PENGEMBANGAN MODUL KROMATOGRAFI UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI PROGRAM STUDI D-III ANALIS KIMIA Endang Widiastuti, Edi Wahyu Sri M. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung Jl. TerusanGegerkalong Hilir Ds Ciwaruga Bandung 40012 e-mail: endwidy@yahoo.com Abstrak: Pengembangan Modul Kromatografi Untuk Mendukung Kegiatan Belajar Mengajar Di Program Studi Analis Kimia. Khromatografi merupakan salah satu metode pemisahan yang sering digunakan dalam analisis kimia. Pemahaman tentang kromatografi sangat penting bagi mahasiswa program studi Analis Kimia, baik khromatografi konvensional, seperti kromatografi kolom dan TLC maupun modern, seperti Kromatografi gas (KG) dan kromatografi kinerja tinggi (HPLC). Pengoperasian kromatografi modern memerlukan biaya yang relatif mahal, sedangkan kromatografi konvensional membutuhkankan waktu pengerjaan yang lama juga menggunakan pelarut yang cukup banyak. Untuk menjembatani pemahaman tentang khromatografi antara konvensional dan modern diperlukan peralatan yang sederhana, seperti kromatografi cair vakum (KCV). Untuk itu melalui penelitian ini dibuat peralatan KCV yang dapat digunakan oleh mahasiswamahasiswa prodi DIII Analis kimia sesuai sks dari mata kuliah kromatografi yakni 2 atau setara 4 jam pertemuan. Dan hasil dari penelitian ini, terwujud modul praktikum kromatografi yang berjudul 'modul praktikum KCV (kromatografi cair vakum). Pada saat praktikum KCV digunakan sampel yang berupa campuran zat warna yaitu rhodamin B, kristal violet dan metilen biru. Sebelum memisahkan campuran zat warna terlebih dahulu dilakukan elusi dari masing-masing zat warna tunggal tersebut. Dari hasil pemisahan diukur serapannya pada ë maks. untuk rhodamin, kristal violet dan metilen blue masing-masing pada 544,4 nm, 586,4 nm dan 586,8nm. Dari hasil uji coba tersebut zat warna rhodamin terpisah dengan baik dibandingkan dengan metilen blue dan kristal violet, zat warna ini mempunyai serapan yang paling tinggi menggunakan eluen dengan komposisi diklorometilen dan methanol = 80 : 20 serta waktu elusi selama 5,60 menit. Kata Kunci : Kromatogrrafi cair vakum, Kristal violet, Metilen biru, pelarut, Rhodamin, PENDAHULUAN Kromatografi modern membutuhkan 'running cost' yang relatif mahal, yang Salah satu mata kuliah yang kovensional memerlukan waktu yang diajarkan pada tingkat 2 Program Studi D- relatif lama dan jumlah pelarut yang III Analis Kimia adalah Kromatografi banyak. dengan bobot kuliah 4 SKS yang terdiri Untuk menjembatani pemahaman atas 2 SKS teori dan 2 SKS praktikum. tentang metode kromatografi antara yang Untuk mendukung mata kuliah tersebut, konvensional dengan yang modern, maka saat ini telah tersedia peralatan melalui kegiatan penelitian terapan, Kromatografi Gas (KG), Kromatografi dicoba-kembangkan untuk menghasilkan Cair Kinerja Tinggi (HPLC, High suatu modifikasi peralatan kromatografi Performance Liquid Chromatography) yang diharapkan dapat dipakai untuk keduanya merupakan khromatografi menambah muatan dan bobot dari modul modern. Kromatografi Kolom (KK) serta praktikum kromatografi pada mata kuliah Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi di Program Studi D-III merupakan kromatografi konvensional. Analis Kimia. 15
16 Jurnal Fluida Volume 9, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 15-20 Metode Kromatografi yang dipilih untuk dikembangkan dan dimodifikasi adalah jenis Kromatografi Kolom (KK) (Butler, et.all,2010). Jenis KK ini dipilih karena sampai saat ini masih merupakan metode yang banyak digunakan untuk memisahkan beragam jenis sampel. Metode KK relatif mudah dilakukan dengan peralatan yang sederhana. Selain itu, metode KK merupakan dasar bagi pengembangan metode kromatografi tipe paling mutakhir, baik Kromatografi Gas (KG) maupun HPLC. Dalam pelaksanaan percobaan, untuk mengatasi lamanya proses pemisahan dari kromatografi kolom maka digunakan daya isap dari pompa vakum, Sehingga proses pemisahan tidak hanya bergantung pada gaya gravitasi. Meskipun demikian perlu diatur tekanan d a r i p o m p a v a k u m a g a r t i d a k mempengaruhi kualitas dan derajat keterpisahan (resolusi). Derajat keterpisahan (resolusi) diatur melalui penggunaan jenis pelarut. Pada penelitian ini akan digunakan kombinasi pelarut mulai dari pelarut non-polar, semi-polar dan pelarut polar. Dengan demikian, senyawa yang berada di dalam sampel akan terpisah dan terlarut, yang kemudian dibawa oleh pelarut yang sesuai, sebagai akibat adanya interaksi antara keduanya. Pelarut non-polar akan membawa senyawa non-polar, demikian pula, pelarut yang polar akan menarik senyawa Tumbuh pada Inang Lobi-Lobi'. Pada penelitian tersebut untuk mendapatkan fraksi-fraksi dari senyawa hasil ekstraksi digunakan KCV dengan eluen bergradien yakni campuran n-heksana, etil asetat dan metanol. METODE Peralatan yang digunakan adalah KCV berbahan dasar gelas dengan ketinggian 15 cm serta diameter 6,5 cm yang dilengkapi oleh lempengan kaca berpori untuk menahan silika agar tidak keluar kolom. Pada bagian bawah kolom diberikan sambungan untuk memasang water jet/pompa vakum serta wadah penampung, seperti yang ditunjukan pada Gambar 1 berikut ini. Gambar 1. Rangkaian Peralatan KCV di dalam sampel yang bersifat polar. Dengan cara ini maka senyawa-senyawa Silika gel sebanyak 500 gram yang ada di dalam sampel akan terpisah d i m a s u k k a n k e d a l a m k o l o m dan selanjutnya dapat diindentifikasi dan Kromatografi Cair Vakum yang telah d i u k u r d e n g a n m e n g g u n a k a n dibuat. Zat warna yang akan dipisahkan spektrofotometer sinar tampak. adalah campuran zat warna yakni Di Indonesia sebenarnya metode rhodamin, kristal violet dan metilen biru. KCV telah banyak digunakan terutama Adsorben atau fasa diam menggunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa silika gel 60H. Zat warna yang akan diuji yang belum diketahui dan berasal dari terlebih dahulu dicampur dengan silika tumbuh-tumbuhan atau hewan. Seperti sebelum dimasukkan ke dalam kolom, penelitian dari Sofa Fajriah., et.al, yang seperti yang diunjukkan pada Gambar 2 berjudul 'Isolasi Senyawa Antioksidan berikut ini Hal ini agar proses elusi atau dari Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu pemisahan berlangsung dengan merata Dendrophthoe pentandra L.Miq yang disepanjang kolom kromatografi.
Endang Widiastuti, Edi Wahyu Sri M., Pengembangan Modul Kromatografi Untuk 17 penelitian ini merupakan senyawa indikator dengan karakteristik yang khas ini dapat dilihat dari struktur molekulnya (Gambar3). Gambar 2. Tiga Jenis Zat Warna Tunggal Dan Campuran Zat Warna Dengan Silika 60 H Proses elusi atau pemisahan dilakukan dengan menuangkan pelarut yang berperan sebagai fasa gerak secara berkesinambungan dengan komposisi seperti yang ditampilkan dalam Tabel 1 Pelarut yang digunakan adalah diklorometilen dan metanol dengan komposisi yang divariasikan. Tabel 1. Eluen bergradien untuk KCV No Perbandingan Keterangan 1 100 : 0 Diklorometilen (DCM) 2 95 : 5 DCM : metanol Proses pemisahan (elusi) dari KCV ini untuk mendapatkan mutu dan resolusi yang baik dilakukan dengan menggunakan fasa gerak yakni pelarut yang bergradasi (variasi tingkat kepolaran, dari yang rendah kemudian meningkat ke yang tinggi) sesuai deret eluotropic (Coll et.all, 1986). Pengukuran terhadap hasil pemisahan dilakukan dengan mengukur serapan/absorbansi dari eluennya. Pada panjang gelombang maksimum (ëmaks.). Zat-zat warna yang digunakan pada Gambar 3. Struktur Molekul dari Zat Warna \ yang digunakan Karena mempunyai struktur yang 4 85 : 15 DCM : metanol berbeda maka mempunyai ëmaks. Yang 5 80 : 20 DCM : metanol berbeda pula, tetapi dari hasil pengukuran 6 75 : 25 DCM : metanol menunjukkan bahwa untuk metilen biru 7 70 : 30 DCM : metanol pada 586,8 nm, kristal violet 586,4 nm 8 65 : 35 DCM : metanol dan rhodamin pada 544,4 nm. Hal ini 9 50 : 50 DCM : metanol disebabkan adanya pergeseran 10 25 : 75 DCM : metanol ëmaks.oleh pengaruh pelarut yang 11 0 : 100 Metanol digunakan, yakni etanol. Hasil pemisahan dari KCV Hasil elusi menggunakan KCV kemudian diukur dengan menggunakan yang telah dibuat adalah sebagai berikut spektrofotometer sinar tampak Shimadzu. Elusi terhadap Zat warna Tunggal Pengujian ini bertujuan untuk HASIL DAN PEMBAHASAN mengetahui waktu yang dibutuhkan 3 90 : 10 DCM : metanol untuk melewati silika gel dengan tekanan vakum yang tetap. Kristal violet Zat warna ini digunakan sebagai indikator dalam titrasi asam-basa. Gambar 4. Kromatogram Kristal violet
18 Jurnal Fluida Volume 9, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 15-20 Gambar 4 menunjukkan bahwa dengan pelarut DCM (dichlorometiline) yang mengandung sedikit metanol mampu mengelusi kristal violet dengan waktu retensi 100 detik atau 1,67 (menit) yang hampir sama. Elusi dari campuran 2 (dua) zat warna Kristal violet dan metilen biru Metilen biru Gambar 7. Elusi campuran kristal violet dan metilen biru Gambar 5. Kromatogram metilen biru Berdasarkan Gambar 5 berbeda dengan khromatogram 3, metilen biru tidak terpisah dengan baik dengan waktu retensi yang lebar yakni 200 hingga 400 detik atau 3,33 6,67 menit. Hal ini disebabkan campuran DCM dengan metanol kurang sesuai dengan komposisi tersebut. Rhodamin B Kristal violet mempunyai sifat lebih polar dibandingkan dengan metilen biru. Sehingga dengan adanya eluen metanol maka kristal violet lebih dulu terpisah, akan tetapi ëmaks dari kristal violet dan metilen biru berimpitan yakni pada 586 nm sehingga tidak dapat dukur dengan menggunakan spektrofometri sinar tampak dengan panjang gelombang 586 nm. Metilen biru dan rhodamin B Gambar 6. Kromatogram Rhodamin B Pada Gambar 6 menunjukan bahwa kromatogram Rhodamin B lebih baik dibandingkan dengan zat kristal violet yang terelusi pada gradient eluen DCM dan metanol dengan perbandingan 85:15. Waktu retensi pada 400 detik atau 6,67 menit. Ditinjau dari waktu retensinya maka campuran antara metilen biru dengan rhodamin B tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan gradient eluen tersebut karena mempunyai kepolaran Gambar 8. Elusi campuran rhodamin dan metilen biru Elusi dari campuran antara zat warna rhodamin dengan metilen biru memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini d i t u n j u k a n p a d a p e n g u k u r a n spektrofotometri sinar tampak dengan ëmaks 586 nm untuk metilen biru dan pada ëmaks 544,6 nm untuk senyawa dari
Endang Widiastuti, Edi Wahyu Sri M., Pengembangan Modul Kromatografi Untuk 19 rhodamin. Dilihat dari resultan kedua kurva tersebut, maka pemisahan atau resoluisi dari campuran zat warna antara metilen biru dengan rhodamin belum baik. Sifat kepolaran dari eluen yang d i g u n a k a n m e n y e b a b k a n t i d a k terpisahnya campuran zat warna antara rhodamin, kristal violet dengan metilen biru, karena zat warna tersebut mempunyai kelarutan yang cukup besar dalam pelarut etanol masing-masing 1,5, 13,87 dan 1,5 g/100 ml sedangkan dalam pelarut air masing-masing 0,8, 1,08 dan 3,55 g/100ml. Dari data tersebut Eluen dengan komposisi metanol lebih tinggi dapat mengelusi seluruh zat warna Kristal violet dan sebagian rhodamin dan metilen biru. Hal ini ditunjukan pada Gambar 8. Gambar8.Elusi campuran rhodamin, kristal violet dan metilen biru Gambar 9. menunjukkan zat warna dari rhodamin yang terukur pada ë maks. 544,6 nm lebih dominan dari pada zat warna kristal violet dan metilen biru. Dari percobaan elusi dari campuran antara dua atau tiga zat warna yakni Kristal violet, metilen biru dan rhodamin belum menunjukkan hasil yang sangat baik, karena gradient pelarut yang belum sesuai untuk memisahkan campuran-campuran zat warna tersebut. Namun dengan demikian adanya alat KCV, mahasiswa dapat memahami proses pemisahan dan factor-faktor yang mempengaruhi proses pemisahan tersebut. SIMPULAN R a n g k a i a n p e r a l a t a n Kromatografi Cair Vakum (KCV) yang telah dibuat dalam penelitian terapan ini dapat digunakan untuk memisahkan campuran zat warna yang terdiri dari rhodamin B, metilen Biru dan kristal Violet. Dari 11 fraksi hasil KCV menggunakan pelarut diklorometana (DCM) dan metanol, hanya pewarna rhodamin B yang dapat dipisahkan dengan baik dengan waktu elusi 5,60 menit dan eluen DCM : methanol = 80 : 20 Melalui penelitian terapan ini juga dihasilkan seperangkat alat KCV yang telah diujicobakan pada praktikum di semester 2, tahun 2010-2011 untuk mahasiswa Progam Studi D-III Analis Kimia Angkatan 2010. DAFTAR RUJUKAN Bowden, et. al, (2004). Lihouidine, a Novel Spiro Polycyclic Aromatic Alkaloid from the Marine Sponge Suberea n. sp. (Aplysinellidae, Verongida), J. Org. Chem., 69: 7791. Butler, JD., et. al, (2010). Flash C h r o m a t o g r a p h y : A N o v e l Pressurization Apparatus, J. Chem. Educ., 87: 1265. Coll, et. al., (1986). The Application of Vacuum Liquid Chromatography to the Separation of Terpene Mixtures, J. Nat. Prod., 49: 934. Day, R.A and A.L Underwood, (1989) Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga,Jakarta. Fajriah,Sofa, et.al.,(2007). Isolasi Senyawa Antioksidan dari Ekstrak E t i l A s e t a t D a u n B e n a l u Dendrophthoe pentandra L.Miq yang Tumbuh pada Inang Lobi- Lobi, Jurnal Kimia Indonesia, Vol.2(1):17-20 Götz, W., et. al., (1980). Thin Layer Chromatography, Gustav Fischer
20 Jurnal Fluida Volume 9, Nomor 1, Mei 2013, hlm. 15-20 Verlag, Stuttgart. Gros, N and M. Vrtacnik, (2005). A Small-Scale Low-Cost Gas Chromatograph, J. Chem. Educ., 82: 291-293. Khopkar, S.M., (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press,Jakarta. Marlina, A dan E. Widiastuti (2011). Kajian Awal Pemisahan Asam Linoleat dari Minyak Kemiri Sunan, Laporan Penelitian, Politeknik Negeri Bandung. Miller, J.H., (2004). Chromatography: Concepts and Contrasts, Wiley, New Jersey. Oliver-Hoyo et al, (2008). Using Laboratory Chemicals To Imitate Illicit Drugs in a Forensic Chemistry Activity, J. Chem. Educ., 85: 813-816. Pelletier et. al., (1986). Separation of Diterpenoid Alkaloid Mixtures U s i n g V a c u u m L i q u i d Chromatography, J. Nat. Prod., 49: 892. Schroeder, et. al. (1987). A Simplified I s o l a t i o n P r o c e d u r e f o r Azadirachtin, J. Nat. Prod., 50: 241. Soediro, I., el. al (1986). Kromatografi Cepat Sebagai Cara Fraksinasi E k s t r a k Ta n a m a n, A c t a Pharmaceutica, XI(1), 28-34. Targett, et. al, (1979). Vacuum liquid chromatography_ an alternative to c o m m o n c h r o m a t o g r a p h i c methods, J. Org. Chem., 44: 1462. Wixom, R.L. and C.W. Gehrke, (2010). Chromatograph: A Science of Discovery, Wiley, New Jersey.