949 kn b. Perhitungan Gaya Gempa dan Penentuan Nilai Perioda Getar Perhitungan-perhitungan ini mengacu pada Persamaan (2-1) dan Persamaan (2-4). Waktu getar alami fundamental (T 1 ) didapat dari hasil analisis struktur dengan menggunakan bantuan software (ETABS versi 9.6) yaitu sebesar 0,6006 detik arah Y, dan 0,5104 arah X. Berdasarkan diagram respon spektrum yang terdapat pada Gambar 4.11, didapat nilai C y = 0.484 C x = 0.588, karena jenis tanah pada daerah tersebut merupakan tanah keras. Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 72

Gambar 4.11 Grafik berdasarkan wilayah gempa Wi. Zi Keterangan: Wi = berat lantai ke-i Zi = Tinggi lantai ke-i yang dihitung dari taraf penjepitan lateral Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut. Gambar 4.12 Berat dan tinggi perlantai untuk perhitungan beban gempa W Z 11019.921 5,8 63915.543 knm 1 W Z 2 W Z 3 1 2 3 11007.248 9,92 109191.899 knm 2527.780 14.4 35490.024 knm Total 208597.466 knm Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 73

Keterangan: Wt = Total berat bangunan C = Faktor respons gempa I = Faktor keutamaan bangunan R = Faktor reduksi gempa V = Beban geser dasar nominal statik ekivalen Gaya Gempa arah X 0.588 1 V 24554.949kN 1697.973 kn 8.50 F i n j1 Wi Zi V ( W Z ) j j 63915.543 F1 1397.138 520.269KN 208597.466 109191.899 F2 1397.138 888.816KN 208597.466 35490.024 F3 1397.138 288.887KN 208597.466 0.484 1 V 24554.949kN 1397.138 kn 8.50 Gaya Gempa arah Y F i n j1 Wi Zi V ( W Z ) j j 63915.543 F1 1397.138 428.092KN 208597.466 109191.899 F2 1397.138 731.343KN 208597.466 35490.024 F3 1397.138 237.704KN 208597.466 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 74

Gaya gempa ini dimasukkan pada salah satu titik disetiap lantai, baik arah X maupun Y. dengan seluruh lantai diconstrain terlebih dahulu, kemudian dirun dengan menggunakan software (ETABS v.s 9.6). 2) Pusat Massa Bangunan (PM) Pusat massa bangunan didapat dari nilai gaya normal pada kolom. Nilai gaya normal pada kolom ini dapat dilihat pada Lampiran 3.3 dan letak koordinat pusat masa lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 4.1 Besar gaya normal kolom lantai 1 harus dikurangi oleh gaya normal lantai 2 terlebih dahulu begitupun besar gaya normal kolom lantai 2 harus dikurangi oleh gaya normal lantai 3. Hal tersebut karena gaya normal kolom lantai 1 merupakan akumulasi dari gaya normal kolom lantai 1 dan kolom lantai 2 begitupun gaya normal kolom lantai 2 merupakan akumulasi dari gaya normal kolom lantai 2 dan kolom lantai 3. Perhitungan pusat massa pada lantai 1, lantai 2 dan lantai 3 dapat dihitung dengan persamaan-persamaan di bawah ini dengan melihat Gambar 4.13 berikut. Gambar 4.13 Gaya normal pada kolom (N) Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 75

N y = (N 8 +N 9 ).1,075 + (N 10 + N 11 + N 12 + N 13 + N 14 + N 15 + N 16 + N 17 ).7.25 + (N 18 + N 19 + N 20 + N 21 + N 22 + N 23 + N 24 + N 25 ).9,75 + ( N 26 + N 27 ).15,925 + (N 28 + N 29 + N 30 + N 31 + N 32 + N 33 + N 34 ).17 Y pm = n N i1 y N i N x = (N 1 + N 9 + N 11 + N 19 + N 27 + N 28 ).3,15 + (N 2 + N 12 + N 20 + N 29 ).8,15 + (N 3 + N 13 + N 21 + N 30 ).13,15 + (N 4 + N 14 + N 22 + N 31 ).18,15 + (N 5 + N 15 + N 23 + N 32 ).23,15 + (N 6 + N 16 + N 24 + N 33 ).28,15 + (N 7 + N 17 + N 25 + N 34 ).31,65 X pm = n N i1 x N i Keterangan: Xpm = jarak dari koordinat (0,0) untuk menentukan pusat massa arah X Ypm = jarak dari koordinat (0,0) untuk menentukan pusat massa arahy Pusat massa suatu lantai terletak pada koordinat (Xpm, Ypm). a. Pusat Massa Lantai 1 Arah Y: N y = (89,09+191,86).1,075 + (127,82 + 225 + 317,44 + 316,54 + 316,38 + 319,43 + 265,06 + 138,4). 7,25 + (130 + 254,48 + 309,57 + 308,13 + 307,51 + 310,04 + 269,56 + 146,36).9,75 + (111,86 + 190,63).15,925 + (235,18 + 547,02 + 548,32 + 541,31 +564,4 + 453,63 + 215,57).17 7732,58 kn Arah X: (258,63 + 191,86 + 225 + 254,48 + 190,63 +235,18).3,15 + (548,1 + 317,44 + 309,57 + 547,02).8,15 + (599,88 + 316,54 + Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 76

398,3 + 548,32).13,15 + (542,76 + 316,38 + 307,51 + 541,31).18,15 + (598,51 + 319,43 + 310,04 + 546,4).23, 15 + (425,74 + 465,06 + 111,86 + 453,63).28.15 + ( 169,06 + 138,4 + 146,36 + 215,57).31,65 10416,5 kn b. Pusat Massa Lantai 2 Arah Y: (90,13 + 209,75).1,075 + (128,05 + 252,12 + 317,73 + 316, 39 + 316,19 + 319,16 + 265,08 + 139,26).7,25 + (133,27 + 253,82 + 314,56 + 313,41 + 312,85 + 315,04 + 272,44 + 150,16). 9,75 + ( 113,3 + 198,58).15,925 + (227,81 + 550,16 + 552,44 + 545,51 + 550,37 + 455,96 + 216,83).17 7830,37 kn Arah X: (240,77 + 209,75 + 252,12 + 253,82 + 198,58 + 227,81).3,15 + (546,01 + 317,73 + 314,56 + 550,16).8,15 + (546,65 + 316,39 + 313,41 + 552,44).13,15 + (546,38 + 316,19 + 312,85 + 545,51).18,15 + (551,61 + 319,16 + 315,04 + 550,37).23.15 + (427,38 + 265,08 + 272,44 + 455,96).28,15 + (119,91 + 139,26 + 150,16 + 216,83).31,65 103944,33 kn Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 77

c. Pusat Massa Lantai 3 Arah Y: N Y = ( 61,83 + 68,59).1,075 + (77,12 + 86,01 + 27,37 + 27,64 + 27,71 + 26,95 + 23,19 + 13,39).7,25 + (75,47 + 84,45 + 26,68 + 27,07 + 26,03 + 26,07 + 20,98 + 10,68).9,75 + (66,1 + 70,91).15,925 + (67,38 + 135,93 + 133,94 + 133,28 + 135,09 + 111 + 52,02) kn Arah X: (72,11 + 68,59 + 86,01 + 84,45 + 70,91 + 67,38).3,15 + (136,4 + 27,37 + 26,68 + 135,93).8,15 + (134,07 + 27,64 + 27,07 + 133,94).13,15 + (133,90 + 27,71 + 26,03 + 133,28).18,15 + (134,45 + 26,95 + 26,07 + 135,09).23,15 + (114,06 + 23,19 + 20,98 + 111).28,15 + (50,10 + 13,39 + 10,68 + 52,02).31,65 kn 3) Pusat Rotasi Bangunan (PR) Dengan memasukkan beban arah x maupun y pada setiap sudut bangunan secara bergantian sebesar 100 kn, didapat rotasi setiap titik dan setiap lantai sebagai berikut: Lantai 1 Arah x: R 1 = 0.000226875 radian R 2 = -0.000226 radian Arah y: R 1 = 0.000392875 radian R 2 = -0.000039125 radian Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 78

