IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Gambaran Umum Kabupaten Musi Rawas. Karakteristik Umum Wilayah Kabupaten Musi Rawas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

METODE PENELITIAN Populasi dan Contoh

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN MUSI RAWAS

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

BAB I PENDAHULUAN...I.

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR MANJUNTO

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

GAMBARAN UMUM. Kabupaten OKU Selatan merupakan pemekaran dari. Kabupaten Ogan Komering Ulu, terbentuknya Kabupaten OKU

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BUPATI MUSI RAWAS 2 TAHUN 2001 TENTANG

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) TAHUN 2016

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Oleh : Sri Wilarso Budi R

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA

V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB IV GAMBARAN UMUM

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

V. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009

Transkripsi:

36 IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kabupaten Musi Rawas Karakteristik Umum Wilayah Kabupaten Musi Rawas Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas nomor 18 tahun 2000 tentang Pembentukan Lima Kecamatan di Wilayah Kabupaten Musi Rawas dan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2001 tentang pembentukan kota Lubuk Linggau, Kabupaten Musi Rawas memiliki wilayah administrasi kecamatan sebanyak 17 kecamatan yaitu Kecamatan Rawas Ulu, Ulu Rawas, Rupit, BKL Ulu, Selangit, Muara Beliti, Tugumulyo, Jayaloka, Muara Kelingi, Muara Lakitan, Megang Sakti, Rawas Ilir, Karang Dapo, Karang Jaya, Purwodadi, BTS Ulu dan Nibung. Wilayah kabupaten Musi Rawas yang terletak di bagian barat Propinsi Sumatera Selatan, dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara dengan Propinsi Jambi Sebelah Selatan dengan Kabupaten Lahat Sebelah Barat dengan Propinsi Bengkulu Sebelah Timur dengan Kabupaten Musi Banyu Asin dan Kabupaten Muara Enim Secara geografis Kabupaten Musi Rawas terletak pada 102 O 103 O 45 Bujur Timur dan 2 O 3 O 40 Lintang Selatan dengan ketinggian 129 meter diatas permukaan laut. Kabupaten Musi Rawas dengan luas 20.837 Km 2 sebagaian besar bertopografi relatif datar sampai berombak dengan kelerengan 0 sampai 15 %. Jenis tanah aluvial coklat kekuningan, assosiasi podsolik coklat, latosol coklat kemerahan dan podsolik coklat kekuningan yang terbentuk dari formasi Palembang. Kabupaten Musi Rawas mempunyai iklim tropis dan termasuk tipe iklim A dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun, jarang dijumpai bulan kering. Di Kabupaten Musi Rawas banyak terdapat sungai-sungai besar yang dapat dilayari, kebanyakan sungai-sungai tersebut bermata air di Bukit Barisan. Sungaisungai besar di Kabupeten Musi Rawas adalah Sungai Rawas, Sungai Lakitan,

37 Sungai Kelingi, Sungai Rupit, Sungai Beliti dan Sungai Musi. Sebagian wilayah Musi Rawas masih merupakan hutan, oleh karena itu masih banyak dijumpai jenis janis kayu hutan seperti Merawan, Sungkai, Merbau, Kolim dan Pulai. Kependudukan Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Selatan mempunyai jumlah penduduk 456.228 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 219.674 Jiwa dan perempuan sebanyak 236.581 jiwa. Apabila dibandingkan dengan luas wilayah kabupaten, tingkat kepadatan penduduknya sebesar 22 jiwa/km 2. Rincian jumlah penduduk Kabupaten Musi Rawas per kecamatan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sebaran Penduduk Kabupaten Musi Rawas Menurut Jenis Kelamin Kecamatan Luas Wilayah Jumlah penduduk Kepadatan ( km 2 ) Laki-laki Perempuan jumlah Penduduk 1. Rawas Ulu 1,187 13,091 15,091 28,182 24 2. Ulu Rawas 1,291 4,575 5,227 9,802 8 3. Rupit 4,241 10,472 15,776 26,248 6 4. BKL Ulu 1,150 20,411 20,977 41,388 36 5. Selangit 1,025 8,362 7,633 15,995 16 6. Muara Beliti 1,330 13,229 17,384 30,613 23 7. Tugumullyo 207 18,778 19,257 38,035 184 8. Jayaloka 408 10,084 12,765 22,849 56 9. Muara Kelingi 1,300 27,642 24,207 51,849 40 10. Muara lakitan 4,369 13,205 18,487 31,692 7 11. MegangSakti 940 20,132 23,928 44,060 47 12. Rawas Ilir 1,129 11,745 9,312 21,057 19 13. Karang Dapo 398 8,136 7,942 16,078 40 14. Karang Jaya 328 13,230 11,966 25,196 77 15. Purwodadi 41 6,595 7,028 13,623 332 16. BTS Ulu 758 12,524 9,444 21,968 29 17. Nibung 735 7,436 10,157 17,593 24 Jumlah 20,837 219,647 236,581 456,228 22

38 Adapun besarnya angka ketergantungan sebesar 40,09 persen, artinya bahwa dari 100 orang penduduk usia produktif (15-60 tahun) menanggung 40 orang usia non produktif. 4.2. Gambaran Lokasi Penelitian Wilayah yang menjadi lokasi penelitian mencakup 9 (sembilan) desa yang terletak di 3 (tiga) kecamatan, yaitu Kecamatan BTS Ulu (meliputi Desa SP 9 Bangun Jaya, Desa SP 5 Suka Makmur dan Desa SP 7 Kota Baru), Kecamatan Muara Kelingi (meliputi Desa Beliti 3 E, Desa Lubuk Tua dan Desa Remayu) dan Kecamatan Jayaloka (meliputi Desa Ngestiboga I, Desa Ciptodadi dan Desa Sidodadi). Gambar 2. Peta Kabupaten Musi Rawas

39 Kecamatan BTS Ulu Kecamatan BTS Ulu dengan bentangan wilayah seluas 758 km 2 merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Musi Rawas terletak di bagian tenggara kabupaten berada di daerah dataran rendah yang berbatasan dengan : sebelah timur dengan Kabupaten Muara Enim, sebelah Utara dengan Kecamatan Muara Lakitan dan Kecamatan Muara Kelingi, Sebelah Barat dengan Kecamatan Jayaloka, sebelah selatan dengan Kabupaten Lahat. Kecamatan BTS Ulu terdiri dari 19 Desa/Kelurahan dengan ibukota kecamatan berpusat di Cecar dan berjarak 85 Km dari ibukota Kabupaten. Kecamatan BTS Ulu mempunyai wilayah seluas 758 Km 2. Dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 5.577 KK dan jumlah penduduk Kecamatan BTS Ulu sebanyak 21.968 orang, kepadatan penduduk di kecamatan ini adalah 29 jiwa/km 2. Tiga desa yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa SP5 Suka Makmur, Desa SP7 Kotabaru dan Desa SP9 Bangun Jaya penduduknya pada umumnya adalah transmigran yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten. Mata Pencaharian penduduk sebagian besar adalah petani karet. Gambaran desa yang menjadi lokasi penelitian lebih terinci disajikan sebagaimana pada Tabel 2. Tabel 2. Kondisi Desa Lokasi Penelitian di Kecamatan BTS Ulu Uraian Desa SP 5 Desa SP 7 Desa SP 9 Suka Makmur Kotabaru Bangun Jaya 1. Luas (Km 2 ) 38 30 31 2. Jumlah Dusun 6 5 4 3. Jumlah RT 19 22 19 4. Jumlah Penduduk 2.785 2.329 1.482 5. Jumlah Rumah tangga 619 574 362 6. Sex Ratio 108 109 110 Kecamatan Muara Kelingi Kecamatan Muara Kelingi merupakan wilayah dengan topografi datar yang berbatasan dengan : sebelah timur dengan Kecamatan Muara Lakitan, sebelah

40 Utara dengan Kecamatan Muara Lakitan, Sebelah Barat dengan Kecamatan Megang Sakti dan Kecamatan Purwodadi, sebelah selatan dengan Kecamatan BTS Ulu. Kecamatan Muara Kelingi terdiri dari 28 desa/kelurahan dengan ibukotra kecamatan berpusat di Muara Kelingi yang berjarak 60 Km dari ibukota Kabupaten. Kecamatan Muara Kelingi mempunyai wilayah seluas 1.300 Km 2. Dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 5.373 KK jumlah penduduk Kecamatan Muara Kelingi sebanyak 51.849 orang. Tiga desa yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa Lubuk Tua, Desa Beliti 3 E dan Desa Remayu penduduknya pada sebagian adalah transmigran yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten dan sebagian lagi adalah masyarakat setempat arau pindahan dari desa lain. Gambaran desa yang menjadi lokasi penelitian lebih terinci disajikan sebagaimana pada Tabel 3. Tabel 3. Kondisi Desa Lokasi Penelitian di Kecamatan Muara Kelingi Uraian Desa Desa Desa Lubuk Tua Beliti 3 E Remayu 1. Luas (Km 2 ) 101 35 34 2. Jumlah Dusun 5 4 3 3. Jumlah RT 12 12 9 4. Jumlah Penduduk 3.898 1.614 1.476 5. Jumlah Rumah tangga 886 385 307 6. Sex Ratio 103 104 101 Kecamatan Jayaloka Kecamatan Jayaloka merupakan wilayah dengan topografi datar yang berbatasan dengan : sebelah timur dengan Kecamatan BTS Ulu, sebelah utara dengan Kecamatan Muara Kelingi, sebelah barat dengan Kecamatan Muara Beliti, sebelah selatan dengan Kecamatan Muara Beliti. Kecamatan Jayaloka terdiri dari 19 desa/kelurahan dengan ibukotra kecamatan berpusat di Jayaloka yang berjarak 66 Km dari ibukota Kabupaten. Kecamatan Jayaloka mempunyai wilayah seluas 408 Km 2. Dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 9.712 KK jumlah penduduk Kecamatan Jayaloka sebanyak 22.849 orang.

41 Tiga desa yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa Ngestiboga I, Desa Ciptodadi dan Desa Sidodadi penduduknya pada umumnya adalah transmigran yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Gambaran desa yang menjadi lokasi penelitian lebih terinci disajikan sebagaimana pada Tabel 4. Tabel 4 Kondisi Desa Lokasi Penelitian di Kecamatan Jayaloka Uraian Desa Desa Desa Ngestiboga I Ciptodadi Sidodadi 1. Luas (Km 2 ) 42 35 38 2. Jumlah Dusun 4 3 4 3. Jumlah RT 20 18 19 4. Jumlah Penduduk 2.173 1.678 2.007 5. Jumlah Rumah tangga 476 384 421 6. Sex Ratio 102 101 102 4.3. Gambaran Petani Hutan Rakyat Kepala keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini seluruhnya berjumlah 149 orang berasal dari 9 desa dalam 3 kecamatan yang berbeda, masing-masing desa mempunyai kondisi masyarakat yang hampir sama. Pada desa-desa lokasi penelitian sebagian besar penduduknya merupakan masyarakat transmigran yang berasal dari Jawa Tengah, jawa Timur dan daerah Banten sedangkan sisanya penduduk asli. Dengan beragamnya asal daerah masyarakat yang telah bertempat tinggal dan berkembang dalam waktu yang cukup lama mengakibatkan tidak terdapatnya masyarakat adat dan aturan-aturan adat di dalam masyarakat. Masyarakat tidak memiliki norma atau aturan dan tradisi tertentu dalam pengelolaan lahan dan pelestarian sumberdaya alam. Masyarakat di lokasi penelitian pada umumnya bekerja sebagai petani karet, buruh harian dan berladang. Luas lahan yang dimiliki kepala keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini nampak bervariasi ada yang di bawah 1 ha dan ada yang memiliki sampai di atas 10 Ha. Karena luasnya lahan yang dimiliki dan terbatasnya tenaga yang mengelola, tidak semua lahan diolah dan dimanfaatkan untuk tanaman pertanian. Sebagian lahan yang ditanami oleh

