EVALUASI KERAWANAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KAWASAN PERMUKIMAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana geologi,

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

V KESESUAIAN KAWASAN UNTUK PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

TOMI YOGO WASISSO E

Identifikasi Daerah Rawan Longsor

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

PENANGANAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAS WAI RUHU. Steanly R.R. Pattiselanno, M.Ruslin Anwar, A.Wahid Hasyim

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

Irfan Budi Pramono Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN PERMUKIMAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN DAN KAWASAN RAWAN BENCANA DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

ANALISIS DAERAH RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR BERDASARKAN ZONA WATER CONTENT DI DESA OLAK ALEN KECAMATAN SELOREJO, BLITAR

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

penghidupan masyarakat (Risdianto, dkk., 2012).

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

Transkripsi:

Evaluasi Kerawanan Bencana Tanah Longsor di Kawasan Permukiman didaerah Aliran Sungai (Das) Ciliwung Hulu EVALUASI KERAWANAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KAWASAN PERMUKIMAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU Indarti Komala Dewi 1), dan Faisal Abdi 1) 1) Prodi PWK Fak.TeknikUniversitasPakuan Email :indarti@unpak.ac.id Naskah diterima :9 Maret 2017 Naskah direvisi : 10 Maret 2017 Disetujui terbit : 20 Maret 2017 ABSTRAK Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung Hulu merupakan daerah rawan bencana longsor dan gerakan tanah yang disebabkan oleh faktor kondisi fisik alaminya. Di lain pihak, pertumbuhan penduduk dan kegiatan perekonomian, menyebabkan perkembangan permukiman di DAS Ciliwung tidak terkendali dan rawan mengalami bencana tanah longsor. Upaya mitigasi bencana tanah longsor dapat dilakukan melalui penilaian potensi kerawanan.tujuan studi adalah mengevaluasi tingkat kerawanan bencana tanah longsor di kawasan permukiman di DAS Ciliwung Hulu.Metoda yang digunakan adalah Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan teknik tumpang susun peta menggunakan bantuan softwarearcmap 10.1. Hasil analisis menunjukkan 61,55% kawasan permukiman eksisting berlokasi pada kawasan rawan longsor dengan klasifikasi sedang sampai sangat tinggi. Kawasan permukiman existing yang lokasinya sudah sesuai sebesar 38,45%. Kata kunci: Rawanlongsor, Mitigasibencana, Permukiman PENDAHULUAN Tanah longsor adalah salah satu bentuk dari gerakan massa tanah atau batuan, atau percampuran keduanya, yang menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut [6]. Massa tanah mengalami longsor karena terjadi gangguan pada kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng[3]. Salah satu faktor yang mempengaruhi Ketidakstabilan lereng adalah curah hujan [10]. Oleh karena itu peristiwa tanah longsor biasanya terjadi di tempat dengan lereng curam terutama pada saat musim hujan[12]. Meskipun tanah longsor merupakan gejala fisik alami, namun kegiatan penduduk yang tidak terkendali dalam memanfaatkan sumberdaya alam, dapat menjadi faktor penyebab lereng menjadi tidak stabil, yang mengakibatkan longsor. Kegiatan penduduk yang dapat memicu ketidakstabilan lereng antara lain: pemotongan lereng sehingga lereng kehilangan penyangga, pembangunan rumah dan bangunan yang berpotensi membebani lereng dan drainase yang terhambatsehingga terjadi peningkatan kandungan air pada lereng [6],[11]. Mengacu pada Peraturan Menteri PU no 22/PRT/M/2007,Daerah aliran sungai (DAS)Ciliwung Hulu dapat digolongkan dalam kriteria kawasan rawan tanah longsor Zona tipe B. Hal tersebut karena DAS Ciliwung Hulu merupakan daerah kaki pegunungan dengan ketinggian 300-2040m, sebagian besar (70%)dari wilayah DAS Ciliwung Hulu mempunyai kemiringan lereng lebih besar dari 25% dan curah hujan rata-rata lebih besar dari 3000 mm/tahun [2].Lereng dengan kemiringan lebih besar dari 40% sangat rentan terhadap tanah longsor[8]. Oleh karena itu semakin besar kemiringan lereng, maka semakin besar pula potensi tanah longsor.demikian pula dengan jenis tanah, jenis tanah dengan permeabilitas rendah dapat menambah tingkat kerawanan terhadap tanah longsor. Tanah memiliki sifat menyerap air/permeabilitas, dalam hal ini jenis tanah yang memiliki permeabilitas tinggi dan tekstur yang gembur (berpasir) akan lebih tahan longsor dibandingkan dengan jenis tanah yang padat (debu dan liat), karena fraksi pasirmampu meloloskan air sehingga tidak berkumpul didalam tanah[1]. ISBN : 978-602-73463-1-4 381

