Analisis Pola Permukiman Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Pulau Batam

dokumen-dokumen yang mirip
Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

PEMETAAN DAERAH RAWAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU BATAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN SIANTAR SITALASARI TAHUN 2010 DAN TAHUN 2015 DENGAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak

BAB II METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

Transportasi terdiri dari dua aspek, yaitu (1) prasarana atau infrastruktur seperti jalan raya, jalan rel, bandar udara dan pelabuhan laut; serta (2)

KARAKTERISTIK PEMEKARAN KOTA BOGOR DAN EVALUASINYA TERHADAP POLA RUANG SKRIPSI

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURVEI PENYIMPANGAN PEMANFAATAN RUANG DESA DI KECAMATAN BLANGPIDIE KABUPATEN ACEH BARAT DAYA JURNAL. Oleh Rahmad Ferdi

PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN DAN FUNGSI PRASARANA JALAN KOTA BATAM ABSTRACT

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

III. METODE PENELITIAN

EVALUASI PERKEMBANGAN DAN PERSEBARAN PEMBANGUNAN APARTEMEN SESUAI DENGAN RTRW SURABAYA TAHUN 2013 (Studi Kasus : Wilayah Barat Kota Surabaya)

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KOTA BATAM TAHUN ANGGARAN 2016

STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV.

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

ANALISIS DAERAH MILIK JALAN (DAMIJA) MENGGUNAKAN ArcGis 9.3

Lampiran I.21 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12)

Lampiran I.21 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

SIMULASI MODEL ALOKASI KEBUTUHAN RUANG KOTA/ WILAYAH BERDASARKAN KEBERLANJUTAN FUNGSI KONSERVASI AIR DAN PENCEGAH BANJIR

ABSTRAK. Kata kunci : Keramba jaring tancap, Rumput laut, Overlay, SIG.

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. Persiapan

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

PEMANFAATAN GLOBAL NAVIGATION SATELLITE SYSTEM (GNSS) UNTUK PEMETAAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA TIMUR

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian atau metodologi suatu studi adalah rancang-bangun

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III METODE PENELITIAN

Kata kunci : Perubahan lahan, nilai tanah.

Pemetaan Potensi Kekeringan Lahan se-pulau Batam menggunakan Teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh

Kata Kunci : Perubahan Penggunaan Lahan, Quickbird, Dinamika, Ringroad Selatan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

Evaluasi Kondisi Tata Ruang Eksisiting Kota Bandung SWK Cibeunying

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sudaryanto 1), Melania Swetika Rini 2) *

Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 1 II. METODOLOGI PENELITIAN

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image.

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

ANALISIS HARGA DAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN SEWON DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KEBUTUHAN LAHAN JALAN NASIONAL BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI PULAU LOMBOK

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGANN PARIWISATA DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT FELIK DWI YOGA PRASETYA

KAJIAN PERKEMBANGAN PERMUKIMAN WILAYAH PERI URBAN DI SEBAGIAN WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

Sistem Informasi Geografis Pemetaan Hasil Perkebunan dan Pertanian

Data Kelengkapan Data Pendukung Sistem Informasi

Oleh: Irwandy Syofyan, Rommie Jhonerie, Yusni Ikhwan Siregar ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. atau merevisi peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

III. METODE PENELITIAN

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2. 1 Pembagian Profil Melintang Sungai Gambar 2. 2 Diagram Kerangka Pemikiran BAB III

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN BALANCED SCORECARD DALAM PENGUKURAN KINERJA PELAYANAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA BATAM

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS BERBASIS WEB UNTUK SEBARAN RUMAH SAKIT DI WILAYAH JAKARTA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

ANALISIS SPASIAL SUMBERDAYA ALAM PERKEBUNAN KARET RAKYAT KOTA BANJARBARU DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH

Transkripsi:

