DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45)."

Transkripsi

1 5 PEMBAHASAN UMUM Asam lemak nonesensial merupakan asam lemak hasil sintesa de novo dalam jaringan mamari dapat dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan konsentrat kadar protein kasar 14%, TDN 64% dan serat kasar 12% dengan atau tanpa campuran garam karboksilat kering (CGKK) atau campuran metil ester kering (CMEK), walaupun konsentrasi VFA total hasil fermentasi karbohidrat oleh mikroba rendah dalam cairan rumen (60,4mM-61,7mM atau 60,4mM-61,6mM vs mM). Fenomena ini berindikasi kontribusi asetat hasil fermentasi karbohidrat konsentrat dengan kadar serat kasar 12% terhadap ketersediaan asetat untuk sintesa de novo asam lemak, akibat proporsi konsentrat rendah dalam ransum (sumber serat:konsentrat 80:20). Indikasi lain, rataan konsentrasi VFA total 61,5 mm dan 61,2 mm in vitro yang dihasilkan oleh konsentrat dengan kadar protein kasar 14% dan TDN 64% dapat mendukung produksi susu sapi 8-10 Lhr -1 pada pertengahan laktasi. Menurut NRC (2001), produksi susu harian yang dapat dihasilkan oleh sapi dengan asupan konsentrat 16 kgbkhr -1 dengan kadar PK 14% dan TDN < 68% adalah 20 Lhr -1. Jadi jumlah pemberian konsentrat dengan kadar PK 14% dan TDN 64% perlu ditingkatkan (1,8 kgkhr -1 vs 16 kgbkhr -1 ) untuk meningkatkan produksi susu harian. Menurut Tasse (1999), pemberian konsentrat dengan kadar protein kasar rendah (PK 12%) dan kadar total nutrien tercerna rendah (TDN 64%) dapat mendukung produksi susu Lhr -1 pada awal laktasi, yang ditunjukkan oleh konsentrasi asam lemak hasil mobilisasi atau perombakan cadangan lemak (nonesterified fatty acid, NEFA) dalam plasma lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi NEFA normal (0,17 meq vs 0,52 meq). Karbohidrat non struktural (KNS; non structural carbohydrate, NSC) dalam konsentrat tidak semua difermentasi dalam rumen tetapi dapat berpindah lokasi pada waktu rumen berkontraksi. Menurut Harmon (2006), perubahan lokasi pencernaan karbohidrat non struktural dalam saluran pencernaan ternak ruminansia mempengaruhi efisiensi penggunaan energi pakan untuk produksi, yang meningkat bila lebih dari 75% karbohidrat non struktural dicerna dalam intestinal. Perubahan lokasi pencernaan karbohidrat non struktural juga

2 mengakibatkan konsentrasi VFA total hasil fermentasi karbohidrat ransum dalam rumen lebih rendah dari konsentrasi VFA total normal. Absorbsi asam oleat (C 18:1 ) ransum sangat tinggi (353 kali) dalam plasma sapi laktasi dengan ransum tanpa CGKK dan CMEK (kontrol). Fenomena ini berindikasi asam stearat (18:0) didehidrogenasi oleh enzim stearoyl-coa desaturase (SCD) yang dihasilkan oleh mikroba rumen, lalu C 18:1 terinkoporasi dalam fosfolipid mikroba rumen. Selanjutnya mikroba rumen berpindah lokasi bersamaan dengan kontraksi rumen ke abomasal. Fosfolipid terhidrolisis dari biomassa mikrobial, lalu fosfolipid dihidrolisis oleh lipase pancreas di lumen intestinal, dan menghasilkan asam lemak bebas dan lisofosfolipid. Asam oleat (C 18:1 ) dan lisofosfolipid diabsorbsi oleh sel intestinal dan diesterifikasi menjadi fosfolipid. Selajutnya fosfolipid bergabung dengan khilomikron dan atau lipoprotein VLDL (very low density lipoprotein) dan dibawa bersama dengan aliran darah ke target jaringan. Menurut Or Rasyid at al. (2007), bakteri dan protozoa dalam rumen dapat meningkatkan ketersediaan asam lemak tak jenuh hasil dehidrogenasi dalam rumen, yang dapat diabsorbsi oleh ternak ruminansia. Selanjutnya asam lemak ini dapat terinkorporasi dalam fosfolipid di sel intestinal. Kadar lemak total dan konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo tidak berkurang dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan produk pengolahan minyak ikan lemuru, CGKK dan CMEK sebagai sumber EPA dan DHA. Fenomena ini berindikasi enzim acyltranferse-1 lebih sensitif terhadap asam lemak dengan jumlah karbon 8-16 dalam sel mamari sehingga asam lemak ini dapat terinkorporasi pada Sn-1 dari asam fosfatidat dan triasilgliserol. Kadar lemak total sama dengan konsentrasi asam lemak dengan jumlah karbon 18 tidak berubah dalam susu sapi dengan pemberian ransum tanpa atau dengan CGKK dan CMEK (RKM-0, RK-45, dan RM-45). Indikasi ini berimplikasi kadar lemak total susu sapi bersinergi positif dengan konsentrasi asam lemak sintesa de novo dan konsentrasi asam lemak ransum (asam lemak essensial: essential fatty acids, preformed fatty acids). Konsentrasi EPA (20:5) dan DHA (22:6) tertinggi dalam plasma yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK. Begitu juga absorbsi EPA dan DHA ransum dalam plasma. Fenomena ini mununjukkan EPA