42 tanaman kayu-kayuan melalui program hutan rakyat pola kemitraan, dan umumnya adalah lahan olah 2 yang letaknya agak jauh dari tempat tinggal mereka. Berdasarkan standar ILO, kategori umur dikelompokkan ke dalam umur produktif dan umur tidak produktif. Umur produktif antara 15 65 tahun, sedangkan umur kurang dari 15 tahun dan lebih dari 65 tahun masuk pada kategori umur tidak produktif. Dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan ada kecenderungan setelah melewati usia 50 tahun, karena keterbatasan fisik ada kecenderungan tingkat produktivitas petani semakin berkurang. Oleh karena itu dalam penelitian ini umur produktif (15-65 tahun) dibedakan menjadi 2 yaitu umur produktif (15-49 tahun) dan umur kurang produktif (50-65 tahun) Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya variasi umur responden. Responden yang termuda berumur 25 tahun dan yang tertua berusia 70 tahun., dengan penyebaran umur responden mewakili semua kategori umur. Kategori umur produktif (15-49 tahun) sebesar 40,27 %, kategori kurang produktif (50-65 tahun) merupakan jumlah yang dominan sebesar 51,01 % dan selebihnya responden yang masuk pada kategori umur tidak produktif (>65 tahun) sebesar 8,72 %. Tabel 5. Jumlah Responden Berdasarkan Umur Kategori N % 15 49 (produktif) 60 40.27 50 65 (kurang produktif) 76 51.01 > 65 (tidak produktif) 13 8.72 Berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti kepala keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini dikelompokkan seperti pada Tabel 3. Tingkat pendidikan sebagaian besar responden masuk kategori sedang (6 9 tahun) dan rendah (< 6 tahun). Jumlah responden yang tidak sekolah dan tidak tamat sekolah berjumlah 32,21 %, sedangkan yang berpendidikan tamat SD dan tamat SMP lebih dominan berjumlah 58,39 % dari jumlah seluruh responden, sedangkan selebihnya berpendidikan SMU ke atas.

43 Tabel 6. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kategori N % Tamat SLTA 14 9.40 Tamat SD / Tamat SLTP 87 58.39 Tidak Tamat SD 48 32.21 4.4. Hutan Rakyat Pola Kemitraan Profile Perusahaan PT. Xylo Indah Pratama adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan kayu, mengkhususkan pada produk slat pensil, yang mempunyai industri di beberapa tempat yang salah satu diantaranya terletak di Kecamatan Muara Beliti Kabupaten Musi Rawas. Pembangunan hutan rakyat dengan pola kemitraan oleh PT. Xylo Indah Pratama di Kabupaten Musi Rawas dimulai tahun 1996 yaitu sejak dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) nomor 5103/IV-PPH/1995 yang pada prinsipnya mendukung pengembangan kayu pulai dan kayu Labu untuk bahan baku indutri pensil slat melalui budidaya dalam ben tuk hutan rakyat. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Musi Rawas nomor 3927/Kpts/Perek/1996 menetapkan target produksi PT. Xylo Indah Pratama dari hasil penebangan kayu pulai dan labu telah ditetapkan maksimal 30.000 m3 per tahun. Kemudian dalam perkembangannya PT. Xylo Indah Pratama mempunyai izin lokasi pemanenan dan penanaman kembali kayu pulai dalam wilayah Kabupaten Musi Rawas secara bertahap seluas 10.000 Ha dalam waktu 10 tahun. Sampai saat ini untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri slat pensil, PT. Xylo Indah Pratama mendapatkan kayu pulai dari tegakan yang tumbuh di lahan milik masyarakat, karena di Kabupaten Musi Rawas tegakan pulai tumbuh dengan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan termasuk di lahan milik rakyat. Tegakan dengan diameter di atas 30 cm sudah dapat diolah oleh industri slat pensil. Untuk mempermudah pengangkutan kayu pulai dibuat bentuk balok dengan panjang + 2 meter. Harga kayu pulai di tingkat petani pada saat ini sekitar

44 Rp. 400.000-Rp.600.000 per m3. Harga yang ditawarkan oleh perusahaan ini dipandang oleh petani cukup menarik sehingga mereka umumnya menyetujui pada saat perusahaan mengemukakan rencana menjalin kerjasama dengan petani untuk mengembangkan hutan rakyat. Dalam perkembangannya untuk menjamin kontinuitas pemenuhan bahan baku kayu dan ikut serta dalam melestarikan sumberdaya hutan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat, PT Xylo Indah Pratama mengajak masyarakat untuk membangun dan mengembangkan hutan rakyat. Hutan rakyat yang dibangun direncanakan seluas 10.000 Ha dan dikelola dalam 1 (satu) unit manajemen usaha perhutanan rakyat. Rencana pembangunan dilaksanakan secara bertahap selama 10 tahun sehingga setiap tahun dibangun hutan rakyat 1.000 Ha. Pola Kemitraan Pengembangan hutan rakyat melalui program Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR) dimulai sejak tahun 1997 dengan sumber dana berasal dari Dana Reboisasi (DR) Departemen Kehutanan. Keterbatasan modal bagi petani untuk mengusahakan lahannya telah mendorong pemerintah untuk menyediakan sarana pemodalan berupa KUHR melalui kemitraan antara petani/kelompok tani dengan pengusaha sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan no 49/Kpts-II/1997 tentang Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat. Dalam SK tersebut dijelaskan bahwa pengelolaan usaha hutan rakyat terdiri dari beberapa kelompok tani dengan luas lahan minimal 900 Ha, dikembangkan pada lahan milik atau lahan yang dibebani hak-hak lainnya di luar kawasan hutan. Kredit diberikan untuk jangka waktu paling lama 11 tahun. Pada awalnya seluruh kegiatan pembangunan hutan rakyat dibiayai oleh perusahaan, tetapi agar dapat memanfaatkan Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR) yang dikucurkan oleh Departemen Kehutanan maka perusahaan membentuk kemitraan dengan petani untuk membangun hutan rakyat. Dalam mendapatkan KUHR ini perusahaan bertindak sebagai koordinator kelompok tani. Permodalan berupa kredit usaha hutan rakyat (KUHR) sebesar Rp.2.000.000,00/Ha disalurkan kepada petani dengan status pinjaman lunak dengan bunga 6 % selama 11 tahun. Modal dari KUHR tersebut dimanfaatkan

