IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi dan Sekitarnya

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM BANJARMASIN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak semua kerusakan alam akibat dari ulah manusia. yang berbentuk menyerupai cekungan karena dikelilingi oleh lima gunung

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

BAB I PENDAHULUAN. Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

Teknik Konservasi Waduk

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

PENGERTIAN HIDROLOGI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

IV KONDISI UMUM TAPAK

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi dan Sekitarnya Gambar 4 Keadaan geografis daerah Kabupaten Bekasi dan sekitarnya tahun 29 (sumber : // http: www. googlemaps. com) Kajian cakupan kawasan penelitian berdasarkan citra Satelit PALSAR ALOS yang diamati meliputi daerah Kabupaten Bekasi dan sekitarnya yang meliputi Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakrta. Berdasarkan aspek klimatologi, keadaan iklim pada Kabupaten Bekasi ditunjukkan bahwa Suhu udara yang terjadi di Kabupaten Bekasi berkisar antara 28-32 o c. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Febuari dan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari. Keadaan Iklim di Kabupaten Karawang sesuai dengan bentuk Morfologinya sebagian besar terdiri dari daratan rendah dengan temperatur udara ratarata 27 celcius, tekanan udara rata-rata 11 milibar, dengan penyinaran Matahari 66% dan kelembaban nisbi 8%, dengan dipengaruhi angin muson kecepatan rata-rata per jam mencapai 3-35 Km, curah hujan rata-rata tiap tahun 1-2 mm di wilayah utara 2-25 mm di wilayah dengan 25-3 mm di wilayah selatan. iklim di Kabupaten Purwakarta termasuk pada zona iklim tropis, dengan rata-rata curah hujan 3.93 mm/tahun dan terbagi ke dalam 2 wilayah zona hujan, yaitu: Zona dengan suhu berkisar antara 22 o - 28 o dan zona dengan suhu berkisar 17 o -26 o. Dibandingkan tahun 22, curah hujan dan rata- rata hari hujan tahun 23 lebih sedikit. Berdasarkan keadaan geografis dan topografinya, Kabupaten Karawang memiliki Jenis tanah bermacam-macam jenis di antaranya Aluvial dan Gleihumus, jenis tanah ini terdapat di wilayah utara, seperti Batujaya, Telagasari, Rawamerta, Cilamaya, Jatisari, Karawang dan di sepanjang sungai Citarum. Glumusol, jenis tanah ini terdapat di wilayah selatan seperti Pangkalan dan Teluk Jambe. Di Kab. Purwakarta, Zona mata air yang berpengaruh terhadap keseimbangan air permukaan wilayah regional terdapat di Gunung Burangrang, Sanggabuana, Pegunungan Parang, Pasir Kutangandak di Kecamatan Wanayasa dan Pasir Madang di Kecamatan Campaka. Zona air tanah merupakan zona air tanah sedang sampai dangkal, terdapat di wilayah Sungai Cikao Kecamatan Purwakarta, Plered dan Campaka, serta zona air tanah dalam terdapat di wilayah Kecamatan Darangdan dan Wanayasa. Zona air permukaan berupa air sungai dan air genangan. Sungai terbesar yang terdapat di Kabupaten Purwakarta adalah sungai Citarum dan Sungai kecil meliputi Sungai Cikao, Sungai Ciherang dan Sungai Cilamaya. Air genangan yang tedapat di Kabupaten Purwakarta adalah Waduk Ir. H. Juanda dan sebagian Waduk Cirata. Kabupaten Bekasi memiliki Topografi terbagi atas dua bagian, yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah bagian utara dan dataran bergelombang di wilayah bagian selatan.ketinggian lokasi antara 6-115 meter dan kemiringan - 25 %. 4.2 Pengolahan Awal Data Citra PALSAR ALOS Data awal citra PALSAR ALOS diolah menggunakan software Polsar Pro 4. menghasilkan keluaran citra hamburan (scattering) 11, 12, 21, 22 dengan format BIN. Citra 11, 12, 21, 22 menunjukkan jenis polarisasi yaitu 1 untuk H (horizontal) dan 2 untuk V (vertikal). Citra hamburan dapat terlihat pada lampiran 4 dan 5. Selain citra hamburan, hasil keluaran dari Polsar pro juga terdapat citra PauliRGB atau citra sebenarnya berformat bmp. Citra hamburan digunakan lebih lanjut dalam proses estimasi kelembaban tanah. Citra PauliRGB yang belum terkoreksi dan telah terkoreksi secara geometrik dapat terlihat pada lampiran 1, 2, dan 3. Citra PALSAR ALOS yang digunakan untuk dikoreksi geometrik adalah citra sebenarnya (paulirgb) dan citra hamburan. Nilai RMS yang dihasilkan berada dibawah nilai.5 sehingga tingkat keakuratan hubungan antara titik GCP pada citra yang belum terkoreksi dengan citra yang terkoreksi sangat tinggi. Oleh karena itu, koreksi citra cukup layak untuk dilakukan lebih lanjut. Citra yang belum dan sudah terkoreksi dapat 14

