BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Supply Chain Management Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaanperusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko, atau pun retail, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Supply chain management (SCM) adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya supply chain. SCM yang baik bisa meningkatkan kemampuan bersaing bagi supply chain secara keseluruhan, namun tidak menyebabkan salah satu pihak berkorban dalam jangka panjang. Idealnya, hubungan antar pihak pada suatu supply chain berlangsung jangka panjang. Hubungan jangka panjang memungkinkan semua pihak untuk menciptakan kepercayaan yang lebih baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi bisa tercipta karena hubungan jangka panjang berarti mengurangi ongkos-ongkos untuk mendapatkan perusahaan partner baru (I Nyoman dan Mahendrawathi, 2010) Ada lima bagian utama dalam sebuah perusahaan manufaktur yang terkait dengan fungsi-fungsi utama di dalam supply chain. Kelima bagian utama tersebut yaitu: pengembangan produk, pengadaan, perencanaan dan pengendalian, operasi/produksi, dan pengiriman/distribusi. Pengiriman/distribusi merupakan salah satu dari kelima bagian tersebut. Pengiriman produk ke pelanggan atau pemakai akhir tentunya melibatkan kegiatan transportasi. Aktivitas pengiriman ini bisa dilakukan sendiri oleh perusahaan atau dengan menyerahkannya ke perusahaan jasa transportasi. Dalam cakupan kegiatan distribusi, perusahaan harus bisa merancang jaringan distribusi yang tepat. Keputusan tentang perancangan jaringan distribusi harus mempertimbangkan trade off antara aspek biaya, fleksibilitas, dan kecepatan respon terhadap pelanggan (I Nyoman dan Mahendrawathi, 2010). Manajemen transportasi adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh bagian transportasi atau unit dalam organisasi industri atau perdagangan dan jasa lain ( manufacturing business and service) untuk 6
memindahkan/mengangkut barang atau penumpang dari suatu lokasi ke lokasi lainnya secara efektif dan efisien (Rahmi dan Murti, 2013). Kegiatan operasional distribusi bisa sangat kompleks terutama bila pengiriman harus dilakukan ke jaringan yang luas dan tersebar di mana-mana. Perusahaan harus menetapkan tingkat service level yang harus dicapai di masing-masing wilayah, menentukan rute tiap jadwal pengiriman, serta mencari cara-cara yang inovatif untuk mengurangi biaya serta meningkatkan service level ke pelanggan. Studi untuk menciptakan alat bantu penjadwalan pengiriman atau penentuan rute sudah sangat banyak dilakukan dan masih berkembang terus mengingat permasalahan ini sangat penting, namun tidak mudah untuk diselesaikan (I Nyoman dan Mahendrawathi, 2010). Cara-cara inovatif seperti travelling salesman problem, vehicle routing problem, saving heuristic, dan lain-lain memungkinkan distribusi barang bisa dilakukan dengan lebih efisien atau lebih cepat ke tangan pelanggan. Perancangan jaringan supply chain juga merupakan satu kegiatan strategis yang harus dilakukan pada supply chain management dan mencakup keputusan tentang lokasi, jumlah, dan kapasitas fasilitas produksi dan distribusi dalam suatu supply chain (baik yang dimiliki oleh satu atau sejumlah perusahaan yang berkolaborasi). Tujuan dari keberadaan jaringan supply chain adalah untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang tentunya bisa berubah secara dinamis dari waktu ke waktu (I Nyoman dan Mahendrawathi, 2010). 