HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

KAJIAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN REPRODUKSI IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps) DI SUNGAI KLAWING PURBALINGGA JAWA TENGAH BENNY HELTONIKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Senggaringan ( Mystus negriceps

hati, viseral, yang lebih tepatnya penumpukan lipid pada intraperitoneal serta pada sirip lemak telah dipergunakan untuk proses perkembangan gonad,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN REPRODUKSI IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps) DI SUNGAI KLAWING PURBALINGGA JAWA TENGAH BENNY HELTONIKA

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :22-26 (2016) ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3. METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

3. METODE PENELITIAN

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

3.KUALITAS TELUR IKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

3. METODE PENELITIAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FORMAT LAPORAN KETIK FHA 2017 SAMPUL (Hard Cover) COVER PUTIH COVER (terdapat tulisan sebagai syarat...dst) LEMBAR PENGESAHAN (dosen pengampu dan

BAB II TINJUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

TINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

POTENSI REPRODUKSI IKAN LALAWAK (Barbodes sp) PENDAHULUAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

FOOD HABITS KUALITAS DAN KUANTITAS MAKANAN YANG DI MAKAN IKAN - BESARNYA POPULASI IKAN DI TENTUKAN MAKANAN YG TERSEDIA

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

BAB III BAHAN DAN METODE

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

HASIL. Parameter Utama

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

II. TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari April hingga September

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

3. METODE PENELITIAN

J. Aquawarman. Vol. 3 (1) : April ISSN : AQUAWARMAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Kebiasaaan Jenis Makanan Index Stomach Content (ISC) Hasil perhitungan indek kepenuhan isi lambung (ISC) per-tkg dapat dilihat pada Gambar 3, untuk nilai ISC dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai ISC yang didapat menunjukkan adanya peningkatan konsumsi makanan dengan peningkatan tingkat kematangan gonad. Gambar 3 Indek isi lambung (ISC) ikan senggaringan per-tkg Dilihat dari Gambar 4, puncak nilai ISC berada di bulan Mei, berdasarkan dari pengamatan dilapangan pada bulan Mei ikan sudah banyak yang mencapai TKG III, sedangkan pada bulan Juni dan Juli banyak ditemukan TKG IV dan V, pada bulan-bulan sebelumnya (Maret dan April) sebaran TKG III dan IV masih realtif sedikit. Umumnya ikan tidak makan pada waktu musim pemijahan dan baru setelah periode tersebut ikan mengambil makanan kembali (Effendie 2002). Menurut Krebs (1989) secara umum keadaan fisik kimia perairan membatasi penyebaran jenis-jenis organisme dan penyebaran itu mempengaruhi waktu ikan

aktif makan, sehingga dapat diketahui kelimpahan organisme yang dimakan di perairan serta kualitas perairannya. Gambar 4 Indek isi lambung (ISC) ikan senggaringan perbulan Kebiasaan Makanan (Indeks Bagian Terbesar atau IP) Hasil analisis isi lambung yang dilakukan (Gambar 5), menunjukkan fenomena makanan ikan senggaringan dalam melakukan reproduksinya, terjadi peralihan jenis makanan dari tiap tingkatan TKG, TKG I dominan ditemukan serpihan tumbuhan, sedangkan pada TKG II komposisi serpihan hewan mulai meningkat, namun masih besar kandungan serpihan tumbuhannya (Lampiran 12). Gambar 5 Komposisi makanan ikan senggaringan Per-TKG Hasil analisis isi lambung pada TKG I (Lampiran 6), jenis makanan yang dikonsumsi berupa serpihan tumbuhan sebesar 77,9000%, serpihan hewan sebesar 17,6100% sedangkan plankton sebesar 4,4300%. TKG II (lampiran 7), jenis