Analisis Pola Permukiman Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Pulau Batam Arif Roziqin dan Nur Indah Kusumawati Program Studi Teknik Geomatika, Politeknik Negeri Batam, Batam 29461 E-mail : arifroziqin@polibatam.ac.id ABSTRAK Perkembangan wilayah permukiman di Pulau Batam sangat pesat dan banyak diminati oleh masyarakat dari luar Pulau Batam yang memilih untuk menetap karena urusan pekerjaan. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya perkembangan daerah permukiman di Pulau Batam dan menjadikan perubahan pola perkembangan lahan permukiman semakin cepat pula. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pola permukiman di Pulau Batam. Penelitian ini dibuat menggunakan citra digital penginderaan jauh yaitu, citra dari Google Earth perekaman tahun 2011 dan citra Google Earth perekaman tahun 2016, dengan menggunakan metode analisis visual. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pola perkembangan permukiman Pulau Batam secara umum menunjukkan pola memanjang dengan tingkat user s accuracy 89.39% dan tingkat producer s accuracy 100%. Kata Kunci: Pola Permukiman, Penginderaan Jauh, Purposive Sampling. 1. PENDAHULUAN Pulau Batam merupakan salah satu daerah yang ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan industri yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan Pulau Batam terletak di wilayah pengembangan segitiga Singapura-Johor Riau (SIJORI) yang merupakan kawasan khusus untuk industri, alih kapal dan kegiatan pariwisata. Dengan demikian Pulau Batam banyak menyediakan lapangan pekerjaan dan menjadi daya tarik bagi masyarakat luar untuk mencari kerja dan menetap di Pulau Batam. Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal dan disusul dengan semakin meningkatnya perluasan wilayah perumahan oleh pengembang (Roziqin, 2016). Perkembangan permukiman yang cukup signifikan dikhawatirkan tidak terkendali dan tidak sesuai dengan RTRW Kota Batam, maka dari itu perlu dilakukan upaya kontrol untuk mengawasi perkembangan permukiman dengan pembuatan peta pola permukiman di Pulau Pulau Batam. Perkembangan permukiman pada umumnya membentuk suatu pola. Menurut Rifai (2010), perkembangan permukiman dapat dibedakan menjadi tiga pola perkembangan, mengikuti perkembangan fisik kota, yaitu: (a) Pola Perkembangan Konsentrik Perkembangan yang terjadi secara merata di seluruh bagian luar kenampakan kota yang telah ada. Gambar 1. Pola Perkembangan Konsentrik (Rifai, 2010) (b) Pola Perkembangan Memanjang Pola perkembangan ini tidak merata di semua bagian sisi-sisi luar daerah pusat kota. Perkembangan terjadi secara cepat pada daerah yang dekat dengan jalur transportasi. 52

2. METODE PENELITIAN 2.1 Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Batam. Pemilihan lokasi penelitian di Pulau Batam dikarenakan perkembangan permukiman di Pulau Batam sangat pesat. Untuk lebih jelasnya lokasi penelitian dapat dilihat seperti pada Gambar 4. Gambar 2. Pola Perkembangan Memanjang (Rifai, 2010) (c) Pola Perkembangan Lompatan Katak Pola perkembangan lompatan katak paling tidak efisien dan merugikan dari segi ekonomi dan tidak memuliki unsur estetika serta tidak menarik. Perkembangan ini terjadi berpencaran secara sporadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian. Gambar 4. Daerah Penelitian Gambar 3. Pola Perkembangan Lompatan Katak (Rifai, 2010) Atas dasar permasalahan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka terdapat permasalahan spasial yang akan fokus dikaji lebih lanjut, yaitu: (a) tinjauan spasial terhadap sebaran permukiman di Pulau Batam dan (b) pola permukiman di Pulau Batam. Berdasarkan permasalahan penelitian yang telah dikemukaan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola permukiman di Pulau Batam menggunakan data penginderaan jauh yaitu citra Google Earth yang diturunkan menjadi peta permukiman di Pulau Batam. 2.2 Data Penelitian ini menggunakan data yang bersumber dari data sekunder dan primer. Data sekunder berupa citra Pulau Batam tahun 2011 dan 2016 yang diperoleh dari Google Earth. Berdasarkan citra Google Earth yang diturunkan menjadi peta permukiman sebagai dasar untuk analisis pola permukiman. Data primer diperoleh dari survei lapangan untuk validasi, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang sesungguhnya dari objek permukiman dilapangan. 2.3 Interpretasi Citra Interpretasi citra Google Earth dilakukan secara visual. Interpretasi secara visual ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan interpretasi pada citra berdasarkan kenampakan yang terlihat pada citra. Kenampakan yang terlihat pada citra akan sama dengan kenampakan yang ada dilapangan. Citra yang diperoleh dari Google Earth selanjutnya didigitasi untuk mendapatkan sebaran permukiman di Pulau Batam. Digitasi dilakukan pada Citra Google Earth tahun 2011 dan citra Google Earth tahun 2016. 2.4 Overlay Overlay sering disebut juga tumpang susun adalah analisis spasial esensial yang mengkombinasikan dua layer atau tematik yang menjadi masukannya atau input (Prahasta, 2009). Proses overlay dilakukan 53

dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG adalah sistem manual atau berbasis komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan menghasilkan informasi yang mempunyai referensi geospasial (Burrough, 1986). Proses overlay dilakukan pada hasil format data shapefile pola permukiman Pulau Batam tahun 2011 dan pola permukiman Pulau Batam tahun 2016. Proses ini dimaksudkan untuk melihat perkembangan pola permukiman di Pulau Batam dari tahun 2011 hingga 2016. Analisis overlay dilakukan dengan SIG memiliki keuntungan dari segi operasional berupa kemampuan dalam integrasi informasi (Purwadhi dan Sanjoto, 2009). 2.5 Uji Ketelitian Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan pendekatan purposive sampling, yaitu dengan pertimbangan mendalam dan diyakini sampel dapat mewakili populasi (Yunus, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh poligon permukiman. Dalam menentukan jumlah sampel yang diteliti menggunakan rumus Slovin atau Taro Yamane. Kemudian sampel akan diambil sesuai dengan jumlah poligon pada setiap kecamatan secara proporsional random sampling berdasarkan jumlah poligon yang ada di setiap kecamatan tersebut. Titik pengambilan sampel kemudian dihitung persentasinya dengan menggunakan confusion matrix. Dari tabel confusion matrix akan diketahui user s accuracy, producer s accuracy dan overall accuracynya. 2.6 Analisis Pola Permukiman Sebaran permukiman di Pulau Batam yang telah didapat, selanjutnya dianalisis untuk mengetahui pola sebaran permukimannya. Analisis pola sebaran dilakukan dengan metode interpretasi visual, yaitu dengan mengamati persebaran permukiman tersebut. Pola persebaran permukiman yang diamati seperti pola konsentris (memusat), pola memanjang (mengikuti jaringan jalan atau sungai) atau pola lompatan katak (menyebar dan tidak mengikuti pola tertentu). 3. HASIL PEMBAHASAN 3.1 Pembuatan Peta Permukiman Pembuatan peta pola permukiman di Pulau Batam pada penelitian ini menggunakan citra Google Earth. Citra dari Google Earth diunduh dengan menggunakan software Elshayal. Citra yang telah didownload kemudian diinterpretasi secara visual dengan mengamati objek permukiman. Permukiman yang telah diinterpretasi akan diuji tingkat keakuratannya dengan mengambil sampel pada masing-masing kecamatan (Gambar 5). Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan rumus Slovin. Perhitungan menggunakan presisi sebesar 10%. Titik pengambilan sampel menggunakan confusion matrix. Gambar 5. Sebaran Titik Sampel Tabel 1. Merupakan rekapitulasi Confusion Matrix hasil pengambilan sampel. Tabel 1. Confusion Matrix Data Referensi Klasifikasi (Permukiman) Permukiman 59 Jalan 5 Tanah Kosong 2 Total Kolom 66 Berdasarkan Tabel 1 confusion matrix tersebut dapat dihitung usesr s accuracy, producer s accuracy dan overall accuracy sebagai berikut: User s Accuracy : 59 x 100% = 89.39% 66 Producer saccuracy : 59 x 100%= 100% 59 Overall Accuracy : 59 x 100% = 89.39% 66 Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai user s accuracy sebesar 89.39% yang berarti 89.39% yang terklasifikasi pada citra sebagai permukiman adalah benar-benar lingkungan permukiman pada kenyataan di lapangan. Nilai producer s accuracy sebesar 100% yang berarti ada 100% lingkungan permukiman di lapangan pada area penelitian di interpretasi secara benar. 3.2 Sebaran Permukiman Pulau Batam Permukiman di Pulau Batam terus mengalami perkembangan, kondisi tersebut data adanya penambahan luas wilayah permukiman setiap tahunnya. Pulau Batam dengan pertumbuhan 54

