BAB III METODOLOGI. Penelitian ini merupakan aktivitas refleksi kritis yang berada dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

1. A. Pengantar. 1. B. Perkembangan Konseptualisasi

DAFTAR PUSTAKA (2008) Manusia: Makhluk Dimensional, Pontianak: STAIN Press.

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN

Etika dan Filsafat. Komunikasi

Modul ke: TEORI KOMUNIKASI TEORI INTERPRETIF. Fakultas ILMU KOMUNIKASI SOFIA AUNUL, M.SI. Program Studi BROADCASTING.

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksistensialisme religius..., Hafizh Zaskuri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

PEMIKIRAN SØREN KIERKEGAARD TENTANG HAKIKAT AGAMA: KONTRIBUSINYA BAGI DIALOG DAN KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA RINGKASAN DISERTASI

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini adalah deksriptif. Penelitian deskriptif merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai wacana bentuk analisis yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

ALIRAN PENDIDIKAN PROGRESIVISME DAN KONTRIBUSINYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN PANCASILA DI INDONESIA

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai wacana kritik sosial yang berkaitan dengan fenomena kemiskinan yang

DIKTAT PENELITIAN SENI

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

Hermeneutika Sebagai Interpretasi Makna Dalam Kajian Sastra. Berthin Simega 1

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

FILSAFAT????? Irnin Agustina D.A, M.Pd

BAB III. Metodologi Penelitian

BAB IV KESIMPULAN, RELEVANSI, DAN TANGGAPAN KRITIS. yaitu; (1) individu sebagai eksistensi konkret, (2) individu yang menyadari bahwa

PENDIDIKAN PANCASILA VISI DAN MISI PENDIDIKAN PANCASILA.

1. Secara paradigmatik dikenal ada 3 (tiga) macam paradigma penelitian:

III. METODE PENELITIAN. berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti

EKSISTENSIALISME KIERKEGAARD: ANALISIS FILOSOFIS PRAKSIS TERHADAP FILM YES MAN

HERMENEUTIKA SEBAGAI SISTEM INTERPRETASI PAUL RICOEUR DALAM MEMAHAMI TEKS-TEKS SENI

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Teori Hermeneutik dan Perkembangannya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN OLEH LASIYO UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

Filsafat eksistensialisme

Pusdiklat Spimnas 2011

CRITICAL THEORIES Bagian III

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

Diterjemahkan oleh K.J. Veeger, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm Zainal, Abidin, Filsafat Manusia, (Jakarta: Rosda Karya, 2003), hlm.

BAB V PENUTUP. penulis angkat dalam mengkaji pendidikan ekologi dalam perspektif Islam,

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF : KONTRUKTIVIS DAN PARADIGMA KRITIS. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

PANCASILA AKTUALISASI PANCASILA DALAM PENGEMBANGAN IPTEK DAN KEHIDUPAN AKADEMIK. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan

Written by Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. Saturday, 06 February :00 - Last Updated Tuesday, 23 February :32

Modul ke: Materi Penutup. Fakultas PSIKOLOGI. Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Progresif

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. memahami isinya dengan baik. Walaupun demikian, isinya harus tetap memikat

Daftar Isi. Tata Cara Mengemas Produk Pariwisata pada Daerah Tujuan Wisata Edwin Fiatiano

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, manusia dapat menemukan hal-hal baru yang dapat dikembangkan dan

Masuknya Hermeneutika dalam Lingkup Ilmu Tafsir (Review atas Artikel Sofyan A.P. Kau) Oleh: Wahidatul Wafa dan Asep Supianudin

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed

Kewarganegaraan. Pengembangan dan Pemeliharaan sikap dan nilai-nilai kewarganegaraan. Uly Amrina ST, MM. Kode : Semester 1 2 SKS.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V PENUTUP. Konsep dialektika eksistensi menekankan manusia sebagai makhluk individual, personal

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR

ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

URGENSI FILSAFAT PENELITIAN TINDAKAN KELAS DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BELAJAR SISWA. Dr. Y. Suyitno MPd Dosen Filsafat Pendidikan UPI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

