BAB I PENDAHULUAN. Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Landasan hukum terhadap eksistensi atau keberadaan Pejabat Pembuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh makhluk dimuka bumi. Oleh karena itu, tanah memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan masyarakat modern yang serba kompleks, semakin. dinamika itu dapat dilihat dan dirasakan antara lain dalam bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ini menjadikan kebutuhan akan tanah bertambah besar. Tanah mempunyai kemakmuran, dan kehidupan. Hal ini memberikan pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah permukaan bumi yang dalam penggunaannya meliputi juga

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keteraturan merupakan kebutuhan manusia yang sangat pokok atau

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N NOMOR : 222/PID/2013/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam hal kepemilikan tanah

NOMOR : 89 / PID / 2011 / PT-MDN.

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk. Inovasi yang berkembang akhir-akhir ini adalah. dikenal dengan istilah rumah susun.

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan akan tanah sebagai sumber kehidupan sehingga dapat dicermati

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak.

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan fasilitas umum, perbaikan infrastruktur, pembangunanpembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. suatu wadah agar dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, pengaturan mengenai Notarisdiatur dalamundangundang

P U T U S A N Nomor : 483/PID/2013/PT-Mdn.

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini karena hampir sebagian besar aktivitas dan kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. mencatat bahwa pada era reformasi terjadi perubahan pada lembaga Notariat yang

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari tanah. Manusia. membutuhkan tanah dalam segala macam aspek kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang terjadi di negara-negara berkembang pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

Bab XII : Pemalsuan Surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR TAHUN 2010 NOMOR 25 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

P U T U S A N. Nomor : 254/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH LAMPUNG SELATAN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA DI MEDAN, dalam. sebagai berikut, dalam perkara Terdakwa :

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK

BAB I PENDAHULUAN. dengan perlindungan hukum. Salah satu yang perlu mendapat

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. harga tanah dan bangunan yang terus naik dari tahun ke tahun. Tanah dan

P U T U S A N. Nomor : 377/PID/2011/PT-MDN.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dengan obyek benda tetap berupa tanah dengan atau tanpa benda-benda yang

BAB I P E N D A H U L U A N. aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan

alam, retribusi, sumbangan, Bea dan Cukai, laba dari BUMN dan sumber golongan yang terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung; (2) pajak

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ini tertuang dalam Undang- Undang Dasar 1945 yaitu cita- cita bangsa Indonesia

P U T U S A N. Nomor 136/Pid/2014/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun akan menimbulkan berbagai macam problema. Salah satunya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Landasan hukum terhadap eksistensi atau keberadaan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 1 PPAT menurut Pasal 1 angka (1) PP Nomor 37 Tahun 1998 adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak atas Tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Tugas pokok PPAT diatur dalam Pasal 2 PP Nomor 37 Tahun 1998, yaitu melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai Hak atas Tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Perbuatan hukum yang dimaksud adalah: 2 1. Jual Beli 2. Tukar Menukar 3. Hibah 4. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng) 5. Pembagian Hak Bersama 6. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik 7. Pemberian Hak Tanggungan 8. Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 1 Mustofa, 2010, Tuntunan Pembuatan Akta-Akta PPAT, Marya Media, Yogyakarta, hlm. 1 2 Ibid, hlm. 2 1

2 Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, maka oleh Pasal 3 PP Nomor 37 Tahun 1998, PPAT diberi kewenangan untuk membuat akta otentik atas delapan macam perbuatan hukum yang dimaksud di atas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PPAT hanya mempunyai kewenangan untuk membuat delapan macam akta tersebut di atas, di luar delapan macam akta itu PPAT tidak berwenang untuk membuatnya sehingga tidak mungkin PPAT diminta untuk membuat akta di luar delapan macam akta tersebut. Dalam praktik sehari-hari, kantor PPAT tidak hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang bersumber dari pembuatan delapan macam akta yang merupakan kewenangan PPAT, namun kantor PPAT juga mengurus hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan kewenangan PPAT yaitu hal-hal yang timbul atas permintaan dari masyarakat, yang menyebabkan kantor PPAT membantu untuk menyelesaikannya. Jadi hanya semacam bantuan PPAT untuk membantu kepentingan masyarakat karena masyarakat tidak biasa atau tidak sempat untuk mengurusnya, misal: 3 1. Pembuatan sertipikat untuk pertama kalinya karena konversi hakhak lama 2. Pembuatan sertipikat karena pemecahan hak atas tanah 3. Pembuatan sertipikat karena penggabungan hak atas tanah 4. Perpanjangan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai 5. Roya sertipikat 6. Proses turun waris sertipikat. Kewenangan PPAT untuk membuat akta otentik hanyalah sebatas pada hal-hal mengenai benda-benda tetap yang berupa Hak atas Tanah dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, di luar itu bukan merupakan kewenangan 3 Ibid, hlm. 3

