TEKNIK PENGUJIAN TAMPILAN BERAS UNTUK PADI SAWAH, PADI GOGO, DAN PADI PASANG SURUT Ade Santika 1 dan Gusnimar Aliawati 2 Mutu beras mendapat perhatian penting dalam perakitan varietas unggul padi. Perbaikan mutu beras terus dilakukan, baik terhadap mutu giling, mutu nasi maupun tampilan beras. Tampilan beras meliputi ukuran, bentuk, dan kebeningan butir yang erat kaitannya dengan mutu beras di pasar. Beras yang bermutu baik dihargai lebih tinggi daripada beras biasa. Standar mutu beras pasar bersifat subjektif, dan dikenal adanya kriteria mutu beras yang bersifat lokal dengan kriteria tertentu yang berlaku dan dapat diterima oleh produsen, pedagang, dan konsumen beras. Penentuan mutu beras pasar secara objektif lebih didasarkan pada sifat fisik dan tampilan butir beras. Kebeningan butir ditentukan oleh kekeruhan endosperma, seperti bagian putih mengapur baik pada sisi dorsal (white belly), tengah (white central) maupun sisi ventral (white back). Butir beras yang mengapur memiliki ikatan butir pati yang kurang kompak akibat adanya rongga udara di antara granula pati sehingga beras mudah patah saat digiling. Pada beras ketan, seluruh bagian butirnya mengapur, tetapi kekerasan butirnya sama dengan beras bukan ketan (Watabe dalam Damardjati dan Purwani 1991). Terbentuknya butir kapur (chalkiness) dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, antara lain umur panen, serangan penyakit blas, serta pengisian dan pematangan butir yang terlalu cepat akibat suhu udara yang tinggi. Pengapuran pada beras akan hilang waktu beras ditanak dan tidak mempengaruhi rasa, tekstur dan gizinya, tetapi berpengaruh terhadap mutu giling dan selera konsumen (Ikehashi dalam Allidawati dan Kustianto 1989). Pengapuran dan kebeningan butir merupakan dua faktor yang menentukan harga beras. Di beberapa daerah, bentuk butir juga mempengaruhi harga dan penerimaan beras oleh konsumen. Konsumen di beberapa negara Asia Tenggara umumnya menyukai beras yang bermutu baik, yaitu bening, persentase beras kepala tinggi, dan kadar amilosa sedang (20-25%). Standar mutu beras di pasar internasional didasarkan pada karakteristik fisik butir beras (ukuran, bentuk, bobot, keseragaman, tampilan beras), derajat sosoh, mutu giling, mutu 1 Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan dan 2 Teknisi Litkayasa Penyelia pada Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Jalan Raya Ciapus No. 25C, Muara, Bogor 16610, Telp. (0251) 322064 tanak, aroma, keutuhan, dan kemurnian. Di Indonesia, mutu beras lebih dikenal berdasarkan cara pengolahan, seperti beras tumbuk atau beras giling, berdasarkan derajat sosoh seperti beras slip, berdasarkan asal daerah seperti beras Cianjur, dan berdasarkan jenis atau kelompok varietas seperti beras IR (Damardjati dan Purwani 1991). Kebeningan beras diatur oleh faktor genetik, sehingga seleksi pada generasi awal (F3) lebih efektif untuk mendapatkan beras yang bening (Allidawati dan Kustianto 1989). Tujuan penulisan ini