45 untuk kegiatan yang meliputi perencanaan, persiapan lahan, pembuatan persemaian/pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman, pengadaan sarana prasarana hutan rakyat, perlindungan dan pengamanan hutan rakyat dan pemungutan hasil/pemanenan. (Dephut, 1997) Pemanfaatan KUHR untuk pembangunan hutan rakyat mengharuskan dibentuknya kemitraan antara kelompok tani dengan perusahaan mitra. Perusahaan mitra diprioritaskan yang memiliki industri pengolahan kayu dengan harapan dapat membeli dan mengolah kayu hasil dari hutan rakyat yang dibangun tersebut. Dengan demikian baik perusahaan mitra maupun petani hutan rakyat diharapkan tidak mengalami kesulitan dalam pemasaran hasil kayu untuk pengembalian KUHR tersebut. Ditinjau dari latar belakang diterapkannya pola kemitraan hutan rakyat maka pengelolaan hutan rakyat diawali oleh kebutuhan bahan baku yang mulai terdesak, artinya kerjasama terlaksana karena adanya kepentingan perusahaan mitra untuk memenuhi kebutuhan pasar yang kemudian berinisiatif mengadakan pola kemitraan, dengan demikian pola kemitraan ini tercipta dengan mempersiapkan peluang pasar yang akan datang sehingga perlu disosialisasikan dan diyakini kepada pihak-pihak lain yang terkait (petani mitra dan pemerintah) bahwa tanaman pulai juga mempunyai nilai ekonomis. Tahapan dalam proses kemitraan pembangunan hutan rakyat antara perusahaan mitra dengan petani pemilik lahan adalah survei areal hutan rakyat, sosialisasi hutan rakyat pola kemitraan, pendataan/pendaftaran petani peserta kemitraan dan perjanjian kerjasama. (1) Survei Areal Hutan Rakyat PT. Xylo Indah Pratama sebagai pihak penyelenggara kemitraan ini mensurvei areal mana yang layak dan berpotensi bagai pembangunan hutan rakyat. Pertimbangan kelayakan ini dengan memperhatikan sebaran lokasinya, kedekatan dengan industri pengolahannya dan lain-lain. Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen RRL nomor 02/Kpts/V/1997 tentang petunjuk pelaksanaan pendanaan dan usaha hutan rakyat, penetapan lokasi usaha hutan rakyat yang akan dibiayai dengan KUHR adalah sebagai berikut :

46 (a) Terletak di luar kawasan hutan, pada lahan usaha II transmigrasi. (b) Jarak antara lokasi usaha hutan rakyat dengan industri yang akan mengolah kayu / pasar tidak lebih dari 100 Km (c) Luas lokasi usaha hutan rakyat sekurang-kurangnya 900 Ha, dapat terdiri dari beberapa kelompok yang membentuk 1 unit manajemen usaha hutan rakyat. (d) Kondisi lokasi (topografi, ketinggian, kesuburan dan iklim) sesuai dengan jenis tanaman yang akan dikembangkan. Memperhatikan kriteria lokasi usaha hutan rakyat tersebut, maka wilayah yang akan dikembangkan usaha hutan rakyat di Kabupaten Musi Rawas meliputi enam kecamatan yaitu Kecamatan Bulang Tengah Suku (BTS) Ulu, Kecamatan Muara Kelingi, Kecamatan Jayaloka, Kecamatan Megangsakti, Kecamatan Muara Beliti dan Kecamatan BKL Ulu Terawas. Keenam kecamatan tersebut terletak pada radius di bawah 100 km dari lokasi pabrik yang terletak di kecamatan Muara Beliti. Karena merupakan wilayah pemukiman transmigrasi, lahan usaha II transmigrasi pada kecamatan tersebut terdapat lahan yang luasnya lebih dari 900 Ha. Kondisi lokasi sesuai dengan jenis tanaman yang akan dikembangkan yaitu tanaman Pulai, hal ini ditunjukkan dengan banyak dijumpainya tanaman pulai di lahan/kebun milik masyarakat. (2) Sosialisasi Hutan Rakyat Pola Kemitraan Dalam pelaksanaan penyuluhan dan sosialisasi di daerah tersebut tentang pembangunan hutan rakyat dengan pola kemitraan, bagaimana prosesnya dan prospeknya, gambaran ekonomi yang disampaikan oleh mitra kepada petani bahwa kayu pulai mempunyai rata-rata pertumbuhan 4 cm per tahun sehingga pada umur 8 tahun sudah dapat ditebang. Pada tahun 1996 pada waktu mitra mengawali pengembangan hutan rakyat harga kayu pulai Rp. 300.000 per m3. Apabila panen total hutan rakyat dilakukan pada umur 11 tahun sebagaimana jangka waktu yang ditentukan dalam pengembalian Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR), maka rata-rata per pohon memiliki 0,5 m3. Jumlah pohon per hektar 1000 pohon, sehingga volumenya 500 m3 per Ha. Dan dengan harga Rp.300.000 per m3 berarti nilainya Rp. 150 juta per ha (Irawanti et al, 2000) Bagi hasil yang dijanjikan dalam kemitraan ini adalah 50% - 50% setelah dikurangi kredit dan beban bunga serta biaya produksi sehingga minimal petani