3 PPAT, misalnya pembuatan akta hipotik atas kapal-kapal yang dianggap sebagai benda tidak bergerak (benda tetap). Luasnya wilayah kewenangan PPAT untuk membuat akta otentik dibatasi oleh luasnya daerah kerja PPAT. Daerah kerja PPAT diatur dalam Pasal 12 ayat (1) PP Nomor 37 Tahun 1998, yang berbunyi Daerah Kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Pada umumnya wilayah kerja Kantor Pertanahan adalah satu kabupaten atau satu kota (dahulu disebut kotamadya), sedangkan daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus, menurut ketentuan Pasal 12 ayat (2) PP Nomor 37 Tahun 1998, meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya, misalnya PPAT Sementara Camat hanya mempunyai daerah kerja seluas kecamatan dimana ia menjabat sebagai Camat, PPAT Sementara Lurah hanya mempunyai daerah kerja seluas kelurahan dimana dia menjabat sebagai Lurah. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 PP Nomor 37 Tahun 1998 dapat disimpulkan bahwa PPAT hanya berwenang untuk membuat akta-akta tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang berada dalam daerah kerjanya, misalnya untuk PPAT Kabupaten Sleman, maka hanya dapat membuat akta untuk tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang berada atau terletak dalam wilayah Kabupaten Sleman. Demikian juga PPAT Kota Padang, maka hanya dapat membuat akta untuk tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang berada atau terletak dalam wilayah Kota Padang. 4 4 Ibid, hlm. 4

4 Kewenangan PPAT untuk membuat akta didasarkan pada kenyataan dimana tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun tersebut berada, bukan pada hal dimanakah para penghadap (misalnya penjual dan pembeli) dapat berkumpul atau pada hal dimanakah domisili pemegang hak atau domisili calon penerima hak berada. Dalam melaksanakan tugas jabatannya berkaitan dengan kewenangannya serta pelaksanaan jabatannya, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat dijatuhi sanksi baik pidana, perdata maupun administratif. Sebagai contoh kasus dalam penulisan tesis ini adalah kasus tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh PPAT di Kota Yogyakarta. Kasus tersebut berkaitan dengan pelaksanaan jabatannya sebagai PPAT dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta pada tanggal 19 Maret 2012 dengan Nomor Putusan 37/Pid.B/2012/PN.Yk. Kasus tersebut bermula ketika terdakwa ESN pada tanggal 12 November 2010, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. 5 Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa yaitu ketika saksi korban AM Hendropriyono datang ke kantor terdakwa untuk melakukan transaksi jual beli 6 (enam) bidang tanah milik saksi Jahja Santoso. Saksi korban meminta terdakwa untuk memproses transaksi jual beli tanah tersebut sehingga oleh terdakwa dibuatlah 6 (enam) buah akta jual beli. Setelah transaksi jual beli tanah selesai dilaksanakan, terdakwa mengatakan kepada saksi korban bahwa untuk kepentingan transaksi jual beli, maka bagi pihak penjual dikenakan 5 Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 37/Pid.B/2012/PN.Yk, tanggal 19 Maret 2012

5 pajak yang besarnya sekitar 5% (lima persen) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan kalau ditotal sebesar Rp. 373.200.000,- (tiga ratus tujuh puluh tiga juta dua ratus ribu rupiah) dan terdakwa bersedia menyetorkan pajak tersebut. Terdakwa juga menjanjikan kepada saksi korban bahwa pengurusan pembayaran pajak penjualan tersebut paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penandatanganan akta jual beli. Saksi korban kemudian menyerahkan kepada terdakwa uang sebesar Rp. 375.000.000,- (tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah). Ternyata terdakwa hanya membayarkan pajak penjualan untuk 3 (tiga) bidang tanah saja, sedangkan yang 3 (tiga) bidang tanah belum dibayarkan dan digunakan oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya. Berdasarkan hal tersebut Pengadilan Negeri Yogyakarta memutuskan bahwa terdakwa ESN selaku PPAT di Yogyakarta telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana kaitannya dengan pembuktian, pertanggungjawaban pidana dan pemidanaan terhadap PPAT yang didakwa melakukan perbuatan pidana dalam perkara penggelapan pajak? 2. Bagaimana tindakan Majelis Kehormatan Wilayah dengan adanya putusan pidana dari Pengadilan Negeri Yogyakarta terhadap PPAT yang bersalah melakukan tindakan penggelapan pajak?