KAJIAN ILMIAH TERHADAP PANCASILA

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI A. Metode dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan aktivitas refleksi kritis yang berada dalam wilayah keilmuan filsafat. Oleh karenanya, metode yang digunakan untuk melakukan proses kerja penelitian haruslah metode yang akrab dan dapat mewadahi kehasratan pemikiran filosofis penulis dalam mengkaji tema penelitian. Proses kerja dalam penelitian ini berisikan aktivitas pembacaan, aktivitas pemaknaan, serta aktivitas penafsiran, yang kesemuanya penulis arahkan untuk menyibak tabir fenomena realistis dari dunia pendidikan dan juga fenomena teks dari pemikiran eksistensialisme Kierkegaard. Untuk kepentingan aktivitas kerja penelitian tersebut, penulis menggunakan metode Hermeneutika. 1) Secara metodis, setiap penggunaan hermeneutika sebagai metode kajian, senantiasa diarahkan pada upaya untuk mengungkap makna yang terkandung dalam berbagai discursive action (tindakan berwacana). Dalam penelitian ini penulis tujukan untuk mengungkap makna manusia dalam kandungan Sistem Pendidikan Nasional. 1) Hermeneutika (Inggris: Hermeneutics) merupakan metode yang sangat akrab di dunia filsafat. Secara etimologis, istilah hermeneutika berasal dari bahasa Latin: hermeneuine atau dalam bahasa Yunaninya hermeneia dengan arti, menafsirkan atau penafsiran. Makna ini diasosiasikan kepada nama dewa dalam mitologi Yunani, yakni dewa HERMES (Hermeios), dewa yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan dari penguasa semesta jagad raya ke dalam bahasa manusia. Peran dewa penafsir seperti ini juga dikenal dalam mitologi Mesir, yakni pada dewa Theth. Karena perannya sebagai penyampai sekaligus penafsir pesan, maka ia biasa juga disebut dengan dewa kata. Pemaknaan lain tentang hermeneutika dapat dibaca dalam Adian, D.G., Percik Pemikiran Kontemporer, Sebuah Pengantar Komprehensif, 2006, Bandung: Jalasutra, hal. 199.

101 Ada tiga argumentasi logis yang mendasari penulis menggunakan metode hermeneutika untuk kepentingan penelitian ini, yaitu: Pertama, penelitian yang penulis lakukan berbentuk library research, dimana dalam proses kerjanya memestikan penulis berkomunikasi dengan sejumlah wajah teks, yakni teks tentang riwayat hidup dan pemikiran eksistensi dari Søren Aabye Kierkegaard, serta teks tentang Sistem Pendidikan Nasional yang termuat dalam undang-undang. Kebutuhan akan kemestian dimaksud dapat terpenuhi dengan penggunaan metode hermeneutika. Kedua, tema kajian dalam penelitian ini merupakan serpihan dari bangunan ilmu-ilmu pengetahuan sosial kritis. Secara metodis, kajian terhadap tema-tema berwacana ilmu-ilmu pengetahuan sosial kritis membutuhkan sebuah metode yang di dalamnya terkandung interest (kehasratan) berjenis emansipasi (Habermas, 1971: 77). 2) Jenis interest (kehasratan) ini merupakan salah satu muatan yang terkandung di dalam metode hermeneutika. Ketiga, isu utama yang penulis hasrati dari tema penelitian ini berkaitan dengan tindakan anggota kelompok sosial, yakni tentang pemaknaan dan sikap terhadap manusia dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pada umunya tindakan tersebut berlandas pada interpretasi yang bersumber dari norma tertentu, 2) Interest (kehasratan) emansipasi dimaksudkan oleh Habermas sebagai intensionalitas dalam mengurai kebekuan hubungan antara berbagai interpretasi ilmu-ilmu pengetahuan sosial kritis, sebagai akibat dari penerapan ideologi tertentu. Ia membagi interest (kehasratan) menjadi tiga jenis, sesuai dengan bangunan ilmu pengetahuan manusia, yaitu: instrumental intreset untuk ilmu-ilmu pengetahuan analitis-empiris; practice interest untuk ilmu-ilmu kesejarahan; dan emancipation interest untuk ilmu-ilmu pengetahuan sosial kritis.