terlihat pada citra PauliRGB lampiran 1,2, dan 3. Berdasarkan hasil koreksi geometrik pada citra PauliRGB maka dapat diketahui juga letak goegarfis wilayah cakupan citra yaitu 16 o 59 36.68-17 o 22 14.21 BT dan 6 o 11 1.32-6 o 42 1.91 LS dengan luasan 36951.2 Ha. Penelitian ini dibagi dalam 6 kajian tutupan lahan yaitu, badan air, lahan sawah, lahan sawah bera, lahan terbuka, lahan terbangun, dan lahan bervegetasi yang didapat dari hasil delineasi dari citra AVNIR-2. Citra tutupan lahan AVNIR-2 dapat terlihat pada lampiran 9. 4.3 Pendugaan Koefisien Hamburan Balik (σ o ) Seluruh Metode yang digunakan untuk menentukan baik itu koefisien hamburan balik (σ o ) maupun kelembaban tanah dari citra PALSAR ALOS cocok untuk daerah bare soil atau daerah yang memiliki kondisi topografi yang relatif datar dengan penutupan lahan oleh tajuk yang kecil. Berdasarkan model Dubois (1995), untuk menentukan nilai konstanta dielektrik dibutuhkan dua jenis koefisien hamburan balik (σ o ) berdasarkan polarisasinya yaitu σ o HH dan σ o VV. Kisaran nilai koefisien hamburan balik σ o HH dan σ o VV berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Sedangkan hasil peta Hamburan balik σ o HH dan σ o VV dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. Tabel 7 Kisaran nilai koefisien hamburan balik (σ o hh) (db) badan air -86-5 -72.1 Sawah tergenang -86-46 -69.7 Sawah bera -76-38 -58.5 lahan terbuka -8-38 -53.9 lahan terbangun -64-38 -49.2 lahan vegetasi -76-38 -55. Tabel 8 Kisaran nilai koefisien hamburan balik (σ o vv) (db) Badan air -86-65 -75.6 Sawah tergenang -86-45 -7.7 Sawah bera -64-38 -45.9 Lahan terbuka -74-38 -49.8 Lahan terbangun -64-38 -45.4 Lahan vegetasi -74-38 -51.3 Berdasarkan hasil σ o hh dan σ o vv pada Tabel 7 dan Tabel 8, badan air dan lahan sawah memiliki nilai maksimum koefisien hamburan balik lebih rendah dibandingkan dengan tutupan lahan yang lain. tingginya tingkat kandungan air pada tutupan lahan tersebut yang menyebabkan nilai hamburan balik σ o hh dan σ o vv rendah. Menurut Dubois (1995) menyatakan bahwa kadar air tanah kuat mempengaruhi nilai koefisien hamburan balik σ o vv. berdasarkan hasil jenis tutupan lahan yang diteliti, nilai koefisien hamburan balik σ o vv lebih sensitif dari pada koefisien hamburan balik σ o hh untuk wilayah-wilayah yang mengandung tingkat kandungan air yang tinggi. Sedangkan pada tutupan lahan sawah bera, lahan terbuka, lahan terbangun, dan lahan vegetasi yang relatif tidak tergenang air, nilai hamburan balik σ o hh memiliki nilai yang lebih sensitif terhadap kandungan air dibandingkan dengan nilai hamburan balik σ o vv. hal ini dimungkinkan karena tingkat kekasaran pada jenis tutupan lahan tersebut dapat mempengaruhi tingkat kandungan air. Berdasarkan pernyataan nilai koefisien hamburan balik pada tabel 7 dan 8 khususnya pada σ vv diatas, telah dapat diketahui jenis tutupan lahan yang memiliki tingkat kelembaban tinggi dan rendah. Jenis tutupan lahan yang memiliki tingkat kelembaban tinggi ditunjukkan oleh kisaran nilai koefisien hamburan balik (σ o ) yang rendah yaitu pada badan air. Demikian sebaliknya, jenis tutupan lahan yang memiliki tingkat kelembaban rendah ditunjukkan oleh kisaran nilai hamburan balik (σ o ) yang tinggi yaitu pada lahan sawah bera. 4.4 Estimasi Konstanta Dielektrik Menggunakan Model Dubois Konstanta dielektrik merefleksikan interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan bahan. Gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh satelit akan diterima oleh bahan dielektrik dengan cara direfleksikan atau direfraksikan tergantung dari bahan itu sendiri. Tingkat kelembaban tanah dapat diketahui dengan nilai konstanta dielektrik yang diperoleh. Menurut Ulaby (1986) konstanta dielektrik meningkat dengan meningkatnya kandungan air pada bahan dielektrik. Konstanta dielektrik pada media natural adalah 1 sampai 6. 15