Indarti Komala Dewi dan Faisal Abdi Populasi penduduk sangat berpengaruh terhadap kinerja DASCiliwung Hulu. Jumlah penduduk DAS Ciliwung Hulu dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 2,34% pertahun. Pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut memicu perkembangan kawasan permukiman. Peningkatan kawasan permukiman di DAS Ciliwung Hulu sangat pesat, selama kurun waktu 15 tahun (1992-2013), telah terjadi peningkatan 5(lima ) kali lipat yaitu dari 3,96%[4]menjadi 20,37 %. Padahal salah satu faktor pembatas perkembangan kawasan permukiman adalah kondisi morphologi DAS Ciliwung Hulu.. Berdasarkan penelitian, lahan yang dapat digunakan untuk kawasan permukiman hanya + 20% dari luas DAS Ciliwung hulu [4]. Hal tersebut menunjukkan terdapat penggunaan lahan permukiman di kawasan yang tidak sesuai untuk permukiman. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada tingkat kerawanan tanah longsor. Penggunaan lahan permukiman pada lereng curam sangatrawanterhadap terjadinya tanah longsor. Hal tersebut karena daya resap air kedalam tanah akan tertahan akibat perkerasan tanah menggunakan semen, beton dan aspal sehingga air akan sulit diloloskan. Apabila sistem drainase tidak memadai, maka air akan tertahan pada lereng dan dapat menjadi pemicu tanah longsor. Dalam Peraturan Menteri PU no 22/PRT/M/2007disebutkan bahwa keberadaan bangunan dikawasan dengan kemiringan lereng curam (>15%) hingga kemiringan lereng terjal (40%) dapat menganggu kestabilan lereng dan mengakibatkan terjadinya gerakan tanah. Terkait dengan hal tersebut, DAS Ciliwung Hulu yang sebagian wilayahnya mempunyai kemiringan lereng curam(>15%) hingga kemiringan lereng terjal(40%), mempunyai frekuensi bencana tanah longsor di kawasan permukiman cukup besar.selama tahun 201 3 terjadi bencana tanah longsor sebanyak 16 kali dan tahun 2014 terjadi bencana tanah longsor sebanyak 25 kali atau meningkat sebesar 56,25%. Dampak bencana tanah longsor di kawasan permukiman dapat berupa korban jiwa,kerusakan rumah, dan kerusakan sarana prasarana permukiman, karena tertimpa, tertimbun, dan terseret oleh material longsor. Dampak bencana tanah longsor tersebut tentunya tidak diinginkan. Untuk mengurangi dampak bencana tanah longsor perlu dilakukan upaya mitigasi bencana. Mitigasi bencana tanah longsor dapat dilakukan secara struktural dan non structural [5]. Dalam mengurangi dampak bencana, mitigasi non struktural dianggaplebih berkelanjutan karena memberikan keamanan dalam jangka panjang [5].Bentuk mitigasi non struktural untuk bencana tanah longsor antara lain adalah pemetaan kawasan rawan bencana tanah longsor. Pemetaan kawasan rawan bencana tanah longsor tersebut dimaksudkan sebagai antisipasi bagi pemerintah daerah maupun masyrakat yang berada di kawasan tersebut untuk mempersiapkan diri atau melakukan upaya-upaya agar tidak terjadi tanah longsor. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mengurangi dampak bencana tanah longsor, diperlukan kajian atau evaluasi kerawanan bencana tanah longsor di kawasan permukiman.hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memetakan kawasan rawan tanah longsor. Evaluasi terhadap kerawanan bencana tanah longsor diharapkan mampu mengurangi dan mencegah kerugian yang lebih besar. Dengan demikian tujuan studi adalah mengevaluasi kerawanan bencana tanah longsor di kawasan permukiman di DAS Ciliwung Hulu.. METODOLOGI Lokasi penelitian adalah Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung Hulu. Meliputi 6 kecamatan, 2 kecamatan di Kota Bogor yaitu : sebagian kecil Kecamatan Bogor Timur dan Kecamatan Bogor S elatan. Sisanya 4 kecamatan di Kabupaten Bogor yaitu :KecamatanCiawi, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung dan sebagian kecil Kecamatan Sukaraja. Secara geografis wilayah penelitian terletak pada koordinat 106 49 34-107 00 26 Bujur Timur (BT) dan 6 37 23-6 46 11 Lintang Selatan (LS). Luas wilayah DAS Ciliwung Hulu adalah +15.160,69 ha. Orientasi wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 1. 382 ISBN : 978-602-73463-1-4

