PENDAHULUAN Latar Belakang Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang cenderung mengkonsumsi makanan-makanan cepat saji dengan kadar lemak yang tinggi. Keadaan ini menyebabkan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh kadar lemak darah yang tinggi. Kadar lemak darah yang tinggi (dislipidemia) merupakan suatu keadaan didapatinya penumpukan yang berlebihan dari beberapa komponen lemak di dalam darah. Peningkatan kadar lemak darah pada akhir-akhir ini mendapat perhatian luas di kalangan masyarakat karena adanya hubungan antara meningkatnya asupan lemak dari makanan, kadar lemak darah dan penyakit jantung koroner. Salah satu jenis lemak yang perlu mendapat perhatian sehubungan dengan adanya kejadian penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kadar lemak darah yang tinggi adalah lemak tidak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid-pufa). Asam linolenat (omega-3) dan asam linoleat (omega-6) adalah dua jenis PUFA yang harus dikonsumsi dalam diet sehari-hari yang dapat ditemukan dalam daging merah (daging sapi, daging domba, daging kambing, daging babi, dan lain-lain). Sumber terbaik dari omega-3 adalah minyak ikan, biji flax, atau pun walnut, sedangkan omega-6 dapat diperoleh dari telur, daging, minyak tumbuhan, margarin, jagung, dan bunga matahari. Asam lemak omega-3 sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan fungsi sel-sel tubuh. Asam linoleat merupakan komponen phosphatidylcholine yang merupakan fosfolipid utama dalam lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein-hdl). Lipoprotein tersebut dapat mengangkut kolesterol dari jaringan perifer untuk dioksidasi di dalam hati 1
yaitu tempat metabolit sterol tersebut diekskresikan ke dalam empedu (Glomset, 1968). Oleh karena itu HDL berperan dalam melindungi jantung karena kemampuannya mencegah akumulasi kolesterol pada sel-sel dinding arteri (Oram dan Heinecke, 2005.) Salah satu jenis daging merah yang banyak dikonsumsi adalah daging kambing karena mempunyai rata-rata kandungan PUFA yang lebih tinggi (Park dan Washington, 1993) dibandingkan dengan jenis daging merah lainnya seperti daging sapi (Enser et al., 1998) dan daging domba (Solomon et al., 1991) serta mempunyai rasio PUFA:SFA yang lebih tinggi dibandingkan daging sapi (Park dan Washington, 1993). Selanjutnya dinyatakan bahwa kandungan PUFA pada daging Longissimus dorsi lebih tinggi daripada kandungan asam lemak jenuh (saturated fatty acid-sfa). Kandungan PUFA daging dapat ditingkatkan dengan pemberian pakan yang banyak mengandung PUFA (Felton dan Kerley, 2004) karena komposisi susu dan daging ruminansia dapat dipengaruhi oleh asupan PUFA (Yeom et al., 2005), dan ruminansia secara khusus membutuhkan asam lemak esensial yang penting dalam proses metabolisme pada otot daripada menyimpannya dalam jaringan adiposa (Wood et al., 2008). Salah satu sumber PUFA yang dapat digunakan dalam pakan adalah minyak sawit kasar terkapsulasi (capsulated crude palm oil-ccpo) karena dapat meningkatkan kandungan PUFA daging (Tiven, 2011). Kandungan PUFA dalam ransum akan mengalami hidrogenasi oleh mikrobia dalam rumen menjadi SFA terutama stearat (Bauman et al., 2003). Hal tersebut menyebabkan asam linoleat (cis-9, cis-12-18:2) dan asam linolenat (cis-9, cis-12, cis-15-18:3) dalam pakan ditemukan pada daging dengan konsentrasi yang rendah (Jenkins et al., 2008) yaitu hanya sekitar 10% yang 2