adalah untuk menginformasikan teknik pengujian tampilan beras serta preferensi konsumen dan hasil evaluasi mutu beras. BAHAN DAN METODE Pengujian tampilan beras dilaksanakan di laboratorium mutu pada Kebun Percobaan Muara, Bogor pada bulan Oktober 2005. Bahan yang digunakan adalah benih padi dari 45 varietas yang meliputi 34 varietas padi sawah, 5 varietas padi gogo, dan 6 varietas padi pasang surut. Benih diperoleh dari pertanaman perbanyakan benih dan petak percontohan yang ditanam secara sawah pada bulan Juni-Oktober 2005 di Kebun Percobaan Muara, Bogor. Bahan lainnya adalah kantong kertas ukuran 2 kg serta amplop benih ukuran 100 g dan 25 g. Alat yang digunakan meliputi pensil, balpoin, spidol, mistar, buku catatan data, mesin giling ukuran kecil Yanmar ST 50 Rice Huller, mesin sosoh, alat pengukur panjang dan lebar gabah atau beras dial caliper, kertas milimeter blok, oven merek Memmert, dan alat pengukur kadar air merek Kett. Persiapan Sampel Benih Benih dari setiap varietas dipanen dengan cara dipipil di pertanaman lalu dimasukkan ke dalam kantong kertas ukuran 2 kg serta diberi identitas varietas. Benih kemudian dijemur di panas matahari selama 4 hari. Selanjutnya benih dimasukkan ke dalam oven selama 5 hari pada suhu 45 C untuk memperoleh kadar air 14-15%. Benih kemudian dikeluarkan dari oven lalu diangin-anginkan selama 24 jam pada suhu ruang. Untuk mengetahui kadar air benih, dilakukan pengujian sampel terhadap lima varietas dengan menggunakan alat Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007 19
pengukur kadar air. Benih dalam setiap kantong kertas ditampi lalu dimasukkan ke dalam amplop benih ukuran 100 g. Cara Kerja Berdasarkan ukuran, beras digolongkan ke dalam empat tipe, yaitu beras berukuran sangat panjang (> 7,50 mm), panjang (6,61-7,50 mm), sedang (5,51-6,60 mm), dan pendek (< 5,50 mm). beras merupakan perbandingan antara panjang dan lebar butir, dan digolongkan dalam tiga tipe, yaitu butir ramping (> 3,0), sedang (2,1-3,0), dan bulat (< 2,0). Pengukuran Gabah Benih setiap varietas diambil sampel 10 butir, lalu diukur panjang, bentuk, dan lebarnya dengan menggunakan alat pengukur dial caliper dan kertas millimeter blok. Data yang diperoleh dicatat pada buku catatan data setelah dibuat ratarata. gabah merupakan rasio antara panjang dan lebar gabah. Pengukuran Beras Pecah Kulit Sampel 10 butir gabah dari setiap varietas yang telah diukur panjang dan lebarnya kemudian digiling dengan mesin pemecah kulit Yanmar ST 50 Rice Huller selama 30 detik. Setelah selesai, beras pecah kulit dikeluarkan dari mesin, lalu diukur panjang dan lebarnya dengan menggunakan alat dial caliper dan milimeter blok. Data yang diperoleh dicatat dan dibuat rata-rata. Pengukuran Beras Giling Agar menjadi beras putih, beras pecah kulit disosoh dengan menggunakan mesin penyosoh. Apabila beras hasil penyosohan pecah atau patah maka pengambilan sampel untuk pengukuran panjang dan lebar gabah maupun beras pecah kulit diulang hingga diperoleh sampel beras sosoh yang utuh. Beras sosoh utuh yang diperoleh lalu diukur panjang dan lebarnya dengan menggunakan alat yang sama seperti di atas. Data dicatat pada buku catatan data dan dibuat rataratanya. Penilaian pengapuran beras dilakukan secara visual dengan mengamati luas area yang mengapur pada setiap butir beras dari 10 butir beras utuh. Penilaian digolongkan dalam empat kriteria, yaitu butir bening, butir dengan pengapuran kecil, pengapuran sedang, dan pengapuran luas (IRRI 1980). Selain sifat fisik beras seperti panjang, bentuk dan tampilan beras, kriteria lain yang turut menentukan suatu jenis beras dapat diterima oleh pedagang maupun konsumen adalah sifat kimia beras, seperti kadar amilosa dan tekstur nasi. Data kadar amilosa dan tekstur nasi diperoleh dari data yang telah ada. Ketebalan sekam lemma dan palea yang membungkus beras, dan ketebalan kulit ari beras diketahui dengan cara sebagai berikut: Ketebalan sekam (mm) = panjang gabah panjang beras pecah kulit. Ketebalan kulit ari (mm) = panjang beras pecah kulit panjang beras giling. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian tampilan beras memperoleh data tentang ukuran rata-rata panjang dan bentuk gabah, beras pecah kulit dan beras giling, serta persentase pengapuran butir beras. Data tersebut menunjukkan adanya keragaman mutu beras dari varietas yang diuji. Dari 45 varietas padi yang diuji, ketebalan sekam, bervariasi dari 2,14 mm hingga 3,06 mm. Varietas Fatmawati dan Batang Hari memiliki sekam paling tipis yaitu 2,14 mm, sedangkan varietas Setail memiliki sekam paling tebal yaitu 3,06 mm. Ketebalan kulit ari atau aleuron beras berkisar antara 0-0,60 mm. Varietas Cimalati dan Pepe berturut-turut memiliki ketebalan kulit ari 0 dan 0,60 mm. Beras Dari 45 varietas padi yang diuji, 26 varietas memiliki beras yang tergolong panjang (6,61-7,50 mm), yaitu IR64, Memberamo, IR65, Cibogo, Widas, Angke, Barumun, Code, Ciujung, Logawa, Bondoyudo, Ketonggo, Ciherang, Cisantana, Cimalati, Gilirang, Ciapus, Fatmawati, Pepe, Cempo Lulut, Setail, Sarinah, Diah Suci, Rokan, Maro, dan Dendang. Sembilan belas varietas memiliki beras kategori sedang (5,51-6,60 mm), yaitu Si Ampak, Cisadane, Pelita I-1, PB36, IR42, Pandan Wangi, Sintanur, Cisokan, Batang Gadis, Jatiluhur, Way Rarem, Limboto, Batutegi, Situ Patenggang, Lalan, Batang Hari, Mahakam, Kapuas, dan Lambur. Beras Mengacu pada data bentuk beras giling, 14 varietas memiliki beras ramping (>3 mm), yaitu IR64, Memberamo, IR65, Widas, Angke, Code, Cisantana, Cimalati, Pepe, Cempo Lulut, Setail, 20 Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007
Tabel 1. Tampilan beras 45 varietas padi sawah, padi gogo, dan padi pasang surut, Kebun Percobaan Muara, Bogor, Oktober 2005 Ukuran Varietas Gabah Beras pecah kulit Beras giling Pengapuran Kadar amilosa Tekstur nasi (%) (%) (mm) (mm) (mm) Padi sawah Si Ampat 7,75 2,42 5,57 2,04 5,52 2,04 0 22,0 Pulen Bening Cisadane 8,87 2,75 6,62 2,49 6,51 2,43 20 23,0 Pulen Pelita I-1 8,70 2,71 6,28 2,27 6,22 2,24 15 24,0 Pulen IR64 10,29 3,81 7,33 3,18 7,24 3,15 15 22,0 Pulen PB 36 8,79 3,27 6,70 2,87 6,45 2,82 5 25,0 Pera IR42 8,32 2,96 6,02 2,56 6,01 2,54 0 25,0 Pera Bening Pandan Wangi 8,24 2,25 6,39 2,06 6,19 2,01 20 - Wangi Memberamo 9,73 3,37 7,58 3,18 7,14 3,11 5 19,0 Pulen Sinta Nur 8,54 2,47 6,09 2,15 5,97 2,10 20 18,0 Pulen, wangi IR65 9,62 3,68 6,94 3,29 6,76 3,24 100 - Ketan putih Cibogo 9,72 3,38 7,18 3,37 6,96 2,89 20 - Pulen Widas 9,64 3,50 7,25 3,08 7,10 3,07 20 23,0 Pulen Angke 9,76 3,72 7,17 3,10 6,98 3,06 15 23,0 Pulen Barumun 9,64 3,96 7,18 2,95 7,01 2,94 15 26,0 Pera Cisokan 8,48 3,12 6,28 2,78 6,22 2,70 5 27,0 Pera Code 10,21 3,67 7,27 3,12 7,25 3,06 15 23,0 Pulen Ciujung 8,96 3,54 6,67 2,99 6,62 2,98 5 25,5 Pera Logawa 9,58 3,29 6,77 2,75 6,66 2,74 20 23,0 Pulen Bondoyudo 9,43 3,47 7,00 3,05 6,80 2,99 15 23,0 Pulen Ketonggo 9,97 3,07 7,04 2,87 6,90 2,76 100 8,0 Ketan putih Ciherang 9,77 3,36 7,22 2,97 6,97 2,95 20 23,0 Pulen Cisantana 10,70 3,89 7,49 3,28 7,36 3,20 5 23,0 Pulen Cimalati 9,55 3,41 7,26 3,05 7,26 3,03 5 19,0 Pulen Gilirang 9,42 3,10 6,81 2,67 6,75 2,61 10 18,9 Pulen, wangi Batang Gadis 8,74 2,97 6,34 2,59 6,30 2,55 15 22,0 Pulen, wangi Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007 21
Tabel 1. (Lamjutan). Ukuran Varietas Gabah Beras pecah kulit Beras giling Pengapuran Kadar amilosa Tekstur nasi (%) (%) (mm) (mm) (mm) Ciapus 9,96 3,22 7,15 2,73 6,94 2,71 5 23,0 Pulen Fatmawati 9,68 2,88 7,54 2,71 6,98 2,61 25 23,0 Pulen Pepe 9,82 3,49 7,49 3,21 6,89 3,13 15 23,0 Pulen Cempo Lulut 9,45 3,46 7,07 3,04 6,98 3,02 5 Setail 10,68 3,80 7,62 3,69 7,32 3,55 100 6,8 Ketan hitam Sarinah 10,19 3,50 7,29 3,03 7,26 3,00 0 Bening Diah Suci 10,27 3,49 7,42 3,05 7,21 3,05 5 Rokan 9,88 3,49 7,16 2,90 7,02 2,88 5 25,0 Pera Maro 9,84 3,78 7,45 3,29 7,25 3,23 15 22,0 Pulen, wangi Padi gogo Jatiluhur 8,88 2,68 6,52 2,38 6,40 2,35 25 27,6 Pera Way Rarem 8,62 2,52 6,27 2,36 6,19 2,17 30 27,0 Pera Limboto 8,78 2,62 6,48 2,55 6,34 2,50 15 24,0 Sedang Batutegi 8,37 2,47 6,22 2,22 6,00 2,15 20 22,3 Pulen Situ Patenggang 8,70 2,59 6,48 2,44 6,36 2,35 20 27,0 Pera Padi pasang surut Dendang 9,94 3,24 7,20 3,00 7,03 2,92 20 19,5 Pulen Lalan 8,91 2,66 6,57 2,38 6,50 2,34 0 27,0 Pera Bening Batang Hari 8,86 2,74 6,82 2,46 6,50 2,40 30 26,0 Pera Mahakam 8,91 2,61 6,60 2,26 6,45 2,25 15 25,4 Sedang Kapuas 8,69 2,86 6,35 2,43 6,22 2,46 15 23,0 Pulen Lambur 9,06 2,77 6,58 2,41 6,44 2,38 15 23,4 Pulen Sarinah, Diah Suci, dan Maro. Sisanya yaitu 31 varietas memiliki beras yang tergolong sedang (2,1-3,0 mm), yaitu Si Ampat, Cisadane, Pelita I-1, PB36, IR42, Pandan Wangi, Sinta Nur, Cibogo, Barumun, Cisokan, Ciujung, Logawa, Bondoyudo, Ketonggo, Ciherang, Gilirang, Batang Gadis, Ciapus, Fatmawati, Rokan, Jatiluhur, Way Rarem, Limboto, Batutegi, Situ Patenggang, Dendang, Lalan, Batang Hari, Mahakam, Kapuas, dan Lambur. 22 Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007
Persentase Pengapuran Empat varietas memiliki beras dengan pengapuran 0% atau bening yaitu Si Ampat, IR42, Sarinah, dan Lalan. Sepuluh varietas memiliki pengapuran 5%, yaitu PB 36, Memberamo, Cisokan, Ciujung, Cisantana, Cimalati, Ciapus, Cempo Lulut, Diah Suci, dan Rokan. Satu varietas memiliki pengapuran 10%, yaitu Gilirang. Tiga belas varietas memiliki pengapuran 15%, yaitu Pelita I-1, IR64, Angke, Barumun, Code, Bondoyudo, Batang Gadis, Pepe, Maro, Limboto, Mahakam, Kapuas, dan Lambur. Sepuluh varietas memiliki pengapuran 20%, yaitu Cisadane, Pandan Wangi, Sintanur, Cibogo, Widas, Logawa, Ciherang, Batutegi, Situ Patenggang, dan Dendang. Dua varietas memiliki pengapuran 25%, yaitu Fatmawati dan Jatiluhur. Dua varietas memiliki pengapuran 30%, yaitu Way Rarem dan Batang Hari. Tiga varietas memiliki pengapuran 100%, yaitu varietas ketan putih IR65, Ketonggo, dan ketan hitam setail. Ketebalan sekam, kulit ari, dan pengapuran dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan yang kurang menguntungkan. Hal ini dapat terjadi apabila tanaman padi mengalami cekaman, seperti kekurangan nutrisi, kekeringan (untuk padi sawah) atau terserang penyakit blas (untuk padi gogo). KESIMPULAN DAN SARAN Hasil pengujian tampilan beras dari 45 varietas menunjukkan ketebalan sekam bervariasi antara 2,14-3,06 mm dan ketebalan kulit ari atau aleuron 0-0,60 mm. Dua puluh enam varietas memiliki beras yang tergolong panjang (6,61-7,50 mm) dan 19 varietas termasuk kategori sedang (5,51-6,60 mm). Berdasar- kan bentuk beras giling, 14 varietas memiliki beras ramping (>3,0) dan 31 varietas kategori sedang (2,1-3,0). Empat varietas memiliki beras dengan pengapuran 0%, 10 varietas dengan pengapuran 5%, 1 varietas dengan pengapuran 10%, 13 varietas dengan pengapuran 15%, 10 varietas dengan pengapuran 20%, 2 varietas dengan pengapuran 25%, 2 varietas dengan pengapuran 30%, dan 3 varietas dengan pengapuran 100%. Pengapuran pada beras akan hilang waktu beras ditanak, dan tidak mempengaruhi rasa, tekstur, dan gizinya. Akhir-akhir ini petani dan konsumen umumnya lebih menyukai beras yang ramping dengan rasa nasi pulen. beras bulat seperti tipe beras Cisadane, Way Rarem, Batang Hari, Mahakam, dan Kapuas menjadi kurang diminati. Oleh karena itu, perakitan varietas padi perlu memperhatikan perubahan selera petani dan konsumen. DAFTAR PUSTAKA Allidawati dan B. Kustianto. 1989. Metode uji mutu beras dalam program pemuliaan padi. hlm. 363-369. Dalam M. Ismunadji, M. Syam, dan Yuswadi (Ed.). Padi. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Damardjati, D.S. dan E.Y. Purwani. 1991. Mutu Beras. hlm. 875-885. Dalam E. Soenarjo, D. S. Damardjati, dan M. Syam (Ed.). Padi. Buku 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. IRRI (International Rice Research Institute). 1980. Standard Evaluation System for Rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines. p. 41-43. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007 23