47 dapat memperoleh pendapatan dari hutan rakyat Rp.50juta/Ha/11 tahun atau 4,5 juta/ha/tahun. Umumnya petani tidak mempunyai waktu atau biaya untuk mengusahakan lahan tersebut sehingga tawaran tersebut cukup menarik. Tanpa mengeluarkan biaya atau tenaga mereka memperoleh pendapatan dari lahan tersebut (Irawanti et al. 2000) (3) Pendataan dan Pendaftaran Petani Peserta Kemitraan Pihak perusahaan membuka kesempatan bagi petani untuk mendaftarkan diri untuk terlibat dalam pola kemitraan ini. Agar teknis pelaksanaan di lapangan dapat lebih terkoordinor maka dibentuk kelompok tani hutan rakyat. Berdasarkan dampak sosialisasi hutan rakyat pola kemitraan, keikutsertaan masyarakat sebagai petani hutan rakyat dalam program pembangunan hutan rakyat pola kemitraan dilatar belakangi oleh beberapa hal sebagai berikut (Muhajir, 2001)) : (a). Hasilnya dapat menjadi tabungan hari tua (b). Bagi lahan yang terlantar atau belum sempat digarap oleh pemiliknya, kegiatan ini dapat meningkatkan produktivitas lahan tidur tersebut. (c). Mengurangi biaya perawatan lahan dan mengurangi resiko kegagalan panen akibat hama babi dan bahaya kebakaran karena perawatan dilakukan dengan intensif dan terkoordinasi secara massal. (d). Adanya manfaat lain yang secara ekonomi sulit untuk diukur tetapi secara nyata dapat dirasakan di lapangan antara lain pemberdayaan ekonomi masyarakat, peningkatan pengetahuan masyarakat dan terciptanya kondisi lingkungan yang lebih baik. (4) Tanggung jawab, hak dan kewajiban peserta KUHR Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen RRL nomor 02/Kpts/V/1997 tentang petunjuk pelaksanaan pendanaan dan usaha hutan rakyat, tanggung jawab, hak dan kewajiban peserta KUHR adalah sebagai berikut : (a) Tanggung jawab, Kewajiban dan Hak Mitra Usaha 1) Tanggung jawab Mitra Usaha a) Keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembangunan hutan rakyat b) Akses pasar hasil produksi hutan rakyat

48 c) Biaya operasional (management cost) selama kegiatan usaha hutan rakyat belum menghasilkan produksi kayu d) Membantu kelancaran pengembalian kredit beserta bunganya sesuai besarnya pinjaman dan jangka waktu kredit 2) Kewajiban Mitra Usaha a) Membantu menyusun kegiatan perencanaan pembangunan dan pengembangan hutan rakyat. b) Membina dan membimbing petani peserta kredit usaha hutan rakyat c) Melaksanakan kegiatan usaha hutan rakyatsesuai dengan rencana yang telah disusun d) Menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan hutan rakyat secara bulanan, semesteran dan tahunan e) Melibatkan petani pesaerta hutan rakyat dalam penyelenggaraan pembangunan usaha hutan rakyat f) Bersedia dan sanggup memenuhi / menutup kekurangan biaya pelaksanaan pembangunan hutan rakyat g) Mentaati peraturan dan ketentuan tentang kredit usaha hutan rakyat 3) Hak Mitra Usaha a) Mendapatkan dana pembangunan hutan rakyat sesuai dengan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh peserta kredit usaha hutan rakyat. b) Berhak menerima bagian hasil hutan rakyat sesuai dengan kesepakatan antara mitra usaha dan petani peserta kredit usaha hutan rakyat. c) Mendapatkan pembinaan dan bimbingan dalam pengelolaan usaha hutan rakyat dari dinas / instansi terkait (b) Tanggung jawab, Kewajiban dan Hak Peserta (a). Tanggung jawab peserta a) Penggunaan dan pengembalian kredit beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu kredit b) Keberhasilan pelaksanaan kegiatan usaha hutan rakyat

49 (b). Kewajiban Peserta a) Mentaati peraturan dan ketentuan tentang kredit usaha hutan rakyat b) Menyusun rencana kegiatan sebagai bahan rencana tahunan pembangunan hutan rakyat c) Melaksanakan kegiatan usaha hutan rakyat sesuai dengan rencana tahunan pembangunan usaha hutan rakyat yang telah disusun dan disahkan oleh pejabat yang berwenang d) Menanggung resiko secara tanggung renteng apabila terjadi kegagalan dalam pembangunan hutan rakyat. (c). Hak Peserta a) Menerima keuntungan dari pembagian hasil produksi usaha hutan rakyat sesuai dengan proporsi bagi hasil antara mitra usaha dan petani peserta yang telah disepakati kedua belah pihak. b) Mendapatkan pembinaan dan bimbingan dalam pelaksanaan pengelolaan usaha hutan rakyat dari dinas/instansi terkait dan mitra usahanya. c) Mendapatkan laporan keadaan fisik dan keuangan kredit usaha hutan rakyat. d) Menyampaikan saran teknis dalam rangka mendukung keberhasilan usaha hutan rakyat. Dalam kemitraan antara pihak perusahaan mitra (PT. Xylo Indah Pratama) dengan petani pemilik lahan terdapat kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama yang diketahui oleh kepala desa setempat. Pihak mitra diwakili oleh Direktur PT. Xylo Indah Pratama dan pihak petani adalah kepala keluarga yang namanya tercantum sebagai pemilik tanah. Adapun hak dan kewajiban kedua belah pihak diatur dengan jelas dalam surat perjanjian tersebut. (a) Hak dan Kewajiban Perusahaan Mitra 1) Menanggung semua biaya dari pengadaan bibit, penanaman dan pemeliharaan (penyiangan, pembokoran, pemangkasan dan penyemprotan herbisida) sampai dengan siap panen