2.2 Vehicle Routing Problem (VRP) Vehicle Routing Problem (VRP) merupakan permasalahan dalam sistem distribusi yang bertujuan untuk membuat suatu rute yang optimal, untuk sekelompok kendaraan yang diketahui kapasitasnya, agar dapat memenuhi permintaan customer dengan lokasi dan jumlah permintaan yang telah diketahui. Suatu rute yang optimal adalah rute yang memenuhi berbagai kendala operasional, yaitu memiliki total jarak dan waktu perjalanan yang ditempuh terpendek dalam memenuhi permintaan customer serta menggunakan kendaraan dalam jumlah yang terbatas (Rahmi dan Murti, 2013). 7
Solusi dari sebuah VRP yaitu sejumlah rute pengiriman kebutuhan pelanggan dimana kendaraan berangkat dari depot menuju pelanggan dan kembali lagi ke depot. VRP pertama kali dipelajari oleh Dantzig dan Ramser pada tahun 1959 dalam bentuk rute dan penjadwalan truk. Pada tahun 1964, Clarke dan Wright kemudian melanjutkan penelitian ini dan berhasil menciptakan sebuah metode yaitu Saving Algorithm. Seiring dengan perkembangan dunia industri maka sejak saat itu perkembangan mengenai VRP terus berkembang karena memegang peranan yang penting dalam proses pendistribusian dalam dunia industri (Indra dkk, 2014). Berikut ini adalah karakteristik dari permasalahan dalam VRP yaitu: 1. Perjalanan kendaraan berawal dan berakhir dari dan ke depot awal, 2. Ada sejumlah tempat yang semuanya harus dikunjungi dan dipenuhi permintaannya tepat satu kali, 3. Jika kapasitas kendaraan sudah terpakai dan tidak dapat melayani tempat berikutnya, kendaraan dapat kembali ke depot untuk memenuhi kapasitas kendaraan dan melayani tempat berikutnya, dan 4. Tujuan dari permasalahan ini adalah meminimumkan total jarak yang ditempuh kendaraan dengan mengatur urut-urutan tempat yang harus dikunjungi beserta kapan kembalinya kendaraan untuk mengisi kapasitasnya lagi. Ada empat tujuan umum VRP yaitu sebagai berikut: 1. Meminimalkan biaya transportasi global, terkait dengan jarak dan biaya tetap yang berhubungan dengan kendaraan, 2. Meminimalkan jumlah kendaraan (atau pengemudi) yang dibutuhkan untuk melayani semua konsumen, 3. Menyeimbangkan rute, untuk waktu perjalanan dan muatan kendaraan, dan 4. Meminimalkan penalti akibat pelayanan yang kurang memuaskan dari konsumen. 2.3 Klasifikasi Varian VRP Terhadap beberapa variasi VRP yang sangat bergantung pada jumlah faktor pembatas dan tujuan yang akan dicapai. Pembatas yang paling umum digunakan yaitu jarak, waktu, dan kapasitas (Indra dkk, 2014). 8
Tujuan yang ingin dicapai biasanya meminimalkan jarak tempuh, waktu, maupun biaya. Beberapa contoh variasi VRP di antaranya adalah: 1. VRP with multiple trips yaitu setiap kendaraan dapat melakukan lebih dari satu rute untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, 2. VRP with time windows yaitu setiap pelanggan dilayani oleh kendaraan dengan memiliki waktu pelayanan tertentu, 3. VRP with pick-up and delivery yaitu terdapat sejumlah barang yang perlu dipindahkan dari lokasi penjemputan tertentu ke lokasi pengiriman lainnya, 4. Capacitated VRP yaitu kendaraan yang memiliki keterbatasan daya angkut (kapasitas) barang yang harus diantarkan ke suatu tempat, 5. VRP with multiple products yaitu pelanggan memiliki pesanan lebih dari satu jenis produk yang harus diantarkan, 6. VRP with multiple depots yaitu depot awal untuk melayani pelanggan lebih dari satu, 7. Periodic VRP yaitu adanya horison perencanaan yang berlaku untuk satuan waktu tertentu, dan 8. VRP with heterogeneus feet of vehicles yaitu kapasitas antara satu kendaraan dengan kendaraan lainnya tidak selalu sama. Jumlah dan tipe kendaraan diketahui. Telah disebutkan sebelumnya bahwa ada berbagai variasi dari VRP. Masing-masing varian memiliki faktor pendorong tersendiri dan masalah tersendiri. Pada penelitian ini, ada tiga varian VRP yang memiliki hubungan dengan kasus yang diteliti, yaitu Capacitated VRP (CVRP), Vehicle Routing Problem with Multiple Trips and Fixed Fleet Split Delivery (VRPMTFFSD), dan Vehicle Routing Problem with Time Windows (VRPTW). 