I. PENDAHULUAN. Penggunaan pewarna makanan yang bersumber dari bahan alami sudah sejak lama

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat

I. PENDAHULUAN. pangan. Menurut Jettanapornsumran (2009), warna menjadi salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) merupakan jenis buah buni yang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) atau disebut juga Tamarillo

Kopigmentasi pada antosianin kulit terung belanda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hati ungu (Tradescantia pallida) merupakan jenis tanaman hias yang berasal dari

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa dan tekstur. Selama proses pengolahan pangan warna suatu bahan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

PENGARUH KOPIGMEN KATEKOL DAN TANIN TERHADAP STABILITAS WARNA ANTOSIANIN EKSTRAK BEKATUL BERAS KETAN HITAM (Oryza sativa glutinosa) Oleh

5. PERBAIKAN INTENSITAS DAN STABILITAS WARNA ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini) SECARA KOPIGMENTASI INTERMOLEKULAR

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Ekstraksi dan Karakterisasi Antosianin

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING (TAHUN II)

Company LOGO ZAT WARNA /PIGMEN

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam

UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) Surakarta 57127

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

DAFTAR LAMPIRAN. xvii

BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah, setiap makhluk hidup atau organisme akan sampai pada

BAB I PENDAHULUAN. goreng segar, 15% pada daging ayam/ikan berbumbu, 15-20% pada daging

4. STABILITAS ANTOSIANIN BUAH DUWET (Syzygium cumini) DALAM MINUMAN MODEL

BAB I PENDAHULUAN. industri pangan karena mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah proses

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bahan alam yang mudah diperoleh dan dapat diupayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

bahwa ternyata zat warna sintetis banyak mengandung azodyes (aromatic

EKSTRAKSI PIGMEN ANTOSIANIN DARI KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

4. PEMBAHASAN Kadar Lemak dan Kadar Air

Gambar 6. Kerangka penelitian

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

BAB I PENDAHULUAN I.1

III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri keberadaannya. Dewasa ini, banyak penyebab penyebab yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Efek pangan dapat berdampak terhadap kesehatan, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KOPIGMENTASI PEWARNA ALAMI ANTOSIANIN DARI ROSELA

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK BERAS MERAH DAN BERAS HITAM KOMERSIAL SERTA PRODUK OLAHANNYA

METODELOGI PENELITIAN

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Antioksidan adalah senyawa kimia baik alami maupun sintetik yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Bahan Alam Terbarukan

Skala ph dan Penggunaan Indikator

DR. Harrizul Rivai, M.S. Lektor Kepala Kimia Analitik Fakultas Farmasi Universitas Andalas. 28/03/2013 Harrizul Rivai

BAB I PENDAHULUAN. antioksidan. Hal ini terjadi karena sebagian besar penyakit terjadi karena adanya

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT MANGGIS SERTA UJI STABILITASNYA

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Duwet (Syzygium cumini)

I BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Stability of Red Color Rosella Extract for Food and Beverage Colorant

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Boraks, Asam dan Basa Terhadap Pergeseran Panjang Gelombang Ekstrak Air Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)

SKRIPSI. PEMANFAATAN EKSTRAK BIJI TERONG BELANDA (Cyphomandra betacea Sendtn) SEBAGAI PEWARNA ALAMI ES KRIM

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

TITRASI KOMPLEKSOMETRI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit hipertensi termasuk penyakit kronik akibat gangguan sistem

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipilih sebagai cara pengolahan makanan karena mampu meningkatkan

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN DAN HASIL PERHITUNGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Judul percobaan B. Tujuan praktikum

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, perubahan gaya hidup dan pola makan yang tak sehat akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riska Rosdiana, 2014 Fortifikasi Tahu Menggunakan Antioksidan Dari Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa Bluggoe)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosella (Hibiscus sadbariffa L.) merupakan anggota famili Malvaceae. Rosella