50 2) Membeli hasil kayu hutan rakyat dengan harga sesuai dengan harga pada saat itu. 3) Bersama-sama dengan petani menanggung pembayaran Iuran Hasil Hutan (IHH) dan iuran-iuran lainnya. 4) Mendapat 50 % hasil kayu pulai (b) Hak dan Kewajiban Petani 1) Bertanggung jawab dalam pemberian batas pada lahan yang dikerjasamakan. 2) Bersama-sama dengan perusahaan mitra menanggung pembayaran Iuran Hasil Hutan (IHH) dan iuran -iuran lainnya. 3) Selama tanaman pulai gading belum siap tebang atau masa perjanjiannya belum berakhir tidak dibenarkan mempergunakan dan menyewakan lahan kepada pihak lain kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak perusahaan mitra. 4) Ikut menjaga, mengawasi atas keamanan Pulai Gading dari pengerusakan dan bahaya kebakaran. 5) Menanggung pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) atas tanah 6) Mendapat 50 % hasil kayu 7) Berhak atas tanaman pulai dan tanaman lainnya apabila setelah perjanjian tidak dilakukan penebangan Bagi hasil 50 : 50 dalam perjanjian ini adalah sisa hasil usaha yaitu nilai jual kayu setelah dikurangi kredit dan beban bunga. Hal ini karena seluruh kegiatan pembangunan hutan rakyat mulai dari persiapan lapangan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan dilakukan oleh perusahaan mitra dengan pertimbangan keterbatasan petani baik dalam pengetahuan teknis maupun ekonomi serta pemodalan yang dikhawatirkan dapat menjadi kendala dalam setiap pelaksanaan kegiatan. Dalam setiap kegiatan tersebut petani dilibatkan sehingga mereka menerima upah kerja. Program pembangunan hutan rakyat dengan pola kemitraan ini hasilnya baru dapat dinikmati dalam jangka 10 tahun, untuk itu petani hutan rakyat harus mempunyai alternatif sumber penghid upan, misalnya sebagai petani karet. Waktu

51 antara penanaman sampai dengan pemanenan yang cukup lama menyebabkan kayu sebagai komoditi hasil hutan rakyat masih menempati urutan kurang penting di banding komoditi lain, sehingga dalam struktur pendapatan rumah tangga petani hutan rakyat merupakan pendapatan sampingan atau tambahan (Hardjanto dalam Suharjito, 2000). Tetapi bagi sebagian anggota petani lainnya pembangunan hutan rakyat ini memberikan kontribusi yang besar bagi kehidupan sehari-hari mereka karena bila karet mereka belum berproduksi ataupun kekurangan modal untuk membuka lahan, mereka masih bisa bekerja di ladang masing-masing sebagai pekerja harian perusahaan mitra sekaligus bertumpangsari disana sehingga selain mempunyai tabungan juga mendapatkan penghasilan sehari-hari. Dukungan sosial dari masyarakat dalam pembangunan hutan rakyat ini merupakan hal yang paling berpengaruh dalam mencapai keberhasilannya. Untuk itu dalam membangun hutan rakyat perlu adanya kedekatan hubungan antara masyarakat dan program pembangunan hutan rakyat. Dengan pola kemitraan hal tersebut dapat diatasi karena petani sebagai pemilik lahan merupakan pemilik hutan rakyat tersebut, dimana gagal atau berhasilnya program pembngunan hutan rakyat akan berpengaruh kepada petani pemilik lahan. Disamping itu dengan kemitraan dapat menghindarkan terjadinya konflik sosial yang berkaitan dengan lahan yang dikuasai oleh masyarakat, sehingga terjaminnya ketersediaan dan kepastian lahan untuk pembangunan hutan rakyat dalam jangka panjang disamping tumbuhnya image/pandangan yang baik terhadap perusahaan. Di lain sisi bagi pemerintah program ini menunjang dalam peningkatan pendapatan daerah yang berasal dari pajak perusahaan, pelayanan jasa kepada masyarakat yang menjadi kewajiban pemerintah menjadi terbantu seperti dalam hal penyediaan fasilitas umum, sarana prasaran sosial, pengembangan sumberdaya manusia maupun peningkatan kesejahteraan massyarakat. Pengelolaan Hutan Rakyat Kegiatan pengelolaan hutan rakyat pola kemitraan dimulai dari kegiatan persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan.