2.3.1 Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP) Capacitated VRP atau CVRP adalah sebuah VRP di mana diberikan sejumlah kendaraan dengan kapasitas tersendiri yang harus melayani sejumlah permintaan pelanggan yang telah diketahui untuk satu komoditas dari sebuah depot dengan biaya 9
transit minimum. Oleh karena itu, CVRP sama seperti VRP dengan faktor tambahan yaitu tiap kendaraan punya kapasitas tersendiri untuk satu komoditas (Indra dkk, 2014). Tujuan dari CVRP ini untuk meminimalisasi jumlah kendaraan dan total waktu perjalanan, dan total permintaan barang untuk tiap rute tidak boleh melebihi kapasitas kendaraan yang melewati rute tersebut. Solusi CVRP dikatakan layak jika jumlah total barang yang diatur untuk tiap rute tidak melebihi kapasitas kendaraan yang melewati rute tersebut. Misalkan Q melambangkan kapasitas sebuah kendaraan, maka solusi untuk CVRP sama dengan VRP, tapi dengan batasan tambahan total permintaan pelanggan pada rute R 1 tidak boleh melebihi kapasitas kendaraan Q. 2.3.2 Vehicle Routing Problem with Multiple Trips and Fixed Fleet Split Delivery (VRPMTFFSD) Varian Vehicle Routing Problem with Multiple Trips and Fixed Fleet Split Delivery (VRPMTFFSD) digunakan pada saat kondisi satu unit kendaraan angkut dapat melakukan pengiriman barang lebih dari satu rute untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan satu pelanggan dapat dikunjungi lebih dari satu kali dengan jumlah kendaraan angkut yang dimiliki adalah tetap (Indra dkk, 2014). Varian ini dapat digunakan jika tiap pelanggan dapat dilayani dengan kendaraan yang berbeda andaikan biayanya dapat berkurang. Tujuan dari penggunaan varian VRPMTFFSD ini adalah untuk meminimasi jumlah kendaraan dan total waktu perjalanan untuk pelayanan serta mengurangi total biaya untuk semua rute. Solusi dianggap layak jika tiap rute memenuhi batasan standar VRP ditambah dengan tiap pelanggan bisa dilayani oleh lebih dari satu kendaraan. 2.3.3 Vehicle Routing Problem with Time Windows (VRPTW) Vehicle Routing Problem with Time Windows (VRPTW) pada dasarnya hampir sama dengan VRP, namun memiliki batas tambahan yaitu sebuah jangka waktu, yang berhubungan dengan setiap pelanggan, yang mendefinisikan sebuah jangka waktu di 10
mana pelanggan harus disuplai. Interval waktu di depot disebut sebagai batas penjadwalan. Tujuan dari penggunaan metode VRPTW adalah untuk meminimalisasi jumlah kendaraan dan total waktu perjalanan serta waktu menuggu yang dibutuhkan untuk menyuplai semua pelanggan pada jam-jam tertentu (Indra dkk, 2014). Kelayakan VRPTW dibatasi oleh hal-hal berikut, yaitu: solusi menjadi tidak layak jika kiriman pada pelanggan sampai setelah batas dari interval, di mana jika kendaraan sampai sebelum batas bawah interval, maka waktu menunggu pada rute tersebut menjadi bertambah. Setiap rute harus start dan berhenti dalam jangka waktu yang berkaitan dengan departemen-x. Namun, kasus soft time windows, sebuah pengiriman yang terlambat tidak mempengaruhi kelayakan solusi. Setelah didapatkan solusi dari VRPTW, maka dapat disesuaikan waktu keberangkatan tiap depot untuk setiap kendaraan untuk menghilangkan waktu menunggu yang tidak penting. 