EFEKTIVITAS KONSENTRASI ETANOL UNTUK EKSTRAKSI PEWARNA ALAMI KEMBANG TELANG

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Musaceae yang berasal dari Asia Tenggara. Di Indonesia, pisang merupakan buah

I. PENDAHULUAN. lahan pertanian mengakibatkan impor beras semakin tinggi, atau bahkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pewarna makanan yang bersumber dari bahan alami sudah sejak lama digunakan, namun dengan ditemukannya pewarna sintetik yang relatif mudah diproduksi dan memiliki stabilitas lebih baik, pewarna makanan alami mulai ditinggalkan. Namun ternyata penggunaan pewarna sintetik pada makanan maupun minuman berdampak negatif bagi kesehatan manusia yaitu dapat menyebabkan keracunan dan bersifat karsinogenik (Jenie et al., 1994). Oleh karena itu, upaya untuk mendapatkan sumber zat pewarna yang aman seperti pewarna alami perlu dilanjutkan. Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari sumber bahan alam yang berpotensi sebagai pewarna alami, antara lain adalah ekstrak antosianin dari katul beras ketan hitam (Hanum, 2000), ekstrak bunga rosella (Khusna, 2009) dan kulit terung ungu (Diniyah et al., 2010). Semua potensi sumber antosianin tersebut masih dalam tahap penelitian, yang meliputi perubahan stabilitas antosianin karena pengaruh faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu sumber antosianin yang berpotensi untuk dikembangkan adalah Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) yang daging buahnya sudah dimanfaatkan untuk dimakan sebagai buah segar, bumbu masak, sayuran dan

2 minuman, sedangkan kulit buah dan biji berupa limbah pengolahan belum dimanfaatkan. Terung Belanda dilaporkan banyak mengandung antosianin yang memberikan warna merah keunguan pada kulit dan daging buah. Antosianin kulit terung Belanda tergolong ke dalam bentuk sianidin-3-rutinosida yang menunjukan selang warna mulai dari merah, biru dan ungu (Wrolstad dan Heatherbell, 1974; Diniyah et al., 2010). Potensi antosianin hasil ektrak dari beberapa jenis terung sebagai pewarna alami sudah diteliti, baik sebagai pewarna makanan (Diniyah et al., 2010) maupun sebagai pewarna non pangan (Subodro dan Sunaryo, 2013). Antosianin merupakan hasil glikosilasi polihidroksi dan atau turunan polimetoksi dari garam 2-benzopirilium atau dikenal dengan struktur flavilium (antosianidin) (Brouillard, 1982). Struktur antosianidin berupa kation flavilium yang reaktif tersebut menyebabkan antosianin menjadi tidak stabil selama pengolahan dan penyimpanan (Rein, 2005; Kopjar dan Pilizota, 2009). Oleh karena itu, upaya untuk menstabilkan molekul antosianin yang diharapkan dapat berdampak pada stabilitas warna antosianin sangat penting untuk mempertahankan kualitas warna yang diharapkan. Rein (2005) dan Kopjar dan Pilizota (2009) melaporkan bahwa stabilitas antosianin dapat ditingkatkan dengan cara kopigmentasi. Kopigmentasi adalah reaksi langsung antara molekul antosianin dengan senyawa lain (disebut kopigmen) atau melalui suatu interaksi lemah (hidrofobik atau ikatan hidrogen) membentuk kompleks intermolekuler antara kopigmen dengan antosianin menghasilkan warna yang lebih kuat, lebih terang dan lebih stabil (Tallcot et al., 2003). Senyawa kopigmen antara lain berasal dari golongan flavonoid, yaitu