Evaluasi Kerawanan Bencana Tanah Longsor di Kawasan Permukiman didaerah Aliran Sungai (Das) Ciliwung Hulu Gambar.1 Orientasi Wilayah Studi Data yang digunakan terdiri atas: peta DAS Ciliwung Hulu skala 1:25.000 ; peta Kemiringan Lereng skala 1:25.000; peta Curah Hujan skala 1:250.000; peta Penggunaan Lahan Permukiman Eksisting tahun 2013 skala 1:25.000 ;peta Geologi skala 1:100.000; peta Tanah skala 1:250.000; Peta Sungai 1:25.000: dan data Bencana Tanah Longsor tahun 2013 dan tahun 2014 skala 1:25000. Analisis menggunakan metoda kuantitatif dan kualitatif. Metoda kuantitatif menggunakan analisis SIG (Sistem Informasi Geografis). Parameter analisis SIG untuk evaluasi kerawanan bencana tanah longsor menggunakan Peraturan Menteri PU No. 22/PRT/M/2007tentang Penataan Ruang Kawasan Bencana Longsor; dan SK Menteri Pertanian No: 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria Dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, serta beberapa hasil kajian([3] Faizana, 2015), ([9] Mubekti, 2008), ([7] Izhom, 2012)yang berkaitan dengan penentuan parameter tingkat kerawanan tanah longsor.selanjutnya parameter kawasan rawan tanah longsor dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter Kawasan Rawan Tanah LongsorDAS Ciliwung Hulu No Parameter Bobot Nilai Ter tinggi Nilai Ter Rendah NKB Tinggi NKB Ren dah [a] [b] [c] [a x b] [a x c] 1 Kemiringan Lahan 3 5 1 15 3 2 Curah Hujan 2 5 4 10 8 3 Penggunaan Lahan 2 5 1 10 2 4 Satuan Geologi 2 5 1 10 2 5 Permeabilitas Tanah 1 5 1 5 1 6 Kedalaman Tanah 1 4 3 4 3 7 Kerapatan Sungai 2 5 1 10 2 8 Bekas Longsor Lama 2 5 1 10 2 Jumlah 74 23 Sumber :SK Menteri Pertanianan No: 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria Dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung; Peraturan Menteri PU No. 22 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Kawasan Bencana Longsor; ([3] Faizana, 2015); ([9] Mubekti, 2008); ([7] Izhom, 2012). ISBN : 978-602-73463-1-4 383