2.4 Metode Penyelesaian Vehicle Routing Problems Permasalahan untuk mendapatkan hasil solusi yang optimal dari pemecahan VRP menjadi bertambah jika terdapat penambahan kendala ( constraint) pada kasus yang harus diselesaikan. Kendala-kendala tersebut antara lain yaitu batasan waktu ( time window), jenis kendaraaan angkut yang berbea-beda kapasitas angkutnya, total waktu maksimum operator kendaraan melakukan pengiriman, hambatan-hambatan di perjalanan, waktu istirahat operator kendaraan ketika melakukan pengiriman, dan sebagainya. Dari banyak pendekata untuk memecahkan masalah VRP terdapat dua metode yang paling umum digunakan yaitu metode sweep dan metode saving heuristic. Kedua metode tersebut merupakan teknik pemecahan VRP secara heuristik. 2.4.1 Metode Sweep Metode sweep adalah metode yang sederhana dalam perhitungannya, bahkan untuk memecahkan masalah yang cukup besar. Keakuratan metode ini rata-rata kesalahan perhitungannya adalah sebesar 10 persen. Keakuratan metode ini adalah pada cara pembuatan jalur rutenya. Prosesnya terdiri dari dua tahap, pertama titik pemberhentian 11
ditentukan untuk kendaraan yang ada. Tahap kedua adalah menentukan urutan titik pemberhentian pada rute. Karena melibatkan dua tahapan proses maka total waktu dalam suatu rute dan batasan waktu tidak dapat ditangani dengan baik oleh metode ini (Ballou, 2005). Metode sweep ini terbagi menjadi dua macam, yaitu cluster first route second dan route first cluster second. 2.4.1.1 Metode Sweep Cluster First Route Second Penyelesaian dengan metode ini dilakukan dengan membuat kelompok lokasi pemberhentian terlebih dahulu, kemudian membuat rute (Cordeau dkk, 2002). Langkahlangkah dalam penyelesaian VRP dengan metode ini adalah sebagai berikut: 1. Gambarkan semua lokasi pemberhentian dan lokasi depot dalam sebuah peta. 2. Lakukan pembentukan kelompok dengan cara menarik garis pada peta ke arah mana saja dari lokasi depot, kemudian rotasikan garis ini hingga memotong lokasi pemberhentian. Arah rotasi dapat searah jarum jam ataupun berlawanan dengan arah jarum jam. 3. Setiap memotong lokasi pemberhentian, lakukan evaluasi kapasitas kendaraan untuk mengecek apakah apabila lokasi pemberhentian tersebut dimasukkan ke dalam kelompok, masih memenuhi batasan kapasitas kendaraan atau tidak. Jika dengan memasukkan lokasi tersebut batasan kapasitas kendaraan dilanggar, maka proses pengelompokkan harus dihentikan dan dilanjutkan dengan membuat kelompok baru terhadap lokasi pemberhentian yang masih belum dimasukkan kedalam kelompok manapun. 4. Selanjutnya, setelah seluruh lokasi pemberhentian masuk kedalam kelompoknya masing-masing, dalam tiap kelompok dilakukan penjadwalan kunjungan untuk lokasi pemberhentian. Penjadwalan ini dilakukan sedemikian rupa sehingga didapatkan total jarak yang minimum untuk tiap kelompok rute. (Ballou, 2005) 12
2.4.1.2 Metode Sweep Route First Cluster Second Penyelesaian dengan metode ini merupakan kebalikan dari metode sebelumnya. Pada metode ini, pertama-tama dilakukan pembentukan rute terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pengelompokan lokasi pemberhentian kedalam kelompok (Baldacci dkk, 2007). Langkah-langkah dalam penyelesaian VRP dengan metode ini adalah sebagai berikut: 1. Gambarkan semua lokasi pemberhentian dan lokasi depot dalam sebuah peta. 2. Buatlah rute yang dapat melayani seluruh lokasi pemberhentian dengan meminimumkan total jarak tempuh rute. Pembentukan rute ini dilakukan tanpa memperhatikan batasan kapasitas kendaraan. 