PENGARUH PENAMBAHAN SERPIHAN KAYU TERHADAP KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK SEJENIS DALAM KOMPOSTER RUMAH TANGGA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU KOMPOS (SAMPAH ORGANIK PASAR, AMPAS TAHU, DAN RUMEN SAPI) TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS KOMPOS

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB

ANALISIS KARAKTERISTIK BIOLOGI SAMPAH KOTA PADANG

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI AKTIVATOR DALAM PROSES PENGOMPOSAN SEKAM PADI (Oryza sativa)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

OPTIMASI PEMATANGAN KOMPOS DENGAN PENAMBAHAN CAMPURAN LINDI DAN BIOAKTIVATOR STARDEC

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Kompos Dengan Variasi Penambahan Dosis Abu Boiler Serta Penggunaan Bioaktivator EM-4

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

PENGGUNAAN DOLOMIT (MgCa(CO 3 ) 2 ) SEBAGAI PENSTABIL PH PADA KOMPOSTING SAMPAH DAPUR BERBASIS DEKOMPOSISI ANAEROB DAN AEROB

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEMAMPUAN KOTORAN SAPI DAN EM4 UNTUK MENDEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DAN NILAI EKONOMIS DALAM PENGOMPOSAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

Mochamad Arief Budihardjo *)

EFEKTIVITAS PENGKOMPOSAN SAMPAH KOTA DENGAN MENGGUNAKAN KOMPOSTER SKALA RUMAH TANGGA

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

PENGARUH LAJU AERASI DAN PENAMBAHAN INOKULAN PADA PENGOMPOSAN LIMBAH SAYURAN DENGAN KOMPOSTER MINI *

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

PENGOLAHAN SAMPAH SAYUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAKAKURA SERTA PENGARUH EM4 DAN STATER DARI TEMPE PADA PROSES PEMATANGAN KOMPOS.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

BAB III METODE PENELITIAN

PERBEDAAN FISIK DAN KIMIA KOMPOS DAUN YANG MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR MOL DAN EM 4

OP-016 STUDI OPTIMASI KEMATANGAN KOMPOS DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN PENAMBAHAN BIOAKTIVATOR LIMBAH RUMEN DAN AIR LINDI

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

EFEKTIVITAS PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH DAUN DENGAN TIGA SUMBER AKTIVATOR BERBEDA

PENGOMPOSAN SEKAM PADI MENGGUNAKAN SLURRY DARI FERMENTASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

Niken Wijayanti, Winardi Dwi Nugraha, Syafrudin Jurusan Teknik Lingkungan,Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro

Pengaruh Variasi Tinggi Tumpukan Pada Proses Pengomposan Limbah Lumpur Sawit Terhadap Termofilik

PENGGUNAANAK TIVATOR KOMPOS SAMPAH ORGANIK RUMAH. Muchsin Riviwanto dan Andree Aulia Rahmad (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT ORGANIK (SAMPAH SAYURAN DAN AMPAS TEBU)

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS STARTER PADA PROSES PENGOMPOSAN ECENG GONDOK Eichhornia Crassipes (MART.) SOLMS.

TINJAUAN PUSTAKA II.

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

PENGOMPOSAN K1UDGE HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT

METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal

bio.unsoed.ac.id lntisari Jika ditelusuri, sampah diproduksi oleh rumah tangga, pasar, dan industry.

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE TAKAKURA

PEMBEKALAN KKN -PENGOLAHAN LIMBAH PIAT UGM- Bidang Energi dan Pengelolaan Limbah Pusat Inovasi Agroteknologi UGM 2017

STUDI PENGARUH PENCAMPURAN SAMPAH DOMESTIK, SEKAM PADI, DAN AMPAS TEBU DENGAN METODE MAC DONALD TERHADAP KEMATANGAN KOMPOS

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI JUMLAH DAN JENIS BULKING AGENT PADA PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK SAYURAN DENGAN KOMPOSTER MINI *

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH ORGANIK DARI PASAR TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KOMPOS DAN BIOGAS

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

EVALUASI PROSES KOMPOSTING DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI KOMPOS

I Putu Gde Suhartana Kajian Proses Fermentasi Sludge

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik

1. Pendahuluan ABSTRAK:

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahu, parameter yang berperan dalam komposting yang meliputi rasio C/N. ph. dan suhu selama komposting berlangsung.