ekonomi yang tinggi di Pulau Batam, tentunya menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk datang ke pulau ini. Kedatangan masyarakat dari tahun ke tahun yang cenderung meningkat, membuat Pulau Batam memiliki permasalahan wilayah yang sama dengan kota besar lainnya di Indonesia, yaitu permasalahan permukiman. Hasil dari analisis data berdasarkan interpretasi citra dan pengecekan langsung di lapangan terhadap sebaran permukiman, menunjukkan bahwa perkembangan permukiman di Pulau Batam dapat No. Luas (Ha) 1 Batam Kota 1006.85 2 Batu Aji 641.31 3 Batu Ampar 775.71 4 Bengkong 485.23 5 Lubuk Baja 336.96 6 Nongsa 184.63 7 Sagulung 588.26 8 Sekupang 402.66 9 Sungai Beduk 209 Total 4630.61 dilihat perubahan luas wilayah permukiman di Pulau Batam dari tahun 2011 ke tahun 2016 di setiap kecamatan. Luas wilayah permukiman di Pulau Batam tahun 2011 dan 2016 disajikan seperti pada No. Luas (Ha) 1 Batam Kota 1168.48 2 Batu Aji 759.85 Tabel 3. Luas Wilayah Permukiman Pulau Batam Tahun 2016 Berdasarkan pada Tabel 2 dan 3, maka dapat disajikan penambahan luas wilayah permukiman tahun 2011 ke 2016 di Pulau Batam seperti pada Tabel 4 dan grafik pada Gambar 6. Tabel 4. Penambahan Luas Wilayah Permukiman Pulau Batam Tahun 2011 ke Tahun 2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Batam Kota Batu Aji Batu Ampar Bengkong Lubuk Baja Nongsa Sagulung Sekupang Sungai Beduk Penambahan Luas (Ha) (%) 161.63 16.05 118.54 18.48 50.55 6.52 88.49 18.24 386.76 114.78 51.39 27.83 110.61 18.80 148.12 36.79 106.94 51.17 Total 1223.03 26.41 3 Batu Ampar 826.26 4 Bengkong 573.72 5 Lubuk Baja 723.72 6 Nongsa 236.02 7 Sagulung 698.87 8 Sekupang 550.78 9 Sungai Beduk 315.94 Tabel 2 dan 3. Total 5853.64 Tabel 2. Luas Wilayah Permukiman Pulau Batam Tahun 2011 Gambar 6. Luas Wilayah Permukiman Tahun 2011 dan 2016 Berdasarkan pada Tabel 4 dan Gambar 6, penambahan permukiman di Pulau Batam dari tahun 2011 ke tahun 2016 yang paling besar adalah Lubuk Baja, sedangkan perubahan terkecil adalah Batu Ampar. Penambahan permukiman di Lubuk Baja disebabkan 55

di ini terdapat daerah pusat bisnis dan perdagangan yaitu Nagoya. Pada tahun 2011 luas wilayah permukiman di Pulau Batam yaitu 4630.61 Ha dan mengalami perubahan menjadi 5853.64 Ha pada tahun 2016. Jadi dapat disimpulkan bahwa wilayah permukiman di Pulau Batam dari tahun 2011 ke tahun 2016 mengalami penambahan sebesar 26.41%. 3.3 Pola Permukiman Pulau Batam Pola permukiman Pulau Batam pada tahun 2011 dan 2016 dapat dilihat pada peta pola permukiman Pulau Batam tahun 2011 dan tahun 2016. Analisis pola permukiman di Pulau Batam dilihat dari pusat kota Pulau Batam, yaitu alun-alun kota. Daerah pusat kota merupakan daerah yang didominasi oleh kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa yang menampung sebagian besar kegiatan di kota. Kawasan tersebut berada pada radius 2 km dari alunalun kota dan berada di Batam Kota. Nongsa adalah Kampung Tua Bakau Serip di Kelurahan Sambau. Kampung Tua memiliki sebaran permukiman yang tidak mengikuti perkembangan jaringan jalan atau mengelompok dan berjarak antara permukiman satu dan lainnya berjauhan. Pada daerah dengan pola lompatan katak sebagian besar dipengaruhi oleh penggunaan lahan di Kota Batam. Daerah tengah Pulau Batam terdapat hutan lindung sehingga tidak dapat dilakukan pembangunan permukiman. Hutan lindung peruntukannya bukan untuk kegiatan pembangunan atau dibiarkan secara alami. Peta Pola Permukiman Pulau Batam Tahun 2011 dan 2016 disajikan seperti pada Gambar 7 dan 8. Pada peta pola permukiman Pulau Batam tahun 2011 dan tahun 2016 hasil analisis visual terlihat permukiman pada daerah dekat pusat kota berkembang tidak merata di semua bagian sisi luar pusat kota dan membentuk pola permukiman memanjang (ribbon development). Pola permukiman memanjang ini mengikuti perkembangan jaringan jalan di Pulau Batam. Berdasarkan hasil survei lapangan menunjukkan bahwa perkembangan permukiman yang mengikuti perkembangan jaringan jalan ke arah bandara Hang Nadim Batam. Perkembangan permukiman pada daerah ini paling cepat terjadi di sepanjang jaringan jalan/jalur transportasi, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Sedangkan perkembangan permukiman pada daerah yang jauh atau tidak berada di dekat pusat kota berkembang mengikuti pola lompatan katak (leap frog development). Perkembangan permukiman ini berkembang secara sporadis (berpencar) dan tidak mengikuti pola jaringan jalan/ jalur transportasi. Pola perkembangan ini paling tidak efisien jika dibandingkan dengan pola perkembangan yang lain karena merugikan dari segi ekonomi. Pada pola permukiman dari tahun 2011 ke tahun 2016, pada daerah Batam Kota ke Nongsa adanya pembangunan permukiman baru sehingga pola permukiman yang tadinya merupakan lompatan katak pada Nongsa berubah menjadi pola permukiman memanjang. Hal ini dikarenakan permukiman yang baru dibangun mengikuti arah jaringan jalan/jalur transportasi. Selain itu Nongsa terdapat banyak Kampung Tua. Kampung Tua adalah istilah di Pulau Batam untuk Kampung yang sudah lama ada. Salah satu contoh Kampung Tua di 56

Gambar 7. Peta Pola Permukiman Pulau Batam Tahun 2011 Gambar 8. Peta Pola Permukiman Pulau Batam Tahun 2016 Gambar 8. Peta Pola Permukiman Pulau Batam Tahun 2016 57

4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan pada penelitian ini adalah bahwa dengan memanfaatkan citra Google Earth dapat digunakan untuk menunjukkan suatu pola permukiman. Pola perkembangan permukiman di Pulau Batam untuk di dekat pusat kota mengikuti pola perkembangan memanjang (ribbon development), sedangkan permukiman yang tidak berada di pusat kota mengikuti pola perkembangan lompatan katak (leap frog development). UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih untuk jajaran Manajemen dan P3M Politeknik Negeri Batam yang telah menciptakan iklim kondusif dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk Mitra Bestari IRWNS 8th Politeknik Negeri Bandung. DAFTAR PUSTAKA [1] Burrough, Peter A. 1986. Principles of Geographical Information System for Land Resources Assesment. Oxford: Clarendon Press. [2] Rifai. 2010. Analisis Perkembangan Fisik Kota Palu dengan Citra Landsat. Jurnal Ruang, 3, 1, 46-54. [3] Roziqin, A. 2016. Pemodelan SIG untuk Kesesuaian Lahan Permukiman Wilayah Pesisir Nongsa di Pulau Batam. Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) UGM. [4] Prahasta, E. 2009. Sistem Informasi Geografis: Konsep-konsep Dasar. Bandung: Informatika [5] Purwadhi, F.S. dan Sanjoto, T.B. 2009. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Jakarta: LAPAN dan UNNES. [6] Yunus, H.S. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 58