6 C. Keaslian Penelitian Setelah diadakan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, sejauh ini penelitian tentang Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pelaksanaan Jabatannya (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 37/Pid.B/2012/PN.Yk) sepanjang pengetahuan penulis belum pernah diteliti, akan tetapi pernah ada penelitian yang serupa, yaitu: 1. Tesis yang ditulis oleh Dwi Apriliyani Wiyana 6 pada tahun 2010 yang berjudul Tanggung Jawab PPAT Terhadap Titipan Pajak BPHTB Dari Klien (Studi Kasus Putusan Perkara Pidana No. 181/Pid.B/2009/PN.Btl), yang merupakan penelitian Tesis S-2 Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Adapun masalah yang diteliti adalah mengenai tanggung jawab PPAT terhadap titipan pajak BPHTB dari klien, dan permasalahan dalam penulisan ini adalah: a. Bagaimana tanggung jawab PPAT terhadap titipan pajak BPHTB dari klien ( studi kasus Putusan Perkara Perdata Reg. No. 181/Pid.B/2009)? b. Bagaimana pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional terhadap PPAT yang melakukan penggelapan pajak BPHTB? 2. Tesis yang ditulis oleh Irvan Surya Hartadi 7 pada tahun 2012 yang berjudul Tanggung Jawab Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah 6 Dwi Apriliyani Wiyana, 2010, Tanggung Jawab PPAT Terhadap Titipan Pajak BPHTB dari Klien (Studi Kasus Putusan Perkara Pidana No. 181/Pid.B/2009/PN.Btl, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 7 Irvan Surya Hartadi, 2012, Tanggung Jawab Notaris Dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Atas Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Akta Yang Telah Dibuatnya (Studi Kasus Putusan PN Palu Nomor 85/Pdt.G/2008/PN.PALU dan Putusan Banding PT Sulawesi Tengah Nomor 22/Pdt/2010/PT.PL), Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

7 (PPAT) atas Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Akta yang Telah Dibuatnya (Studi Kasus Putusan PN Palu Nomor 85/Pdt.G/2008/PN.PALU dan Putusan Banding PT Sulawesi Tengah Nomor 22/Pdt/2010/PT.PL). Adapun masalah yang diteliti adalah memfokuskan pada tanggung jawab notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atas perbuatan melawan hukum terhadap akta yang telah dibuatnya. Berdasarkan hal itu permasalahan dalam penulisan ini adalah: a. Bagaimanakah bentuk pertanggung jawaban Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atas perbuatan melawan hukum terhadap Akta yang telah dibuatnya? b. Apa akibat hukum yang ditimbulkan jika Akta Notaris dan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang dibuat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum yang dibatalkan oleh Putusan Pengadilan (Putusan Pengadilan Negeri Palu Nomor: 85/Pdt.G/2008/PN.PALU)? Penelitian-penelitian tersebut di atas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan judul Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Jabatannya (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 37/Pid.B/2012/PN.Yk). Adapun masalah yang diteliti adalah mengenai penerapan sanksi pidana terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah. Rumusan masalah yang diteliti adalah: a. Bagaimana pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana kaitannya dengan pembuktian, pertanggungjawaban pidana dan

8 pemidanaan terhadap PPAT yang didakwa melakukan perbuatan pidana dalam perkara penggelapan pajak? b. Bagaimana tindakan Majelis Kehormatan Wilayah dengan adanya putusan pidana dari Pengadilan Negeri Yogyakarta terhadap PPAT yang bersangkutan? Berdasarkan uraian di atas dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penelitian ini asli karena belum pernah dilakukan penelitian terhadap rumusan masalah tersebut. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum kenotariatan pada umumnya dan khususnya tentang sanksi pidana terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam melaksanakan tugasnya dan menjadi tambahan pustaka bagi siapa saja yang ingin meneliti lebih dalam mengenai permasalahan ini. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang sangat berharga bagi berbagai pihak yang terkait khususnya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam rangka memberikan pelayanan dan jasa terhadap klien secara maksimal dan bertanggung jawab.

9 E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan mengkaji pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana kaitannya dengan pembuktian, pertanggungjawaban pidana dan pemidanaan terhadap PPAT yang didakwa melakukan perbuatan pidana dalam perkara penggelapan pajak. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji tindakan Majelis Kehormatan Wilayah dengan adanya putusan pidana dari Pengadilan Negeri Yogyakarta terhadap PPAT yang bersangkutan.