Kemampuan MOL (Mikroorganisme Lokal) Pada Proses Pengomposan di Dalam Lubang Resapan Biopori ABSTRAK

PEMBUATAN KOMPOS SECARA AEROB DENGAN BULKING AGENT SEKAM PADI

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

PENGARUH JENIS BIOAKTIVATOR PADA LAJU DEKOMPOSISI SAMPAH DAUN KI HUJAN Samanea saman DARI WILAYAH KAMPUS UNHAS. Hasanuddin, Makassar, 2014 ABSTRAK

BAB VIII UJI KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK HALAMAN KANTOR GEOSTECH PUSPIPTEK SERPONG. Rosita Shochib, Ikbal, Firman L. Sahwan, Sri Wahyono, Suyadi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN AMPAS DAUN NILAM SEBAGAI KOMPOS

KKN ITATS Tahun Kegiatan Pelatihan Pembuatan Kompos. Disiapkan oleh Taty Alfiah, ST.MT

I. PENDAHULUAN. sekali limbah khususnya limbah organik. Limbah organik yang berbentuk padat

hubungan rasio O'N dan parameter pendukung tiap reaktor. Hasil penelitian ini

Bab II Tinjauan Pustaka

PEMANFAATAN LIMBAH PEPAYA (Carica papaya L) DAN TOMAT (Solanum lycopersicum L) UNTUK MEMPERCEPAT PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

PENGOMPOSAN LIMBAH TEH HITAM DENGAN PENAMBAHAN KOTORAN KAMBING PADA VARIASI YANG BERBEDA DENGAN MENGGUNAKAN STARTER EM4 (EFECTIVE MICROORGANISM-4)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

KUALITAS KOMPOS SAMPAH RUMAH TANGGA YANG DIBUAT DENGAN MENGGUNAKAN KOMPOSTER AEROBIK

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga

BAB IV METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Menurut Sangaji dan Sopiah

KUALITAS PRODUK KOMPOS DAN KARAKTERISTIK PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA TANPA PEMILAHAN AWAL

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot

SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

PEMBUATA KOMPOS DARI SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA

KARAKTERISTIK FISIK SAMPAH KOTA PADANG BERDASARKAN SUMBER SAMPAH DAN MUSIM

Transkripsi:

PENGARUH PENAMBAHAN SERPIHAN KAYU TERHADAP KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK SEJENIS DALAM KOMPOSTER RUMAH TANGGA EFFECT OF ADDITION OF WOOD CHIPS TO COMPOST QUALITY OF TYPICAL ORGANIC WASTE IN HOME COMPOSTER Yenni Ruslinda, Rizki Aziz, Lutfina Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang E-mail: yenni@ft.unand.ac.id ABSTRAK Salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas kompos sampah organik adalah dengan penambahan bahan aditif, seperti serpihan kayu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan serpihan kayu (perbandingan 1:10) terhadap kualitas kompos sampah organik sejenis (buahan, sayuran, halaman dan sisa makanan) dalam komposter rumah tangga dan membandingkan kualitas akhir kompos ini dengan kualitas kompos sampah domestik menurut SNI 19-7030-2004. Analisis dilakukan terhadap bahan dasar kompos, proses kematangan dengan pengukuran setiap lima hari sekali, dan kualitas akhir kompos. Dari analisis akhir kualitas kompos sampah organik sejenis dengan penambahan serpihan kayu, parameter yang telah memenuhi standar adalah temperatur, kelembapan, ph untuk sampah sayuran dan sampah halaman, sedangkan untuk parameter rasio C/N belum memenuhi standar. Penambahan serpihan kayu menyebabkan temperatur dan kelembaban kompos menurun, sehingga proses dekomposisi berada pada suasana aerobik, yang menghasilkan kompos dalam bentuk humus dengan volume yang lebih banyak. Penambahan serpihan kayu juga meningkatkan ph dan rasio C/N kompos. Kata kunci: komposter rumah tangga, kualitas kompos, sampah organik sejenis, serpihan kayu ABSTRACT One way to improve compost quality of typical organic waste is by addition of additive such as wood chips. This study aims to analyze the impact of the wood chips addition (ratio 1:10) on compost quality of typical organic waste (fruits, vegetables, yard waste, and food waste) in home composter, and to compare the compost quality with the standard of domestic compost according SNI 19-7030- 2004. Analysis was conducted on compost s raw material, compost maturity process in every 5 days measurement, and on compost product. Analysis of compost product of typical organic waste with addition of wood chips showed that parameters of temperature, moisture content, and ph of vegetables and yard waste has complied the standard whilst parameter of C/N ratio has not complied. The addition of wood chips caused the drop of compost temperature and moisture content, resulted in the decomposition process located in aerobic condition, resulted in production of compost in form of humus in greater volume. The addition of wood chips also caused the compost ph and C/N ratio increased. Keywords: compost quality, home composter, typical organic waste, wood chips

Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 14 (1) : 13-22 (Januari 2017) Yenni Ruslinda dkk PENDAHULUAN Menurut Sahwan (2013), komposisi sampah organik di Indonesia mencapai 75%. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa potensi pengolahan sampah organik cukup tinggi. Salah satu upaya penanganan masalah sampah organik adalah melalui pembuatan pupuk organik dengan pengomposan. Proses pengomposan adalah proses dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme terhadap sampah organik yang bersifat biodegradable (Damanhuri dan Tripadmi, 2010). Pengembangan terhadap metode-metode pengomposan, dilakukan untuk mendapatkan teknologi pengomposan tepat guna, salah satunya yaitu pengomposan dengan teknologi komposter rumah tangga (Nasrullah, 2012). Dalam aplikasinya, pupuk yang dihasilkan dari komposter rumah tangga tidak dapat bersaing dengan pupuk organik lainnya di pasaran. Menurut SNI 19-7030-2004, sampah organik domestik terdari dari sampah buah-buahan, sampah halaman (daun-daunan), sayuran, dan sisa makanan. Masing-masing sampah organik ini pada dasarnya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, dan pemisahan sampah organik sejenis dalam komposter rumah tangga akan mempengaruhi kualitas kompos yang dihasilkan (Afrina, 2007). Salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas kompos sampah organik sejenis adalah melalui penambahan bahan aditif. Penambahan bahan aditif harus dilakukan apabila bahan dasar kompos bersifat homogen. Salah satu bahan aditif yaitu residu pengolahan kayu berupa kulit kayu dan serpihan kayu (Sutanto, 2002). Serpihan kayu merupakan bahan aditif yang umum digunakan oleh masyarakat dalam pengomposan. Hal ini dikarenakan serpihan kayu mudah didapat dan ekonomis. Serpihan kayu dapat memperbaiki pasokan oksigen, mengatur kandungan air dan penghawaan (Sutanto, 2002). Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan serpihan kayu sebagai bahan 14 aditif terhadap kualitas kompos sampah organik sejenis dalam komposter skala rumah tangga. METODOLOGI Persiapan komposter Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan komposter, antara lain: Ember plastik berkapasitas 11 liter dengan tutup di atasnya; 4 potong pipa PVC diameter ½ dengan panjang 20 cm; 4 buah penutup bagian ujung pipa; Solder untuk melubangi ember dan pipa. Alat komposter yang telah dirangkai dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Komposter Rumah Tangga Variasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menambahkan serpihan kayu (ukuran 1-3 cm) terhadap masing-masing sampah organik sejenis yang terdiri dari sampah buahan, sampah sayuran, sampah halaman dan sampah sisa makanan. Variasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Dari variasi penelitian, dapat diketahui jumlah komposter yang digunakan yaitu sebanyak 4 buah. Bahan Dasar Kompos Sampah Buahan + serpihan kayu Sampah Sayuran + serpihan kayu Sampah Halaman + serpihan kayu Sisa Makanan + serpihan kayu Gambar 2 Variasi Penelitian