3 monomer flavanol (katekin dan epikatekin), oligomer (proantosianidin), polimer (tanin), fenolik (katekol dan metil katekol), golongan asam organik (kafeat, ferulat, khlorogenat, tannat, dan asam galat), logam dan molekul antosianin itu sendiri (Mazza dan Brouilard, 1990; Bakowska et.al., 2003; Kopjar dan Pilizota, 2009). Beberapa penelitian menemukan bahwa efektivitas kopigmentasi dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi kopigmen yang ditambahkan pada ekstrak antosianin. Struktur antosianidin juga dilaporkan berpengaruh nyata terhadap efektivitas kopigmentasi intramolekular ekstrak antosianin (Mazzaracchio et al., 2004 dalam Kopjar dan Pilizota, 2009). Schwarz et al. (2005) melaporkan bahwa penambahan senyawa flavanol (rutin) pada anggur merah terfermentasi mampu meningkatkan absorbansi warna pada λ520 nm dan ph 3,5 (hiperkromik), tetapi sebaliknya penambahan asam kumarat dan asam kafeat menunjukkan pengaruh terhadap penurunan warna (hipokromik). Eiro dan Heinonen (2002), Brenes et al. (2005), dan Talcott et al. (2007) melaporkan bahwa penambahan ekstrak polifenol dari rosemary dan thyme sebagai kopigmen ke dalam jus buah anggur dapat meningkatkan stabilitas antosianin selama 15 hari sampai 19 hari penyimpanan. Efek kopigmentasi akan teramati dan efektif jika konsentrasi antosianin lebih besar dari 35 µm dan konsentrasi kopigmen lebih besar dibandingkan konsentrasi antosianin (Asen et.al., 1972; Scheffeldt dan Hrazdina 1978). Boulton (2001) menunjukkan bahwa pada rasio molar antosianin terhadap kopigmen K=1 menghasilkan peningkatan warna yang rendah karena kopigmen yang digunakan terlalu terbatas sehingga kopigmentasi tidak efektif. Pada rasio molar lebih tinggi

4 K=10 sampai K=100 menghasilkan respon yang kuat terhadap kopigmentasi. Sedangkan pada rasio mol tinggi K=1000 selain penggunaan kopigmen yang tidak efisien juga menghasilkan respon yang lemah terhadap kopigmentasi. Hasil penelitian kopigmentasi ekstrak antosianin pada red currant juice menunjukkan bahwa jenis kopigmen dan rasio molar kopigmen terhadap antosianin 50:1 dan 100:1 selama 15 dan 30 hari penyimpanan pada suhu 4ºC berpengaruh terhadap stabilitas antosianin (Kopjar dan Pilizota, 2009). Penelitian kopigmentasi umumnya menggunakan senyawa kimia sintetis yang penggunaannya dalam produk makanan atau minuman kurang aplikatif dan masih perlu diteliti lebih lanjut (Castaneda et al., 2009). Penelitian kopigmentasi dengan senyawa sintetis dilakukan untuk mencari senyawa yang berpotensi sebagai kopigmen dan pada penerapannya nanti, dicari ekstrak alami yang banyak mengandung senyawa tersebut. Katekol dan tanin merupakan senyawa yang berpotensi sebagai kopigmen karena banyak ditemukan di alam, seperti pada kulit kayu dan kulit buah-buahan yang merupakan limbah pengolahan pangan dan berpotensi untuk dimanfaatkan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mempelajari pengaruh jenis kopigmen (katekol dan tanin) dan rasio molar kopigmen terhadap antosianin pada reaksi kopigmentasi terhadap stabilitas warna ekstrak antosianin kulit terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) selama penyimpanan.