makanan yang didapat berupa serpihan tumbuhan sebesar 58,3250%, serpihan hewan sebesar 36,0450%, plankton sebesar 5,5470% dan makrobentos sebesar 0,0830%, dilihat dari Gambar 2 terlihat perubahan komposisi makanan ikan senggaringan, terlihat jika ikan senggaringan pada TKG II meningkatkan mengkonsumsi hewan serta mulai mengkonsumsi makrobentos. Hasil analisis isi lambung pada TKG III (Lampiran 8) mulai terjadi perubahan besar terhadap jenis makanan, didapat serpihan tumbuhan sebesar 36,9940%, serpihan hewan sebesar 61,1770%, plankton sebesar 1,7480% dan makrobenthos sebesar 0,0800%. Makrobenthos yang didapat berupa cacing, potongan udang dan gastropoda. Analisis lambung TKG IV (Lampiran 9) didapat serpihan tumbuhan sebesar 23,5110%, serpihan hewan sebesar 73,1330%, plankton sebesar 0,9720% dan makrobenthos sebesar 0,3840%. Terlihat fenomena dalam menyokong reproduksi, ikan senggaringan akan meningkatkan konsumsi pakan yang kaya akan protein yang sangat dibutuhkannya untuk aktifitasnya, hal ini terlihat dari peningkatan konsumsi hewan, pada jenis makrobenthos terlihat peningkatan konsumsi gastropoda dengan meningkatnya TKG. Analisis isi lambung TKG V (Lampiran 10) didapat serpihan tumbuhan sebesar 37,0980%, serpihan hewan sebesar 60,7950%, plankton sebesar 2,0320% dan makrobenthos sebesar 0,0750%. Hasil analisis lambung berdasarkan ukuran (Gambar 6), didapat perubahan komposisi jenis makanan, hal ini terlihat dengan kenaikan jumlah serpihan hewan sejalan dengan peningkatan ukuran tubuh, komposisi makrobenthos berupa potongan udang, gastropoda, cacing dan insect. Hubungan ketersediaan makanan, kondisi jaringan dan kematangan gonad diungkapkan Dridi et al. (2007), ketersediaan dan kelimpahan makanan erat kaitannya dengan simpanan material energi jaringan, hal ini beriringan dengan meningkatnya faktor kondisi serta berat gonad, simpanan jaringan mencapai nilai maksimum pada masa istirahat sebelum material energi yang telah diakumulasikan pada jaringan digunakan untuk proses gametogenesis, setelah terjadi pemijahan akan mencapai nilai terendah untuk simpanan material energi jaringan.

Gambar 6 Komposisi makanan ikan senggaringan berdasarkan ukuran Karakter Morfologi Tropik Hasil pengamatan dan pengukuran terhadap ikan Senggaringan, diketahui bahwa letak dan bentuk mulut tergolong ikan yang mempunyai tipe mulut subterminal dan dilengkapi dengan gigi yang tajam. Ukuran lebar bukaan mulut ikan Senggaringan yang diperoleh berkisar 1 1,9 cm dengan kisaran panjang total tubuh 14,6 22,5 cm. Ukuran lebar bukaan mulut ikan Senggaringan yang diperoleh berkisar 1 1,9 cm. Pengukuran lebar bukaan mulut menunjukkan jika ikan Senggaringan cenderung semakin lebar bukaan mulutnya dengan bertambahnya ukuran, karena pada pengukuran yang telah dilakukan bahwa lebar bukaan mulut ikan Senggaringan berbanding lurus dengan panjang totalnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya ukuran maka semakin besar pula kemampuannya untuk mengambil mangsa yang cukup besar ukurannya. Effendie (2002), menyatakan bahwa setelah bertambah besar ikan tersebut akan merubah makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya, dan rahang yang bukaannya besar maka ukuran mangsanyapun bervariasi. Menurut Kottelat et al. (1993), bahwa bukaan mulut yang besar atau lebar pada umumnya menunjukkan sifat sebagai predator yang memangsa udang dan ikan-ikan kecil, ini dibantu oleh giginya yang runcing untuk mencengkeram mangsanya. Gigi yang tumbuh pada mulutnya digunakan untuk keperluan menyergap, merobek dan menahan mangsa, serta jari-jari tapis

