BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

BAB V KESIMPULAN. hanya dapat dilakukan satu kali saja. 1 Hal itu berarti putusan yang

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

I. PENDAHULUAN. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

PENINJAUAN KEMBALI LEBIH DARI SATU KALI, ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 46/PUU-XII/2014 Retribusi Terhadap Menara Telekomunikasi

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 13/PUU-XIV/2016 Penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

HAK JAKSA MENGAJUKAN PK DAN BATASANNYA. OLEH: Paustinus Siburian, SH., MH. ABSTRAK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA 28 /PUU-VIII/2010

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.

ASPEK HUKUM PENINJAUAN KEMBALI LEBIH DARI SATU KALI DALAM PERKARA PIDANA (PERSPEKTIF PENEGAKAN KEADILAN, KEPASTIAN DAN KEMANFAATAN HUKUM)

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 16/PUU-VI/2008

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 13/PUU-XIV/2016 Penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XV/2017 Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Menentukan Persyaratan Sebagai Kuasa Wajib Pajak

DAFTAR PUSTAKA. A. Sukarno, Muhadar, Maskun, 2013, Filsafat Hukum Teori dan Praktik, Kencana, Jakarta

PROBLEMATIKA YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU-XI/2013 TENTANG PENINJAUAN KEMBALI LEBIH DARI SATU KALI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 29/PUU-XII/2014 Hak Politik Bagi Mantan Terpidana Politik

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

Ringkasan Putusan.

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-IX/2011

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

PUTUSAN Nomor 45/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-I/2003

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang memberikan hak yang dapat digunakan oleh para pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan pengadilan. Hak tersebut diberikan karena setelah serangkaian pemeriksaan sidang pengadilan selesai dan putusan hakim telah dibacakan, masih terdapat kemungkinan putusan hakim tidak memuaskan bagi salah satu pihak atau kedua belah pihak. Putusan itu dinilai oleh salah satu pihak atau keduanya merugikan, sehingga perlu adanya upaya untuk mengubah putusan tersebut. Dalam konteks hukum acara pidana terdapat dua jenis upaya hukum yang dapat digunakan, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. 1 Upaya hukum biasa terdiri dari banding dan kasasi. 2 Sementara itu, upaya hukum luar biasa terdiri dari kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali. 3 1 Pasal 1 Angka 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) 2 Pasal 233 sampai dengan Pasal 258 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) 3 Pasal 259 sampai dengan Pasal 269 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209)

2 Salah satu upaya hukum luar biasa dalam hukum acara pidana, yakni peninjauan kembali, menjadi fokus dalam penulisan hukum ini. Peninjauan kembali pada dasarnya adalah upaya hukum yang disediakan untuk semata-mata melindungi kepentingan terpidana, bukan kepentingan negara atau korban. 4 Berbagai peraturan yang mengatur kemungkinan membuka kembali perkara yang telah berkekuatan hukum tetap setelah kemerdekaan Indonesia 5 menunjukkan semangat perlindungan terhadap kepentingan terpidana untuk mencari keadilan. Dalam hal terdapat keberatan atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap maka terpidana atau ahli warisnya dapat melakukan suatu upaya dengan mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. 6 Menurut Pasal 268 ayat (3) KUHAP pengajuan peninjauan kembali tersebut dibatasi hanya dapat diajukan satu kali untuk perkara yang sama yang telah diputus. 7 Sehingga perkara yang sudah keluar putusan peninjauan kembali tidak boleh diujikan kembali. Dalam praktiknya memang pernah terjadi beberapa perkara dimana peninjauan kembali bisa terjadi lebih dari satu kali karena pihak penuntut 4 Adami Chazawi, 2010, Lembaga Peninjauan Kembali (PK) Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 3 5 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1969 tentang Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1980 tentang Peninjauan Kembali Putusan Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Taambahan Lembaran Negara Nomor 3209) 6 Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) 7 Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209)

3 umum juga menggunakan upaya hukum peninjauan kembali. 8 Hal ini merupakan suatu penyimpangan karena pada dasarnya peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali dan hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli waris sebagaimana ditentukan Pasal 263 ayat (1) KUHAP dan Pasal 268 ayat (3) KUHAP, bukan diajukan oleh pihak penuntut umum. Namun selain praktik tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian melakukan judicial review atas Pasal 268 ayat (3) KUHAP terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 9 Peninjauan kembali dapat dilakukan lebih dari satu kali setelah adanya permohonan judicial review yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Antasari Azhar beserta Ida Laksmiwaty (istri) dan Ajeng Oktarifka Antasariputri (anak). Permohonan pengujian tersebut diajukan kepada MK dan tercatat dengan nomor register 34/PUU-XI/2013. Pada 6 Maret 2014, permohonan tersebut dikabulkan oleh MK. 10 Antasari Azhar adalah terpidana kasus pembunuhan terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen. Perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap dengan putusan pada tingkat kasasi Nomor 1429K/Pid/2010 11 tanggal 21 September 2010 dan terhadap putusan tersebut Pemohon mengajukan upaya hukum luar biasa 8 Putusan Mahkamah Agung Nomor 55PK/Pid/1996 perihal Peninjauan Kembali perkara Mochtar Pakpahan, tanggal 25 Oktober 1996. 9 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 6 Maret 2014. 10 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 6 Maret 2014. 11 Putusan Mahkamah Agung Nomor 1429K/Pid/2010 perihal Kasasi perkara Antasari Azhar, S.H., M.H., 21 September 2010.

4 peninjauan kembali dan telah diputus oleh Mahkamah Agung Nomor 117PK/Pid/2011 12 tanggal 13 Februari 2012 yang amarnya menyatakan menolak permohonan Peninjauan Kembali yang diajukannya. Bahwa karena Antasari Azhar telah mengajukan upaya hukum peninjauan kembali yang kemudian permohonan tersebut ditolak, maka berdasarkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP ia tidak lagi memiliki upaya hukum yang dapat dilakukan. Hal tersebut dikarenakan Pasal 268 ayat (3) KUHAP membatasi permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan satu kali, yang mana upaya hukum tersebut sudah digunakan oleh Antasari Azhar. Ketiga pemohon beranggapan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang membatasi permohonan Peninjauan Kembali hanya bisa diajukan satu kali telah merugikan hak dan/atau kewenangan konstitusionil mereka yang diatur dan dijamin pada Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13 Oleh karena itu, ketiga pemohon mengajukan permohonan pengujian pada MK. Permohonan para pemohon sesuai dengan wewenang MK yang berdasarkan Pasal 24C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada ayat (1) dan ayat (2) salah satunya adalah menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik 12 Putusan Mahkamah Agung Nomor 117PK/Pid/2011 perihal Peninjauan Kembali perkara Antasari Azhar, S.H., M.H., 13 Februari 2012. 13 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 6 Maret 2014.

5 Indonesia Tahun 1945. 14 Selain itu, kewenangan yang sama itu juga diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. 15 Bahwa dalam rangka menegakkan hukum yang berkeadilan menurut para pemohon sudah seharusnya Pasal 268 ayat (3) KUHAP diubah menjadi dinyatakan konstitusional bersyarat dengan menitikberatkan pada hak untuk mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga seharusnya berbunyi: 16 Permintaan Peninjauan Kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja, kecuali terhadap alasan ditemukannya bukti baru (novum) berdasarkan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diajukan lebih dari sekali. Dalam bagian pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi menilai bahwa peninjauan kembali yang dibatasi sebanyak satu kali tidak mencerminkan nilai keadilan bagi terpidana. 17 Oleh karena itu, menurut Mahkamah Konstitusi peninjauan kembali harus dapat diajukan lebih dari satu kali demi memenuhi keadilan bagi terpidana. 14 Pasal 24C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 15 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5199) 16 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 perihal Pengujian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 6 Maret 2014. 17 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 6 Maret 2014.

6 MK mengabulkan permohonan para Pemohon dan dalam amar putusannya menyatakan bahwa : 18 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon: 1.1 Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1.2 Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana semestinya; Setelah adanya Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 maka Pasal 268 ayat (3) KUHAP tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, peninjauan kembali sebagai salah satu upaya hukum luar biasa dalam perkara pidana dapat dilakukan lebih dari satu kali. Berbeda dengan MK, MA setelah adanya Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 justru mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang membatasi permohonan peninjauan kembali. MA mengeluarkan SEMA Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana pada Desember 2014 yang justru menegaskan kembali permohonan peninjauan kembali 18 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 6 Maret 2014.

7 tetap hanya bisa diajukan sebanyak satu kali. 19 Munculnya SEMA Nomor 7 Tahun 2014 tersebut jelas bertentangan dengan apa yang diamanatkan oleh Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 sehingga menimbulkan kepelikan bagi pelaksanaan upaya hukum peninjauan kembali. Keadaan ini juga menimbulkan diskursus terkait kepastian hukum dan keadilan. Dalam bagian pertimbangan Putusan MK Nomor 34/PUU- XI/2013 MK tampak mengedepankan keadilan bagi terpidana sehingga mengabulkan permohonan para pemohon. Oleh karena itu, Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 mendapat dukungan karena lebih menjamin keadilan bagi terpidana. Namun, peninjauan kembali yang diperbolehkan dilakukan lebih dari satu kali juga mendapatkan kritik. Praktik yang demikian dikhawatirkan justru akan membuat suatu perkara berlarut-larut sehingga mengganggu kepastian hukum. Selain itu, dalam dunia hukum juga dikenal adanya asas litis finiri oportet yang mana mengharuskan suatu perkara harus ada akhirnya juga menjadi perdebatan dalam perkara ini. Apabila perkara dibiarkan berlarut-larut, maka hal tersebut melanggar asas litis finiri oportet. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, Penulis tertarik untuk membahas dalam bentuk penulisan hukum (skripsi). Oleh karena itu dalam penulisan hukum ini, Penulis mengambil judul: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 19 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana

8 34/PUU-XI/2013 TERHADAP UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI DALAM HUKUM ACARA PIDANA TERKAIT ASAS LITIS FINIRI OPORTET. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana relevansi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap upaya hukum peninjauan kembali dalam hukum acara pidana di Indonesia? 2. Bagaimana implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap asas litis finiri oportet dalam hukum acara pidana di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini meliputi dua hal sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif Untuk mengetahui relevansi putusan MK Nomor 34/PUU- XI/2013 terhadap upaya hukum peninjauan kembali dalam hukum acara pidana di Indonesia dan implikasinya terhadap asas litis finiri oportet. Penelitian ini juga bertujuan untuk menambah

9 pengetahuan di bidang hukum acara pidana, khususnya terkait upaya hukum Peninjauan Kembali. 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data yang diperlukan guna menyusun penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan Akademis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan hukum secara umum, khususnya di bidang Hukum Acara Pidana. 2. Kegunaan Praktis Memberi gambaran mengenai permohonan Peninjauan Kembali pasca putusan MK nomor 34/PUU-XI/2013. Selain itu juga demi memberikan sumbangsih pikiran dalam praktik peradilan. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran penulis yang dilakukan penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, bahwa penelitian menyangkut tema upaya hukum Peninjauan Kembali dalam perkara pidana pernah diangkat menjadi penulisan hukum di Fakultas Hukum Universitas

10 Gadjah Mada. Adapun penelitian yang telah dilakukan sebelum penulis dengan judul sebagai berikut: 1. Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU- XI/2013 Terhadap Pemenuhan Asas Kepastian Hukum dan Keadilan, disusun oleh Eka Lestaria, tahun 2014, 20 penelitian tersebut merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana implikasi yuridis putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap asas kepastian hukum dan keadilan? Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Eka Lestaria, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Keluarnya Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 (putusan kedua) telah berimplikasi pada ketidakpastian hukum dan keadilan. Ketidakpastian hukum dari putusan tersebut oleh karena pertimbangan putusan tersebut inkonsistensi dengan putusan sebelumnya yaitu putusan nomor 16/PUU- VIII/2010 (putusan pertama). Ketiga pertimbangan MK dalam putusan kedua kontrakdiktif dengan pertimbangan dalam putusan pertama sehingga menimbulkan keraguan dan ketidakjelasan. Sedangkan ketidakadilan dari putusan tersebut karena permohonan yang diabulkan oleh MK terkait PK hanya pada perkara pidana, sedangkan 20 Eka Lestaria, 2014, Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 Terhadap Pemenuhan Asas Kepastian Hukum dan Keadilan, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

11 pengajuan PK pada perkara perdata dan tata usaha Negara tetap dibatasi hanya satu kali, yang mana telah membatasi hak warga Negara lainnya untuk mencapai keadilan pada perkara perdata maupun tata usaha negara. Padahal hak setiap warga Negara dijamin persamaannya dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yaitu setiap orang berhak atas kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sehingga MK dalam putusannya tidak mencerminkan keadilan karena membeda-bedakan warga Negara yang satu dengan warga Negara lainnya, tidak menyamaratakan putusan yang permohonannya sama, terkesan memihak, dan sewenang-wenang. 2. Tinjauan Yuridis Permohonan Peninjauan Kembali yang Diajukan Advokat Sebagai Kuasa Hukum Terpidana dalam Peradilan Pidana Indonesia, disusun oleh Tengku Muslim Hidayat, tahun 2013, penelitian tersebut merumuskan permasalahan sebagai berikut: 21 1. Apakah yang menjadi alasan yuridis putusan Mahkamah Agung dalam menyatakan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan melalui advokat sebagai Kuasa Hukum Terpidana tidak dapat diterima atau Niet Onvantkelijk verklaard? 21 Tengku Muslim Hidayat, 2013, Tinjauan Yuridis Permohonan Peninjauan Kembali yang Diajukan Advokat Sebagai Kuasa Hukum Terpidana dalam Peradilan Pidana Indonesia, Skripsi, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

12 2. Bagaimana keabsahan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan melalui Advokat sebagai Kuasa Hukum Terpidana mengingat ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP hanya menyebutkan Terpidana atau Ahli Warisnya? Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tengku Muslim Hidayat, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam putusan Nomor 64 PK/Pid.Sus/2009 dan Putusan Nomor 74 PK/Pid.Sus/2010, tampak yang menjadi alasan yuridis Mahkamah Agung dalam memutuskan permohonan Peninjauan Kembali yang dimohonkan melalui Kuasa Hukum Terpidana dinyatakan tidak dapat diterima atau Niet Onvantkelijk Verklaard (NO), karena Permohonan Peninjauan Kembali dan Berita Acara Pemeriksaan permohonan peninjauan kembali hanya dihadiri dan ditanda tangani oleh Advokat sebagai kuasa hukum dari Terpidana tanpa dihadiri Terpidana sendiri, Praktik demikian bertentangan dengan ketentuan Pasal 263 ayat (1) j.o. Pasal 265 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, dimana kehadiran Terpidana sebagai Pemohon adalah suatu keharusan dalam proses mengadili.

13 Disamping itu praktik pemberian kuasa kepada Advokat untuk mewakli pemohon dalam Peninjauan Kembali juga dinilai telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, dimana dalam perkara a quo peran advokat adalah mendampingi dan bukan mewakili. 2. Ketentuan dalam Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana hanya menyebutkan Terpidana atau Ahli Warisnya yang berhak mengajukan permohonan Peninjauan Kembali. Namun sejatinya dalam praktik permohonan Peninjauan Kembali tersebut dapat dikuasakan yang didasarkan pada 2 (dua) metode interpretasi sebagai berikut: 1) Berdasarkan penafsiran sosiologis, bantuan hukum yang diberikan Advokat sangat dibutuhkan dan membantu para pencari keadilan dalam menghadapi proses hukum untuk melindungi hak-hak asasi manusia, dalam hal ini Terpidana juga termasuk sebagai manusia yang harus dilindungi hak-hak asasinya. 2) Berdasarkan penafsiran historis, ketentuan dalam Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

14 Pidana tersebut merupakan bentuk penegasan bahwa Hak untuk mengajukan Peninjauan Kembali hanya diberikan kepada Terpidana atau Ahli Warisnya. Setelah membaca penelitian Eka Lestaria dan Tengku Muslim Hidayat, baik pada bagian rumusan masalah maupun kesimpulan maka Penulis menyimpulkan penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan Penulis lakukan. Penelitian Eka Lestaria melihat implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 dari aspek hukum tata negara, sementara penelitian yang akan Penulis lakukan akan melihat implikasi putusan tersebut terhadap hukum acara pidana. Selain itu, penelitian Eka Lestaria dilakukan sebelum adanya SEMA Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana. Penelitian Tengku Muslim Hidayat membahas Peninjauan Kembali yang diajukan oleh advokat, sementara penelitian yang akan penulis lakukan melihat upaya hukum peninjauan kembali terlepas dari pihak yang mengajukan. Dengan demikian menurut penulis penelitian yang akan dilakukan penulis adalah asli.