102 sehingga segala bentuk tindakan dapat ditafsirkan sebagai pemenuhan atau aplikasi dari norma yang diberlakukan (Habermas, 1987: 23). 3) Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan proses kerja kontekstualisasi terhadap teks-teks dimaksud di atas, penulis memilih readerly sebagai approach system (pendekatan) penelitian. 4) Penggunaan readerly juga ditujukan untuk memperluas ruang kebebasan bagi penulis dalam melakukan aktivitas penafsiran. Hal ini sesuai dengan karakter readerly sebagai sebuah approach system (pendekatan) yang berisikan penjelasan, bahwa: pertama, kuasa penafsiran ada pada penafsir; kedua, eksistensi penafsir dalam ruang kebebasan menghentikan gerak langkah penutur; dan ketiga, penafsiran bermakna proses kontekstualisasi yang membidani lahirnya makna kontekstual (McCarthy, 1978: 23). B. Model dan Jenis Metode Penelitian Deskripsi tentang ketiga argumentasi logis dari penggunaan metode penelitian di atas sekaligus menjelaskan tentang argumen pemilihan model dan jenis hermeneutika yang penulis gunakan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan model hermeneutika kritis yang bersumber dari pemikiran kritis 3) Habermas membagi tindakan manusia ke dalam empat bentuk, yaitu: tindakan Teologis, yang menitikberatkan pentingnya sebuah keputusan, sehingga keseluruhan proses pemikiran dirancang untuk melahirkan dan menjaga sebuah keputusan; tindakan Normatif, yang sarat dengan pemahaman, bahwa tindakan adalah pemenuhan atau penunaian norma; tindakan Dramaturgik, yang mengedepankan peran penampilan diri sebagai unsur terpenting dalam menawarkan sebuah tindakan; tindakan Komunikatif, yang menjadikan interpretasi sebagai inti dari sebuah tindakan. 4) Bentuk approach system (pendekatan) lain yang terdapat dalam tradisi hermeneutika adalah Writerly (kuasa tafsiran ada pada penulis/penutur). Karakteristik dari approach system (pendekatan) ini: pertama, kuasa penafsiran ada pada penulis/penutur; kedua, eksistensi penulis/ penutur mendominasi ruang kebebasan penafsiran; ketiga, penafsiran bermakna sebagai aktivitas tekstual yang terikat pada simbol-simbol sejarah.

103 Jürgen Habermas (1929). 5) Hermeneutika kritis Habermas menegaskan, bahwa dalam proses penafsiran dibutuhkan pemahaman tentang makna yang mampu mengartikulasikan relasi simbol-simbol sebagai hubungan antarfakta. Proses penafsiran merupakan aktivitas rekonstruksi makna berdasarkan hubunganhubungan formal (Habermas, 1974: 82). Keterpautan antara pengalaman penulis sebagai tenaga pendidik dan juga latar keilmuan di bidang kajian filsafat, dengan tema penelitian, menjadi alasan utama digunakannya model hermeneutika kritis. Hal ini sesuai dengan salah satu kaidah dalam hermeneutika kritis yang mempersyaratkan adanya keterlibatan pengalaman serta pengetahuan penafsir dalam aktivitas penafsiran (McCarthy, 1987: 46). Sementara itu, untuk kepentingan pengembangan wacana kritis dalam penelitian, penulis menggunakan jenis philosophical hermeneutics (hermeneutika filosofis). Jenis hermeneutika ini menitikberatkan pada proses dan hasil pemahaman yang dilakukan oleh penggunanya (Palmer, 1969: 35). 6) Penggunaan philosophical hermeneutics sekaligus menjelaskan nuansa kajian yang penulis lakukan dalam penelitian ini, yakni filsafat. 5) Dalam tradisi filsafat terdapat 8 model hermenutika, dimana masing-masing model diidentikkan dengan pola pikir yang dikembangkan oleh filsuf tertentu. Kedelapan model dimaksud adalah: 1. Hermeneutika Romantis pada Schleiermacher; 2. Hermeneutika Metodis pada Wilhelm Dilthey; 3. Hermeneutika Dialektis pada Martin Heidegger; 4. Hermeneutika Fenomenologis pada Edmund Husserl; 5. Hermeneutika Dialogis pada H.G. Gadamer; 6. Hermeneutika Kritis pada Jürgen Habermas; 7. Hermeneutika Naratif pada Paul Ricoeur; dan 8. Hermeneutika Rekonstruktif pada Jacques Derrida. 6) Palmer mengklasifikasikan hermeneutika ke dalam enam jenis, yaitu: Exegesis, jenis kajian terhadap kitab suci; Philology, jenis kajian terhadap teks sastra klasik; Technical Hermeneutics, jenis kajian terhadap pengembangan dan penggunaan aturan kebahasaan; Philosophical Hermeneutics, jenis kajian terhadap hasil dan proses pemahaman; Dream Analysis, jenis kajian terhadap makna di balik sistem simbol; dan Social Hermeneutics, jenis kajian terhadap individu beserta tindakan sosialnya.