3 dan DHA yang berasal dari ransum dengan CGKK lebih banyak diabsorbsi dan diinkorporasi dalam lemak yang disintesa dalam sel intestinal dan terbawa dalam darah. Indikasi ini berimplikasi CGKK lebih efektif sebagai sumber asam lemak omega 3 seperti EPA dan DHA dalam ransum, yang dapat dibawa oleh darah ke target jaringan ternak. Konsentrasi EPA dan DHA dalam susu yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK sama dengan pemberian ransum dengan CMEK, walaupun inkorporasi EPA dan DHA plasma dalam susu yang dihasilkan oleh sapi pemberian ransum dengan CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CGKK. Fenomena ini berindikasi posisi spesifik EPA dan DHA dalam susu sapi dengan pemberian CGKK tidak sama dengan pemberian ransum dengan CMEK dalam susu sapi. Inkorporasi asam linoleat (C 18:2 ), EPA (C 20:5 ), dan DHA (C 22:6 ) plasma dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK lebih rendah dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK, walaupun konsentrasi C 20:5, dan C 22:6 dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK sama dengan ransum dengan CMEK. Begitu juga, kadar lemak total susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK adalah sama. Fenomena ini berindikasi status meningkat atau tidaknya konsentrasi asam lemak tak jenuh ganda dalam susu sapi ditunjukkan oleh status meningkat atau tidaknya kadar lemak total dalam susu sapi. Konsentrasi asam lemak essensial lainnya seperti asam stearat (C 18:0), asam oleat (C 18:1 ), dan asam linoleat (C 18:3 ) dalam susu sapi dengan pemberian ransum tanpa atau dengan CGKK atau CMEK adalah sama. Begitu juga inkorporasi C 18:0, C 18:1, C 18:2, dan C 18:3 plasma dalam susu sapi, walaupun inkoporasi asam linoleat (C 18:2 ) plasma dalam susu sapi dengan pemberian konsentrat dengan CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CGKK. Fenomena ini berindikasi posisi spesifik asam stearat tidak sama dengan asam oleat dan atau asam linoleat dalam lemak susu yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK pada periode pertengahan laktasi. Inkorporasi EPA dan DHA plasma dalam lemak susu sapi dengan pemberian ransum dengan CMEK lebih tinggi padahal konsentrasi EPA dan