Pengaruh Penambahan Serpihan Kayu Terhadap Kualitas Kompos Sampah Organik Sejenis Dalam Komposter Rumah Tangga Persiapan bahan dasar kompos Bahan dasar kompos dalam penelitian ini adalah sampah organik sejenis yang terdiri dari sampah buahan, sampah sayuran, sampah halaman dan sisa makanan, serta serpihan kayu sebagai bahan aditif. Sampah sayuran terdiri dari sayur kangkung, bayam, kol, sawi, dan lain-lain. Sampah buahan terdiri dari kulit buah, diantaranya rambutan, pisang, jeruk, dan lain-lain. Sampah halaman terdiri dari daun-daunan yang gugur, sedangkan sampah sisa makanan terdiri dari sisa nasi, sisa rebusan seperti jagung, pisang, sayur, dan lain-lain. Pengumpulan sampah organik sejenis ini dilakukan dalam satu hari, sehingga sampah belum mengalami pembusukan dan tidak mengandung larva lalat. Sebelum dimasukkan ke komposter, sampah organik sejenis ini harus dicacah dengan ukuran 2,5 7,5 cm. Selanjutnya ditambahkan bahan aditif berupa serpihan kayu dengan perbandingan pemakaian serpihan kayu dengan bahan kompos adalah 1:10. Pengomposan Setelah komposter dan bahan dasar kompos disiapkan, berikutnya dilakukan pengomposan. Komposter yang sudah berisi bahan kompos dan serpihan kayu dibenamkan ke dalam tanah. Hal ini bertujuan untuk mempercepat pengomposan, dikarenakan mikro organisme pengurai selain berasal dari sampah juga berasal dari tanah di sekitarnya. Cara pembenaman komposter dalam tanah dapat dilihat pada Gambar 3. Analisis Kompos Analisis kompos dilakukan dalam 3 tahap, yaitu : 1. Analisis awal terhadap bahan dasar kompos, dengan parameter terdiri dari temperatur, ph, rasio C/N dan kelembapan; 2. Analisis kematangan kompos yang dilakukan setiap lima hari sekali, dengan parameter terdiri dari temperatur, ph, kelembapan, tingkat reduksi, pengamatan bentuk fisik terhadap perubahan warna, bau dan tekstur kompos serta waktu kematangan; 3. Analisis akhir kualitas kompos, dengan parameter terdiri dari temperatur, kelembaban, ph dan rasio C/N. kerikil 1 2 inci Tanah asli 5 25 cm 5 22,5 cm Gambar 3 Sketsa Pembenaman Komposter HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis awal bahan dasar kompos Tabel 1 Hasil Analisis Bahan Dasar Kompos Parameter Jenis sampah Temperatur ph Kelembapan Rasio ( C) (%) C/N Dengan penambahan serpihan kayu S. buahan 27 5,0 63 62 S. sayuran 27 8,5 77 37 S. halaman 27 8,0 51 52 S. makanan 27 7,5 60 44 Tanpa penambahan serpihan kayu S. buahan * 28 3,0 79 48 S. sayuran * 28 5,5 86 12 S. halaman * 28 7,0 70 34 S. makanan * 28 6,0 68 20 Ket: * : Afrina (2007) Dari tabel 1 dapat diketahui, temperatur bahan dasar kompos dengan penambahan serpihan kayu untuk semua jenis sampah organik sejenis lebih rendah dibandingkan dengan temperatur bahan dasar kompos tanpa penambahan serpihan kayu. Penambahan serpihan kayu akan memperbaiki struktur kompos dalam tumpukan yang menyebabkan volume pori dalam tumpukan lebih besar, sehingga temperatur akan berkurang (Sutanto, 2002). Kelembapan bahan dasar kompos dengan penambahan serpihan kayu masih tinggi yaitu berkisar antara 51-77%, yang dikarenakan kandungan air bahan dasar yang 5 15

Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 14 (1) : 13-22 (Januari 2017) Yenni Ruslinda dkk sangat tinggi. Hal ini dapat diketahui dari kelembapan bahan dasar tanpa penambahan serpihan kayu yang berada pada rentang 70-86%. Penambahan serpihan kayu dapat menyebabkan kelembapan bahan dasar kompos berkurang, karena serpihan kayu bersifat sebagai absorben yang mengikat air pada bahan dasar kompos. ph merupakan salah satu faktor penting bagi mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik. Tabel 1 menunjukkan bahan dasar kompos dengan penambahan serpihan kayu berada pada rentang 5-8,5. Penambahan serpihan kayu dapat meningkatkan nilai ph. Peningkatan ph ini berhubungan dengan kelembapan, dimana dengan tingginya kadar air akan menyebabkan ruang antar partikel dari bahan yang dikomposkan menjadi penuh dengan air sehingga mencegah masuknya oksigen dalam tumpukan. Hal ini dapat menciptakan kondisi anaerobik yang dapat menunjang perkembang biakan mikroorganisme pengawet keasaman (Asriningtyas, 2006). Rasio C/N bahan dasar kompos dengan penambahan serpihan kayu berada pada rentang 37-62. Penambahan serpihan kayu menyebabkan rasio C/N meningkat, karena serpihan kayu memiliki rasio C/N yang cukup tinggi yaitu 500:1. Hal ini menyebabkan rasio C/N bahan dasar kompos ikut meningkat. Analisis kematangan kompos Analisis Temperatur Perubahan temperatur selama pengomposan dapat dijadikan sebagai indikator adanya aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik dalam tumpukan kompos (Asriningtyas, 2006). Perubahan temperatur pengomposan dapat dilihat pada Gambar 4. Menurut Tchobanoglous (2002), pada awal pengomposan temperatur naik dengan cepat karena adanya panas yang dilepaskan dari aktivitas biologis dan mencapai maksimum yang disebut dengan periode aktif. Selanjutnya, temperatur mulai berkurang seiring dengan berkurangnya bahan organik serta akan stabil sesuai dengan temperatur tanah. Pada penelitian ini, peningkatan temperatur diawal pengomposan terjadi pada hari ke-5 sampai ke-20, dan setelah itu mengalami penurunan. Temperatur maksimum dicapai oleh sampah makanan, yaitu 34 C. Hal ini menunjukkan bahwa sampah makanan mengalami dekomposisi yang lebih aktif dibandingkan jenis sampah yang lain. Penambahan serpihan kayu menyebabkan temperatur pengomposan menjadi lebih stabil atau cepat menuju temperatur awal, serta lebih maksimum pada periode aktif untuk semua variasi penelitian. Salah satunya pada perubahan temperatur sampah makanan, dimana pengomposan tanpa penambahan serpihan kayu mengalami perubahan temperatur yang lebih bervariasi, dan temperatur maksimum yaitu hanya 33 C. Ini dikarenakan serpihan kayu dapat memperbaiki struktur kompos dalam tumpukan dan memperlancar pasokan oksigen. Dengan lancarnya pasokan oksigen, maka mikroorganisme akan dapat bertahan hidup lebih lama dan proses dekomposisi menjadi lebih optimum (Sutanto, 2002). 16

Temperatur ( C) Pengaruh Penambahan Serpihan Kayu Terhadap Kualitas Kompos Sampah Organik Sejenis Dalam Komposter Rumah Tangga 35 33 31 29 27 25 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 Waktu (hari) sampah buahan + serpihan kayu sampah sayuran + serpihan kayu sampah halaman + serpihan kayu sampah makanan + serpihan kayu Gambar 4 Perubahan Temperatur Pengomposan dengan Penambahan Serpihan Kayu Analisis ph Perubahan ph pengomposan dapat dilihat pada Gambar 5. Pada awal pengomposan, ph sampah makanan dan halaman mengalami penurunan, yaitu pada hari ke-5 kemudian kembali naik pada hari ke-10 dan stabil mulai hari ke-15. Hal ini telah sesuai dengan literatur, dimana pada awal pengomposan ph akan turun karena sejumlah mikroorganisme tertentu akan mengubah sampah organik menjadi asam organik, dan akan kembali naik serta stabil karena asam-asam organik tersebut dikonsumsi oleh mikroorganisme lain sampai kompos matang (Damanhuri dan Tripadmi, 2010). Gambar 5 Perubahan ph Pengomposan dengan Penambahan Serpihan Kayu ph sampah buah mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut terjadi karena ph awal sampah buah telah mendekati asam yaitu 3 sampai 5, sehingga pada proses dekomposisinya ph telah asam dan tidak mengalami penurunan. Untuk sampah sayur, ph juga tidak mengalami penurunan pada awal pengomposan, melainkan tetap. Hal ini dikarenakan proses dekomposisi sampah sayuran lebih cepat dari sampah lain, sehingga kondisi penurunan ph kemungkinan terjadi sebelum hari ke-5. c. Analisis kelembapan Perubahan kelembapan pengomposan dapat dilihat pada Gambar 6. Dalam penelitian ini didapatkan kelembapan kompos sampah organik sejenis dengan penambahan serpihan kayu berkisar antara 30-80%. Kelembapan ini cukup tinggi dibandingkan dengan literatur, dimana biasanya kelembapan pengomposan berkisar antara 50-60% dengan nilai optimum adalah 55% (Damanhuri dan Tripadmi, 2010). 17