insangnya menyesuaikan untuk memegang, memarut, menahan dan menggilas mangsa. Rasio panjang usus dibanding panjang total tubuh berkisar antara 0,7818 1,0656 dengan kisaran panjang tubuh total 95 218 mm, nilai rasio meningkat dengan adanya pertumbuhan ikan, berdasarkan hasil tersebut maka ikan Senggaringan termasuk ikan omnivora yang cenderung ke karnivora. Keterangan ini memperjelas keterangan hasil penelitian Sulistyo & Setijanto 2002 yang mengungkapkan kecenderungan ikan senggaringan merupakan ikan yang bersifat karnivora. Al Husaini (1947), Kapoor et al. (1975), menyatakan bahwa rasio panjang usus terhadap panjang total ikan berkisar 0,5-2,4 untuk karnivora, 0,8 4 untuk omnivora dan 2 21 untuk herbivora. Menurut Kramer & Bryant diacu dalam Anjarningsih (2007), menyatakan bahwa rasio panjang usus terhadap panjang tubuh karnivora lebih pendek dari omnivora dan lebih pendek lagi dibanding herbivora, karena panjang intestine secara alometrik meningkat dengan bertambah panjang tubuh sehingga hewan karnivora akan cenderung menjadi omnivora. Aspek Reproduksi Perkembangan Gonad (Anatomis dan Histologis) Hasil pengamatan anatomis dan histologis (Gambar 7) menunjukkan perubahan dengan adanya perkembangan gonad (kenaikan TKG). Dilihat dari bentuk anatomis, ikan yang mengalami matang gonad (TKG III dan IV) akan terlihat perutnya gendut, dan dari pada TKG I dan II, jika ikan senggaringan yang matang gonad ketika perutnya disentuh permukaan perutnya akan terasa lembut, sedangkan pada papilla genitalnya akan terlihat kemerahan. Pada TKG V perut terasa lembek serta permukaan kulit terlihat ada kerutan dikarenakan adanya pengeluaran sel telur saat pemijahan, selain itu pada papilla genitalnya terlihat sedikit membesar seperti telah terjadinya proses pengeluaran sel telur. Hasil analisis hitologis (Gambar 7 dan Tabel 2), dapat dilihat perkembangan gonad ikan senggaringan secara histologis. Struktur histologis TKG I pada ovum didominasi oleh oosit stadia awal (oogonium). Dari histologi TKG II ovum dipenuhi oleh oosit bernukleus dan ukurannya lebih besar daripada

TKG I, oogonia mulai berkembang menjadi oosit primer dan mulai terlihat vakuola pada perifer. Keterangan : og : oogonium, op: oosit primer, os: oosit sekunder, ov: ovum, V : vakoula, Fyg: Fusionof yolk globule(butiran kuning telur) Gambar 7 Struktur histologis ovarium ikan senggaringan per-tkg ( 0,5 cm) (pemotongan 5 µm, pewarnaan hematoksilin-eosin)

Secara struktur histologis pada TKG III sudah mulai terlihat adanya granula kuning telur dan oosit primer berkembang menjadi oosit sekunder bakal ovum. Pada TKG IV oosit sekunder berkembang menjadi ovum. Butir kuning telur dan minyak semakin banyak yang menyebar dari sekitar inti sel hingga ke tepi. Fisher & Kane (2000) mengungkapkan secara histologis TKG IV terdapat butir-butir halus kuning telur dan vakuola dengan ukuran yang besar di dalam oviplasm. Tabel 2 Morfologi dan hitologis ovarium ikan senggaringan (Mystus nigriceps) Morfologi Histologis TKG I Ovarium berbentuk sepasang benang halus terletak pada kiri dan kanan rongga perut, warna bening. Ovarium belum matang, didominasi dengan oogonia, lamella berbentuk bulat dan lebih tebal dengan inti sel lebih besar, sitoplasma banyak dan berwarna ungu. TKG II Ovarium sudah sedikit berkembang, ukurannya lebih besar dari TKG I, warna mulai putih kebeningan hingga coklat muda, butiran telur belum dapat terlihat. TKG III Ovarium berukuran lebih besar dari TKG II dan hampir setengah rongga perut. Butiran telur sudah terlihat dengan mata telanjang, ovarium terlihat berwarna kuning. TKG IV Ovarium telah mengisi dua pertiga rongga perut. Warna menjadi lebih gelap. Ukuran telur terlihat lebih besar dari pada TKG III. TKG V Ovarium sudah mengempis dan warnanya lebih pekat. Ukuran oosit meningkat diameternya, oosit mulai berkembang menjadi oosit primer dan mulai terlihat vakuola pada perifer. Ukuran oosit terus meningkat ukuran diameternya, dan sudah terdapat oosit sekunder, ciri khas oosit sekunder ini adalah mulai terbentuknya butir kuning telur dan butiran minyak. Oosit primer berkembang menjadi ovum, diameternya meningkat dan butir kuning telur serta butiran minyak semakin banyak dan menyebar dari sekitar inti sel hingga tepi. Ukuran oosit sama dengan saat TKG IV, sebagian dinding ovum telah pecah dan terbuka.