4 DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45). Fenomena ini berindikasi inkoporasi EPA dan DHA dalam lemak susu tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan EPA dan DHA dalam plasma tetapi banyak faktor diduga mempengaruhi inkorporasi asam lemak plasma dalam lemak susu sapi. Daya sensitifitas enzim lipase lipoprotein terhadap asam lemak dalam lemak yang dibawa oleh lipoprotein dalam kapiler darah jaringan mamari dan sensitifitas enzim acyltransferase terhadap asam lemak dalam sel epitelial alveolar jaringan mamari, begitu juga pool asam lemak CoA (fatty acid-coa) dalam sel mamari diduga mempengaruhi inkorporasi asam lemak dalam lemak susu sapi. Walaupun demikian, peranan ketiga faktor ini terhadap inkorporasi asam lemak belum dikaji pada penelitian ini. Konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo seperti asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristat dan asam palmitat tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK. Fenomena ini berindikasi ketersediaan asam asetat dan butirat hasil fermentasi karbohidrat dalam rumen, sebagai bahan dasar untuk sintesa de novo asam lemak dalam sel mamari susu sapi dengan pemberian ransum tanpa atau dengan CGKK atau CMEK adalah sama. Hasil penelitian ini memperkuat simpulan Carriquiry et al. (2009), konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo dalam sel mamari tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian konsentrat dengan Alifet sebagai sumber EPA dan DHA pada awal laktasi. Persamaan hasil-hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo dalam sel mamari dalam susu sapi tidak dapat ditingkatkan oleh pemberian ransum dengan hasil pengolahan minyak ikan sebagai sumber EPA dan DHA pada periode awal laktasi, dan pertengahan laktasi (bulan laktasi ke-1 sampai ke-4). Tingginya inkorporasi asam stearat (C 18:0 ), asam oleat (C 18:1 ), dan asam linolenat (C 18:2 ) plasma dalam susu sapi pada periode pertengahan laktasi, walaupun konsentrasinya tidak signifikan meningkat dalam susu sapi berindikasi sensifitas enzim lipase lipoprotein tinggi terhadap C 18:0, C 18:1, dan C 18:2 dalam sehingga absorbsinya oleh sel mamari dan inkorporasinya tinggi dalam lemak susu sapi periode pertengahan laktasi. Indikasi lain, status inkorporasi asam lemak

5 dalam susu sapi tidak menunjukkan status konsentrasinya dalam susu sapi. Menurut Moate et al. (2007) dan Glasser et al. (2007), konsentrasi asam lemak dalam susu sapi ditentukan oleh kadar lemak total susu dan produksi susu. Inkorporasi EPA dan DHA plasma sangat rendah sedangkan inkorporasi asam stearat, asam oleat dan asam linolenat plasma sangat tinggi dalam susu sapi berindikasi akumulasi stearyl-coa, oleyl-coa dan linolenyl-coa menghambat akumulasi eicosapentanoyl-coa dan docosahexaenoyl-coa dalam pool fatty acyl- CoA dalam sel mamari sapi pertengahan laktasi. Indikasi lain, sensitifitas enzim acyltransferase-2 dan acyltransferase-3 rendah terhadap eicosapentaenoyl-coa dan docosahexaenoyl-coa dalam sel sel mamari sapi pada pertengahan laktasi. Absorbsi asam lemak plasma oleh sel mamari melalui membran sel, yang dimediasi oleh protein. Protein ini mengikat asam lemak pada membran (membrane-associated fatty acid binding protein, FABP) atau sebagai transporter asam lemak (fatty acid transporter, FATP). transpoter ini tidak hanya mempercepat tetapi juga mengatur uptake asam lemak ke dalam sel, dengan cara mempercepat perpindahan asam lemak dari pool asam lemak pada intraseluler ke intraseluler. Transporter yang berfungsi sebagai protein pembawa asam lemak dari plasma ke membram sel yang teridentifikasi yaitu CD 36, FABP pm (membrane-associated fatty acid binding protein) dan FATP 1-6 fatty acid transporter) (Schwenk et al.2010). (Konsentrasi EPA dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK dan CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan Moate et al. (2007), rataan konsentrasi EPA dalam susu sapi Holstein Amerika, Australia dan Selandia Baru dengan pemberian ransum dengan minyak ikan (219 mgkg -1, 143 mgkg -1 vs 32 mgkg -1 ). Padahal produksi susu sapi dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan produksi susu sapi Amerika, Australia, dan Selandia Baru ( 8-10 kghr -1 vs 30 kghr -1 ). Hal ini berindikasi sapi perah Indonesia lebih efektif menghasilkan susu dengan kandungan EPA alami dibandingkan sapi Amerika, Australia dan Selandia Baru. Hasil penelitian mendukung simpulan Carriquiry et al. (2009), konsentrasi asam lemak non esensial atau asam lemak sintesa de novo seperti asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristrat, dan asam palmitat tidak meningkat