Indarti Komala Dewi dan Faisal Abdi Setiap parameter diberi bobot yang terdiri atas tinggi (T) =3, sedang (S) =2, dan rendah (R) =1.Semakin tinggi bobot, menunjukkan parameter tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap potensi longsor.selanjutnya setiap parameter diberi nilai mulai dari sangat rendah (SR) nilai =1 sampai sangat tinggi (ST) nilai =5. Nilai setiap parameter menunjukkan besar atau kecil pengaruh dari masing-masing parameter terhadap potensi tanah longsor. Hasil perkalian bobot dengan nilai adalah skor. Skor yang tertinggi adalah 15 dan yang terendah adalah 1. Jumlah kelas ditetapkan 5(lima) mulai dari sangat rendah (SR ) sampai sangat tinggi (ST). Hasil perhitungan menunjukkan skor tertinggi 74 dan skor terendah 23. Nilai interval dihitung berdasarkan skor tertinggi dikurangi skor terendah dibagi 5 (lima).selanjutnya berdasarkan hasil perhitungan diperoleh tingkat kerawanan tanah longsor sebagai berikut : Sangat Tinggi (ST) = 63,80 74,00; Tinggi (T)= 53,60-63,70; Sedang (S) =43,40-53,70; Rendah (R) = 33,20-43,50; Sangat rendah(sr) = 23,00-33,10. Analisis selanjutnya adalah kesesuaian antara kawasan permukiman dengan tingkat kerawanan tanah longsor. Dalam hal ini digunakan standar teknis permukiman yang berpedoman pada Peraturan Menteri PU No. 41/PRT/M/ 2007 tentang KriteriaTeknis Kawasan Budidaya. Perangkatlunak yang digunakanuntuk menganalisis tingkat keraw anan tanah longsor adalah ArcMap 10.1. Dalam hal ini dilakukan tumpang tindih (overlay)beberapa peta yang merupakan parameter kawasan rawan tanah longsor. Peta yang di tumpang tindihkan adalah : peta kemiringan lereng, peta curah hujan, peta penggunaan lahan, peta satuan geologi, peta permeabilitas tanah, peta kedalaman tanah, peta sungai, dan peta bencana tanah longsor. Selanjutnya untuk interpretasi hasil digunakan metoda kualitatif deskriptif berdasarkan kondisi fisik permukiman di DAS Ciliwung Hulu. HASIL DAN PEMBAHASAN Luas kawasan permukiman di DAS Ciliwung Hulu tahun 2013 adalah 3.088,74 ha atau + 20,37% dari luas DAS Ciliwung Hulu. Sebagian besar berlokasi di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung. Kawasan permukiman tidak hanya menempati daerah dengan lereng landai, tetapi juga menempati daerah dengan lereng curam dan sangat curam. Kemiringan lereng sangat berpengaruh terhadap kerawanan bencana tanah longsor.hal tersebut terlihat dari banyaknya kejadian tanah longsor di dua kecamatan tersebut. Hasil analisis terhadap kerawanan bencana tanah longsor di kawasan permukiman di DAS Ciliwung Hulu menunjukkan tingkat kerawan tanah longsor di kawasan permukiman di DAS Ciliwung Hulu terdiri atas: rendah(r), sedang(s), tinggi (T) dan sangat tinggi (ST). Sebagian besar (61,55 %) kawasan permukiman berada pada tingkat rawantanah longsor sedang(s) sampai tinggi (T). Tidak ditemukan tingkat kerawanan tanah longsor sangat rendah (SR). Hal ini menunjukkan bahwa kawasan permukiman di DAS CiliwungHulu berada pada kawasan rawan bencana tanah longsor. Selanjutnya lihat Tabel 2 dan Gambar 2 Tabel 2 Tingkat Kerawanan Tanah Longsor di Kawasan Permukiman Eksisting di DAS Ciliwung Hulu No Tingkat Kerawanan TanahLongsor Luas (ha) % 1 Sangat Rendah 0 0 2 Rendah 1.187,86 38,46 3 Sedang 1.755,6 56,84 4 Tinggi 142,33 4,61 5 Sangat Tinggi 2,95 0,10 Luas Kawasan Permukiman DAS Ciliwung Hulu 3.088,74 (20,37%) 100 Sumber: Hasil Analisa 384 ISBN : 978-602-73463-1-4