Gambar 5 Distribusi konstanta dielektrik (ε ) satelit PALSAR ALOS kawasan Bekasi dan sekitarnya tanggal 11 April 27 pukul 15 : 34 :59 Tabel 9 Kisaran nilai konstanta dielektrik badan air 5. 1.8 7.9 Sawah tergenang 4.3 11.5 7.6 Sawah bera 2.7 9.16 5.2 lahan terbuka 2.5 9.9 6.4 lahan terbangun 3.6 8. 6.1 lahan vegetasi 3.9 8.9 6.5 Ulaby (1986) menyatakan bahwa nilai konstanta dielektrik pada air bebas berada diatas media natural sampai 81 dan menunjukkan frequensi yang rendah. Hal tersebut menyatakan bahwa semakin besar nilai konstanta dielektrik pada air bebas dapat menunjukkan tingkat kejernihan air. Ulaby (1986) juga menyatakan bahwa pada lahan kering memiliki kisaran nilai konstanta dielektrik 2-4. Berdasarkan dari nilai konstanta dielektrik pada Tabel 9, nilai konstanta dielektrik tertinggi terdapat pada badan air dengan nilai rata-rata 7.9 dan terendah terdapat pada lahan sawah bera dengan nilai rata-rata 5.2. Pada nilai maksimum untuk lahan sawah bera memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan lahan terbuka, terbangun dan vegetasi. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian kecil wilayah sawah bera masih memiliki tingkat kandungan air yang tinggi, tetapi secara keseluruhan tingkat kandungan air pada lahan ini lebih rendah dibandingkan tutupan lahan lainnya. Kisaran nilai dielektrik kering menurut Ulaby (1986) dapat dilihat pada nilai minimum konstanta dielektrik pada Tabel 9. Nilai minimum terendah terdapat pada jenis tutupan lahan terbuka. Tetapi jika dilihat dari hasil nilai rata-rata, sawah bera berada pada nilai yang terendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada lahan bera memiliki kandungan air yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis tutupan lahan lainnya. Perbedaan nilai konstanta dielektrik pada masing-masing tutupan lahan dikarenakan pengaruh medan elektrik yang berbeda pada tiap bahan tergantung dari banyak parameter seperti frekuensi, suhu, salinitas dan substansi ferromagnetik. Pada frekuensi tinggi, atau pada daerah gelombang cahaya (optik), kontribusi polarizabilitas elektronik (elektron) sangat berperan penting dibandingkan dengan polarizibilitas ionik dan dipolar. Pada polarizabilitas elektronik, banyak Elektronelektron yang tidak berpasangan sehingga dapat membentuk gaya tarik magnet dari luar yang dapat menciptakan medan magnetik pada suatu bahan. Molekul-molekul air dapat mudah tertarik oleh ion-ion elektron karena molekul-molekul air membentuk kelompok-kelompok kecil yang tidak beraturan. Gaya tarik magnetik 16