Pada TKG V bentuk ovarium sudah mengempis dengan warna yang relatif gelap. Ukuran oosit hampir sama dengan TKG IV, sedangkan sebagian dinding ovum telah ada yang pecah dan terbuka serta mulai berkurangnya butir lemak pada oosit. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Pangamatan ukuran pertama kali matang gonad, dengan melihat hubungan antara ukuran panjang total dengan nilai gonado somatic index (GSI) menghasilkan nilai 190 mm untuk ukuran pertama kali matang gonad, dalam hal ini diasumsikan jika dimulai dengan TKG IV (Gambar 8). Ukuran pertama kali matang gonad biasanya dipengaruhi kelimpahan dan ketersediaan makanan, suhu, periode cahaya (photoperiode) dan faktor lingkungan pada suatu habitat atau perairan yang berbeda-beda (Nikolsky 1963; Mendoza et al. 2005). Sehingga pada tiap kondisi lingkungan akan memberikan dampak pada ukuran pertama kali ikan ini mulai matang gonad untuk pertama kalinya. Gambar 8 Hubungan Panjang total tubuh dan GSI ikan senggaringan per-tkg Hasil perhitungan menggunakan metode Sperman Karber dalam penentuan ukuran pertama kali matang gonad, kisaran data ukuran matang gonad yang didapat mesti berada diatas 50%. Selanjutnya Persentase dari ikan-ikan yang matang (TKG III, IV & V) diplot terhadap kelas panjang dan ukuran ikan pada

pertama kali matang dianggap bila 50% dari individu mencapai tingkat V (Boely diacu dalam Musbir et al. 2006). Dari Gambar 9 dilihat nilai perpotongan pada garis 50% berada pada titik 151, sedangkan hasil dari perhitungan (Lampiran 13) adalah 148,9010 mm untuk ukuran pertama kali ikan senggaringan matang gonad. Gambar 9 Hubungan tingkat kematangan gonad dan panjang total tubuh ikan senggaringan Deposit Energi Berdasarkan TKG Hasil pengukuran deposit energi pada beberapa organ yang diasumsikan sebagai penyimpanan material energi pada tubuh ikan, didapat hasil seperti pada Gambar 10. Kandungan energi otot dorsal (kj/g) TKG I hingga TKG V (8,5787, 16,8225, 19,0417, 23,7516 dan 22,9592). Dapat dilihat adanya peningkatan jumlah energi hingga TKG IV dan mengalami penurunan pada TKG V. dilihat dari kandungan material energi (Lampiran 14), lemak terus mengalami kenaikan dari TKG I hingga TKG V, untuk protein mengalami fluktuatif, TKG I hingga TKG III mengalami kenaikan (32,5696%, 63,9640% dan 71,7557%), kemudian TKG IV mengalami penurunan (53,3172%) yang cukup besar dan penurunan ini terus berlanjut pada TKG V (46,6041%), hal ini menjelaskan adanya pemanfaatan material energi untuk proses reproduksi dan metabolisme pada otot dorsal. Jika Energi (kj/g) yang terdapat pada visera menunjukkan peningkatan dari TKG I hingga TKG III (15,0843, 28,6266 dan 32,3608), kemudian mengalami penurunan pada TKG IV serta V (28,3134 dan 23,0716). Material energi pada

visera yang dominan berupa lemak, kandungan lemak mengalami peningkatan dari TKG I hingga TKG III (21,5064%, 58,3951% dan 64,0346%) kemudian mengalami penurunan pada TKG IV dan V (52,0731% dan 45,5419%) (Lampiran 15), penurunan ini dapat juga dipengaruhi dengan adanya penumpukan lemak intraperitoneal (IPF) (Lampiran 19) pada TKG III, IPF mengalami penurunan jumlahnya pada TKG IV dan di TKG V sudah tidak terdapat lagi. Optimalisasi penggunaan protein yang berasal dari visera terjadi pada saat pemijahan, yang terlihat penurunan drastis dari TKG IV ke TKG V.