Evaluasi Kerawanan Bencana Tanah Longsor di Kawasan Permukiman didaerah Aliran Sungai (Das) Ciliwung Hulu Gambar 2. Tingkat Kerawanan Tanah Longsor Di Setiap Kecamatan di DAS Ciliwung Hulu Kawasan permukiman dengan tingkat kerawanantanah longsor rendah (R) meliputi 38, 46 % dari luas kawasan permukiman. Faktor dominan yang berpengaruh adalah : Kemiringan lereng yang landai (8-15%); Curah hujan yang tinggi; Satuan geologi Qvpo (endapan batuan gunung api tua vulkanik tua) kerawanan tanah longsor rendah; permeabilitas moderat; kerapatan sungai sedang (1-2,5 km 2 /grid) yang berpotensi longsor pada tebing sungai. Kawasan rawan tanah longsior rendah sebagian kecil berlokasi di Kecamatan Megamendung, dan Kecamatan Ciawi, serta sebagian besar Kecamatan Cisarua. Kawasan permukiman dengan tingkat kerawanantanah longsor sedang (S), cukup besar meliputi 56,84% dari luas kawasan permukiman. Potensi tanah longsor dikawasan ini mengancam kawasan permukiman yang berada pada lereng yang agak curam hingga curam dan yang berada dekat deng an sungai. Faktor-faktor dominan yang berpengaruh adalah :kemiringan lereng sebagian besar agak curam (15-25%); curah hujan tinggi(>3000mm/tahun); penggunaan lahan permukiman; satuan geologi Qvk(Breksi dan lava Gunung Kencana dan Gunung Limo vulkanik muda); kerawanan tanah longsor sedang; permeabilitaslambat; kerapatan sungai dominan halus (>2.5 km 2 /grid). Kawasan rawan tanah longsor sedang sebagian besar berlokasi di kecamatan Ciawi, dan Kecamatan Megamendung, serta sebagian kecil di Kecamatan Cisarua. Kawasan permukiman dengan tingkat kerawanantanah longsor tinggi (T) meliputi 4,61 % dari luas kawasan permukiman. Potensi tanah longsor dikawasan ini mengancam permukiman khususnya yang berada pada lereng yang curam dan permukiman yang berada dekat dengan sungai. Faktor-faktor dominan penyebab tanah longsor adalah :kemiringan lereng curam (25-40%); curah hujantinggi(>3000mm/tahun); penggunaan lahan permukiman; Satuan geologi Qvk(Breksi dan lava Gunung Kencana dan Gunung Limo vulkanik muda); kerawanan tanah longsor sedang; kerapatan sungai halus (>2.5 km 2 /grid); bekas longsoran lama dominan, dan berpengaruh sangat tinggi pada radius 0-200 m dari lokasi tanah longsor. Sebagian besar berlokasi di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung. Kawasan permukiman dengan tingkat kerawanan tanah longsor sangat tinggi (ST) meliputi 0,1% dari luas kawasan permukiman. Potensi tanah longsor dikawasan ini mengancam kawasan permukiman yang berada pada lereng yang curam dan permukiman yang berada dekat dengan sungai. Faktor-faktor dominan penyebab tanah longsor adalah: kemiringan lereng yang curam (25-40%); curah hujan yang tinggi (>3000 mm/tahun); penggunaan lahan permukiman; satuan geologi Qvk(Breksi dan lava Gunung Kencana dan Gunung Limo vulkanik muda); kerawanan tanah longsor sedang; kerapatan sungai halus yaitu >2,5 km 2 /grid ; terdapat bekas longsoran lama yang berpengaruh sangat tinggi pada radius 0-100m dari lokasi longsor. Selanjutnya lokasi penyebaran tingkat kerawanan tanah longsor diperlihatkan Gambar 3. ISBN : 978-602-73463-1-4 385

Indarti Komala Dewi dan Faisal Abdi Gambar 3. Lokasi Penyebaran tingkat Kerawanan Tanah Longsor Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa, kerawanan longsor tinggi (T) dan sangat tinggi(st) ditandai oleh adanya faktor-faktor yang membuat gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng. Selanjutnya hal tersebut membuat kondisi suatu lereng menjadi rentan atau siap bergerak ([8] Karnawati, 2007).Kawasan rawan tanah longsor sangat tinggi (ST) tersebut berlokasi di Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Cisarua. Kedua kecamatan tersebut selama tahun 2013-2014 mengalami kejadian bencana tanah longsor dengan frekuensi yang cukup besar. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap tingkat kerawanan tanah longsor, maka lokasi kawasan permukiman eksisting dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: kawasan permukiman yang sesuai; kawasan permukiman yang tidak sesuai dan kawasan permukiman yang sesuai tapi bersyarat. Kawasan permukiman yang sesuai seluas 1.187,86 ha (38,46%). Artinya penggunaan lahan permukiman eksisting telah sesuai terhadap klasifikasi bahaya tanah longsor, yaitu permukiman berlokasi pada kawasan dengan tingkat kerawanan tanah longsor rendah. Permukiman tersebut telah sesuai berdasarkan acuan kriteria teknis kesesuaian lahan untuk permukiman antara lain berada dikawasan dengan kemiringan lereng datar sampai landai (0-15%). Kawasan permukiman yang sudah sesuai tersebar di seluruh kecamatan di DAS Ciliwung Hulu, terutama di Kecamatan Cisarua. Kawasan permukiman yang tidak sesuai, seluas 189,89 ha (6,15%). Artinya penggunaan lahan permukiman berlokasi pada kawasan dengan tingkat kerawanan tanah longsor sedang, tinggi, hingga sangat tinggi.selain itu lokasi permukiman tersebut tidak sesuai berdasarkan kriteria teknis kesesuaian lahan permukiman.permukiman yang tidak sesuai berlokasi pada lahan dengan kelerengan agak curam, curam hingga sangat curam.permukiman tidak sesuai tersebar di Kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung dan Sukaraja. Kawasan permukiman yang sesuai bersyarat seluas 1.710,99 ha (55,39 %). Artinya permukiman dapat berlokasi pada lahan dengan tingkat kerawanan tanah longsor sedang.namun kawasan permukiman tersebut berlokasi pada lereng datar hingga landai (0-15%), sehingga masih dapat diusahakan dengan beberapa persyaratan.oleh karena itu agar permukiman yang sesuai bersyarat saat ini aman dari bahaya longsor perlu mitigasi struktural melalui rekayasa teknologi.kawasan permukiman yang sesuai bersyarat ini berlokasi tersebar di seluruh Kecamatan di DAS Ciliwung Hulu. Selanjutnya lihattabel 3 dan Gambar 4 386 ISBN : 978-602-73463-1-4