yang tercipta dapat berkurang dengan meningkatnya suhu. Gaya tersebut benarbenar hilang pada suhu 134 K atau 76 o c. Berdasarkan hal tersebut maka, semakin tinggi suhu tanah akan mengurangi kandungan air pada tanah tersebut sehingga nilai konstanta dielektriknya pun akan berkurang. 4.5 Estimasi tingkat kelembaban tanah berdasarkan persamaan polinomial Top Estimasi tingkat kelembaban tanah dapat diduga menggunakan persamaan polinomial Top et al. (198). Penentuan kelembaban tanah ini dibagi ke dalam 4 wilayah kajian yaitu lahan bera, lahan vegetasi, lahan terbuka, dan lahan terbangun. Tabel 1 Kisaran nilai kelembaban tanah dengan kedalaman -5 cm (% vol) lahan bera 8.4 34.9 2. lahan terbuka 7. 51.9 24.9 lahan terbangun 13.8 32.7 23.7 lahan vegetasi 15.3 35.6 25. Berdasarkan nilai kelembaban tanah pada Tabel 1, kelembaban tanah tertinggi terjadi pada lahan bervegetasi dengan kisaran nilai rata-rata yaitu 25 %. Hal ini dikarenakan tajuk-tajuk vegetasi mampu menahan dan mengurangi radiasi yang jatuh pada permukaan tanah sehingga laju evaporasi pada permukaan tanah tersebut pun tidak terlalu besar dibandingkan dengan tutupan lahan lainnya. Selain itu, faktor kekasaran juga sangat berperan penting dalam mempengaruhi nilai kelembaban tanah. Lahan terbangun memiliki nilai kelembaban tanah lebih rendah dibandingkan dengan lahan terbuka. Hal ini dikarenakan lahan-lahan untuk penyerapan air pada lahan terbangun sudah banyak tergantikan oleh bangunan-bangunan yang sulit menyerap air, sehingga air yang masuk ke wilayah tersebut banyak dialirkan kembali sebagai limpasan (runoff) dibandingkan diinfiltrasi. Lahan bera atau lahan sawah setelah panen dan belum dibudidayakan lagi, memiliki nilai kelembaban tanah yang rendah dibandingkan dengan tutupan lahan lainnya. Hal ini karena pada lahan sawah biasanya merupakan lahan kering yang dilembabkan. Umumnya lapisan atas pada lahan ini berupa liat sehingga permukaan tanah sawah bera terlihat lebih kering dari pada tutupan lahan lainnya. Gambar 6 Distribusi kelembaban tanah (mv) satelit PALSAR ALOS Kabupaten Bekasi dan sekitarnya tanggal 11 April 27 pukul 15 : 34 :59. 17