Besarnya rotasi tersebut didapat dari output analisis struktur dengan menggunakan software (ETABS v.s 9.6), yang dapat dilihat pada Lampiran 3.2. Untuk menentukan letak pusat rotasi suatu lantai dapat didasarkan pada prinsip hubungan gaya dan displacement sebagai berikut: P = kt x δ...(pers. 4-1) dan M = kr x θ...(pers. 4-2) sehingga: P x e = kr x θ...(pers. 4-3) θ = P e...(pers. 4-4) k Keterangan: P = gaya k = kekakuan δ = simpangan M = momen θ = rotasi e = eksentrisitas teoritis Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa jika kekakuan struktur (k) konstan dan gaya luar (P) konstan, maka rotasi berbanding lurus dengan eksentrisitas. Jika pada suatu lantai bekerja gaya horizontal P pada beberapa titik tangkap yang berbeda, akan didapatkan hubungan yang linear antara eksentrisitas dan rotasi yang terjadi, seperti Gambar 4.14 berikut. Koordinat pusat rotasi pada setiap lantai dapat dilihat pada Lampiran 4.2. Gambar 4.14 Diagram eksentrisitas terhadap rotasi Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 79

Sehingga untuk menentukan letak pusat rotasi lantai 1 dapat dilihat pada Gambar 4.15 dan 4.16, dan dengan letak titik rotasi lantai 1 dapat dilihat pada Gambar 4.17 berikut. R1 8,484 m 8,516 m R 2 Gambar 4.15 Menentukan titik rotasi lantai 1 arah X R 15,858 m 15,792 m R Gambar 4.16 Menentukan titik rotasi lantai 1 arah Y PR x 15,792 m 8,516 m Gambar 4.17 Pusat rotasi lantai 1 Lantai 2 Arah x: R 1 = 0.000319625 radian R 2 = - 0,000308 radian Arah y: R 1 = - 0.000541125 radian R 2 = 0.000529 radian Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 80

Untuk menentukan letak pusat rotasi lantai 2 dapat dilihat pada Gambar 4.18 dan 4.19, dan dengan letak titik rotasi lantai 2 dapat dilihat pada Gambar 4.20 berikut. R 1 8,657 m 8,343 m R 2 Gambar 4.18 Menentukan titik rotasi lantai 2 arah X 16,004 m R R 15,646 m Gambar 4.19 Menentukan titik rotasi lantai 2 arah Y PR x 15,646 m 8,657 m Gambar 4.20 Pusat rotasi lantai 2 Lantai 3 Arah x : R 1 = 0.000368 radian R 2 = -0.0003575 radian Arah y : R 1 = 0.000614 radian R 2 = -0.0006035 radian Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 81

Untuk menentukan letak pusat rotasi lantai 3 dapat dilihat pada Gambar 4.21 dan 4.22, dan dengan letak titik rotasi lantai 3 dapat dilihat pada Gambar 4.23 berikut. R 1 8,623 m 8,377 m R 2 Gambar 4.21 Menentukan titik rotasi lantai 3 arah X 15,961 m R 15,869 m R Gambar 4.22 Menentukan titik rotasi lantai 3 arah Y PR x 15,869 m 8,623 m Gambar 4.23 Pusat rotasi lantai 3 4) Eksentrisitas Desain (ed x dan ed y ) Untuk menentukan besarnya eksentrisitas desain atau eksentrisitas rencana dapat dilakukan sesuai persamaan (2-5) atau persamaan (2-6), perhitungan eksentrisitas desain (edx dan edy) adalah sebagai berikut. Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 82

Lantai 1 e x = 8,516 16,770 = -8,254 m 0,3b -8,254 m < 9,4951 ed x = 1.5e + 0.05b = 1.5(-8,254) + 0.05(17) = -10,798 m e y = 15,858 11,784 = 4,073 m 0,3b 4,073 m < 5,1 ed y = 1.5e + 0.05b = 1.5(4,073) + 0.05(31,65) = 7,692 m Lantai 2 e x = 8,567 16,740 = -8,083 m 0,3b - 8,083 m < 9,4951 ed x = 1.5e + 0.05b = 1.5(8,083) + 0.05(17) = -10.541 m e y = 16,004 11,745 = 4,259 m 0,3b 4,259 m < 5,1 ed y = 1.5e + 0.05b = 1.5(4,259) + 0.05(31,65) = 7,970 m Lantai 3 e x = 8,623 15,525 = -6,902 m 0,3b -6,0902 m < 9,4951 ed x = 1.5e + 0.05b = 1.5(-6,902) + 0.05(17) = -8,770m e y = 15,961 12,396 = 3,565 m 0,3b 3,565 m < 5,1 ed y = 1.5e + 0.05b = 1.5(3,565) + 0.05(31.65) = 6,930 m Nilai ex dan ey merupakan selisih antara pusat massa dan pusat rotasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.24 berikut. Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 83

PM ey PR ex Gambar 4.24 Selisih antara pusat rotasi dan pusat massa (e) Setelah eksentrisitas teoritis (e) didapat, titik tersebut merupakan letak titik tangkap atau pusat massa yang baru, maka gaya gempa diletakkan pada titik pusat massa yang baru tersebut. Namun jika titik tersebut berada pada void, bukan pada kolom, maka gaya gempa tersebut dibagikan ke kolom terdekat. Perhitungannya penyebaran gaya gempa setelah didapat pusat massa bangunan adalah sebagai berikut: a. Lantai 1 Untuk penyebaran gaya gempa pada kolom-kolom terdekat dari pusat massa, pada lantai 1 disebar hanya pada 2 kolom yang terdekat, baik arah X maupun arah Y. Hal ini dikarenakan lantai satu merupakan lantai yang terbuat dari pelat beton monolit, sehingga rotasi terhadap sumbu vertikal akibat gempa akan seragam. Penyebaran gaya gempa pada 2 kolom terdekat dapat dilihat pada Gambar 4.25 dan 4.26. Koordinat titik pusat massa lantai 1 adalah sebagai berikut: Xpm = -10,798 + 16,770 = 5,972 m Ypm = 6,6925 + 11,784 = 19,477 m Xpm dan Ypm dalam hal ini adalah pusat massa yang daru baik pada arah X maupun arah Y, yakni pusat massa yang digeser sejauh eksentrisitas desain (ed) dari pusat massa awal. Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 84