Gambar 10 Kandungan energi pada organ otot dorsal (a), viseral (b), adephose fin (c), hati (d) dan gonad (e) ikan senggaringan per-tkg Adephose fin atau sirip lemak kandungan material yang diukur hanya berupa lemak, hasil yang didapat menunjukkan adanya pemanfaatan lemak dari adephose fin untuk menyokong proses perkembangan serta pematangan sel telur, terlihat dari adanya terus peningkatan dari TKG I hingga TKG III (5,8892%, 44,2699% dan 73,6852%), kemudian mengalami penurunan pada TKG IV (46,8861%) dan meningkat kembali pada TKG V (61,9462%). Kandungan material energi pada adephose fin (lemak) sejalan dengan adanya perkembangan gonad (Lampiran 16) Energi (kj/g) hati mengalami kenaikan kandungan dari TKG I hingga TKG III (20,1313, 25,1412 dan 25,4829), mengalami penurunan pada TKG IV dan V (21,4105 dan 19,8709). Dilihat dari kandungan material energi (Lampiran 17), terlihat kandungan lemak mengalami penurunan dari TKG I hingga TKG III (31,2602%, 25,1843% serta 21,3740%) dan mengalami peningkatan kembali pada TKG IV dan V (22,0874% dan 22,2139%). Kandungan protein yang terjadi sebaliknya, mengalami peningkatan dari TKG I hingga TKG III (32,5696%, 63,9640% serta 71,7557%), penurunan pada TKG IV dan V (53,3172% dan

46,6041%). Hal serupa juga terjadi pada kandungan glikogen hati yang memiliki pola yang sama dengan protein. Kandungan protein maupun lemak serta energi yang terkandung di gonad sejalan dengan peningkatan TKG, mengalami kenaikan dari TKG III ke TKG IV, penurunan pada TKG V (Lampiran 18), kejadian ini sejalan dengan proses perkembangan gonad dimana bertambahnya material yang dialokasikan ke sel telur, pada TKG V terjadi penurunan disebabkan karena telah dikeluarkannya sel telur pada saat pemijahan. Indek-indek Morfoanatomi Hubungan Panjang Berat Analisis statistik hubungan panjang total dan berat tubuh per TKG ikan senggaringan disajikan dalam bentuk grafik (Lampiran 20). Persamaan hubungan panjang total dengan berat tubuh menunjukkan bahwa nilai koefesian regresi (b) untuk ikan senggaringan (betina) TKG I adalah 3,0690, TKG II 3,1600, TKG III 3,0440, TKG IV 2,7570 dan TKG V 3,1060. Dari hubungan panjang berat menurut Effendie (2002) nilai b ini berada pada kisaran 2,4 3,5, bila berada diluar kisaran tersebut, maka bentuk tubuh ikan tersebut di luar batas kebiasaan bentuk tubuh ikan secara umum. Lebih lanjut diterangkan lagi, bila mana harga b sama dengan 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan tidak berubah bentuknya. Pertumbuhan berat dan panjangnya seimbang, namun bila nilai b lebih kecil dari 3 hal tersebut menunjukkan pertumbuhan berat ikan relatif lambat jika dibandingkan dengan panjangnya, sebaliknya jika nilai b besar dari 3 menunjukkan jika pertumbuhan berat relatif lebih cepat dibandingkan dengan panjangnya, arti kata ikan tersebut montok. Jika dilihat dari nilai R 2, didapat nilai untuk TKG I sebesar 0,9590, TKG II 0,9820, TKG III 0,6070, TKG IV 0,7250 dan TKG V 0,8170. Sedangkan nilai korelasi (r) TKG I 0,9790, TKG II 0,9910, TKG III 0,7790, TKG IV 0,8510 dan TKG V 0,9040. TKG I dan II menunjukkan adanya hubungan antara pertambahan panjang total dengan berat tubuh, dengan kata lain berat tubuh akan bertambah dengan bertambahnya panjang total tubuh ikan, sedangkan pada TKG III korelasinya melemah dan pada TKG IV dan V mengalami kenaikan hubungan

korelasinya. Allometrik negatif untuk TKG IV, artinya pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan berat, atau bisa jadi pada TKG IV ikan ini mengalami pengurangan komposisi material tubuh yang digunakan untuk proses reproduksi, sehingga mempengaruhi nilai kegemukan (b). Hal ini sesuai pendapat Turkmen et al. (2002), faktor fisik seperti nilai b diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan, perbedaan umur, persediaan makanan, perkembangan gonad, penyakit dan tekanan parasit. Soumakil (1996) menambahkan, adanya perbedaan nilai b pada ikan karena adanya perbedaan tingkat kematangan gonad, musim, kesuburan perairan. Faktor Kondisi (FK) Hasil pengamatan terhadap nilai rataan faktor kondisi ikan senggaringan untuk setiap tingkat kematangan gonad menunjukkan bahwa nilai rataan faktor kondisi berkisar antara 0,6925 0,8264 (Lampiran 21). Gambar 12 menunjukkan adanya peningkatan nilai faktor kondisi dari masing-masing TKG, kecuali pada TKG V terjadi penurunan yang erat kaitannya dengan proses pemijahan, hal ini dipengaruhi oleh pengurangan berat tubuh akibat telah dikeluarkannya sebagian sel telur serta penurunan kandungan material energi yang telah dimanfaatkan untuk proses perkembangan gonad dan pemijahan. Gambar 11 Nilai faktor kondisi ikan senggaringan per-tkg

Visera Somatic Index (VSI) Hasil pengamatan nilai VSI menunjukkan adanya penurunan dengan kenaikan kematangan gonad (Gambar 13), nilai VSI berada antara 2,5467 11,4320%, rataan tertinggi berada pada TKG V sebesar 4,6168% dan terendah berada pada TKG IV sebesar 2,7993% (Lampiran 22). Pengamatan secara visual pada TKG II, III dan IV, terlihat adanya intraperitonial fat (IPF) (Lampiran 19), lemak ini paling banyak ditemukan pada TKG III, sehingga rongga perut ikan dominan diisi dengan ovarium dan intraperitoneal fat (IPF). Dibandingkan dengan kandungan IPF TKG IV, maka akan terlihat pada TKG IV IPF-nya mulai sedikit dan bahkan hampir habis, menunjukkan jika pemanfaatan IPF sebagai salah satu cadangan material energi untuk reproduksi, hal ini diperkuat dengan ketiadaannya pada saat TKG V. Untuk kondisi IPF sendiri pada tiap bulannya berbeda, hal ini dapat dilihat dari berbedanya warna IPF perbulan selama pengambilan sampel. Silva et al. (1998) mengungkapkan perbedaan profil asam lemak erat kaitannya dengan pertumbuhan, kebiasaan makanan, ketersediaan makanan dan kebiasaan migrasi. Gambar 12 Nilai visera somatik index ikan senggaringan per-tkg Adepose Fin Index (AFI) Hasil pengamatan indeks adephose fin didapat nilainya antara 4,7059% hingga 12,7273%, nilai rataan tertinggi adephose fin index (AFI) terdapat pada

TKG III sebesar 10,5032% dan terendah terdapat pada TKG I sebesar 6,4114% (Lampiran 23). Dilihat dari Gambar 14, dapat dilihat peningkatan nilai AFI sehubungan dengan kenaikan TKG, kenaikan ini hanya sampai TKG III, pada TKG IV dan V terjadi penurunan. Kenaikan nilai AFI ini erat hubungannya dengan keberadaan material energi yang di deposit ikan senggaringan sebagai cadangan energi. Penurunan pada TKG IV menunjukkan jika ikan telah mengerahkan material energi baik diubah sebagai energi maupun material penyusun sel telur dan gonad. Gambar 13 Nilai adephose fin index ikan senggaringan per-tkg Hepato Somatic Index (HSI) Hasil pengamatan nilai HSI berkisar antara 0,6067% sampai 5,2357% (Lampiran 24). Nilai rataan tertinggi pada TKG V yaitu sebesar 1,2812% dan terendah pada TKG II sebesar 1,0008%. Nilai HIS terlihat berfluktuatif (Gambar 15), pada TKG II mengalami penurunan nilai HSI, dan TKG III terjadi peningkatan kembali, yang menandakan jika terjadi proses vitelogenesis pada hati, proses vitelogenesis erat kaitannya dengan pengalokasian material energi ke gonad. Pada TKG IV mengalami penurunan kembali, hal ini menggambarkan penurunan aktivitas di hati.

Gambar 14 Nilai hepato somatic index (HIS) ikan senggaringan per-tkg Gonado Somatic Index (GSI) Hasil perhitungan nilai GSI berkisar antara 0,0189% sampai 14,9830% (Lampiran 25), Nilai rataan tertinggi pada TKG IV yaitu sebesar 8,4075% dan terendah pada TKG I sebesar 0,0308%. Nilai GSI mengalami kenaikan sesuai dengan perkembangan gonad (Gambar 16), nilai GSI dari TKG I hingga TKG IV mangalami kenaikan lalu mengalami penurunan pada TKG V, penurunan ini erat kaitannya dengan proses pemijahan. Gambar 15 Nilai gonado somatix index (GSI) ikan senggaringan per-tkg

Kenaikan GSI erat kaitannya dengan pertumbuhan Gonad, dimana saat TKG II gonad mengalami pertumbuhan berat dan panjang juga dalam hal jumlah selnya, begitu juga pada TKG III dan IV, yang mana pertumbuhannya cukup besar juga di pengaruhi dengan mulai banyaknya material penyusun sel telur hingga tahap pematangan, dimana salah satu proses yang mempunyai peranan besar adalah vitelogenesis. Fekunditas dan Diameter Telur Dari hasil pengamatan yang dilakukan dari 25 sampel di dapat rataan nilai fekunditas 20710,3400 butir dengan kisaran antara 3025 50018 butir (Lampiran 26). Hubungan antara panjang total tubuh terhadap nilai fekunditas (Gambar 17), nilai determinan (R 2 ) sebesar 0,2320 dan nilai koefisien korelasinya (r) sebesar 0,4820, hal ini menunjukkan jika korelasi antara panjang total tubuh dan nilai fekunditas kecil. Untuk nilai diameter telur didapat kisaran antara 392,0935 604,7016 µm. Rukayah et al. (2003), melaporkan bahwa proporsi ukuran diameter telur pada musim kemarau masih didominasi oleh ukuran 50-100 µm, lebih lanjut melaporkan bahwa strategi reproduktif ikan senggaringan ditinjau dari fekunditas mutlak berkisar antara 10005 39621,61 butir Gambar 16 Hubungan panjang total tubuh terhadap fekunditas ikan senggaringan Dalam hubungan fekunditas dengan berat terdapat beberapa kesukaran, seperti adanya beberapa ikan yang tidak mengkonsumsi makanan saat melakukan

proses reproduksi, sehingga material untuk pertumbuhan gonad dan energi untuk metabolisme tubuhnya diambil dari jaringan somatik, sehingga akan berpengaruh terhadap hitungan nantinya (Effendie 2002). Jika dilihat dari nilai korelasi, maka nilainya sangat rendah. Rendahnya korelasi yang didapat kemungkinan disebabkan oleh batas kisar yang ekstrim dari fekunditas pada ukuran yang sama, hal ini merupakan hal yang tidak biasa (Effendie 2002). Namun jika dilihat dari nilai b berada dalam nilai yang normal, sebagaimana yang diungkapkan Bagenal diacu dalam Effendie (2002) harga eksponen b berkisar antara 2,34 5,28 dan kebanyakan berkisar diatas 3. Hubungan nilai fekunditas dan diameter telur (Gambar 18 dan Lampiran 27) menunjukkan bahwa ikan senggaringan termasuk ikan yang total spawning pada saat pemijahannya. Gambar 17 Sebaran telur perkelompok diameter telur (dari 900 sel telur) Fisika Kimia Air Pengukuran fisika-kimia air selama penelitian di dapat kedalam tepi berkisar 0,25 1,36 m dan tengah berkisar antara 0,99 5,2 m. Suhu berkisar antara 23 29 O C. Kecepatan arus berkisar antara 0,075 1,09 m/s. Kualitas kimia air nilai ph di dapat antara 6,5 7,5, oksigen terlarut antara 4,2 8,4 ppm, alkalinitas berkisar antara 70,56 87,49 mg CaCo 3 /l dan CO2 bekisar antara 1,76 8,58 ppm. Untuk kondisi fisika-kimia air masih dalam kondisi yang baik untuk sebuah perairan umum. Kondisi fisika kimia air perbulan dapat dilihat pada Lampiran 28.