3. Setelah didapatkan rute dengan total jarak tempuh yang minimum, kemudian lakukan pembentukan kelompok. 4. Pembentukan kelompok ini pertama-tama dilakukan dengan cara memilih satu lokasi pemberhentian. Selanjutnya, dengan mengikuti arah rute yang telah dibuat, tambahkan lokasi pemberhentian ke dalam kelompok dengan tidak melanggar batasan kapasitas. Apabila penambahan lokasi ini mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap batasan kapasitas kendaraan, maka harus dibuat kelompok baru untuk lokasi pemberhentian tersebut. (Baldacci dkk, 2007) Untuk mendapatkan letak lokasi pada koordinat cartesius pada proses pemetaan lokasi, maka dapat digunakan Persamaan 2.1 dan 2.2 sebagai berikut: Koordinat-X i = Koordinat BT i Koordinat BT 0... (2.1) dengan: koordinat-x i = koordinat-x lokasi i koordinat-bt i = koordinat-bt lokasi i koordinat-bt 0 = koordinat-bt lokasi depot Koordinat-Y i = Koordinat LS 0 Koordinat LS i... (2.2) dengan: koordinat-y i = koordinat-y lokasi i koordinat-ls i = koordinat-ls lokasi i koordinat-ls 0 = koordinat-ls lokasi depot 13
Pada pemetaan lokasi tersebut ditentukan bahwa lokasi depot (BT;LS) adalah sebagai titik pusat pada koordinat cartesius yaitu titik (0;0). 2.4.2 Metode Saving Heuristic Salah satu metode heuristik yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam transportasi untuk menentukan rute dan jadwal distribusi adalah dengan menggunakan metode saving heuristic atau biasa disebut juga sebagai metode saving matrix. Metode saving heuristic/saving matrix pada hakekatnya adalah metode untuk meminimumkan jarak atau waktu atau ongkos dengan mempertimbangkan kendala-kendala yang ada (I Nyoman dan Mahendrawathi, 2010). Kelebihan dari metode ini adalah terletak pada kemudahan untuk dimodifikasi jika terdapat batasan waktu pengiriman, kapasitas kendaraan, jumlah kendaraan atau batasan lainnya dan dapat memberikan solusi yang praktis dan cepat. Meskipun hasil yang diberikan tidak menjamin bahwa hasil merupakan solusi optimal, tetapi metode ini dapat memberikan hasil yang lebih baik untuk menyelesaikan penjadwalan pengiriman dengan berbagai pembatas yang ada (Rahmi dan Murti, 2013). Langkah -langkah yang harus dikerjakan adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasikan matriks jarak dari depot ke masing-masing outlet dan sebaliknya, maupun dari outlet satu ke outlet lainnya. Pada langkah ini, jarak antar depot ke masing-masing tujuan dan jarak antar tujuan wajib diketahui. Apabila jarak riil antar lokasi diketahui, maka jarak riil tersebut lebih baik digunakan dibandingkan dengan jarak teoritis yang dihitung denga rumus. 2. Mengidentifikasikan matriks penghematan/saving matrix. Pada langkah awal tahap ini diasumsikan bahwa setiap outlet akan dikunjungi oleh satu kendaraan (truk) secara ekslusif. Akan ada penghematan yang diperoleh dengan menggabungkan dua atau lebih rute tersebut menjadi satu. Saving matrix mempresentasikan penghematan yang bisa direalisasikan dengan menggabungkan dua tujuan ke dalam satu rute. Perubahan jarak adalah sebesar total jarak pengiriman terpisah dikurangi total jarak pengiriman yang digabung. 14