104 Kajian yang bernuansa filsafat berlandaskan pada karakteristik pola pikir filosofis, yaitu: kritis, radikal, koherensif, dan spekulatif. Pola pikir kritis bertujuan untuk melahirkan pemahaman yang clearly (jelas) dan distinctly (terpisah dari kepalsuan). Dalam penelitian ini, pola pikir kritis penulis terapkan dengan senantiasa mengajukan berbagai pertanyaan tentang eksistensi manusia dalam ruang penafsiran eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard, yang menjadi objek formal penelitian, dan juga tentang makna eksistensi manusia dalam ruang sistem pendidikan di Indonesia, yang merupakan objek material penelitian. Setiap jawaban yang muncul penulis jadikan sebagai dasar untuk pengajuan pertanyaan berikutnya. Proses tersebut penulis lakukan secara terus menerus hingga tidak ditemukan lagi pertanyaan yang layak untuk dipertanyakan. Selanjutnya, penerapan pola pikir radikal bertujuan untuk membongkar dan mengurai struktur dari sebuah bangunan pemahaman guna menyentuh sudut esensial (hakikat) dari pemahaman tersebut. Pola pikir ini penulis terapkan melalui proses pembacaan dan penafsiran terhadap latar pemikiran eksistensialisme Kierkegaard. Di samping itu, penulis juga melakukan kajian mendalam terhadap muasal dari pemaknaan tentang manusia dalam sistem pendidikan di Indonesia, dengan melakukan penelusuran terhadap historisitas Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang berlaku. Sementara, penerapan pola pikir koherensif bertujuan untuk merajut keterhubungan makna-makna yang berhamparan dalam semesta penafsiran. Pola pikir ini penulis terapkan melalui kajian korelatif terhadap pemikiran eksistensialisme Kierkegaard yang tersebar di dalam beberapa karya tulis nya.

105 Kajian serupa juga penulis lakukan terhadap pemaknaan tentang manusia dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dengan kurikulum pendidikan yang diberlakukan. Penerapan pola pikir terakhir adalah pola pikir spekulatif yang bertujuan untuk merangkum hasil kajian, dari aplikasi ketiga pola pikir sebelumnya, baik tentang eksistensi manusia dalam eksistensialisme Kierkegaard, maupun tentang eksistensi manusia dalam sistem pendidikan di Indonesia. Rangkuman hasil kajian tersebut selanjutnya penulis rumuskan menjadi simpulan bagi keseluruhan kajian yang telah penulis lakukan. Simpulan dimaksud bersifat spekulatif, dalam artian sementara dan terbuka bagi kritik pembanding, dalam ruang dialogis. C. Sumber Data Sumber data untuk penelitian ini penulis kelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu sumber data untuk kepentingan objek formal dan sumber data untuk kepentingan objek material. Penulis tidak membedakan sumber data ke dalam kelompok primer atau utama dan skunder atau pendukung, karena dalam penggunaan metode hermeneutika kritis dengan pola pikir koherensif, semua sumber data menjadi penting untuk dibaca dan ditafsirkan. Untuk kepentingan objek formal penelitian, kesembilan karya dari Søren Aabye Kierkegaard menjadi sumber data yang penulis kaji dan tafsirkan. Kesembilan karya dimaksud adalah:

106 1. Attack Upon Christendom, dialihbahasakan oleh Walter Lowrie, dan diterbitkan pada tahun 1946 oleh Princeton University Press, New Jersey; 2. Philosophycal Fragments, dialihbahasakan oleh David F. Swenson, dan diterbitkan pada tahun 1946 oleh Princeton University Press, New Jersey; 3. Point of View, dialihbahasakan oleh Walter Lowrie, dan diterbitkan pada tahun 1950 oleh Oxford University Press, London; 4. Fear and Trembling and Sickness Unto Death, dialihbahasakan oleh Walter Lowrie, dan diterbitkan pada tahun 1954 oleh Doubleday Press, New York; 5. The Journals of Søren Kierkegaard, dialihbahasakan serta diedit oleh Alexander Dru, dan diterbitkan pada tahun 1958 oleh Collins Press, London; 6. Either/Or, Vol. 1, dialihbahasakan oleh David F. Swenson bersama Lillian Marvin Swenson, dan diterbitkan pada tahun 1959 oleh Princeton University Press, New Jersey; 7. The Present Age, dialihbahasakan oleh Alexander Dru, dan diterbitkan pada tahun 1962 oleh Collins Press, London; 8. Either/Or, Vol. 2, dialihbahasakan oleh Walter Lowrie, dan diterbitkan pada tahun 1972 oleh Princeton University Press, New Jersey; 9. Concluding Unscientific, Postcript, dialihbahasakan oleh David F. Swenson, dan diterbitkan pada tahun 1974 oleh Princeton University Press, New Jersey.