Evaluasi Kerawanan Bencana Tanah Longsor di Kawasan Permukiman didaerah Aliran Sungai (Das) Ciliwung Hulu Tabel 3. Penyebaran Kesesuaian Kawasan Permukiman Eksisting di DAS Ciliwung Hulu Kawasan Permukiman Eksisting Kecamatan Sesuai Tidak Sesuai Bersyarat ha % ha % ha % Bogor Selatan 11,22 32,90 0 0 22,88 67,10 Bogor Timur 20,82 12,93 0 0 140,23 87,06 Ciawi 104,91 37,25 0,05 0,02 176,63 62,72 Cisarua 881,73 55,05 83,77 5,23 635,9 39,70 Mega 168,82 17,04 103,29 10,43 718,22 72,51 Mendung Sukaraja 0,2 1,01 2,75 13,85 16,9 85,14 DAS Ciliwung Hulu 1187,7 38,45 189,86 6,15 1710,76 55,39 Sumber : Hasil analisa KESIMPULAN Gambar 4 Kesesuaian Permukiman Berdasarkan Tingkat Kerawanan Longsor Hasil analisis menunjukkan sebagian besar (61,55%) kawasan permukiman eksisting berlokasi pada kawasan rawan tanah longsor dengan klasifikasi sedang(s) sampai sangat tinggi(st). Berdasarkan kesesuiannya, hanya 38,45% kawasan permukiman eksisting yang lokasinya sudah sesuai, sisanya sebesar 55, 39 % adalah sesuai bersyarat. Artinya kawasan permukiman eksisting yang sesuai bersyarat tersebut memerlukan mitigasi struktural melalui rekayasa teknologi, agar aman dari bahaya longsor. Permukiman eksisting yang berlokasi di kawasan tidak sesuai selain memerlukan mitigasi struktural juga memerlukan penelaahan lebih mendalam tentang perijinannya, karena berindikasi lokasi permukiman tersebut tidak sesuai berdasarkan kriteria teknis kesesuaian lahan permukiman. Berbagai mitigasi struktural yang dianjurkan antara lain pembuatan teras-teras agar tebing menjadi relatif lebih landai; penguatan kaki tebing di beberapa tempat menggunakan bronjong atau tanggul penahan ISBN : 978-602-73463-1-4 387

Indarti Komala Dewi dan Faisal Abdi longsor, membuat drainase agar air tidak tertahan di lereng; melakukan pemadatan ta nah di sekitar bangunan dan memperkuat fondasi bangunan. DAFTAR PUSTAKA [1] Hanafiah, A. K. 2007. Dasar dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. [2] Dewi, K. d. 2015. Evaluation of Land Use Change in the Upstream of Ciliwung Watershed to Ensure Sustainability of Water Resources. Asian Journal of Water, Environment and Pollution, Vol 12 no 1, 11 19. [3] Faizana, A. N. 2015. Pemetaan Risiko Bencana Tanah Longsor Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip Vol 4 no 1, 223-234. [4] I.K Dewi, S. S. 2010. Sistem Informasi Geografis untuk Lokasi dan Alokasi Kawasan Permukiman di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor. Jurnal Komputasi vol 7 no 1, 17-23. [5] I.K. Dewi, d. Y. 2016. Mitigasi Bencana Pada Masyarakat Tradisional Dalam Menghadapi Perubahan Iklim Di Kampung Naga Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal. Manusia Dan Lingkungan.Vol 23 no 1, 1-7. [6] Ishak, S. 2011. Memetakan Gerakan Tanah di Jawa Barat. Jurnal Penanggulangan Bencana,Vol 2 no 2, 24-33. [7] Izhom, B. 2012. Kerentanan Wilayah Tanah Longsor Di Daerah Aliran Ci Catih, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Depok: Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Geografi. Universitas Indonesia. [8] Karnawati, D. 2007. Mekanisme Gerakan Massa Batuan Akibat Gempabumi; Tinjauan dan Analisis Geologi Teknik. Yogyakarta: Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Jurusan Teknik Sipil dan Jurusn Teknik Geologi. [9] Mubekti, d. F. 2008. Mitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan Teknik Pemodelan Sistem Informasi Geografis; Studi Kasus: Kecamatan Sumedang Utara Dan Sumedang Selatan. Jurnal Teknik. Lingkungan vol 9 no 2, 121-129. [10] Nio, A. 2008. Appraisal Of Landslides Due To Rainfall. Jurnal Teknik SipilVol 4 no 1. [11] Triutomo, B. M. 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia edisi II. Jakarta: Pelaksana Harian Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. [12] V.G.M. Pangemanan, A. T. 2014. Analisis Kestabilan Lereng Dengan Metode Fellenius (Studi Kasus: Kawasan Citraland). Jurnal Sipil StatikVol 2 no 1, 37-46. 388 ISBN : 978-602-73463-1-4