6 dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan Alifet sebagai sumber EPA dan DHA pada awal laktasi. Begitu juga, simpulan AbuGhazaleh et al. (2009), konsentrasi asam lemak non esensial atau asam lemak sintesa de novo tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian konsentrat dengan campuran minyak kedelai dengan minyak ikan (2/3 FO), dan campuran minyak kedelai dengan mikroalgae (ALG) sebagai sumber EPA dan DHA pada pertengahan laktasi. Persamaan hasil-hasil penelitian menunjukkan konsentrasi asam lemak nonessensial atau asam lemak sintesa de novo tidak bergantung pada periode laktasi (awal sampai petengahan laktasi, bulan laktasi ke-1 sampai ke-4). Hal ini berimplikasi (1) ketersediaan asetat sebagai bahan dasar untuk sintesa asam lemak dalam jaringan mamari sapi laktasi (2) ketersediaan enzim pencerna karbohidrat dalam rumen sapi laktasi, dan (3) ketersediaan enzim acyltransferase-1 dalam jaringan mamari sapi laktasi tidak bergantung pada periode laktasi. Hasil penelitian mendukung simpulan Nelson dan Martini (2009), Carriquiry et al (2009), dan AbuGhazaleh et al. (2009), konsentrasi asam lemak esensial jenuh (asam stearat), asam lemak tak jenuh tunggal (monosaturated fatty acid, MUFA, 18:1), dan asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acids, PUFAs, 18:2 dan 18:3) tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan garam kalsium (Nelson & Martini, 2009), atau dengan Alifet pada awal laktasi, atau dengan campuran minyak kedelai dengan minyak ikan, atau dengan campuran minyak kedelai dengan mikroalgae (AbuGhazaleh et al. 2009) pada pertengahan laktasi. Begitu juga simpulan AbuGhazaleh et al. (2009), konsentrasi EPA dan DHA sebagai PUFA n-3 tidak meningkat dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan campuran minyak kedelai dengan minyak ikan atau mikroalgae. Sebaliknya simpulan Nelson dan Martini (2009), konsentrasi EPA dan DHA meningkat dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan garam kalsium dibandingkan dengan kontrol. Persamaan diantara hasil-hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi asam lemak esensial dengan jumlah karbon 18 tidak dapat ditingkatkan dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan sumber asam lemak alami (minyak dan mikroalgae) dan hasil pengolahan minyak ikan (Alifet, garam kalsium,

7 CGKK, CMEK) pada awal dan petengahan laktasi. Sebaliknya konsentrasi asam lemak omega-3 (PUFA n-3) konsentrasi EPA dan DHA dapat ditingkatkan dalam susu sapi dengan pemberian produk pengolahan minyak ikan seperti garam kalsium, CGKK, dan CMEK. Berdasarkan persamaan dan perbedaan antara hasil penelitian dengan simpulan Nelson dan Martini (2009) dan Carriqury et al. (2009, konsentrasi asam lemak non esensial tidak bergantung pada sumber asam lemak esensial dalam ransum dan periode laktasi. Sebaliknya konsentrasi asam lemak esensial khususnya asam lemak omega-3 (PUFA n-3) dalam susu sapi bergantung pada sumber EPA dan DHA, dan periode laktasi. Pemberian ransum dengan hasil pengolahan minyak ikan seperti Alifet menurunkan konsentrasi EPA dalam susu sapi sedangkan pemberian ransum dengan campuran garam karboksilat kering, campuran metil ester kering garam kalsium meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA dalam susu sapi.

MATERI DAN METODE. Tabel 8 Komposisi ransum Pakan /Nutrien RKM-0 RK-45 RM-45 Pakan

MATERI DAN METODE. Tabel 8 Komposisi ransum Pakan /Nutrien RKM-0 RK-45 RM-45 Pakan 3 EFEK KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING DALAM RANSUM TERHADAP KONSENTRASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI PENDAHULUAN Asam lemak yang terkandung dalam susu

Lebih terperinci

TAMPILAN ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI HASIL PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT ATAU METIL ESTER KERING ANDI MURLINA TASSE

TAMPILAN ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI HASIL PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT ATAU METIL ESTER KERING ANDI MURLINA TASSE TAMPILAN ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI HASIL PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT ATAU METIL ESTER KERING ANDI MURLINA TASSE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Kebutuhan pokok dan produksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk PENGANTAR Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk melakukan perbaikan terhadap kehidupannya. Sekarang ini, masyarakat semakin peduli dengan makanan yang sehat. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asupan lemak yang dianjurkan adalah sebanyak 30% dari total kalori yang dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua aspek yaitu

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang PENDAHULUAN Latar Belakang Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang cenderung mengkonsumsi makanan-makanan cepat saji dengan kadar lemak yang tinggi. Keadaan ini menyebabkan munculnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk meningkatkan produksi daging sapi dalam upaya mencukupi kebutuhan protein hewani secara nasional, di samping kualitas yang baik juga diperlukan kontinuitas ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pakan merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap tampilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pakan merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap tampilan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Sapi Perah Pakan merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap tampilan produksi dan kualitas susu serta pengaruhnya dapat mencapai 70% (Astuti et al., 2009;