107 Selain kesembilan karya Kierkegaard tersebut, penulis juga menjadikan beberapa literatur lain, yang berisikan komentar terhadap pemikiran Kierkegaard, sebagai sumber data. Literatur-literatur dimaksud antara lain adalah: 1. A Kierkegaard Anthology, karya Robert Bretall, diterbitkan pada 1951 oleh Princeton University Press di New Jersey; 2. Existentialism: Soren Kierkegaard, Jean-Paul Sartre, Albert Camus, karya Vincent Martin dan diterbitkan pada 1962 oleh Thomist Press di Washington D.C.; 3. The Phenomenology of Mood in Kierkegaard, karya Vincent A. McCharthy dan diterbitkan pada 1978 oleh The Hague Press di Boston; 4. Perjumpaan dalam Dimensi Ketuhanan, Kierkegaard & Buber, karya Margaretha Paulus dan diterbitkan pada 2006 oleh Wedatama Widya Sastra di Jakarta. Selanjutnya, untuk kepentingan objek material penelitian, penulis melakukan pembacaan dan penafsiran terhadap Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Proses pembacaan penulis awali dengan melacak jejak keterhubungan undang-undang ini dengan UU RI nomor 2 tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan UU RI nomor 4 tahun 1950 tentang Pokok-pokok Pengajaran dan Pendidikan. Asumsi logis yang mendasari penulis dalam menentukan sumber data ini adalah, keberadaan dan peran Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 sebagai landasan sekaligus payung bagi segala bentuk kebijakan kependidikan di Indonesia.

108 Selain bersumber dari Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003, proses pengayaan makna untuk kepentingan objek material juga penulis ambil dan kaji dari beberapa sumber peraturan terkait, seperti: Undang-Undang RI nomor 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen; dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan. Keterhubungan metodis antara objek formal penelitian dengan objek material penelitian penulis gambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut: Bagan 10.3 ALUR PIKIR BANGUNAN PARADIGMA IDENTIFIKASI EMPIRIS SISDIKNAS Absurditas landasan: ontologis aksiologis epistemologis. Dis-orientasi. Dis-integrasi capaian. Individu dipahamkan sebagai komunitas IDENTIFIKASI RASIONAL SISDIKNAS Dominasi positivisme Internalisasi prestise politis pemerintah. Arah kebijakan beralur top down. REALITAS KEHIDUPAN BANGSA Trend Korupsi Budaya tauran Konsumen Narkoba Miras Tindak kriminal PARADIGMA EKSISTENSIALISME KIERKEGAARD: Individu yang bereksistensi Individu unik. Individu konkret. Kemestian subjektif Makhluk Dimensional Makhluk Potensial REKONSTRUKSI SISTEM: Penguatan landasan Kejelasan orientasi kebijakan hasrat Siswa sebagai individu Alur kebijakan buttom up EKSPEKTASI INDIVIDUALISASI PENDIDIKAN Eksternalisasi core virtues dari kedirian individu Potensialitas ke aktualitas Menjadi diri berkesadaran Memiliki Good character Individu utuh REKONSTRUKSI MORAL SOSIAL: Pendidikan Karakter berparadigma kesadaran eksistensial Maksimalisasi core virtues kedirian individu dalam lingkungan santun Pengelolaan media

109 D. Proses dan Tahapan Penelitian Proses kerja dalam penelitian yang menggunakan metode hermeneutika ini penulis mulai dengan melakukan aktivitas tafsir terhadap dua jenis objek. Aktivitas tafsir pertama penulis lakukan terhadap objek berupa realitas teks yang berisikan pemikiran Søren Aabye Kierkegaard (1813 1855) tentang eksistensi manusia. Aktivitas tafsir kedua penulis arahkan kepada objek berupa realitas riil tentang sistem pendidikan di Indonesia. Secara metodis, hasil dari penafsiran terhadap kedua objek penelitian tesebut penulis posisikan dalam ruang kajian yang berbeda, namun bersinergis sebagai sebuah keutuhan tematis. Fenomena realistis dari dunia pendidikan penulis tempatkan sebagai objek material penelitian, sementara, fenomena teks dari pemikiran eksistensialisme Kierkegaard, penulis posisikan sebagai objek formal penelitian. Selanjutnya, pemikiran eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard tentang manusia, sebagai objek formal penelitian, menjadi paradigma bagi penulis dalam melakukan analisis refleksi kritis terhadap realitas fenomenal sistem pendidikan di Indonesia. Aktivitas analisis penelitian penulis lakukan dalam tiga tahapan kegiatan, yaitu: 1. Deskripsi: Tahapan pembentangan informasi atau data yang bersumber dari hasil pembacaan terhadap realitas teks dan realitas riil. Informasi atau data dimaksud berisikan: Sejarah kehidupan dan pemikiran Søren Aabye Kierkegaard tentang eksistensi manusia; dan Realitas fenomenal tentang sistem pendidikan di Indonesia.

110 2. Interpretasi: Tahapan penataan bangunan pemahaman dari hasil pembacaan terhadap realitas teks pemikiran eksistensialisme Kierkegaard tentang eksistensi manusia dan realitas riil tentang sistem pendidikan di Indonesia. Bangunan pemahaman dimaksud ikut disempurnakan oleh serpihan pemahaman yang sebelumnya tersedia dalam ruang latar keilmuan penulis. Tahapan ini penulis jalani dengan bersandar pada sebuah kesadaran akan kemungkinan adanya approximation (perbedaan tafsir) antara pemahaman penulis dengan pemahaman pihak lain. Approximation (perbedaan tafsir) bukan lah sebuah celah yang berpotensi meruntuhkan bangunan pemahaman yang penulis tata, tetapi justru merupakan nilai tambah, dalam bentuk mutual understanding (pemahaman bersama) yang dapat memperindah bangunan pemahaman itu sendiri. 3. Refleksi: Tahapan penafsiran kritis terhadap bangunan pemahaman yang bersumber dari hasil proses pembacaan dan juga dari serpihan pemahaman bawaan penulis. Refleksi merupakan aktivitas inti dari keseluruhan proses penelitian ini. Aktivitas refleksi dapat diibaratkan seperti seseorang yang sedang berdiri di depan sebuah cermin. Berbekal ide-ide tertentu, ia mengamati secara serius apa pun yang dipantulkan oleh cermin untuk kemudian ia gunakan sebagai landasan dalam memaknai realitas di luar cermin yang berada dalam ruang pikirannya. Dalam penelitian ini, penulis adalah seseorang dengan bekal ide-ide kefilsafatan dan kependidikan, berdiri di hadapan sebuah cermin untuk mengamati dan memaknai segala bentuk pantulannya. Sementara, cermin yang penulis maksudkan adalah

111 pemikiran eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard tentang eksistensi manusia. Berbekal hasil pemaknaan atas segala bentuk pantulan pemikiran Kierkegaard tentang eksistensi manusia itu lah kemudian penulis melakukan penafsiran dan pemaknaan atas realitas sistem pendidikan di Indonesia. Refleksi kritis penulis lakukan terhadap realitas fenomenal sistem pendidikan di Indonesia dengan berlandas pada paradigma eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard, tentang eksistensi manusia. Tahapan refleksi ini akan penulis akhiri dengan aktivitas penyimpulan yang terdiri dari tiga bentuk simpulan, yaitu: a. Deduksi: simpulan tentang sesuatu dalam keharusan. Simpulan ini merupakan hasil refleksi kritis penulis terhadap pemahaman yang terbangun dari aktivitas interpretasi atau penafsiran tentang maknamakna ideal dalam ruang keilmuan penulis. b. Induksi: simpulan tentang sesuatu dalam kenyataan. Simpulan ini terlahir dari hasil refleksi kritis penulis terhadap pemahaman yang terbangun atas pengamatan dan interpretasi atau penafsiran tentang makna-makna fenomenal dalam ruang pengalaman penulis. c. Abduksi: simpulan tentang sesuatu dalam kemungkinan. Simpulan ini penulis rumuskan berdasar pada hasil refleksi kritis terhadap realitas sistem pendidikan di Indonesia dengan menggunakan paradigma eksistensialisme Søren Aabye Kierkegaard. Isi dari simpulan yang penulis rumuskan merupakan ungkapan makna-makna ideal dari ruang kehasratan penulis.

PROSES AKTIVITAS PENULIS / PENAFSIR DEDUKSI INDUKSI ABDUKSI 112 Keseluruhan proses dan tahapan penelitian penulis gambarkan dalam bagan sebagai berikut: Bagan 11.3 ALUR KERJA PROSES METODIS PEMAHAMAN: - Filsafat - Pendidikan PROSES PEMBACAAN EKSISTENSIALISMEKierkegaard (Pengalaman hidup Reflektif) Individu yang bereksistensi Individu: Makhluk autentik Individu: Makhluk konkret Subjektif adalah kemestian Potensi Kedirian individu (tafsiran sebagai PARADIGMA). Eksistensi Individu dalam Pendidikan Nasional UU dan Oreintasi proses Fenomena Perubahan Kurikulum dan Hasrat Capaian kompetensi Etika Pendidikan dan Citra kedirian individu PROSES PEMAHAMAN OBJEK FORMAL OBJEK MATERIAL PROSES PENAFSIRAN PROSES PENYIMPULAN

113 E. Definisi Konseptual Individualisasi Pendidikan merupakan terminologi yang penulis gunakan untuk menggambarkan sebuah bangunan paradigma kependidikan. Dalam logika bahasa, terminologi ini merupakan bentuk term majemuk yang terdiri dari dua kata, individualisasi dan pendidikan. Individualisasi merupakan kata kerja bentukan dari kata benda individu. Sementara pendidikan adalah kata benda bentukan dari kata kerja didik. Individualisasi dalam tema penelitian ini penulis maksudkan sebagai sebuah aktivitas kritis dalam upaya mengembalikan perhargaan terhadap nilainilai keunikan dan konkresitas individu. Aktivitas ini penulis tujukan untuk menjadi landasan aksiologis dari program pendidikan, yang selama ini cenderung menegasi nilai-nilai individual manusia dengan mengedepankan pemahaman serta pemaknaan generalistis. Selanjutnya, term pendidikan yang mengandung pengertian proses perubahan sikap serta tata laku manusia ke arah pendewasaan diri melalui aktivitas pembelajaran, dalam tema penelitian ini penulis maksudkan dan tujukan pada aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan formal. Aktivitas komunikasi pendidikan yang menjadi area sentuhan dalam penelitian ini penulis batasi pada upaya memahamkan keberadaan peserta didik sebagai individu unik dan konkret dengan naturalitas potensi kedirian individualnya. Individualisasi Pendidikan yang menjadi tema utama penelitian ini penulis maknai sebagai sebuah paradigma kependidikan. Paradigma dimaksud

114 menitikberatkan pada upaya memahami, memaknai dan menghargai peserta didik sebagai individu yang unik dan konkret, bukan sekedar sebagai manusia yang berkumpul dalam sebuah kelompok belajar. Paradigma ini terbangun dari sebuah keinginan untuk memperjelas serta memperkokoh landasan ontologis, aksiologis dan epistemologis dunia pendidikan. Sebagai sebuah bangunan paradigma, individualisasi pendidikan berisikan pemikiran tentang idealisasi perluasan wilayah bereksistensi bagi individu yang memainkan peran sebagai peserta didik. Sarana bagi idealisasi ini adalah kebebasan eksistensial, dimana setiap individu diberikan kesempatan untuk mengekspresikan potensi kediriannya sebagai makhluk unik dan konkret. Untuk menjaga idealitas ini, guru sebagai individu yang memainkan peran pelaku didik, harus mampu menumbuhkembangkan aura kesadaran akan tanggung jawab dari setiap pilihan tindakan pada masing-masing diri peserta didik nya. Pada akhirnya, kesadaran tersebut harus selalu direfleksikan melalui aktivitas evalusi diri setiap individu dalam peran sebagai peserta didik. Materi evaluasi dimaksud berisikan tentang kesadaran akan batasan capaian dari aktivitas pembelajaran yang telah diikuti. Bentuk evaluasi seperti ini setidaknya berpotensi menegasi kecenderungan untuk melakukan tindakan tidak terpuji, yang biasa dilakukan peserta didik dalam dunia pendidikan, sekaligus mengafirmasi realitas akan keterbatasan kemampuan diri.