Perhitungan saving matrix tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan 2.3 sebagai berikut: S ij = C i0 +C 0j -C ij... (2.3) dengan: S ij = nilai saving yang dihasilkan pada pengiriman i dan j (C i0 ) = jarak antara depot dan lokasi i (C 0j ) = jarak antara lokasi j dan depot i (C ij ) = jarak antara lokasi i dan lokasi j 3. Mengalokasikan lokasi pengiriman ke kendaraan atau ke dalam rute. Penggabungan dimulai dari nilai penghematan terbesar pertama lalu nilai penghematan terbesar kedua, dan seterusnya, sampai seluruh outlet teralokasikan. Diawal dialokasikan bahwa tiap outlet memiliki rute yang berbeda. Outlet-outlet tersebut bisa digabungkan sampai pada batas kapasitas truk yang ada dan horison perencanaan yang berlaku. Penggabungan dimulai dari nilai saving yang terbesar. 4. Mengurutkan outlet tujuan dalam rute yang sudah terdefinisi. Pada prinsipnya, tujuan dari pengurutan ini adalah untuk meminimumkan jarak perjalanan truk. Salah satu metodenya adalah nearest neighbour. Menggunakan prinsip selalu menambahkan outlet yang jaraknya paling dekat dengan outlet yang dikunjungi terakhir (Nurwidiana dkk, 2011). 2.4.3 Metode Nearest Neighbour Terkait dengan penggunaan metode nearest neighbour pada metode sweep route first cluster second, metode nearest neighbour merupakan metode paling sederhana untuk menyelesaikan masalah vehicle routing problem maupun travelling salesman problem, yaitu dengan memilih salah satu node yang mewakili suatu lokasi tujuan, selanjutnya dipilih node tujuan yang akan dikunjungi berikutnya, dengan pertimbangan hanya memilih lokasi tujuan yang memiliki jarak terdekat dengan lokasi yang sebelumnya dikunjungi, dengan catatan hanya boleh menambahkan lokasi tujuan di akhir urutan rute, dan setelah seluruh lokasi tujuan dikunjungi atau seluruh nodes telah terhubung maka tutup rute perjalanan dengan kembali ke lokasi asal (node asal). 15
Nearest neighbour merupakan algoritma yang mudah untuk diimplementasikan dan mudah untuk dieksekusi, tetapi tidak menjamin solusi yang dihasilkan optimal. Pada algoritma ini, peraturannya hanya pergi ke pelanggan dengan jarak terdekat yang belum dikunjungi dengan mengikutkan beberapa batasan (Indra dkk, 2014). 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian rute pendistribusian air mineral dalam kemasan sebelumnya dilakukan oleh Indra Sidik Kurniawan, dkk. pada tahun 2013 dengan judul Usulan Rute Pendistribusian Air Mineral Dalam Kemasan Menggunakan Metode Nearest Neighbour dan Clarke & Wright Savings (Studi Kasus di PT. X Bandung). Persoalan yang diteliti di dalam penelitian tersebut yaitu usulan rute pendistribusian dari distributor kepada pelanggan. Penelitian ini hanya meneliti produk yang didistribusikan berupa galon 19 L dengan jarak rute perjalanan bolak-balik adalah sama. Hasil penentuan rute menggunakan metode nearest neighbour menghasilkan 11 tur untuk 1 depot kepada 66 pelanggan dengan total jarak yang dilalui sebanyak 402,39 km dan total waktu 4389,53 menit. Hasil penentuan rute menggunakan metode clarke & wright savings menghasilkan 11 tur dengan total jarak yang dilalui 490,84 km dengan total waktu 4509,215 menit. Jumlah truk yang dibutuhkan yaitu sebanyak 11 truk, dengan metode terpilih pada penentuan rute yaitu metode nearest neighbour. Penelitian lainnya dilakukan oleh Adhie Nurdiansyah Pamungkas, dkk. pada tahun 2013 dengan judul Pembentukan Rute Distribusi Air Mineral Al-Ma soem Menggunakan Metode Clarke Wright dan Nearest Neighbour di PT. Al-Ma soem Muawanah. Penelitian ini hanya meneliti produk yang didistribusikan adalah ar mineral jenis cup 240 ml. Terdapat satu depot dan 34 tempat untuk dikunjungi dengan permintaan yang bervariasi dengan asumsi jumlah kendaraan angkut yang tidak terbatas. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa metode nearest neighbour memiliki total jarak paling kecil yaitu 1453,5 km dengan total rute sebanyak 12 rute pengiriman. 16