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah persilangan sapi peranakan ongole betina yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lipid 1. Definisi Lipid Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik (Widman, 1989) Lemak disebut juga lipid,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di PENGANTAR Latar Belakang Domba termasuk ternak ruminansia kecil dengan potensi daging yang sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan

Lebih terperinci

Sumber asam lemak Lemak dalam makanan (eksogen) Sintesis de novo dari asetil KoA berasal dari KH / asam amino (endogen)

Sumber asam lemak Lemak dalam makanan (eksogen) Sintesis de novo dari asetil KoA berasal dari KH / asam amino (endogen) METABOLISME LIPID Metabolisme lipid secara garis besar ASAM LEMAK KOLESTEROL Sumber asam lemak Lemak dalam makanan (eksogen) Sintesis de novo dari asetil KoA berasal dari KH / asam amino (endogen) METABOLISME

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Menurut Blakely dan Bade (1998) sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara lain sistem dan

Lebih terperinci

(S). Tanpa suplementasi, maka mineral sulfur akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan

(S). Tanpa suplementasi, maka mineral sulfur akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan Latar Belakang 4 Untuk mampu berproduksi sesuai dengan potensi genetiknya, ternak unggul hasil pemuliaan dan bioteknologi memerlukan pakan berkualitas baik. Limbah serat merupakan sumberdaya yang tersedia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha peternakan adalah ketersediaan pakan ternak secara kontinyu. Saat ini sangat dirasakan produksi hijauan makanan ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Konsumsi Nutrien Pakan oleh Ternak pada Masing-Masing Perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya. Karakteristik sapi FH yaitu warna hitam dan putih, dahi warna putih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya. Karakteristik sapi FH yaitu warna hitam dan putih, dahi warna putih Produksi susu (l) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Fresian Holstein (FH) Sapi perah FH merupakan jenis sapi perah penghasil susu berasal dari Belanda yang memiliki produksi susu yang banyak dari pada

Lebih terperinci

Peranan asam lemak omega-3 (n-3), yakni EPA (Eicosapentaenoic acid) Banyak hasil penelitian telah membuktikan adanya pengaruh EPA dan DHA

Peranan asam lemak omega-3 (n-3), yakni EPA (Eicosapentaenoic acid) Banyak hasil penelitian telah membuktikan adanya pengaruh EPA dan DHA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan asam lemak omega-3 (n-3), yakni EPA (Eicosapentaenoic acid) dan DHA (Dmsahexaenoic acid) terhadap kesehatan telah banyak diketahui. Banyak hasil penelitian telah

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering PEMBAHASAN UMUM Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah melebihi kebutuhan konsumsi anaknya dan mampu memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah melebihi kebutuhan konsumsi anaknya dan mampu memenuhi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah FH Sapi perah merupakan sapi yang secara genetik mampu menghasilkan susu dengan jumlah melebihi kebutuhan konsumsi anaknya dan mampu memenuhi kebutuhan nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37 HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Protozoa Protozoa merupakan jenis mikroorganisme yang menempati populasi kedua terbesar di dalam rumen. Berdasarkan hasil sidik ragam, tidak ada pengaruh yang nyata (P>0,05)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumen dalam menghasilkan produk metabiolit rumen (VFA, N-NH3 maupun protein

BAB I PENDAHULUAN. rumen dalam menghasilkan produk metabiolit rumen (VFA, N-NH3 maupun protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Optimalisasi penggunaan fungsi rumen melalui peningkatan proses fermentasi rumen dalam menghasilkan produk metabiolit rumen (VFA, N-NH3 maupun protein mikroba) merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica L.) merupakan salah satu unggas yang dibudidayakan untuk dimanfaatkan produk daging dan telur untuk memenuhi kebutuhan protein hewani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian pemanfaatan limbah agroindustri yang ada di Lampung sudah banyak dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam ransum ruminansia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suplementasi Lemak dalam Pakan Ruminansia

TINJAUAN PUSTAKA. Suplementasi Lemak dalam Pakan Ruminansia 5 TINJAUAN PUSTAKA Suplementasi Lemak dalam Pakan Ruminansia Lipid adalah suatu substansi yang tidak larut air, tetapi larut dalam pelarut organik (eter, kloroform, heksan, dll). Lipid dalam bahan pakan