52 (1) Persiapan Lahan Persiapan lahan merupakan kegiatan awal sebelum dilakukannya penanaman. Lahan yang dimanfaatkan untuk pembangunan hutan rakyat 70 % nya adalah lahan usaha I dan II milik transmigran yang letaknya agak jauh dari tempat tinggal petani. Status hukum lahan yang dikerjasamakan tersebut 100 % merupakan lahan milik rakyat dengan luas kepemilikan lahan yang sangat bervariatif dengan rata-rata kepemilikan 2 5 ha per orang yang tergabung dalam kelompok tanu hutan rakyat. Areal yang diolah untuk dibangun hutan rakyat tersebut pada awalnya merupakan lahan tidak produktif yang terdiri dari semak belukar (35 %), alang-alang (60 %) dan lahan-lahan pertanian terlantar (5%). Dominasi tumbuhan tersebut memberikan petunjuk bahwa lahan-lahan tersebut merupakan areal kritis yang mempunyai resiko tinggi terhadap erosi dan bahaya kebakaran, penyebaran unsur mikro yang tidak merata dan tanah cukup lama mengalami kepadatan. Penyiapan lahan dilakukan sebelum dilakukan penanaman, areal harus dibersihkan dari pohon sisa, perdu dan semak belukar dengan menebang, membabat atau menyemprot alang-alang dengan menggunakan grumoson. Setelah lahan bersih, pada tanah yang padat dan keras kemudian dilanjutkan dengan pengolahan lahan yaitu dengan cara pencangkulan tanah sedalam 20-25 Cm. Bongkahan tanah dibalik dan digemburkan. Pada lahan yang miring pengolahan tanah cukup dilakukan pada radius 1-2 meter sekitar lubang tanam agar tidak mudah terkena erosi. (2) Pembibitan Pembibitan untuk kegiatan pembangunan hutan rakyat dengan pola kemitraan dilakukan oleh PT. Xylo Indah Pratama dengan membuat persemaian. Lokasi persemaian terletak tersebar di beberapa tempat yang mendekati tempat lokasi penanaman, sehingga dapat menekan biaya pengangkutan dan mengurangi kematian atau rusaknya bibit akibat jarak angut yang jauh. Persemaian yang pernah dibangun adalah 5 unit yang terletak di Rahma, Pagar Ayu, Jayaloka, SP5 dan SP7 dengan produksi masing-masing unit persemaian sebanyak 500.000 batang. Karena luas penanaman yang tidak begitu luas pada tahun 2006 ini, maka

53 pengadaan bibit dipusatkan di daerah Selangit dengan kapasitas bibit sebanyak 4 juta batang. Pengelolaan hutan rakyat dengan pola kemitraan menggunakan sistem monokultur dengan jenis tanaman yang dikembangkan adalah jenis Pulai Gading (Alstonia scholaris) dimana kayunya mempunyai sifat fisik dan mekanis cukup baik untuk bahan baku industri pensil slat. Bibit Pulai yang dikembangkan secara generatif (biji) diperoleh dari pohon induk yang berasal dari kecamatan Kepahiang, Bengkulu. Dalam proses pelaksanaan kegiatan pembibitan selain dengan jenis Pulai Gading juga dilakukan beberapa uji coba dengan jenis pulai darat. Meskipun sifat kayu kedua jenis tersebut hampir sama hanya pada penampakan luar jenis pulai darat mempunyai kulit kayu yang lebih gelap dibandingkan pulai gading, ternyata pulai darat mempunyai persen tumbuh lebih tinggi daripada pulai gading. Berdasarkan hasil uji coba tersebut maka sejak tahun 2000 bibit yang digunakan dalam kegiatan penanaman dilakukan dengan jenis pulai darat. (3) Penanaman Penanaman dilaksanakan setelah lahan dipersiapkan dan bibit telah berumur 6 bulan atau ketinggian 40-60 cm dan telah siap tanam kegiatan penanaman dilakukan. Waktu pelaksanaan di lapangan selain memperhatikan kondisi lahan juga menyesuaikan dengan musim yaitu pada waktu. Musim penghujan prioritas penanaman dilaksanakan di lahan kering dan pada waktu musim kemarau dilaksanakan di lahan basah/rawa. Pada tahun pertama (1997) pelaksanaan penanaman jarak tanam yang digunakan adalah 3x4,5 m atau 726 tanaman per ha, hal ini ditujukan untuk memberikan ruang tumbuh untuk penanaman tanaman campuran. Setelah memperhatikan pertumbuhan tanaman dan dengan pertimbangan efektifitas pemanfaatan lahan pada tahun 1998 dan selanjutnya jarak tanam yang digunakan adalah 3x3m atau 1100 tanaman per ha. Hutan rakyat yang akan dibangun direncanakan seluas 10.000 Ha dalam waktu 10 tahun, sehingga setiap tahun ditargetkan akan melakukan penanaman seluas 1.000 Ha. Sampai dengan saat penelitian pada tahun kesepuluh realisasi penanaman pada pembangunan hutan rakyat adalah seluas 5.643,1 Ha dengan melibatkan 1.433 pemilik lahan di 6 kecamatan dan 26 desa di Kabupaten Musi

54 Rawas. Tidak tercapainya target luas penanaman disebabkan karena tidak tersedianya lahan dan dihentikannya kredit usaha hutan rakyat pada tahun 2000. Perincian realisasi penanaman hutan rakyat dengan pola kemitraan disajikan sebagaimana pada Tabel 7. berikut: Tabel 7. Realisasi Pembangunan Hutan Rakyat dengan Pola Kemitraan NO Tahun Lokasi Tanam Kecamatan Desa Luas (Ha) Jumlah Pemilik Lahan 1. 1997 Muara Beliti Beliti Baru 73.1 14 Muara Kelingi Remayu 87.02 13 BKL Ulu Terawas Nibung 70.5 6 Terawas 10.61 1 Jayaloka Ngestiboga I 156.64 89 Ngestikarya 56.75 9 Ciptodadi 125.02 11 Talang Kapuk 26.13 7 2. 1998 Muara Beliti Rantau Bingin 54 7 BTS Ulu SP 7 Kotabaru 479.5 40 Jayaloka Ngestiboga I 100.84 80 Ciptodadi 148.18 19 3. 1999 Megang Sakti Pagar Ayu 287 128 Muara Beliti Gegas 84 31 Muara Kati Baru 46 19 Muara Kelingi Lubuk Tua 429.5 178 Beliti 3 E 541.3 297 BKL Ulu Terawas Babat 28.7 8 BTS Ulu SP 7 Kotabaru 122.5 26 SP 8 Trijaya 130.5 19 SP 9 Bangun Jaya 517.25 103 Jayaloka Sidodadi 52.5 28 4. 2000 Megang Sakti Pagar Ayu 191.5 87 Rantau Kasih 174 68 Muara Beliti Pedang 172.5 38 BTS Ulu SP 5 Suka Makmur 476 56 5. 2001 BTS Ulu SP 6 Cecar 314.41 4 6. 2002 BTS Ulu SP 5 Suka Makmur 83.75 9 SP 6 Cecar 60.85 7 SP 9 Bangun Jaya 57.8 9 7. 2003 BTS Ulu SP 5 Suka Makmur 178.75 7 SP 6 Cecar 155 6 8. 2004 BTS Ulu SP 5 Suka Makmur 60 3 Seberang Keruh 91 6 Sumber : Laporan Penanaman PT. Xylo Indah Pratama

55 Penanaman diawali dengan pemasangan ajir dan pembuatan lubang tanam. Pembuatan lubang tanam dibuat lebih kurang 1 bulan sebelum pelaksanaan penanaman dimulai dengan ukuran lubang 30x30 cm. Pada waktu penanama terlebih dahulu plastik polybag dilepas, lubang ditimbun dengan tanah galian sampai batas leher akar. Dalam pembangunan hutan rakyat di lahan petani, sampai dua tahun pertama, sebelum antara tajuk tanaman pulai bersentuhan, petani dapat melakukan tumpangsari dengan tanaman pertanian di antara tanaman pulai dengan tanaman padi atau kacang tanah. Sistem penanaman dengan pola pergiliran 1 kali padi (5-6 bulan) dan 1 kali kacang tanah (4-5 bulan). Dari tanaman tumpangsari diperoleh hasil padi sekitar 8 kuintal sampai dengan 1 ton per hektar dan hasil kacang tanah sekitar 6 kuintal per ha. Petani yang berminat untuk tumpangsari ini dari perusahaan mitra mendapat bantuan yang berupa pinjaman bibit/benih. Pinjaman tersebut dikembalikan lagi dalam bentuk benih setelah panen, tetapi apabila mengalami gagal panen maka pengembalian benih dilakukan secara tempo. Gambar 3 Tanaman Pulai Umur 2 Tahun pada Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kecamatan BTS Ulu

56 Gambar 4. Tanaman Pulai umur 2 Tahun pada Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kecamatan BTS Ulu (4) Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan hampir setiap tahun tetapi pemeliharaan intensif dilakukan pada tahun pertama dan tahun kedua. Kegiatan yang dilaksanakan pada pemeliharaan meliputi penyiangan atau pembersihan lahan dari tumbuhan bawah, pendangiran, penyulaman dan penjarangan. Penyiangan dilakukan dalam waktu yang tidak tentu dengan melihat tumbuhan bawah yang dirasakan mengganggu. Dalam kegiatan penyiangan biasanya diikuti dengan pendangiran, yaitu membalik tanah untuk memperbaiki aeras i tanah. Penyulaman hanya dilakukan sekali pada umur tanaman dibawah 1 tahun dengan mengganti tanaman yang mati atau tertekan, tetapi tidak semua tanaman yang mati akibat kebakaran atau penyebab lain dilakukan penyulaman. Apalagi tanaman yang mati adalah tanaman yang telah berumur lebih dari 2 tahun. Kegiatan penjarangan direncanakan akan dilakukan pada tahun ke 5 dan tahun ke 7, dengan melakukan penebangan tanaman yang tertekan atau kerdil

57 sehingga dapat memberikan ruang tumbuh yang lebih optimal bagi teg akan sisa. Tetapi sampai dengan saat penelitian kegiatan penjarangan terhadap tanaman yang telah berumur 5 tahun atau lebih yaitu tanaman tahun 1997 dan 1998 dan 1999 belum dilakukan oleh perusahaan. Yang menjadi pertimbangan tidak dilaksanakannya penjarangan tepat waktu disamping secara kualitas yaitu diameter masih dianggap kecil dan keberadaan lokasi tanaman yang tersebar, juga disebabkan masih adanya bahan baku industri yang berasal dari tanaman pulai yang tumbuh secara alami, sehingga pelaksanaan penjarangan ditunda dan untuk kebutuhan industri didahulukan kayu yang berasal dari tanaman yang tumbuh secara alami. Kegiatan pemeliharaan ini, khususnya kegiatan penjarangan sangat diharapkan oleh petani karena dengan pertumbuhan 4 cm pertahun dengan umur tanaman 5 atau 7 tahun sudah menghasilkan tanaman yang berdiameter cukup untuk masuk ke industri. Petani berharap akan mendapatkan hasil dari penjualan kayu hasil penjarangan. Dengan tidak dilaksanakannya kegiatan pemeliharaan hutan rakyat tersebut, maka kondisi pertumbuhan tanamannya pada beberapa lokasil tidak optimal, bahkan ada beberapa lokasi yang terbengkalai tidak terawat. Hal ini menimbulkan ketidak puasan petani hutan rakyat yang menggantungkan pendapatan dari kegiatan hutan rakyat, baik yang berasal dari upah tenaga kerja maupun hasil penjualan kayu hasil penjarangan. Selain itu menurut pertimbangan ekonomis produksi kayu pada akhir daur tidak layak karena menurunnya kualitas dan kuantitas hasil kayu. (5) Pemanenan Pemanenan direncanakan akan dilakukan setelah tanaman berumur 10 tahun atau paling lambat 11 tahun, berarti pemanenan pertama akan dilakukan pada tahun 2007 terhadap tanaman tahun 1997. Pelaksanaan pemanenan akan dilakukan dengan sistem tebang pilih untuk tegakan pulai yang telah memenuhi standar industri. Pengelolaan sistem silvikultur dilaksanakan dengan menebang pohon yang berdiameter di atas 30 cm, sedangkan yang berdiameter dibawah 30 cm akan ditebang pada tahun-tahun berikutnya sesuai dengan perencanaan.