Arah x: Gambar 4.25 Penyebaran gaya gempa lantai 1 pada arah X Cara penyebaran gaya gempa harus mengikuti persyaratan berikut: Fa + Fb = F ΣMF = 0 Fa. a Fb. b = 0 Maka perhitungan penyebaran gempa adalah sebagai berikut. Fa. a Fb. b = 0 Fa.(19,477-18,15) (F-Fa).(23,15-19,477) = 0 1,327.Fa (520.269 Fa).3,673 = 0 5.Fa = 1572,381 Arah y: 1572,381 Fa = = 382. 42kN 5 Fb = F Fa = 520.269 382.42 = 137.849 kn Fa. a Fb. b = 0 Gambar 4.26 Penyebaran gaya gempa lantai 1 pada arah Y Fa.(7,25-5,972) (F-Fa).(5,972) = 0 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 85

1,278.Fa (428,092-Fa).5,972 = 0 1,278.Fa +5,972.Fa = 2556,565 Fa = 2556,565 = 352,63 kn 7,25 Fb = F Fa = 428,092 352,63 = 75,642 kn b. Lantai 2 Untuk penyebaran gaya gempa pada kolom-kolom terdekat dari pusat massa, pada lantai 2 disebar hanya pada 2 kolom yang terdekat, baik arah X maupun arah Y. Hal ini dikarenakan lantai satu merupakan lantai yang terbuat dari pelat beton monolit, sehingga rotasi terhadap sumbu vertikal akibat gempa akan seragam. Penyebaran gaya gempa pada 2 kolom terdekat dapat dilihat pada Gambar 4.27 dan 4.28. Koordinat titik pusat massa lantai 1 adalah sebagai berikut: Xpm = -10,541 + 16,740 = 6,199 m Ypm = 7,790 + 11,745 = 19,716 m Xpm dan Ypm dalam hal ini adalah pusat massa yang daru baik pada arah X maupun arah Y, yakni pusat massa yang digeser sejauh eksentrisitas desain (ed) dari pusat massa awal. Arah x: Gambar 4.27 Penyebaran gaya gempa lantai 2 pada arah X Cara penyebaran gaya gempa harus mengikuti persyaratan berikut: Fa + Fb = F ΣMF = 0 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 86

Fa. a Fb. b = 0 Maka perhitungan penyebaran gempa adalah sebagai berikut. Fa. a Fb. b = 0 Fa.(19,716-18,15) (F-Fa).(23,15-19,716) = 0 1,566.Fa + 3,434.Fa = 3052.194 5.Fa = 3052.194 3052.194 Fa = = 502, 286kN 5 Fb = F Fa = 888.816 502,286 = 386.53 kn Arah y: Gambar 4.28 Penyebaran gaya gempa lantai 2 pada arah Y Fa. a Fb. b = 0 Fa.(7,25-6,199) (F-Fa).(6,199) = 0 Fa = 1,051.Fa +6,199.Fa = 4533,595 4533,595 = 625,323 kn 7,25 7,25Fa = 4533,595 Fb = F Fa = 731,343 625,323 = 106,02 kn c. Lantai 3 Untuk penyebaran gaya gempa pada kolom-kolom terdekat dari pusat massa, pada lantai 3 ini berbeda dengan lantai 1 dan lantai 2, karena penyebarannya pada 14 kolom portal paling pinggir masing-masing 7 kiri dan Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 87

kanan, baik arah X maupun arah Y. Hal ini dikarenakan lantai 3 merupakan hanya ikatan-ikatan balok ring tanpa adanya pelat, sehingga rotasi terhadap sumbu vertikal akibat gempa tidak akan seragam. Penyebaran gaya gempa pada 14 kolom tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.29 dan 4.30. Koordinat titik pusat massa lantai 2 adalah sebagai berikut: Xpm = -8,770 + 15,525 = 6,754 m Ypm = 6,930 + 12,396 = 19,327 m Arah Y: Gambar 4.29 Penyebaran gaya gempa lantai 2 pada arah Y Cara penyebaran gaya gempa harus mengikuti persyaratan berikut: Fa + Fb + Fc + Fd + Fe + Ff +Fg = F Penyebaran gaya gempa diasumsikan linear dari Fa sampai gengan Fg. Perhitungan penyebaran gempa tersebut adalah sebagai berikut. ΣMF = 0 (Fo + F).12,323 + (Fo + 5/6 F).8,823 - (Fo + 4/6 F).3,823 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 88

- (Fo+3/6 F ).1,177 (Fo + 2/6 F).6,177 (Fo + 1/6 F).11,177 - (Fo.6,177) = 0-9,739 Fo + 17,138 F = 0. (1) ΣF = F 7 Fo + F = F. (2) Persamaan (1) dan (2) dengan metoda subtitusi dan eliminasi. -9,739 Fo + 17,138 F = 0 x 7 Fo + F = F x 17,138-34,0865 Fo + 59,983 F = 0 119,966 Fo + 59,983 F = 17,138 F -154,052 Fo = -17,138 F Fo = 0,11125 F 7 Fo + F = F 7 (0,11125 F) + F = F F = 0,063 F Fa = Fo + F = 0,11125 F + 0,063 F = 0,17425 F = 0,17425 (288.887) = 50.34 kn Fa kiri-kanan = 25.17 kn Fb = Fo + 5/6 F = 0,11125 F + 0,063 (5/6) F = 0,16375 F = 0,16375 (288.887) = 47.31 kn Fb kiri-kanan = 23.66 kn Fc = Fo + 4/6 F = 0,11125 F + 0,063 (4/6) F = 0,15325 F = 0,15325 (288.887) = 44.27 kn Fc kiri-kanan = 22.135 kn Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 89

Fd = Fo + 3/6 F = 0,11125 F + 0,063 (3/6) F = 0,14275 F = 0,14275 (288.887) = 41.24 kn Fd kiri-kanan = 20.62 kn Fe = Fo + 2/6 F = 0,11125 F + 0,063 (2/6) F = 0,13225 F = 0,13225 (288.887) = 38.21 kn Fe kiri-kanan = 19.1 kn Ff = Fo + 1/6 F = 0,11125 F + 0,063 (1/6) F = 0,16375 F = 0,12175 (288.887) = 35.17 kn Ff kiri-kanan = 17.59 kn Fg = Fo = 0,11125 F = 0,11125 (288.887) = 32.14 kn Fg kiri-kanan = 16.07 kn Arah X: Gambar 4.30 Penyebaran gaya gempa lantai 2 pada arah Y Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 90

ΣMF = 0 (Fo + F).10,246 +(Fo + 4/5 F).9,171 + (Fo + 3/5 F).2,996 + (Fo + 2/5 F).0,496 - (Fo + 1/5 F)5,679 - (Fo.6,754) = 0 10,476.Fo + 18,443. F = 0. (1) ΣF = F 6.Fo + 3. F = F. (2) Persamaan (1) dan (2) dengan metoda subtitusi dan eliminasi. 10,476.Fo + 18,443. F = 0 x 3 6.Fo + 3. F = F x 18,443 31,428 Fo + 55,329 F = 0 110,658 Fo + 55,329 F = 18,443 F - -779,23 Fo = -18,443 F Fo = 0,233 F 6.Fo + 3. F = F 6 (0,233.F) + 3. F = F 3. F = F 1,389 F F = -0,133 F Fa = Fo + F = 0,233 F 0,133 F = 0,1 F = 0,1 (237,704) = 23,7704 kn Fa used = 11,8852 kn Fb = Fo + 4/5 F = 0,233 F 0,133 (4/5) F = 0,1266 F = 0,1266 (237,704) = 30,1 kn Fb used = 15,05 kn Fc = Fo + 3/5 F = 0,233 F 0,133 (3/5) F = 0,1532 F = 0,1532 (237,704) = 36,416 kn Fc used = 18,208 kn Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 91

Fd = Fo + 2/5 F = 0,233 F 0,133 (2/5) F = 0,1798 F = 0,1798 (237,704) = 42,74 kn Fd used = 21,37 kn Fe = Fo + 1/5 F = 0,233 F 0,133 (1/5) F = 0,2064 F = 0,2064 (237,704) = 49,062 kn Fe used = 24,531 kn Ff = Fo = 0,233 F = 0,233 (237,704) = 55,38 kn Ff used = 27,69 kn Fa = Fa + Fb used = 11,8852 + = 19,4102 kn Fc = Fc + Fb used = 18,208 + = 25,753 kn Fd = Fd + Fe used = 21,37 + = 33,6355 kn Ff = Ff + Fe used = 27,69 + = 39,955 kn Beban gempa yang telah diperoleh pada perhitungan diatas kemudian dijadikan input pada software (ETABS v.s 9.6) untuk dilakukan analisis Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 92

terhadap struktur bangunan guna mengetahui nilai gaya-gaya dalam yang akan dilajutkan untuk proses. desain tulangan. 4.3 Kekakuan Bangunan a. Pembatasan waktu getar alami fundamental Cek Pembatasan waktu getar fundamental ini sesuai pada Persamaan (2-3) dan Tabel 2.14. - T ey 0.6006 < 0.102. 0.6006 < 0,74 - T ex 0.5104 < 0.102. 0.5104 < 0,74 Berdasarkan hasil perhitungan di atas, struktur bangunan termasuk struktur yang kaku karena nilai waktu getar alami struktur bangunan tersebut lebih kecil daripada syarat pembatasan waktu getar alami fundamental yang ditetapkan dalam SNI 03-1726-2003. b. Simpangan Antar Lantai Akibat Semua Beban Simpangan antar lantai akibat beban gempa didapat dari hasil perhitungan dengan menggunakan software (ETABS v.s 9.6) yang dapat dilihat pada Lampiran 3.2. Simpangan ini harus memenuhi persyaratan yang telah dibahas pada sub bab 2.5.2.4 poin 3 mengenai displacement antar lantai. Lantai 1 : Simpangan terhadap arah X - dx ( ) 0.00287 mm < 0,0204 m - dx 30 mm 0.00287 mm < 30 mm Simpangan terhadap arah Y - dy ( ) 0,00324 mm < 0,0204 m Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 93

- dy 30 mm 0,00324 mm < 30 mm\ Lantai 2 : Simpangan terhadap arah X - dx ( ) 0.00195 mm < 0,0145 m - dx 30 mm 0.00195 mm < 30 mm Simpangan terhadap arah Y - dy ( ) 0.00175 mm < 0,0145 m - dy 30 mm 0.00175 mm < 30 mm Lantai 3 : Simpangan terhadap arah X - dx ( ) 0.00118 mm < 0,0145 m - dx 30 mm 0.00118 mm < 30 mm Simpangan terhadap arah Y - dy ( ) 0.00036 mm < 0,0145 m - dy 30 mm 0.00036 mm < 30 mm Hasil diatas menunjukan bahwa simpangan pada setiap lantai terhadap masing - masing sumbu global adalah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 94

c. Analisis respon dinamaik Gerak ragam struktur bangunan pada setiap periode (t) dapat di lihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Ragam gerak struktur bangunan Berdsarakan Tabel 4.4, struktur tersebut memenuhi syarat ragam gerak dengan t 1 dan t 2 mengalami translasi dan t 3 mengalami rotasi. 4.4 Analisis Struktur dan Perancangan Tulangan Perancangan dilakukan pada 2 kondisi yaitu perancangan pada kondisi elastis dan kondisi SRPMK dilakukan dengan menggunakan software (Ms.Excel). Perancangan pada kondisi elastis hanya dilakukan pada elemen kolom saja. Contoh perhitungan dicantumkan pada pembahasan ini guna memperjelas perhitungan perancangan pada kondisi elastis dan kondisi SRPMK. Balok anak, pelat lantai, dan tangga merupakan elemen struktur yang tidak menerima beban gempa. Perancangan balok anak, pelat lantai, dan tangga tidak dilakukan karena ketiga elemen tersebut telah dirancang oleh pihak perencana yang dapat dilihat pada Lampiran 2.7. 4.4.1 Perancangan dan Analisis Tulangan Balok Sub bab ini akan membahas contoh perancangan tulangan balok induk lantai satu. Perancangan, analisa dan hasil desain tulangan lentur dan tulangan geser balok selebihnya dapat dilihat pada Lampiran 4.3 dan Lampiran 4.4 Data Asumsi: b = 300 mm Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 95

h = 600 mm Dsengkang (Ds) = 10 mm As = 0,5 As (untuk tulangan tumpuan) Tulangan Tumpuan (-): Tulangan Tarik : Jumlah = 7 Diameter = 19 mm As = 7 (0,25 x 3,14 x 19 2 ) = 1983,70 mm 2 Tulangan Tekan : Jumlah = 3 Diameter = 19 mm As = 3 (0,25 x 3,14 x 19 2 ) = 850,16 mm 2 Tulangan Tumpuan (+): Tulangan Tarik : Jumlah = 4 Diameter = 19 mm As = 4 (0,25 x 3,14 x 19 2 ) = 1133,54 mm 2 Tulangan Tekan : Jumlah = 3 Diameter = 19 mm As = 3(0,25 x 3,14 x 19 2 ) = 850,16 mm 2 Tulangan Lapangan: Tulangan Tarik : Jumlah = 5 Diameter = 19 mm As = 5(0,25 x 3,14 x 19 2 ) = 1416,93 mm 2 Tulangan Tekan : Jumlah = 3 Diameter = 19 mm As = 3 (0,25 x 3,14 x 19 2 ) = 850,16 mm 2 Selimut beton (Sb)= 40 mm d = h - Sb Dsk (D/2) Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 96

= 600 40 10 (19/2) = 540,5 mm d = h d = 600 540,5 = 59,5 mm Kuat Bahan: fc = 30 MPa fy = 400 MPa (tulangan lentur) fy = 240 MPa (tulangan geser) β 1 = 0,85 Es = 200000 MPa Gaya Batang: Mu tumpuan = 304712000 Nmm (lihat Lampiran3.6) Mu lapangan = 216412000 Nmm (lihat Lampiran 3.6) Vug L = 188290 N (lihat Lampiran 3.5) Vug R = 244340 N (lihat Lampiran 3.5) a) Perhitungan Tulangan Lentur Tulangan Tumpuan - Tulangan Tumpuan Akibat Momen (-) Tulangan tumpuan akibat momen (-) diasumsikan tulangan tekan sudah leleh, maka berdasarkan Persamaan (2-10) dan (2-11) didapatkan letak garis netral (C) dan nilai tegangan (fs ) sebagai berikut. C = As. fy As'( fy 0,85 fc') 0,85. fc'.. b 1 (1983,70 400) - 850,16.(400 0,85 30) 0,85 30 0,85 300 = 73,06 mm C d' 73,06 59,5 fs = 0,003 Es 0,003 200000 C 73,06 = 111,3 8Mpa Karena fs = 118,70 Mpa < fy = 400 Mpa, maka tulangan tekan belum leleh. Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 97

Karena tulangan tekan belum leleh, maka nilai garis netral (C) harus dihitung berdasarkan Persamaan (2-12) hingga Persamaan (2-16) (0,85.fc.b.β 1 ) c 2 + (As.0,003.Es As.fy 0,85.fc.As )c - (0,003.Es d.as ) = 0 a = 0,85.fc.b.β 1 = 0,85 x 30 x 300 x 0,85 = 6502,50 b = As.0,003.Es As.fy 0,85.fc.As = 850,16 x 0,003 x 200000 1983,70 x 400-0,85 x 30 x 850,16 = -305063,95 c = - (0,003.Es.d.As ) = -0,003 x 200000 x 59,5 x 850,16 = -30350533,50 C = b b 2 4ac 2a = - (-305063,95) = 95,69 mm - 305063,95 2 2 6502,5 4 6502,5 30350533,50 C d' 95,69 59,5 fs = 0,003 Es 0,003 200000 C 100,5 = 226,93 Mpa Karena fs < fy (246,38 MPa < 400 MPa) maka tulangan tekan belum leleh. Mencek daktilitas pada penampang balok dilakukan sesuai Persamaan (2-22) hingga Persamaan (2-25). As 1983,70 = 0, 01223 b. d 300 540,5 As' 850,16 = 0, 00524 b. d 300 540,5 min = fc' 1, 4 4 fy fy Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 98

30 1,4 = 0, 00342 < 0, 0035 4 400 400 diambil min = 0,0035 maks = 0,85 fc ' 600,75 fy 600 fy 0 1 As' b. d fs' fy 0,85 30 600 850,16 236,54 = 0,750,85 400 600 400 300 540,5 400 = 0,02662 min = 0,0035 < = 0,01223 < maks = 0,02662...(ok) min = 0,0035 < = 0,00524 < maks = 0,026621...(ok) Menghitung momen nominal pada balok berdasarkan Persamaan (2-26) hingga Persamaan (2-28). a = C.β 1 = 95,69 x 0,85 = 81,34 mm Mn = [0,85.fc.a.b.(d-a/2)] + [(As.fs - 0,85.As.fc )(d d )] = [0,85 x 30 x 81,34 x 300 x (540,5 81,34/2)] + [(850,16 x 226,93 0,85 x 850,16 x 30)(540,5 59,5)] = 393380267,30 Nmm ØMn = 0,8 x 393380267,30 = 314704213,84 Nmm ØMn = 314704213,84 Nmm >Mu = 304712000 Nmm Hasil perhitungan diatas menunjukan bahwa ØMn >Mu sehingga asumsi jumlah dan diameter yang digunakan dalam perencanaan dapat menahan kuat lentur yang terjadi. - Tulangan Tumpuan Akibat Momen (+) Karena tulangan atas tumpuan akibat momen (+) tidak mungkin sudah leleh, maka diasumsikan tulangan tekan belum leleh. Berdasarkan Persamaan (2-12) hingga Persamaan (2-16) didapatkan letak garis netral (C) dengan rumus abc dan nilai tegangan (fs ) didapatkan berdasarkan Persamaan (2-10) sebagai berikut. (0,85.fc.b.β 1 ) c 2 + (As.0,003.Es As.fy 0,85.fc.As )c - (0,003.Es.d.As ) = 0 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 99

a = 0,85.fc.b.β 1 = 0,85 x 30 x 300 x 0,85 = 6502,5 b = As.0,003.Es As.fy 0,85.fc.As = 850,16 x 0,003 x 200000 1133,54 x 400-0,85 x 30 x 850,16 = 34998,05 c = - (0,003.Es.d.As ) = - 0,003 x 200000 x 59,5 x 850,16 = -30350533,50 C = b b 2 4ac 2a = - (-34998,05) = 65,68 mm 34998,05 2 4 6502,5 303350533,50 2 6502,5 C d' 65,68 59,5 fs = 0,003 Es 0,003 200000 C 65,68 = 56,46 Mpa Karena fs < fy (56,46 MPa < 400 MPa) maka tulangan tekan belum leleh. Mencek daktilitas pada penampang balok dilakukan sesuai Persamaan (2-22) hingga Persamaan (2-25). As 1133,54 = 0, 00699 b. d 300 540,5 As' 850,16 = 0, 00524 b. d 300 540,5 min = fc' 1, 4 4 fy fy 30 1,4 = 0, 00342 < 0, 0035 4 400 400 diambil min = 0,00335 maks = 0,85 fc ' 600,75 fy 600 fy 0 1 As' b. d fs' fy Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 100

0,85 30 600 850,16 56,46 = 0,750,85 400 600 400 300 540,5 400 = 0,02494 min = 0,0035 < = 0,00699 < maks = 0,02494...(ok) min = 0,0035 < = 0,00524 < maks = 0,02494...(ok) Menghitung momen nominal pada balok berdasarkan Persamaan (2-26) dan Persamaan (2-27). a = C.β 1 = 65,68 x 0,85 = 55,83 mm Mn = [0,85.fc.a.b.(d-a/2)] + [(As.fs - 0,85.As.fc )(d d )] = [0,85 x 30 x 55,83 x 300 x (540,5 55,83/2)] + [(850,16 x 56,46 0,85 x 850,26 x 30)(540,5 59,5)] = 231583003,63 Nmm Analisis penampang tumpuan berdasarkan SNI 03-2847-2002 adalah sebagai berikut: Mn Mn 231569045,73 447079584,36 0,518 0,5... (ok) Berdasarkan analisis tersebut, pada penampang tumpuan tidak diperlukan tambahan tulangan bawah Tulangan Lapangan Tulangan lapangan diasumsikan tulangan tekan sudah leleh, maka berdasarkan Persamaan (2-10) dan Persamaan (2-11) didapatkan letak garis netral (C) dam nilai tegangan (fs ) sebagai berikut. C = As. fy As'( fy 0,85 fc') 0,85. fc'.. b 1 (1416,93 400-850,16.(400 0,85 30) 0,85 30 0,85 300 = 38,20 mm C d' 38,20 59,5 fs = 0,003 Es 0,003200000 C 38,20 = -334,59 Mpa Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 101

Karena fs = -334,59 MPa < fy = 400 MPa, maka tulangan tekan belum leleh. Karena tulangan tekan belum leleh, maka nilai garis netral (C) harus dihitung berdasarkan Persamaan (2-12) hingga Persamaan (2-16) dan Persamaan (2.10). (0,85.fc.b.β 1 ) c 2 + (As.0,003.Es As.fy 0,85.fc.As )c - (0,003.Es.d.As ) = 0 a = 0,85.fc.b.β 1 = 0,85 x 30 x 300 x 0,85 = 6502,50 b = As.0,003.Es As.fy 0,85.fc.As = 850,16 x 0,003 x 200000 1416,93 x 400-0,85 x 30 x 850,16 = -78355,95 c = - (0,003.Es.d.As ) = - 0,003 x 200000 x 59,5 x 850,16 = -30350533,50 C = b b 2 4ac 2a = - (-78355,95) = 74,61 mm - 78355,95 2 2 6502,50 4 6502,5 30350533,50 C d' 74,61 59,5 fs = 0,003 Es 0,003 200000 C 74,61 = 121,51 Mpa Karena fs < fy (121,51 MPa < 400 MPa) maka tulangan tekan belum leleh. Mencek daktilitas pada penampang balok dilakukan sesuai Persamaan (2-22) hingga Persamaan (2-25). As 1416,93 = 0, 00874 b. d 300 540,5 As' 850,16 = 0, 00524 b. d 300 540,5 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 102

min = fc' 1, 4 4 fy fy 30 1,4 = 0, 00342 < 0, 0035 4 400 400 diambil min = 0,0035 maks = 0,85 fc ' 600 As',75 fy 600 fy b. d 0 1 fs' fy 0,85 30 600 850,16 121,51 = 0,750,85 400 600 400 300 540,5 400 = 0,02558 min = 0,0035 < = 0,00874 < maks = 0,02558...(ok) min = 0,0035 < = 0,00524 < maks = 0,02558...(ok) Menghitung momen nominal pada balok berdasarkan Persamaan (2-26) hingga Persamaan (2-28). a = C.β 1 = 74,61 x 0,85 = 63,42 mm Mn = [0,85.fc.a.b.(d-a/2)] + [(As.fs - 0,85.As.fc )(d d )] = [0,85 x 30 x 63,42 x 300 x (540,5 63,42 /2)] + [(850,16 x 121,51 0,85 x 850,16 x 30)(540,5 59,5)] = 286099108,57 Nmm ØMn = 0,8 x 286099108,57 = 228879286,86 Nmm ØMn = 228879286,86 Nmm > Mu = 216412000 Nmm Berdasarkan hasil analisis di atas nilai momen nominal lebih besar dari pada momen ultimate (ØMn > Mu), sehingga asusmsi diameter dan jumlah tulangan dapat menahan kuat lentur yang tejadi. b) Perhitungan Tulangan Geser Perhitungan tulangan geser pada balok terdiri dari tulangan geser pada tumpuan dan lapangan. Tulangan geser dihitung setelah nilai gaya geser telah ditentukan. Perhitungan tulangan geser adalah sebagai berikut: Perhitungan Momen Plastis (M pr1 dan M pr2 ) Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 103

Dalam menentukan nilai gaya geser pada balok harus menentukan M pr1 dan M pr2 dari tulangan lentur balok terlebih dahulu. Dalam menentukan nilai M pr1 dan M pr2 sama seperti menghitung nilai Mn pada balok, namun tegangan leleh tulangan (fy) adalah 1,25 dari tegangan lelehnya sesuai dengan SNI 03-2847-2002 hal 211, yakni fy = 1,25 x 400 = 500 Mpa. Menetukan nilai M pr1 Asumsi tulangan tekan sudah leleh, sesuai dengan Persamaan (2-10) dan persamaan (2-11) C = As. fy As' ( fy 0,85 fc' ) 0,85. fc'.. b 1 (1983,70 500) -850,16.(500 0,8530) 0,8530 0,85300 = 90,50 mm C d' 90.50 59,5 fs = 0,003 Es 0,003 200000 C 90,50 = 205,51 Mpa Karena nilai fs < fy (205,51 MPa < 400 MPa), maka tulangan tekan belum leleh. Karena tulangan tekan belum leleh, maka nilai garis netral (C) harus dihitung berdasarkan Persamaan (2-12) hingga Persamaan (2-16) dan Persamaan (2-10) untuk pehitungan fs. (0,85.fc.b.β 1 ) c 2 + (As.0,003.Es As.fy 0,85.fc.As )c - (0,003.Es.d.As ) = 0 a = 0,85.fc.b.β 1 = 0,85 x 30 x 300 x 0,85 = 6502,5 b = As.0,003.Es As.fy 0,85.fc.As = 850,16 x 0,003 x 200000 1983,70 x 500-0,85 x 30 x 850,16 = -503433,45 c = - (0,003.Es.d.As ) = - 0,003 x 200000 x 59,5 x 850,16 = -30350533,50 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 104

C = b b 2 4ac 2a = - (-503433,45) = 117,23 mm - 503433,45 2 2 6502,5 4 6502,5 30350533,50 C d' 117,23 59,5 fs = 0,003 Es 0,003 200000 C 117,23 leleh. = 295,48 Mpa Karena fs < fy (295,48 MPa < 400 Mpa) maka tulangan tekan belum Menghitung momen nominal plastis (M pr1 ) pada balok, sama dengan menghitung momen nominal (Mn), yakni berdasarkan Persamaan (2-26) dan Persamaan (2-27). a = C.β 1 = 117,23 x 0,85 = 99,65 mm Mn + = M pr1 = [0,85.fc.a.b.(d-a/2)] + [(As.fs - 0,85.As.fc )(d d )] = [0,85 x 30 x 99,65 x 300 x (540,5 99,65/2)] + [(850,16 x 295,48 0,85 x 850,16 x 30)(540,5 59,5)] = 484454219,98 Nmm Menetukan nilai M pr2 Karena tulangan atas tumpuan akibat momen (+) tidak mungkin sudah leleh, maka diasumsikan tulangan tekan belum leleh. Berdasarkan Persamaan (2-12) hingga Persamaan (2-16) didapatkan letak garis netral (C) dengan rumus abc dan nilai tegangan (fs ) sesuai dengan Persamaan (2-10) sebagai berikut. (0,85.fc.b.β 1 ) c 2 + (As.0,003.Es As.fy 0,85.fc.As )c - (0,003.Es.d.As ) = 0 a = 0,85.fc.b.β 1 = 0,85 x 30 x 300 x 0,85 = 6052,5 b = As.0,003.Es As.fy 0,85.fc.As = 850,16 x 0,003 x 200000 1133,54 x 500-0,85 x 30 x 850,16 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 105

= -78355,95 c = - (0,003.Es.d.As ) = - 0,003 x 200000 x 59,5 x 850,16 = -3050533,50 C = b b 2 4ac 2a = - (-78355,95) = 74,61 mm - 78355,95 2 2 6052,5 4 6502 30350533,50 C d' 74,61 59,5 fs = 0,003 Es 0,003 200000 C 74,61 leleh. = 121,51 Mpa Karena fs < fy (121,51 MPa < 400 MPa) maka tulangan tekan belum Menghitung momen nominal pada balok berdasarkan Persamaan (2-26) hingga Persamaan (2-28). Menghitung momen plastis (M pr2 ) pada balok, sama dengan menghitung momen nominal (Mn), yakni berdasarkan Persamaan (2-26) dan Persamaan (2-27). a = C.β 1 = 74,61 x 0,85 = 63,2 mm Mn + = M pr2 = [0,85.fc.a.b.(d-a/2)] + [(As.fs - 0,85.As.fc )(d d )] = [0,85 x 30 x 63,42 x 300 x (540,5 613,42/2)] + [(850,16 x 121,51 0,85 x 850,16 x 30)(540,5 59,5)] = 286099108,57 Nmm Perhitungan Nilai Gaya Geser Untuk menentukan nilai gaya geser di tumpuan yang bekerja pada balok, harus dihitung terlebih dahulu nilai V el dan V er. Ada pun perhitungan yang berdasarkan Persamaan (2-29) dan Persamaan (2-30) adalah sebagai berikut. V el = M pr1 M pr2 L Vug L Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 106

V er = 484454219,98 286099108,57 7250 = 294573,22 N ( M pr1 M pr2) Vug L - (484454219,98 286099108,57 ) 7250 R 188290 244340 = 138056,78 N Maka untuk nilai gaya geser di tumpuan diambil gaya geser yang maksimum, yakni Ve = 294573,22 N. Sedangkan nilai gaya geser di lapangan dapat dihitung dari nilai kedua gaya geser diatas. Perhitungan gaya geser pada lapangan dapat digambarkan oleh Gambar 4.31 berikut. Gambar 4.31 Nilai gaya geser pada tumpuan dan lapangan Sehingga nilai gaya geser pada lapangan adalah Ve = 186682,41 N. Perhitungan Tulangan Geser Pada Tumpuan, Perhitungan ini berdasarkan pada Persamaan (2-31) hingga Persamaan (2-35). Ve = 294573,22 N Mpr 484454219,98 286099108,57 Ln 7250 106283,2177N Mpr Karena 106283,2177N < Ve/2 = 147286,61 N, maka: Ln Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 107

Vc = fc' b. d 6 30 300 540,5 148022,02 N 6 Vu Ø[Vc + (2 fc ' )b.d] 3 294573,22 0,75[148022,02+ (2 3 30 )300x 540,5] 294573,22 N < 555082,58 N, Berdasarkan hasil tersebut maka penampang balok tidak perlu diperbesar. Cek terhadap keperluan tulangan geser. Vu (1/2)ØVc 294573,22 N (1/2)0,75 x 148022,02 294573,22 N > 55508,26 N, Berdasarkan hasil tersebut maka diperlukan tulangan geser. Menentukan jarak tulangan geser berdasarkan Persamaan (2-33) hingga Persamaan (2-35) Vs = Ve 294573,22 Vc 0,75 N 148022,02 244742,27N Av s Vs. fy. d 244742,27 1,887 240x540,5 Av s min b 3 fy 300 0,417 3x240 Av s 1,887 Av s min 0417 Berdasarkan hasil tersebut ( s Av > Av min ) maka tulangan geser yang s digunakan adalah bukan tulangan geser minimum. Luas tulangan geser yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: Av = 2x(0,25 x Π x 10 2 ) = 157 mm 2 Maka Jarak tulangan geser adalah: Av 157 s = 79, 27 mm 1,981 1,981 Berdsarkan hasil diatas maka ambil jarak antar sengkang (s) = 75 mm Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 108

Tulangan Geser Lapangan Perhitungan ini sama pada perhitungan tulangan geser tumpuan, yakni berdasarkan pada Persamaan (2-31) hingga Persamaan (2-35). Ve = 186682,41 N fc' 30 Vc = b. d 300 540,5 148022, 02 6 6 N Ve Ø[Vc + (2 fc ' )b.d] 3 186682,41 N 0,75[148022,02 + (2 3 30 )300 x 540,5] 186682,41 N < 555082,58 N, maka penampang balok tidak perlu diperbesar. Cek terhadap keperluan tulangan geser Ve (1/2)ØVc 186682,41 N (1/2)0,75 x 148022,02 186682,41 N > 55508,26 N, maka perlu tulangan geser. Menentukan jarak tulangan geser berdasarkan Persamaan (2-33) hingga Persamaan (2-35) Ve 186682,41 Vs = Vc 148022,02 100887, 86 N 0,75 Av s Vs. fy. d 100887,86 0,778 240x540,5 Av s min b 3 fy 300 0,417 3x240 Av s 0,778 Av s min 0,417 Berdasarkan hasil tersebut ( s Av > Av min ) maka tulangan geser yang s digunakan adalah bukan tulangan geser minimum. Luas tulangan geser yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: Av = 0,25 x Π x 102 = 157 mm 2 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 109

Maka Jarak tulangan geser adalah: Av 157 s = 243, 41 mm 0,645 0,645 Nilai jarak tulangan geser diambil sebesar 100 mm 4.4.2 Perancangan dan Analisis Tulangan Kolom 4.4.2.1 Perancangan dan Analisis Tulangan Kolom Kondisi Elastis Pada kondisi elastis, kolom dirancang dengan menggunakan sofware (Ms.Excel). untuk contoh perhitungan, diambil kolom pada lantai 1 dengan nomor kolom C34, untuk hasil perancangan seluruh kolom dapat dilihat pada Lampiran 4.5 dan untuk gaya-gaya dalam yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 3.1, 3.2 dan 3.7. Data ΣPu = 38302,48 KN (lihat Lampiran 3.7) 0x = 2,87 x 10-3 m (lihat Lampiran 3.2) 0y = 3,24 x 10-3 m (lihat Lampiran 3.2) V ux = 1589,07 KN (lihat Lampiran 3.7) V uy = 1597,76 KN (lihat Lampiran 3.7) Kolom Lantai 1 eksterior (0,5 x 0,5 m 2 ) 3 I = (1 0,5 0,5 ) 0, 005208m 12 4 EI = ( 0,7 I)(2000001000) 729. 120KNm 2 Lc = 5,8 m r = I 0,005208 0, m A 0,25 1443 Kolom Lantai 2 eksterior (0,5 x 0,5 m 2 ) EI = ( 0,7 I)(2000001000) 729. 120KNm Lc = 4.12 m Balok a: Arah x : L = 5 m EI = 0,35( 1 3 0,3 0,6 ) (2000001000) 12 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 110

= 378000 KNm 2 Arah y : L = 3,625 m EI = 0,35( 1 3 0,3 0,6 ) (2000001000) 12 = 378000 KNm 2 Balok b: Arah x : L = 5 m EI = 0,35( 1 3 0,3 0,6 ) (2000001000) 12 = 378000 KNm 2 Arah y : L = 1.225 m EI = 0,35( 1 3 0,3 0,6 ) (2000001000) 12 = 378000 KNm 2 Balok c: Arah x : L = 5 m EI = 0,35( 1 3 0,3 0,6 ) (2000001000) 12 = 378000 KNm 2 Arah y : L = 3,625 m EI = 0,35( 1 3 0,3 0,6 ) (2000001000) 12 = 378000 KNm 2 Balok d: Arah x : L = 5 m EI = 0,35( 1 3 0,3 0,6 ) (2000001000) 12 = 378000 KNm 2 Arah y : L = 1.225 m EI = 0,35( 1 3 0,3 0,6 ) (200000 1000) 12 = 378000 KNm 2 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 111