Kelembapan (%) Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 14 (1) : 13-22 (Januari 2017) Yenni Ruslinda dkk 100 90 80 70 60 50 40 30 20 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 Waktu (hari) sampah buahan + serpihan kayu sampah sayuran + serpihan kayu sampah halaman + serpihan kayu sampah makanan + serpihan kayu Gambar 6 Perubahan Kelembapan Pengomposan dengan Penambahan Serpihan Kayu Kelembapan kompos yang tinggi dipengaruhi oleh kelembapan bahan dasar kompos yang cukup tinggi. Kelembaban kompos sampah organik dengan penambahan serpihan kayu mengalami penurunan pada hari ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa kompos mengalami proses dekomposisi, dimana panas yang terbentuk dari aktivitas biologis mikroorganisme akan menyebabkan kadar air dalam bahan kompos menguap sehingga kelembapannya menurun. Namun pada sampah sayuran, kelembapan mengalami kenaikan pada awal pengomposan. Hal ini dikarenakan sampah sayuran mengalami dekomposisi yang lebih cepat, sehingga penurunan kelembapan kemungkinan telah terjadi sebelum hari ke-5. Dengan pengukuran setiap 5 hari sekali, maka penurunan kelembapan tidak terukur. Sampah halaman mengalami penurunan kelembapan yang mencapai 30%. Hal ini dapat menyebabkan kehidupan mikroorganisme menjadi tidak optimal. Menurut Hindersah dkk (2011), timbunan kompos harus selalu lembap dengan kelembapan minimal dari tumpukan kompos yaitu 25%-30% dari berat kering bahan. Kelembaban di bawah 20%, menyebabkan proses dekomposisi praktis berhenti. Untuk itu, tumpukan kompos sampah halaman diberikan percikan air. d. Analisis tingkat reduksi Perubahan tingkat reduksi pengomposan sampah organik sejenis dapat dilihat pada Gambar 7. Tingkat reduksi kompos berkaitan erat dengan penurunan tinggi tumpukan kompos, yaitu apabila reduksi berat sampah cepat menurun maka tinggi tumpukan akan menurun pula. Ini disebabkan adanya proses pencernaan, dimana bahan organik diurai menjadi unsurunsur yang dapat diserap oleh mikroorganisme, ukuran bahan organik berubah menjadi partikel-partikel kecil yang menyebabkan volume tumpukan menyusut sepanjang proses pencernaan tersebut (Hartini, 2003). Dari penelitian ini, tingkat reduksi yang dicapai oleh kompos sampah organik sejenis dengan penambahan serpihan kayu berkisar antara 48-83%, dengan tingkat reduksi maksimum dicapai oleh sampah halaman. Tingkat reduksi ini sangat tinggi dibandingkan literatur, dimana besar tingkat reduksi kompos matang menurut Damanhuri dan Tripadmi (2010) yaitu 20-40 %. 18

Pengaruh Penambahan Serpihan Kayu Terhadap Kualitas Kompos Sampah Organik Sejenis Dalam Komposter Rumah Tangga Gambar 7 Perubahan Tingkat Reduksi Pengomposan dengan Penambahan Serpihan Kayu Analisis perubahan bau, tekstur dan warna Perubahan bau, tekstur dan warna selama pengomposan dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau busuk berarti kompos belum matang dan proses penguraian masih berlangsung (Misra et. al, 2003). Kompos sampah organik sejenis dengan penambahan serpihan kayu menghasilkan bau yang sangat busuk pada hari ke-5. Tekstur kompos matang bersifat remah, yaitu merupakan media yang lepas-lepas, tidak kompak maupun tidak dikenali kembali bahan dasarnya. Warna kompos yang sudah matang adalah seperti warna tanah, yaitu coklat kehitam-hitaman (Subandrio, 2012). Sampah yang paling cepat mengalami perubahan tekstur, yaitu sampah sayuran dimana sampah mulai hancur dan berwarna kecoklatan pada hari ke-30. Hal ini menunjukkan bahwa sampah sayuran merupakan sampah yang paling cepat terdekomposisi, karena memiliki kandungan organik yang lebih rendah, yang dapat diketahui dari nilai rasio C/N. Gambar 8 Perubahan Bau Pengomposan Sampah Organik Sejenis 19

Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 14 (1) : 13-22 (Januari 2017) Yenni Ruslinda dkk Gambar 9 Perubahan Tekstur dan Warna Pengomposan Sampah Organik Sejenis Analisis waktu kematangan Dari penelitian yang dilakukan, diketahui waktu kematangan kompos sampah organik sejenis dengan penambahan serpihan kayu berkisar antara 60 70 hari. Sampah sayuran dan makanan mengalami kematangan pada hari ke-60 serta sampah buahan dan halaman mengalami kematangan pada hari ke-70. Analisis kualitas akhir kompos Kualitas kompos dalam penelitian ini ditunjukkan dengan parameter-parameter temperatur, kelembapan, ph dan rasio C/N. Kualitas akhir kompos sampah organik sejenis dengan penambahan serpihan kayu dibandingkan dengan kriteria kualitas kompos sampah organik menurut SNI 19-7030-2004, serta juga dibandingkan dengan pengomposan sampah organik sejenis tanpa penambahan serpihan kayu. Hasil analisis akhir kualitas kompos sampah organik sejenis dapat dilihat pada tabel 2. Dari tabel 2, diketahui temperatur dan kelembapan kompos sampah organik sejenis dengan penambahan serpihan kayu telah memenuhi menurut SNI 19-7030-2004, dimana temperatur berada di bawah 30 C dan kelembapan berada di bawah 50%. ph kompos sampah organik dengan penambahan serpihan kayu tidak memenuhi secara keseluruhan, dimana kompos yang memenuhi yaitu kompos sampah halaman dan sayuran. Rasio C/N kompos sampah organik dengan penambahan serpihan kayu tidak ada yang memenuhi rentang rasio C/N menurut SNI 19-7030-2004 sebesar 10-20%. Ini dipengaruhi secara keseluruhan oleh rasio C/N awal, yang menunjukkan bahwa perbandingan penambahan serpihan kayu sangat tinggi. Penambahan serpihan kayu menyebabkan temperatur dan kelembapan kompos sampah organik sejenis menjadi lebih rendah. Dengan kelembapan yang lebih rendah, kondisi dekomposisi menjadi lebih aerob. Menurut Saskatchewan Agriculture and Food (2007), keuntungan dengan terciptanya kondisi aerob, yaitu proses dekomposisi menghasilkan kompos dalam bentuk humus dan volume kompos yang dihasilkan juga lebih besar, dibandingkan dengan pengomposan tanpa penambahan serpihan kayu. 20

