BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kelenjar tiroid fetus berasal dari endodermal foregut. Perkembangannya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan mengenai daerah yang sering terpajan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Masalah gizi di Indonesia dan di Negara berkembang pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Hormon tiroid disintesis dan disekresi oleh kelenjar tiroid, sintesis dan sekresi

Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA DIVISI ENDOKRINOLOGI ANAK FKUSU / RSHAM

HASIL DAN PEMBAHASAN

KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

BAB II HEMOGLOBINOPATI

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI

ABSTRAK PERAN ERITROPOIETIN TERHADAP ANEMIA ( STUDI PUSTAKA)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan kerja insulin dan/atau sekresi insulin (Forbes & Cooper, 2013).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang memproduksi 2 hormon yaitu tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T 3

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) yang. terakhir dilaksanakan pada tahun 2007, walaupun menunjukkan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

HIPERTIROID DALAM KEHAMILAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Pertumbuhan dan

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia Thalassemia merupakan kelainan genetik dimana terjadi mutasi di dalam atau di dekat gen globin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin. 18,19,20 Kecepatan sintesis (rate of synthesis) pada thalassemia atau kemampuan produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan defisiensi produksi sebagian atau menyeluruh dari rantai globin tersebut. Jenis thalassemia yang diderita pasien akan sesuai dengan rantai globin yang terganggu produksinya. 18 Thalassemia klasik terdiri dari dua kelompok: mayor dan minor. Pengelompokan ini menggambarkan tingkat keparahan kelainan hemoglobin secara klinis. Thalassemia mayor (disebut juga anemia Mediterania atau Cooley s) ekuivalen dengan thalassemia β homozigot. 21 Thalassemia mayor dapat menyebabkan anemia hemolitik yang berat, sehingga transfusi sangat diperlukan. Sedangkan pada thalassemia minor (bentuk heterozigot) didapati asimtomatik atau bergejala ringan. 18 Sindrom thalassemia timbul akibat kelainan herediter dari biosintesis α atau β globin. Penurunan suplai globin menghambat produksi tetramer hemoglobin, menyebabkan hipokromia dan mikrositosis. Akumulasi yang tidak seimbang antara subunit α dan β timbul akibat sintesis dari globin yang tidak terpengaruh tetap terjadi 9

10 pada kecepatan normal. Akumulasi rantai yang tidak seimbang ini mendominasi fenotip klinis dari pasien. Tingkat keparahan secara klinis berbeda-beda tergantung rantai globin yang sintesisnya terganggu, perubahan sintesis rantai globin lain, dan pewarisan dari alel globin abnormal lainnya. 19 2.1.1 Thalassemia α Sebagian besar thalassemia α disebabkan oleh delesi lokus gen α-globin. Terdapat empat derajat kemungkinan thalassemia α karena terdapat empat gen α- globin, tergantung dari banyaknya jumlah gen α-globin yang hilang dari kromosom. Kemungkinan ini menimbulkan spektrum klinis yang luas, dan derajat keparahannya bergantung pada jumlah gen α-globin yang mengalami delesi. Hilangnya satu gen α- globin menyebabkan keadaan silent carrier. 18 Kehilangan keempat gen α-globin disebut hydrops fetalis dan merupakan bentuk thalassemia yang terparah. Hydrops fetalis menyebabkan bayi lahir meninggal (stillborn) atau meninggal segera setelah dilahirkan karena darah sama sekali tidak mampu menyalurkan oksigen. 1,18 Hilangnya tiga gen α-globin akan menyebabkan kelebihan rantai β-globin yang akan membentuk tetramer β 4 dan γ 4 yang relatif stabil. Tetramer ini tidak terlalu merusak membran dibanding rantai α-globin yang bebas. Hal ini menyebabkan anemia hemolitik dan eritropoiesis inefektif cenderung lebih ringan pada thalassemia α daripada thalassemia β. 18,20

11 2.1.2 Thalassemia β Terdapat dua tipe thalassemia β yang serius: thalassemia mayor dan thalassemia intermedia. Manifestasi klinis dari thalassemia mayor muncul setelah pasien menginjak usia dua tahun, meliputi anemia berat yang memerlukan transfusi sel darah merah (RBC) berulang. Penderita thalassemia mayor yang tidak menerima transfusi berulang akan menderita eritropoiesis inefektif yang akan menyebabkan gangguan pertumbuhan, pucat, jaundice, postur otot yang buruk, hepatosplenomegali, ulkus tungkai, dan perubahan postur tulang sebagai manifestasi dari hipertrofi (pemanjangan) sumsum tulang. 21 Hal-hal tersebut dapat menyebabkan kematian dini pada pasien. 9 Pasien thalassemia intermedia tidak memerlukan transfusi darah karena anemia yang diderita tidak terlalu parah dan dapat bertahan hidup lebih lama. 1,22,23 Sindrom thalassemia β dapat dikelompokkan dalam dua kategori: thalassemia β 0 yang berkaitan dengan ketiadaan total rantai β-globin pada keadaan homozigot, dan thalassemia β + yang ditandai dengan penurunan sintesis β-globin pada keadaan homozigot. Sebagian besar mutasi penyebab thalassemia β terjadi akibat perubahan basa, sedangkan pada thalassemia α mutasi banyak disebabkan oleh delesi gen. Thalassemia minor merupakan bentuk thalassemia yang paling ringan dan bersifat subklinis. Karakteristik dari patologi thalassemia minor adalah anemia mikrositik hipokromik dengan jumlah eritrosit yang sedikit meningkat dan konsentrasi hemoglobin yang normal. 24

12 Terdapat dua faktor yang berperan dalam patogenesis anemia pada thalassemia β. Berkurangnya sintesis β-globin menyebabkan pembentukan HbA kurang memadai sehingga MCHC (mean corpuscular hemoglobin concentration) per sel berkurang, dan sel tampak hipokromik. Kelebihan relatif rantai α-globin yang sintesisnya normal juga harus diperhatikan karena dapat membentuk komponen hemolitik. Rantai α yang tidak berpasangan dapat membentuk agregat tak larut yang mengendap di eritrosit. Badan sel ini menyebabkan eritrosit menjadi rentan terhadap fagositosis. Akibatnya terjadi kerentanan eritrosit matur terhadap destruksi prematur dan kerusakan eritroblas di dalam sumsum tulang karena badan inklusi yang merusak membran. Destruksi eritrosit intramedula (eritropoiesis inefektif) juga menimbulkan efek negatif lainnya, yaitu peningkatan penyerapan zat besi dalam makanan sehingga para pasien kelebihan beban zat besi. 18 2.1.3 Perjalanan Penyakit Diagnosis thalassemia ditegakkan melalui manifestasi klinis, pemeriksaan hematologi, pemeriksaan genetik, atau pemeriksaan prenatal. 21. Thalassemia mayor memperlihatkan gejala setelah lahir seiring dengan berkurangnya sintesis Hb fetal (HbF). 18 Gejala pertama muncul sebelum anak berusia dua tahun. 1 Anak yang menderita thalassemia akan gagal berkembang dengan normal, dan pertumbuhan hanya dapat dipertahankan dengan transfusi darah berulang. Transfusi berulang memperbaiki anemia dan mengurangi kecacatan pada tulang akibat eritropoiesis yang berlebihan namun akan menyebabkan kelebihan zat besi (iron overload) secara

13 bertahap. Dengan transfusi saja, pasien dapat bertahan hidup hingga usia 20 sampai 30 tahun. Sementara itu pada thalassemia minor biasanya hanya terjadi anemia hipokromik mikrositik ringan dan umumnya pasien memiliki usia harapan hidup normal. 18 2.2 Transfusi berulang Transfusi darah sangat bermanfaat untuk manajemen beberapa jenis anemia maupun untuk resusitasi pasca pendarahan akut. 24 Penderita thalassemia pada umumnya menerima transfusi setiap dua sampai empat minggu sekali. 21 Tujuan transfusi pada pasien thalassemia adalah menjaga kadar Hb agar tetap stabil untuk meredam reaktivitas berlebih dari sumsum tulang. 23 Anak dengan thalassemia yang menerima transfusi secara rutin memiliki kadar Hb yang lebih tinggi, memiliki laju pertumbuhan yang lebih normal, dan kesehatannya lebih baik secara umum. Transfusi darah memiliki beberapa risiko seperti transfusion-transmitted disease, alloimunisasi, reaksi febril, dan iron overload yang dapat menyebabkan kematian. 19,25,26 Zat besi merupakan kofaktor esensial untuk aktivitas biologis dan reaksi biokimiawi, termasuk transpor oksigen melalui sel darah merah. Biasanya bioavailabilitas zat besi terbatas, namun akumulasi patologis di jaringan akibat transfusi berulang (iron overload) dapat memicu produksi reactive oxygen species (ROS) dan menimbulkan efek toksik. 27 Penelitian Najafipour et al menyatakan bawa iron overload merupakan masalah yang paling sering dihadapi pasien thalassemia

14 yang rutin menerima transfusi. 14 Transfusi darah tetap menjadi terapi utama untuk pasien thalassemia karena manfaatnya lebih besar daripada risikonya. 25,26 2.3 Disfungsi Tiroid 2.3.1 Hormon Tiroid Kelenjar tiroid memproduksi dua hormon yang saling berhubungan, yaitu tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T3). Kedua hormon ini berperan penting dalam diferensiasi sel pada masa pertumbuhan dan dalam homeostasis metabolik dan termogenik pada dewasa. 19 2.3.1.1 Thyroid Stimulating Hormone (TSH) Thyroid stimulating hormone (TSH) disekresi oleh sel tirotop di hipofisis anterior, memegang peranan penting dalam kendali axis tiroid dan merupakan penanda (marker) paling fisiologis dari kerja hormon tiroid. Thyroid stimulating hormone memiliki sensitivitas dan spesifitas tinggi dalam menilai fungsi tiroid, karena kadar TSH berubah secara drastis apabila terdapat perubahan pada T 4 dan T 3. 19,28 Thyroid stimulating hormone meregulasi kelenjar tiroid melalui TSH-R, sebuah reseptor yang terdiri dari tujuh pasang transmembran protein G (G proteincoupled receptor/gcpr). TSH-R berpasangan dengan subunit α dari G protein stimulatori (G s α), yang mengaktifkan adenilil siklase dan menyebabkan peningkatan produksi siklik AMP. 10,19

15 Pengukuran kadar hormon tiroid yang beredar harus dilakukan apabila ditemukan abnormalitas pada kadar TSH untuk mengkonfirmasi diagnosis dari hipertiroidisme (supresi TSH) atau hipotiroidisme (elevasi TSH). 15,29 Umur dan jenis kelamin seseorang juga turut memegang peranan pada kadar TSH. Kadar TSH pada laki-laki cenderung lebih tinggi daripada perempuan. Kadar TSH baik pada laki-laki maupun perempuan semakin bertambah seiring bertambahnya usia. Keadaan hipotiroidisme menyebabkan kadar TSH mengalami peningkatan yang lebih signifikan pada pasien muda. 30 2.3.2 Hipotiroidisme Hipotiroidisme adalah kondisi dimana kelenjar tiroid tidak mampu memproduksi hormon tiroid yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. 9,29 Secara umum hipotiroidisme dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu hipotiroidisme primer dan sekunder. Hipotiroidisme primer disebabkan oleh penurunan fungsi kelenjar tiroid dan interferensi produksi hormon tiroid, menyebabkan rendahnya kadar hormon tiroid yang kemudian dikompensasi oleh meningkatnya kadar TSH. Penurunan fungsi jaringan tiroid sering kali disebabkan oleh penyakit autoimun (contoh: tiroiditis Hashimoto, tiroiditis limfositik kronis), namun dapat juga disebabkan oleh riwayat keluarga dan meningkatnya titer antibodi. 29 Hipotiroidisme sekunder (kadar TSH rendah atau normal disertai kadar hormon tiroid rendah) sering kali disebabkan oleh disfungsi hipotalamus atau pituitari

16 akibat tumor, trauma, operasi dan radiasi. Defisiensi TSH muncul saat sel tirotrop tidak dapat memproduksi TSH dalam jumlah yang cukup untuk meregulasi produksi hormon tiroid. Defek hipotalamus dapat menyebabkan defisiensi TRH. 29 Secara umum, hipotiroidisme memperlambat laju metabolisme. Orang yang menderita hipotiroidisme akan menunjukkan tanda dan gejala seperti lemah, mudah lelah, kulit kering, mudah kedinginan, anemia ringan, penurunan kontraktilitas jantung, rambut rontok, sulit berkonsentrasi, konstipasi dan lain-lain. Pada anak-anak atau neonatus akan timbul hambatan pada pertumbuhan, hernia umbilikalis, neonatal jaundice dengan jangka waktu yang lebih lama, penurunan nafsu makan, serta maturasi tulang yang lambat. 19,22,29 2.4 Tiroid Pada Thalassemia Transfusi rutin dan berulang pada penderita thalassemia akan menyebabkan iron overload yang dapat berujung pada beberapa komplikasi, termasuk beberapa komplikasi endokrin seperti disfungsi tiroid. 16,29,31 Sampai saat ini transplantasi sumsum tulang masih dianggap sebagai satu-satunya terapi definitif untuk penderita thalassemia. 32,33,34 Walaupun demikian, transplantasi sumsum tetap memiliki risiko tersendiri. 35 Bentuk disfungsi tiroid yang banyak terjadi pada penderita thalassemia adalah hipotiroidisme primer yang diakibatkan oleh abnormalitas kelenjar tiroid, dan akan menyebabkan penurunan produksi hormon tiroid. 13,15,17 Prevalensi hipotiroidisme

17 menunjukkan perbedaan tergantung pada wilayah tinggal, kualitas dari manajemen penyakit, serta terapi yang diterima penderita. 36,37 Menurut penelitian Srivasta et al, disfungsi tiroid banyak ditemukan pada pasien thalassemia mayor yang membutuhkan transfusi rutin dan berulang. 38-45 Biasanya disfungsi tiroid banyak ditemukan pada pasien yang berusia diatas 10 tahun terlepas dari perbedaan laju prevalensi dalam bentuk hipotiroidisme subklinis. 36,37 Dalam keadaan normal, intake iron dari makanan sesungguhnya memegang peranan penting dalam metabolisme iodin. Apabila intake iron tidak memadai (misalnya pada anemia defisiensi besi) maka konsentrasi hormon tiroid akan menurun, sebab iron merupakan salah satu mineral penting untuk metabolisme hormon tiroid. Kekurangan intake iron dapat menyebabkan penurunan aktivitas enzim heme-dependent thyroid peroxidase yang berperan sebagai katalisator dari sintesis hormon tiroid. 46 Namun pada pasien thalassemia yang menerima transfusi berulang, iron overload justru menghambat metabolisme hormon tiroid akibat produksi ROS yang bersifat toksik terhadap kelenjar tiroid. 27

18 2.5 Kerangka Teori Thalassemia Umur Jenis Kelamin Hemoglobin Kadar TSH Kadar Iron Jumlah Transfusi Intake Iodin Kelainan Hipothalamus Obat Pengikat Besi Gambar 1. Kerangka Teori 2.6 Kerangka Konsep Jumlah Transfusi Kadar TSH Gambar 2. Kerangka Konsep 2.7 Hipotesis Terdapat hubungan antara jumlah transfusi dengan kadar TSH pada thalassemia.