Penempatan balok-balok tersebut adalah sesuai dengan Gambar 4.32 berikut. Gambar 4.32 Ψ a dan Ψ b Pada kolom yang ditinjau (tampak depan) β 1 = 0,85 Ø = 0,65 (sengkang pengikat) M 1x = -98,29 KNm (lampiran 3.7) M 2x = -42,39 KNm (lampiran 3.7) M 1y =153,14 KNm (lampiran 3.7) M 2y = 129,16 KNm (lampiran 3.7) P maks (kombinasi 1,2D + 1,6L) = 1258,654 KN (lampiran 3.1) P maks (seluruh kombinasi) = 586,16 KN (lampiran 3.7) Kontrol Terhadap Goyangan Suatu kolom harus dicek terhadap goyangan baik arah X maupun arah Y, cara menetukan suatu bangunan bergoyang atau tidak digunakan persamaan (2-38) dan (2-43). Perhitungan berdasarkan persamaan tersebut adalah: Q x = P u V l u c 0 3 38302.48 (2,8 10 ) 2 1589,07 5,8 1,2 10 Q y = P u V l u c 0 1597,76 4,12 3 38302,48 (3,0 10 ) 2 1,2 10 Karena Q x dan Q y < 0,05, maka kolom C34 tersebut tidak bergoyang, Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 112

Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 113 Kontrol Kelangsingan Kolom Sebelum kontrol terhadap kelangsingan kolom, terlebih dahulu menentukan panjang efektif kolom dengan menggunakan Gambar 4.33, dengan nilai Ψ a dan Ψ b baik arah x maupun arah y didapat dari Persamaan (4-5) dan (4-6) berikut. Ψ a = b a L EI L EI L EI L EI 5 4... (Pers. 4-5) Ψ b = d c L EI L EI L EI L EI 4 3... (Pers 4-6) Sehingga nilai Ψ a dan Ψ b adalah sebagai berikut. Ψ ax = 004 4, 5 378000 5 378000 4,12 729166,667 5,8 729166,667 5 4 5 4 b a b a L EI L EI L EI L EI Ψ bx = 6629 1, 5 378000 5 378000 5,8 729166,67 0 4 4 3 d c d c L EI L EI L EI L EI Ψ ay = 9029 2, 1,225 378000 3,625 378000 4,12 729166,67 5,8 729166,67 5 4 5 4 b a b a L EI L EI L EI L EI Ψ by = 2056 1, 1,225 378000 3,615 378000 5,8 729166,67 0 4 4 3 d c d c L EI L EI L EI L EI

Sumber : SNI 03-2847-2002 hal. 78 Gambar 4.33 Faktor panjang efektif, k, untuk struktur bergoyang Dengan nilai Ψ a dan Ψ b diplotkan ke Gambar 4.33,maka didapat: Kx = 0,87 Ky = 0,84 Maka kontrol terhadap kelangsingan kolom adalah sebagai berikut. Arah X: k x u r l M 1x 34 12 40 M 2x 0,87 5,8 98,29 34 12 40 0,144 42,39 34,960 51,012 34,960 < 40 Arah Y: 40 k y r l u M 1y 34 12 40 M 2 y 0,84 5,8 153,14 34 12 40 0,144 129,16 33,758 19,772 40 33,758 >19,772 perlu perbesaran momen Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 114

Perhitungan Pembesaran Momen Pmaks (1,2 D 1,6 L) 1258,654 β d = 2, 147 P 586,6 maks E c = 4700 fc' (4700 30) 1000 25742960, 2 0,4 EI = E I c g 0,4(25.742.960,2 0,0052) 26815, 584 1 1 1 Arah X: d 2 EI k l 2 x u 3,14 2 26.815,584 P cx = 10383, 698 C mx = 0,6 + 0,4 M 1 M 2 0,87 5,8 = 0,6 + 0,4 ( 98,29 ) = 1,5 42.29 Karena 1,5> 0,4, maka C mx = 1,5 Cmx δ nsx = 1, 0 P 1 u 0,75P c 1,5 1 1593,52 0,75 10383,698 2 = 1,92 Karena 1,9> 1, maka δ nsx = 1,92 Arah Y: 2 EI 3,14 P cy = 2 0,845,8 k y l u C my = 0,6 + 0,4 2 M 1 M 2 26815,584 11138,635 = 0,6 + 0,4 ( 153,14 ) = 1,07 129,16 Karena 1,07 > 0,4, maka C mx = 1,07 2 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 115

Cmx δ nsy = 1, 0 P 1 u 0,75P 1,07 1 1593,52 0,75 11138,635 c = 1,33 Karena 1,33 >1, maka δ nsx = 1,33 Momen Terfaktor dan Gaya Aksial Terfaktor M cx = δ ns. M 2 = 1,92 x 98,29 = 188,76 KNm M cy = δ ns. M 2 = 1,33 x 153,6762= 203,30 KNm Pu (akibat 1,4 D) = 1593,52 KN Pu (akibat 1,2 D + 1,6 L) = 1258,654 KN Diagram Interaksi Dalam hal ini diagram interaksi yang digunakan adalah diagram interaksi yang dibuat manual dengan mengasumsikan penampang kolom dan diameter tulangannya, serta jumlah tulangan yang digunakan. Untuk lebih jelas, dapat dilihat Gambar 4.34 berikut. Y1 Y2 Y3 Y4 Gambar 4.34 Tulangan kolom Baris 1 = 3D19, Y1 = 49,5 mm Baris 2 = 2D19, Y2 = 149,8 mm Baris 3 = 2D19, Y3 = 350,0 mm Baris 4 = 3D19, Y4 = 450,5 mm As total = 3.402,34 mm 2 As. total 2835,287 Rasio tulangan () = 0, 01134 b h 500 500 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 116

Karena 0,01 = 0,0136 0,06, maka jumlah tulangan tersebut dapat digunakan. Kondisi Tekan Aksial Konsentris (0,Po) (SNI-03-2847-2002 pasal 12.3) Untuk kondisi ini, perhitungan berdasarkan persamaan (4-7). Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut. ØP 0 = 0,65{[0,85.f c (A g A st )] + [A st. f y ]}... (4-7) = 0,65{[0,85 x 30 (250000 2835,287)] + [2835,287 x 400]} = 4833929,738 N ØP n maks = 0,80 ØP 0 = 0,80 x 4833929,738= 3867143,79 N Kondisi Tarik Aksial Konsentris (0,Pt) Untuk kondisi ini, perhitungan berdasarkan persamaan (4-8).Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut. ØP t = Ø(A st. f y )... (4-8) = 0,65 (2835,287x (-400) = -737174,62 N Kondisi Berimbang (balance) Untuk kondisi ini, perhitungan berdasarkan persamaan (4-9), sampai dengan persamaan (4-10).Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut. Garis netral pada penampang kolom dapat dihitung: C C b b 0, 003 d 0, 003 y... (4-9) 0,003 0,003 d 450,5 270,30mm 0,003 0,003 400 y 200000 Tegangan tulangan yang terjadi di setiap baris tulangan dapat dihitung: Cb Y1 270,30 49,5 fs 1 = 0,003 Es 0,003 200000 C 270,30 b = 400 Mpa Karena 400 = fy, maka fs 1 = fy = 400 Mpa Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem.. 117