Berdasarkan hasil nilai hamburan balik (σ ), konstanta dielektrik, dan kelembaban tanah pada tabel 7, 8, 9, dan 1, terlihat hubungan yang berbanding terbalik antara nilai hamburan balik dengan konstanta dielektrik dan kelembaban tanah. Nilai hamburan balik yang semakin rendah menunjukkan bahwa tingkat kandungan air pada wilayah yang diamati semakin tinggi. Nilai konstanta dielektrik memiliki nilai yang berbading terbalik dengan nilai kelembaban tanah. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ulaby (1986) yang menyatakan bahwa konstanta dielektrik meningkat dengan meningkatnya kandungan air pada bahan dielektrik. Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin tingginya nilai kandungan dielektrik pada suatu wilayah yang diamati maka akan semakin tinggi tingkat kelembaban tanah pada wilayah tersebut. 4.6 Hubungan Konstanta Dielektrik dengan Kelembaban Tanah Menurut pernyataan Ulaby (1986), Konstanta dielektrik meningkat dengan meningkatnya kandungan air pada bahan dielektrik. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mencoba melihat hubungan antara keduanya. Hasil hubungan konstanta dielektrik dengan kelembaban tanah disajikan pada gambar 7 yang dihubungkan secara regresi dari hasil nilai konstanta dielektrik berdasarkan gambar 4 dan kelembaban tanah berdasarkan gambar 5. Masukan nilai konstanta dielektrik dan kelembaban tanah di ambil dari sampel piksel yang sama. Berdasarkan gambar 5, konstanta dielektrik dan kelembaban tanah memiliki hubungan polinomial dengan korelasi yang tinggi. Semakin tingginya nilai konstanta dielektrik pada suatu bahan dielektrik menunjukkan bahwa semakin tinggi Kandungan air pada bahan tersebut. Hal ini terjadi akibat pengaruh dari Frekuensi gelombang yang dipancarkan oleh satelit. Pada kisaran gelombang mikro, polarizabilitas elektron yang berperan sangat penting dalam meningkatkan gaya magnetik disekitar bahan dielektrik untuk menarik molekul-molekul air. Semakin besar gaya magnetik yang tercipta maka akan semakin besar maka molekul air yang tertarik oleh bahan dielektrik sehingga nilai konstanta dielektrik semakin tinggi kadar air tanah -5 cm %vol 7 6 5 4 3 2 1 Gambar 7 y = 1.91x 2-7.95x + 36.94 R² =.993 2 4 6 8 1 Dielektrik konstan Hubungan dielektrik konstanta dengan kadar air tanah 4.7 Pengaruh Kekasaran Permukaan Terhadap Kelembaban tanah kekasaran permukaan (Surface roughness) sangat mempengaruhi nilai kadar air tanah. meningkatnya kekasaran permukaan dapat mempengaruhi besar sudut yang terbentuk dari pantulan balik sinyal yang ditransmisi oleh permukaan. Menurut Dubois (1995), ratio koefisien hamburan balik σ hh /σ vv meningkat dengan meningkatnya kekasaran permukaan dan meningkatnya Kelembaban tanah atau meningkatnya sudut yang terbentuk. Dengan demikian, pengaruh kekasaran permukaan harus dikurangi atau dihilangkan untuk mendapatkan ketepatan nilai kadar air tanah. Dubois (1995) menyatakan bahwa kadar air tanah dipengaruhi oleh nilai log(ks.sinθ). Pengaruh kekasaran permukaan terhadap sudut pantul dan kelemababn tanah tersaji dalam gambar 7, 8, dan 9 kekasaran permukaan (ks) 5 4 3 2 1 2 4 6 8 sudut pantul ( o ) Gambar 8 Pengaruh kekasaran permukaan terhadap sudut pantul dielektrik konstan 3.5 3 2.5 2 1.5 1.5 2 4 6 8 Sudut Pantul Gambar 9 Pengaruh sudut pantul terhadap konstanta dielektrik 18

dielektrik konstan 3.5 3 2.5 2 1.5 1.5 Gambar 1 1 2 3 4 kekasaran permukaan Pengaruh kekasaran permukaan terhadap konstanta dielektrik Berdasarkan gambar 8, 9, dan 1, kekasaran permukaan memiliki hubungan yang erat dengan sudut pantul. Tingginya sudut pantul dikarenakan kekasaran permukaan yang tinggi. Emisi gelombang mikro yang jatuh pada permukaan kasar akan dipantulkan oleh permukaan dengan sudut yang besar. Oleh karena itu frequensi yang diterima oleh satelit tidak sama dengan emisi yang dipancarkan satelit. Semakin berkurangnya frequensi yang diterima oleh satelit karena kekasaran permukaan mengindikasikan bahwa permukaan tersebut semakin basah. Pada penelitian ini, kekasaran permukaan tidak terlalu diperhitungkan karena nilai kekasaran untuk seluruh cakupan citra berada pada kisaran.1 sampai.4. Menurut dubois (1995) kisaran nilai untuk daerah terbuka dengan permukaan yang datar yaitu.4. Oleh karena itu, cakupan citra yang digunakan sesuai dengan model yang digunakan yaitu berada pada kisaran nilai lahan terbuka dengan permukaan datar. Peta kekasaran permukaan dapat terlihat pada lampiran 8. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa citra PALSAR ALOS dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelembaban tanah pada wilayah Kabupaten Bekasi dan sekitarnya. Penentuan Kelembaban tanah dengan menggunakan model Dubois et, al (1995) dan Top et, al (198) menghasilkan nilai rata-rata dielektrik konstan pada badan air 7.9, lahan sawah 7.6, lahan bera 5.2, lahan terbuka 6.4, lahan terbangun 6.1, dan lahan vegetasi 6.5. menurut Menurut Ulaby (1986) Konstanta dielektrik meningkat dengan meningkatnya kandungan air pada bahan dielektrik. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat diketahui wilayah cakupan tutupan lahan yang memiliki nilai kandungan air tertinggi dan terendah. Dari hasil nilai konstanta dielektrik, Badan air memiliki nilai kandungan air tertinggi dan lahan bera mamiliki nilai kandungan air terendah dibandingkan dengan tutupan lahan lainnya. Nilai kelembaban tanah yang diperoleh dari 4 tutupan lahan didapatkan hasil untuk lahan bera 2. %, lahan terbuka 24.9 %, lahan terbangun 23.7 %, dan lahan vegetasi 25. %. Berdasarkan hasil kelembaban tanah dapat diketahui bahwa lahan vegetasi memiliki kelembaban yang lebih tinggi dan lahan bera memiliki kelembaban paling rendah dibandingkan dengan tutupan lahan lainnya. Pengaruh kekasaran permukaan pada wilayah cakupan citra yang diteliti tidak terlalu diperhatikan dikarenakan nilai kekasaran permukaan untuk cakupan citra berada pada kisaran nilai kekasaran lahan terbuka yaitu.1-.4 dengan permukaan yang datar. Hal ini sesuai dengan metode yang digunakan pada penelitian ini. Menurut dubois (1995) kisaran nilai untuk daerah terbuka dengan permukaan yang datar yaitu.4. dengan demikian, cakupan kajian wilayah sesuai dengan yang diinginkan model. 5.2 Saran 1. Validasi data lebih baik dilakukan pengukuran langsung dilapang pada wilayah dan waktu yang sama dengan data citra satelit. 2. Data satelit ALOS yang digunakan memiliki data lengkap yang terdiri dari data Avnir-2, Prism, dan PALSAR untuk cakupan citra yang sama. 3. Penelitian dilakukan pada lahan terbuka atau yang tidak terlalu tertutup oleh vegetasi dengan permukaan datar. DAFTAR PUSTAKA Asdak,C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. De Loor, G. P. 1982. The dielectrics properties of wet materials. proceedings of IGARSS 82. Munchen. TP-1: 1-5. Dobson, M. C. Ulaby, F. T., Hallikainen, M. T. El-Rayes, M. A. 1985. Microwave dielectric behaviour of wet soil part II : empirical models and experimental observations. IEEE transaction on 19