tersisa dan bergabung dalam lipid jaringan (Wood et al., 2008). Untuk menghindari hidrogenasi oleh mikrobia rumen maka dilakukan proteksi bahan pakan sumber asam lemak tidak jenuh dalam ransum yang salah satunya adalah dengan menggunakan formaldehid (Tiven, 2011). Kadar PUFA yang terdapat dalam makanan mudah mengalami ketengikan (ransiditas) karena sangat rentan mengalami reaksi oksidatif. Pengaruh dari perubahan level PUFA dalam daging meskipun kecil dapat memiliki pengaruh yang substansial terhadap timbulnya ransiditas. PUFA sangat rentan terhadap proses oksidasi karena adanya ikatan ganda yang labil. Semakin tinggi tingkat ketidakjenuhan asam lemak, kerentanan terhadap proses oksidasi dan timbulnya ransiditas akan meningkat secara proporsional (Channon dan Trout, 2002). Pada hewan, PUFA merupakan komponen membran sel yang esensial. Sintesis dan metabolisme PUFA merupakan proses yang sangat kompleks, melibatkan berbagai enzim dan jalur regulasi. PUFA mempunyai lebih dari satu ikatan rangkap sehingga merupakan target utama yang rentan terhadap serangan radikal bebas. Penggabungan PUFA pada level yang tinggi dalam membran fosfolipid selanjutnya akan meningkatkan potensi oksidasi saat membran itu sendiri sangat rentan terhadap oksidasi dikarenakan permukaan yang luas dan dekat dengan senyawa prooksidan di dalam sel (Channon dan Trout, 2002). Adanya vitamin E yang berperan sebagai antioksidan dapat melindungi membran sel dan nutrien seperti PUFA dari oksidasi destruktif. Ransiditas pada daging yang mengandung PUFA dapat dihambat dengan suplementasi vitamin E pada ransum ruminansia. Vitamin E diketahui tidak mengalami degradasi di dalam rumen (Leedle et al., 1993 dan 3
McDiarmid et al., 1994) sehingga dapat berfungsi sebagai antioksidan di dalam proses metabolisme tubuh. Vitamin E merupakan antioksidan biologis potensial yang diperoleh hanya melalui makanan. Fungsi utama vitamin E adalah berperan sebagai antioksidan pemutus rantai melalui inaktivasi radikal bebas dalam sel membran (Channon dan Trout, 2002) dan kemampuannya untuk memindahkan hidrogen fenolat kepada radikal bebas peroksil dari PUFA yang telah mengalami peroksidasi (Murray et al., 1996). Penyerapan vitamin E dari saluran pencernaan diperbaiki dengan adanya lemak. Oleh karena itu diharapkan bahwa suplementasi minyak dalam ransum akan meningkatkan penyerapan vitamin E, menghasilkan konsentrasi vitamin E yang lebih tinggi dalam sel darah merah (Aharoni et al., 2005). Selanjutnya dinyatakan bahwa secara normal, konsentrasi vitamin E yang tertinggi adalah di dalam plasma, hati, dan jaringan lemak. Selaput (membran) sel merupakan batas eksternal sel dan mengatur lalu lintas molekul yang melewati membran tersebut (Nelson dan Cox, 2008). Sebagai pembatas isi sel dengan lingkungannya, membran sel berperan sebagai jalur masuknya bahan organik ke dalam sel, transportasi produk sisa dan membuangnya keluar sel, mencegah masuknya bahan yang tidak diinginkan dan mencegah keluarnya bahan yang dibutuhkan untuk fungsi sel. Fluiditas dari membran biologis sangat diperlukan untuk sejumlah fungsi-fungsi sel. Fluiditas ditentukan terutama oleh adanya PUFA dalam molekul fosfolipid yang berada di kedua sisi lipid bilayer (Catalá, 2009). Perubahan dalam fluiditas membran meskipun sedikit dapat menyebabkan fungsi abnormal dan proses patologis. Perubahan dalam struktur membran dapat mempengaruhi keseimbangan air dan transportasi ion serta seluruh proses dalam sel (Murray dan Granner, 2009) dan 4
defisiensi spesifik atau kerusakan komponen membran tertentu dapat menyebabkan terjadinya berbagai penyakit, atau dengan kata lain fungsi sel yang normal tergantung pada membran sel yang normal. Suplementasi vitamin E dalam ransum yang banyak mengandung PUFA diharapkan dapat menghambat reaksi oksidasi PUFA pada membran sel sehingga dapat mempertahankan fungsi normal sel dan proses metabolisme sel dapat berlangsung normal yang pada akhirnya dapat menghasilkan produksi daging dengan kandungan PUFA yang tinggi dan kualitas yang lebih baik bagi kesehatan, serta dapat meningkatkan performa ternak kambing. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi vitamin E dalam ransum yang mengandung minyak sawit kasar terkapsulasi (Capsulated Crude Palm Oil-CCPO) terhadap kandungan PUFA daging dan performa kambing Bligon. Manfaat Penelitian Data hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan informasi tentang suplementasi vitamin E dan pengaruhnya terhadap kandungan PUFA daging dan performa ternak kambing Bligon. 5