Pengaruh Penambahan Serpihan Kayu Terhadap Kualitas Kompos Sampah Organik Sejenis Dalam Komposter Rumah Tangga Tabel 2 Analisis Kualitas Akhir Kompos Waktu Parameter Jenis sampah Kematangan Temperatur Kelembaban ph (hari) ( C) (%) * Rasio C/N Dengan Penambahan Serpihan kayu S. buahan 70 27 40 5,5 35 S. halaman 70 27 12 7,5 42 S. sayuran 60 27 17 7,5 34 S. makanan 60 27,5 42 6 35 Tanpa Penambahan Serpihan kayu S. buahan ** 55 27 49 5,5 10 S. halaman ** 65 28 43 7,0 23 S. sayuran ** 45 27,5 7 8,0 21 S. makanan ** 55 28 40 6,0 13 SNI : 19-7030- - suhu air 2004 tanah 50 6,8-7,5 10-20 o Ket: * : Kelembaban setelah kering angin ** : Dari penelitian Afrina (2007) : Yang memenuhi SNI 19-7030-2004 Pengomposan tanpa penambahan serpihan kayu menghasilkan kompos dalam bentuk lumpur dan volume kompos yang sangat sedikit, hal ini menunjukkan bahwa pengomposan tanpa penambahan serpihan kayu mengalami proses dekomposisi dalam suasana anaerob. Untuk lebih jelasnya, hasil pengomposan dapat dilihat pada Gambar 10. (a) (b) (a) Dengan penambahan serpihan kayu; (b) Tanpa penambahan serpihan kayu Gambar 10 Kompos Sampah Sayuran SIMPULAN Pada analisis awal bahan dasar kompos, temperatur sampah organik sejenis dengan penambahan serpihan kayu seragam yaitu 27 C, ph 5-8,5, kelembaban 51-77%, serta rasio C/N 37-62. Dari analisis kematangan, penambahan serpihan kayu dapat menyebabkan temperatur lebih optimum pada masa periode aktif, yaitu mencapai 34 C. Temperatur dan ph menjadi lebih cepat stabil, serta menurunkan kelembapan kompos pada saat proses dekomposisi sehingga mengurangi bau selama proses pengomposan. Pengomposan sampah organik dengan penambahan serpihan kayu memiliki tingkat reduksi yang lebih rendah serta mengalami perubahan tekstur dan warna yang lebih lambat, sehingga memperlambat waktu kematangan kompos. Pada analisis akhir kualitas kompos, parameter yang telah memenuhi SNI 19-7030-2004 adalah, temperatur, kelembapan ph kompos sampah halaman dan sayuran, sedangkan untuk rasio C/N, belum memenuhi SNI 19-7030-2004. Hal ini dipengaruhi oleh perbandingan penambahan serpihan kayu sangat besar. Penambahan serpihan kayu menyebabkan temperatur dan kelembaban kompos menurun, sedangkan ph dan rasio C/N kompos meningkat. Berkurangnya kelembapan menyebabkan proses dekomposisi berada pada suasana aerobic, yang menghasilkan kompos dalam bentuk humus dengan volume yang lebih besar. DAFTAR PUSTAKA Afrina, Y., 2007. Pengaruh Pemisahan Terhadap Kualitas Kompos Sampah Organik Sejenis Dalam Komposter Rumah Tangga, Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas, Padang. Asriningtyas, F.. 2006. Pengaruh Penambahan Mikroorganisme (M-16) 21

Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 14 (1) : 13-22 (Januari 2017) Yenni Ruslinda dkk dan Ampas Tahu pada Proses Pengomposan Sampah Kota Secara Semi Anaerobik. Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan ITS, Surabaya. Center for Policy and Implementation Studies (CPIS). 1992. Buku Panduan Teknik Pembuatan Kompos dari Sampah, Teori dan Aplikasi. Jakarta. Damanhuri, E dan Tri Padmi, 2010. Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah. ITB. Bandung. Hartini P, K.. 2003. Pengaruh Agitasi Terhadap Pengomposan Sampah Organik. Infomatek Vol. 5 no. 4, Des 2003. Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Pasundan. Hindersah, dkk. 2011. Pemanfaatan Limbah Tahu dalam Pengomposan Sampah Rumah Tangga untuk Meningkatkan Kualitas Mikrobiologi Kompos. Jurnal Agrinimal Vol.1 no. 1: 15-21 Misra, R.V., Roy, R.N., Hirouka, H. 2003. On Farm Composting Methods. Land and Water Discussion Paper 2. Food And Agriculture Organization of The United Nations (FOA). Rome, Italy. Nasrullah, 2012. Desain Portabel Composter Sebagai Solusi Alternatif Sampah Organik Rumah Tangga. Jurnal Dampak Vol. 9 no. 1: 50-58. Sahwan, F.L., 2013. Potensi Komposting Skala Rumah Tangga untuk Mereduksi Timbulan Sampah. Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 14 no.1: 25-34. Saskatchewan Agriculture and Food. 2007. Composting Solid Manure. 3085 Albert Street, Regina, Saskatchewan, Canada S4S 0B1. (www.agr.gov.sk.ca/) SNI 19-7030-2004, Spesifikasi Kompos Dari Sampah Organik Domestik. Subandriyo, Anggoro, D., Hadiyanto, 2012. Optimasi Pengomposan Sampah Organik Rumah Tangga Menggunakan Kombinasi Aktivator EM4 dan Mol terhadap Rasio C/N, Jurnal Ilmu Lingkungan Vol. 10 issue 2:70-75. Supriyanto, A., 2001. Aplikasi Wastewater Sludge Untuk Proses Pengomposan Serbuk Gergaji. Makalah pada Seminar on-air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21, PT Novartis Biochemie. Citeurep (Bogor). Sutanto, R.. 2002. Penerapan Pertanian Organik.Kanisius, Yogyakarta. Tchnobanoglous, 2002. Integrated Solid Waste Management. Mc Graw Hill Inc, New York. 22