Lebih terperinci

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol ) JENIS LIPID 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol ) Lipid Definisi Lipid adalah Senyawa organik yang dibentuk terutama dari alkohol dan asam lemak yang digabungkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Revitalisasi pertanian dan program yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014 (Dirjen Peternakan, 2010).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh pemberian berbagai level tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah pada domba Padjadjaran jantan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Lemak Daging Ayam Broiler yang Diberi Probiotik Berbasis Susu Sapi dan Susu Kedelai Fermentasi. Hasil pengamatan kadar lemak daging ayam broiler pada peneitian dapat

Lebih terperinci

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH SKRIPSI Oleh ZULFARY ARIF FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA

Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA 1 Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan komposisi bahan, metode pembuatan dan produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

Lipid. Dr. Ir. Astuti,, M.P

Lipid. Dr. Ir. Astuti,, M.P Lipid Dr. Ir. Astuti,, M.P Berbeda dengan karbohidrat dan protein, lipid bukan merupakan suatu polimer Suatu molekul dikategorikan dalam lipid karena : mempunyai kelarutan yg rendah di dlm air larut dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kerbau Karakteristik Ternak Kerbau

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kerbau Karakteristik Ternak Kerbau TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kerbau Kerbau merupakan hewan ruminansia dari sub family Bovinae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India (Hasinah dan Handiwirawan, 2006).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi dan Kualitas Susu Sapi 2.1.1. Produksi susu Produksi susu merupakan faktor esensial dalam menentukan keberhasilan usaha sapi perah, karena jumlah susu yang dihasilkan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Konsumsi daging telah dikenal dan menjadi pola hidup masyarakat sejak

PENGANTAR. Latar Belakang. Konsumsi daging telah dikenal dan menjadi pola hidup masyarakat sejak PENGANTAR Latar Belakang Konsumsi daging telah dikenal dan menjadi pola hidup masyarakat sejak lama. Daging merupakan salah satu produk hasil ternak yang memiliki nilai gizi tinggi dan berguna bagi kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Potong Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan populasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Dewasa ini, ada kecenderungan penambahan asam lemak essensial

BABI PENDAHULUAN. Dewasa ini, ada kecenderungan penambahan asam lemak essensial BAB PENDAHULUAN I BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, ada kecenderungan penambahan asam lemak essensial terutama Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) pada produk pangan seperti produk susu formula.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Susu Sapi, Kedelai Fermentasi dan Kombinasinya Terhadap Kolesterol Daging Ayam Broiler. Hasil pengatamatan kadar kolesterol daging pada ayam broiler pada penelitian

Lebih terperinci

TAMPILAN ASAM LEMAK OMEGA-3 EPA-DHA DALAM SUSU SAPI DENGAN PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG NATRIUM ESTER ATAU ETIL ESTER. Oleh: Andi Murlina Tasse 1)

TAMPILAN ASAM LEMAK OMEGA-3 EPA-DHA DALAM SUSU SAPI DENGAN PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG NATRIUM ESTER ATAU ETIL ESTER. Oleh: Andi Murlina Tasse 1) 231 TAMPILAN ASAM LEMAK OMEGA-3 EPA-DHA DALAM SUSU SAPI DENGAN PEMBERIAN RANSUM MENGANDUNG NATRIUM ESTER ATAU ETIL ESTER Oleh: Andi Murlina Tasse 1) ABSTRACT Previous researches suggested that dietary

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persiapan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persiapan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian bertujuan untuk mendapatkan susu kambing yang kaya akan omega-3 dari pemberian ransum dengan campuran CGKK. Pemeriksaan kemurnian starter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah-limbah pasar dan agroindustri. Salah satu cara untuk mengatasi

I. PENDAHULUAN. limbah-limbah pasar dan agroindustri. Salah satu cara untuk mengatasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini ketersediaan pakan hijauan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan bahan baku, musim, berkembangnya pemukiman masyarakat, sehingga peternak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hiperkolesterolemia 1. Pengertian Hiperkolesterolemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol total yang disertai dengan meningkatnya kadar kolesterol LDL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia.

BAB I PENDAHULUAN. jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola hidup yang tidak sehat, yaitu pola makan tinggi lemak terutama lemak jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia. Dislipidemia akan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun tahun 1997

PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun tahun 1997 PENDAHULUAN Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun tahun 1997 mernberikan dampak terhadap peningkatan populasi dan produksi peternakan. Ditinjau dari sea popuiasi ternak ayam ras petelur antara

Lebih terperinci

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari 2310 030 003 2. Arina Nurlaili R 2310 030 081 24 juni 2013 Latar Belakang Penggunaan minyak goreng secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci