3 METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
3 METODOLOGI. Sumber: Google maps (2011) Gambar 9. Lokasi penelitian

3 METODOLOGI PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps

BAB III BAHAN DAN METODE

KARUNG GONI SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TERUMBU KARANG DALAM PENGOPERASIAN BUBU TAMBUN DI PERAIRAN PULAU KARANG BERAS, KEPULAUAN SERIBU

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Pengumpulan Data

3 METODOLOGI PENELITIAN

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

BAB III BAHAN DAN METODE

Tabel 4 Urutan dan penempatan bubu pada tali utama

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UKTOLSEYA (1978) menyatakan bahwa usaha-usaha perikanan di daerah pantai tidak terlepas dari proses-proses dinamika kondisi lingkungan laut yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Sumber Data

BAB III BAHAN DAN METODE

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

Berikut ini adalah gambar secara skematis karangka pemikiran penelitian :

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

IV. METODE PENELITIAN

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DENGAN BUBU MENGGUNAKAN UMPAN BUATAN. I. Pendahuluan

3 METODOLOGI PENELITIAN

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. siswa dan tersebar dalam lima kelas yaitu XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, XI IPA 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA semester ganjil

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

CARA PENANGKAPAN IKAN HIAS YA NG RA MA H LINGKUNGA N

METODE PENANGKAPAN IKAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi

Alat Lain. 75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap

Lift Net & Traps. Ledhyane Ika Harlyan. Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

PERBANDINGAN TEKNOLOGI ALAT TANGKAP BUBU DASAR UNTUK MENGETAHUI EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN DEMERSAL EKONOMIS PENTING DI KLUNGKUNG BALI

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian

Ledhyane Ika Harlyan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan & Kelautan Universitas Brawijaya 2013

3 METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada kedua orang tziaku sebagai ungkapan terima kasih yang tak terhingga atas segala pengorbanannya demi

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 5 kelompok perlakuan yaitu, 1 kelompok perlakuan dengan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Karang 2.2 Habitat Ikan Karang

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

EFEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE GAP) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR UNTUK MENUNJANG KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN

PENGARUH BENTUK DAN LETAK CELAH PELOLOSAN (Escape Gap) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR TERHADAP KELESTARIANSUMBERDAYA IKAN

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

METODE PENANGKAPAN DI INDONESIA (STANDAR NASIONAL)

BAB III BAHAN DAN METODE

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

STUDY ON THE PVC TRAP FOR ELL (Monopterus albus)

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3. METODE PENELITIAN

PENGKAYAAN STOK TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan

3 METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Pengambilan Data

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

4 HASIL. Kabupaten Bangka Selatan dapat dilihat pada Gambar. 1)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (90%) hidup diperairan laut dan sisanya 300 spesies (10%) hidup di perairan air

Sumber: [2 Agustus 2010] Posisi pengoperasian alat tangkap pada tiap setting

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN TABEL I DATA HASIL PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 HASIL PENELITIAN 4.1 Kondisi Perikanan Tangkap di Lokasi Penelitian Teknologi alat penangkapan ikan

Transkripsi:

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di lapang dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Juni 2009. Penelitian dilaksanakan di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu (Lampiran 2). 3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Enam unit bubu tambun untuk dua perlakuan, yaitu tiga unit bubu tambun yang ditutupi terumbu karang dan tiga unit lainnya untuk ditutupi karung goni sebanyak 70 %; 2) Alat dasar selam berupa masker, snorkel dan fin; 3) Alat pengukur panjang berupa papan pengukur dengan skala terkecil 1 mm; 4) Alat pengukur berat berupa timbangan dengan skala terkecil 1 g; dan 5) Alat dokumentasi. Adapun bahan yang digunakan adalah umpan berupa bintang laut bantal raja (Culcita novaguineae) yang dipotong potong dan umpan bulu babi (Diadema sp.) yang sudah dihancurkan. 3.2.1 Alat tangkap bubu tambun Bubu tambun merupakan bubu untuk menangkap ikan karang yang secara keseluruhan rangkanya terbuat dari bambu tali atau bambu apus (Gigantholochola apus). D2si bubu tambun yang digunakan dalam penelitian ini adalah p l t; 70 60 20 (cm). Bubu ini memiliki satu buah mulut berbentuk horse neck dengan diameter mulut luar 20 cm dan diameter mulut bagian dalam sebesar 13 cm. Diameter jalinan bambu adalah 3 cm. Konstruksi bubu tambun ditunjukkan pada Gambar 1. 3.2.2 Perahu Perahu digunakan sebagai sarana angkut menuju dan kembali dari fishing ground. Perahu yang digunakan dalam penelitian ini adalah perahu kayu dengan

14 dimensi panjang 4 m, lebar 1 m dan dalam 0,75 m. Perahu ini dilengkapi dengan mesin inboard bekekuatan 5 PK (Gambar 2). Penutup Rangka utama B A A B Gambar 1 Konstruksi bubu tambun penelitian

15 Gambar 2 Perahu yang digunakan dalam penelitian 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode experimental fishing yaitu dengan melakukan operasi penangkapan ikan menggunakan bubu di laut selama 12 hari. Bubu yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah enam buah, terdiri atas tiga buah bubu nelayan dan tiga bubu perlakuan. Bubu nelayan adalah bubu tambun yang dalam operasionalnya menggunakan tutupan terumbu karang (Gambar 3). Bubu perlakuan adalah bubu tambun yang dalam operasionalnya menggunakan tutupan berupa karung goni (Gambar 4). Perbedaan kedua bubu hanya pada jenis tutupan saat pengoperasiannya. Kedua macam bubu diberi perlakuan penutup bubu sebanyak 70%. Hal ini disesuaikan dengan tingkah laku ikan karang yang tidak menyukai tempat berlindung yang terlalu gelap. Tutupan terumbu karang Gambar 3 Bubu nelayan

16 A B Gambar 4 Bubu perlakuan Bubu nelayan dan bubu perlakuan diberi perlakuan awal terlebih dahulu dengan cara merendam bubu di dalam laut selama 3 hari. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan aroma bambu dan karung goni. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk menumbuhkan alga dan perifiton tahap awal. Kedua macam bubu dipasang secara berselang-seling (Gambar 5), sehingga ikan memiliki peluang yang sama untuk tertangkap. Kedua macam bubu diberi perlakuan yang sama. Seluruh bubu menggunakan umpan bulu babi (Diadema sp.) yang sudah dihancurkan di depan mulut bubu dan umpan bintang laut bantal (Culcita novaguineae) yang sudah dipotong-potong di dalam bubu. Dalam pengoperasiannya, kedua Keterangan : A = Tutupan karung goni B = Bubu tambun bubu diletakkan di daerah terumbu karang tepi (fringing reef) tanpa melakukan pemindahan ataupun penghancuran terumbu karang hidup di sekitar lingkungan tempat penelitian. Jarak pemasangan antar bubu berkisar 2-3 m dengan peletakan bubu tidak teratur. Masing- masing bubu dioperasikan sebanyak 12 kali dengan sistem tunggal tanpa menggunakan pelampung dan dibiarkan selama kurang lebih 24 jam. Pemasangan bubu tambun dilakukan pada pagi hari. Kegiatan operasional bubu dilakukan dalam waktu satu hari penuh. Dalam setiap operasi penangkapan ikan, dibawa sejumlah peralatan penting, seperti pengait, golok, bak penampung hasil tangkapan dan perbekalan secukupnya. Pengait berguna untuk mengangkat bubu dari dasar perairan dan golok untuk memotong umpan. Daerah penangkapan

17 ikan atau fishing ground yang dituju merupakan daerah yang dikenal memiliki banyak sumberdaya ikan. Gambar 5 Pengoperasian bubu dalam penelitian Tahap-tahap operasi penangkapan ikan dalam penelitian adalah : 1) Persiapan Pada tahap ini, dipersiapkan umpan yang akan diletakkan di dalam bubu dan di depan mulut bubu. Umpan yang digunakan berupa bintang laut bantal (Culcita novaguineae) dan bulu babi (Diadema sp.). Umpan tersebut dihancurkan atau dipotong potong terlebih dahulu. 2) Pemasangan bubu di dasar perairan Pemasangan bubu di dasar perairan dilakukan dengan cara meletakkannya langsung di dasar perairan. Dalam proses pemasangan bubu, digunakan alat dasar selam berupa masker dan sepatu khusus. Penggunaan sepatu saat memasang bubu membantu meminimalisir resiko terluka saat menginjak karang ataupun terkena racun ikan lepu dari famili Scorpionidae. Bubu nelayan dan bubu perlakuan dipasang di antara celah karang yang masih hidup ataupun karang yang sudah mati. Pemasangan seluruh bubu dilakukan satu per satu dengan sistem tunggal tanpa disertai dengan tali pengikat dan pelampung tanda. Posisi penempatan bubu disejajarkan dengan arah datangnya arus.

18 3) Pengangkatan Pengangkatan bubu dilakukan keesokan harinya. Pengangkatan bubu menggunakan alat bantu pengait. Ikan yang terperangkap dalam bubu langsung dipindahkan ke dalam bak penampung sementara. Ada dua jenis bak penampung yang digunakan. Bak pertama untuk ikan yang akan dibiarkan hidup dan bak kedua untuk ikan mati. Bubu yang sudah diangkat dan dikeluarkan hasil tangkapannya disusun sedemikian rupa di atas kapal untuk memudahkan pemasangan berikutnya. Selanjutnya mencari daerah pengoperasian bubu yang lain untuk pemasangan berikutnya. Setelah menemukan daerah penangkapan ikan yang dituju, kembali dilakukan proses persiapan untuk pemasangan bubu. Data yang dikumpulkan terdiri atas komposisi hasil tangkapan, data hasil pengukuran berat dan panjang total hasil tangkapan seluruh bubu. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis bubu yang digunakan. Selain itu dikumpulkan pula data sekunder dari Dinas Perikanan dan Pemerintah Daerah setempat berupa kondisi perikanan daerah penelitian, jumlah kapal penangkap ikan, jumlah dan jenis alat tangkap yang ada di daerah penelitian, jumlah nelayan dan informasi lainnya yang menunjang penelitian ini. 3.4 Batasan Penelitian Batasan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1) Penelitian ini hanya membandingkan komposisi hasil tangkapan bubu dengan jenis tutupan berbeda; dan 2) Uraian tingkah laku ikan karang hanya berdasarkan pada literatur yang diacu. 3.5 Asumsi yang Digunakan Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Setiap ikan yang berada di daerah pengoperasian bubu memiliki peluang tertangkap yang sama; 2) Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil tangkapan seperti arus, suhu perairan, pasang surut, gelombang dan musim diabaikan; 3) Keahlian nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap dianggap sama.

19 3.6 Metode Analisis Data Data hasil tangkapan yang diperoleh diuji taraf kenormalannya menggunakan uji Anderson Darling dan grafik plot kenormalan terlebih dahulu menggunakan software Minitab 15. Selanjutnya apabila data hasil tangkapan yang didapat menyebar normal, maka dilakukan uji homogenitas untuk menguji kehomogenan data tersebut. Apabila data yang didapat tidak menyebar normal, maka dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk mengambil keputusan. Analisa data secara deskriptif dilakukan dengan cara mengelompokkan jenis ikan hasil tangkapan dominan ke dalam kelas panjang tertentu. Ukuran panjang yang digunakan adalah ukuran panjang total (TL/total length). Hal ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi panjang ikan hasil tangkapan dominan yang tertangkap. Penentuan jumlah selang kelas dan interval kelas untuk ukuran panjang total dihitung menggunakan rumus distribusi frekuensi (Walpole 1995), yaitu: Keterangan : K : Jumlah kelas; n : Banyaknya data; i : Lebar kelas; N max : Nilai terbesar; dan N min : Nilai terkecil. K = 1 + 3,3 log n...(1) N max N min i =...(2) K Uji homogenitas dilakukan menggunakan uji F dengan rumus (Sugiyono 2007), yaitu: Varian terbesar...(3) F = Varian terkecil Hipotesis yang digunakan dalam uji F adalah 1) H 0 : σ 1 = σ 2, artinya varians data bersifat homogen; dan 2) H 1 : σ 1 σ 2, artinya varians data tidak bersifat homogen.

20 Dasar pengambilan keputusan dalam uji F adalah : 1) Jika F hitung > F tabel maka tolak H 0, berarti varians data tidak bersifat homogen; dan 2) Jika F hitung F tabel maka gagal tolak H 0, berarti varians data bersifat homogen. Uji homogenitas yang dilakukan akan menentukan sifat kehomogenan data. Sifat kehomogenan akan menentukan pemilihan rumus yang tepat untuk uji-t dua sampel tidak berpasangan. Uji-t dua sampel tidak berpasangan dilakukan untuk mengetahui perbedaan hasil tangkapan dari kedua macam bubu. Adapun rumus uji-t dua sampel tidak berpasangan (Sugiyono 2007) adalah t X 1 2 =...(4) 2 2 S1 S2 n 1 X + n 2 X1 X 2 t =...(5) 2 2 ( n ) + ( ) 1 1 S1 n2 1 S2 1 1 + n1 + n2 2 n1 n2 Keterangan : X 1 : Rata rata data penelitian perlakuan ke -1; X 2 : Rata rata data penelitian perlakuan ke -2; S 1 : Varians data perlakuan ke- 1; S 2 : Varians data perlakuan ke- 2; n 1 : Banyaknya data perlakuan ke -1; dan n 2 : Banyaknya data perlakuan ke -2. Sugiyono (2007) menyatakan bahwa kritera yang digunakan untuk memilih rumus uji-t dua sampel tidak berpasangan adalah : 1) Bila jumlah anggota sampel sama (n 1 = n 2 ) dan varians homogen (σ 1 = σ 2 ), maka dapat digunakan rumus uji-t dua sampel tidak berpasangan (4) maupun (5) dan untuk mengetahui nilai t tabel digunakan derajat kebebasan (dk) bernilai dk = n 1 + n 2 2; 2) Bila jumlah anggota sampel tidak sama (n 1 n 2 ) dan varians homogen sama (σ 1 = σ 2 ), maka dapat digunakan rumus uji-t dua sampel tidak berpasangan (5)

21 dan untuk mengetahui t tabel digunakan derajat kebebasan (dk) bernilai dk = n 1 -n 2-2; 3) Bila jumlah anggota sampel sama (n 1 = n 2 ) dan varians homogen tidak sama (σ 1 σ 2 ), maka dapat digunakan rumus uji-t dua sampel tidak berpasangan (4) maupun (5) dan untuk mengetahui t tabel digunakan derajat kebebasan (dk) bernilai dk = n 1 1 atau n 2-2; dan 4) Bila jumlah anggota sampel tidak sama (n 1 n 2 ) dan varians homogen tidak sama (σ 1 σ 2 ), maka dapat digunakan rumus uji-t dua sampel tidak berpasangan (4). Untuk mengetahui t tabel dihitung dari selisih nilai tabel dengan derajat kebebasan (dk) dk = (n 1 1) dan dk = (n 2-1) yang dibagi dua, kemudian ditambahkan dengan nilai t yang terkecil. Selanjutnya dilakukan pengambilan keputusan berdasarkan hipotesa uji-t dua sampel tidak berpasangan. Hipotesis uji-t dua sampel tidak berpasangan dalam penelitian ini adalah: 1) H 0 : µ 1 = µ 2, berarti tidak ada perbedaan hasil tangkapan bubu nelayan dan hasil tangkapan bubu perlakuan; dan 2) H 1 : µ 1 µ 2, berarti ada perbedaan hasil tangkapan bubu nelayan dan hasil tangkapan bubu perlakuan. Dasar pengambilan keputusan dalam uji-t dua sampel tidak berpasangan adalah : 1) Jika nilai t hitung > t tabel maka tolak H 0, berarti ada perbedaan hasil tangkapan dari kedua jenis bubu; dan 2) Jika nilai t hitung < t tabel maka gagal tolak H 0, berarti tidak ada perbedaan hasil tangkapan dari kedua jenis bubu. Apabila uji taraf kenormalannya menghasilkan keputusan data tidak menyebar normal, maka untuk selanjutnya dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk menguji hipotesis (Sugiyono 2007). Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan komposisi hasil tangkapan dari kedua jenis bubu. Rumus dasar Uji Kruskall Wallis (Walpole 1995) adalah :

22 = 12 k ri hi n n ( n + 1) i= 1 2 i 3 ( n + 1) Keterangan : h i : Nilai h hitung; r i : Jumlah dari peringkat perlakuan ke-i; n i : Banyaknya data dari perlakuan ke- i; n : Banyaknya data dari seluruh perlakuan....(6) Hipotesis Uji Kruskall Wallis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) H 0 : µ 1 = µ 2, berarti tidak ada perbedaan hasil tangkapan antara bubu nelayan dan bubu perlakuan; dan 2) H 1 : µ 1 µ 2 berarti terdapat perbedaan hasil tangkapan antara bubu nelayan dan bubu perlakuan. Dasar pengambilan keputusan melalui Uji Kruskall Wallis adalah : 1) Jika nilai h i > hχ α 2 maka tolak H0, berarti ada perbedaan komposisi hasil tangkapan dari kedua jenis bubu; dan 2) Jika nilai h i < hχ α 2 maka gagal tolak H0, berarti tidak ada perbedaan komposisi hasil tangkapan dari kedua jenis bubu.