5 B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan rasio molar kopigmen (katekol atau tanin) terhadap antosianin terbaik, yang dapat menstabilkan warna ekstrak antosianin kulit terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) selama penyimpanan. 2. Menentukan jenis kopigmen (katekol atau tanin) pada rasio molar terbaik, yang dapat menstabilkan warna ekstrak antosianin kulit terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) selama penyimpanan. C. Kerangka Pemikiran Masalah utama dari antosianin sebagai pewarna adalah struktur kimia antosianin yang memiliki kestabilan rendah. Antosianin tidak stabil dan reaktif karena adanya gugus hidroksil dan inti kation flavilium yang reaktif sehingga mudah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Jackman dan Smith, 1996). Ikatan rangkap konjugasi yang terdapat pada cincin aromatik antosianidin menyerap warna pada panjang gelombang 505-535 nm dan memberikan warna merah. Selain itu ikatan rangkap juga menyebabkan antosianin reaktif akibat kekurangan elektron yang menyebabkan antosianin mudah terdegradasi oleh pengaruh faktor internal maupun eksternal (Markham, 1988). Sifat reaktif antosianin mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi yang mempengaruhi stabilitas warna antosianin Molekul antosianin, baik dalam bentuk ekstrak maupun dalam bentuk jus buah dapat bereaksi dengan molekul lain dalam bentuk senyawa kopigmen (isolat murni atau dalam bentuk ekstrak tanaman yang mengandung senyawa antosianin

6 dan atau kopigmen). Reaksi yang terjadi dapat membentuk ikatan maupun melalui interaksi lemah menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil (Rein, 2005). Schwarz et al. (2005) dan Kopjar dan Pilizota (2009) melaporkan bahwa reaksi kopigmentasi dengan senyawa kopigmen atau antosianin sendiri dapat melalui ikatan intermolekul, antarmolekul atau ikatan dengan kofaktor logam. Kopigmentasi ini mampu menstabilkan molekul antosianin dan memperkuat warna antosianin. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kopigmentasi pada antosianin antara lain struktur dan konsentrasi antosianin, jenis kopigmen yang sesuai serta rasio molar kopigmen terhadap molar antosianinnya (Boulton, 2001). Oleh karena itu, banyak penelitian yang mengkombinasikan pengaruh jenis kopigmen dengan rasio molar kopigmen terhadap antosianinnya. Jenis kopigmen yang sesuai dengan struktur kimia antosianin akan mampu membentuk ikatan atau kompleks kopigmentasi antara inti kation flavilium yang kekurangan elektron dengan elektron bebas dari kopigmen, sehingga terjadi kesetimbangan elektron yang menghambat laju degradasi antosianin (Castaneda et al., 2009). Senyawa kopigmen katekol dan tanin memiliki gugus hidroksil yang kelebihan elektron sehingga cenderung menyumbangkan elektronnya pada kation flavilium yang kekurangan elektron pada molekul antosianin, membentuk ikatan antosianin terkopigmentasi. Oleh karena itu, kopigmentasi antosianin ekstrak kulit terung Belanda dengan katekol atau tanin tergolong ke dalam kopigmentasi intermolekul. Rasio molar kopigmen terhadap antosianin merupakan salah satu faktor penting pada reaksi kopigmentasi. Penambahan senyawa kopigmen dengan rasio yang

7 berbeda mempengaruhi konsentrasi antosianin dan retensi warna (Kopjar dan Pilizota, 2009). Rasio yang terlalu rendah menyebabkan pembentukan ikatan yang sangat lemah sehingga kompleks kopigmen dengan antosianin tidak stabil, Sebaliknya rasio yang terlalu besar selain membentuk kompleks kopigmen dengan antosianin yang tidak stabil karena berada dalam lingkungan yang kelebihan elektron bebas, juga tidak efisien. Oleh karena itu, pada penelitian ini diharapkan akan diperoleh kondisi optimal kopigmentasi antosianin kulit terung Belanda, baik jenis kopigmen maupun ratio molar kopigmen terhadap antosianin yang mampu menstabilkan warna antosianin selama penyimpanan pada suhu kamar dan terpapar pada cahaya. D. Hipotesis 1. Terdapat rasio molar kopigmen terhadap antosianin terbaik untuk setiap jenis kopigmen (katekol atau tanin), yang dapat menstabilkan warna ekstrak antosianin kulit terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) selama penyimpanan. 2. Terdapat jenis kopigmen (katekol atau tanin) dengan rasio molar kopigmen terhadap antosianin terbaik, yang menstabilkan warna ekstrak antosianin kulit terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn) selama penyimpanan.