Analisis Kinerja Persimpangan Bersinyal Akibat Perubahan Fase (Studi Kasus : Jl. Brigjend. Katamso Jl. AH. Nasution)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas.

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG

KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS

Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juli 2014

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

Analisa Panjang Antrian Dengan Tundaan pada persimpangan Bersignal Jl. Raden saleh dengan Jl.Balai kota Medan (STUDI KASUS) SURYO UTOMO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISA PENENTUAN FASE DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL ( STUDI KASUS : JL. THAMRIN JL. M.T.HARYONO JL.AIP II K.S.

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saling berhubungan atau berpotongan dimana lintasan-lintasan kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. penarik (attractive) dan kawasan bangkitan (generation) yang meningkatkan tuntutan lalu lintas (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO

Gambar 2.1 Rambu yield

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan yang sebenarnya, atau merupakan suatu penjabaran yang sudah dikaji.

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL (Studi Kasus Simpang Empat Telukan Grogol Sukoharjo) Naskah Publikasi Tugas Akhir

Kajian Kinerja Persimpangan Jalan Harapan Jalan Sam Ratulangi Menurut MKJI 1997

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS KINERJA PERSIMPANGAN BERSINYAL AKIBAT PERUBAHAN FASE

EVALUASI SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH BANDUNG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Ruas Jalan A. Data Umum, Kondisi Geometrik, Gambar dan Detail Ukuran

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

EVALUASI KINERJA SIMPANG RE.MARTADINATA- JALAN CITARUM TERHADAP LARANGAN BELOK KIRI LANGSUNG ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN KOPO-SOEKARNO HATTA BANDUNG

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR. rahmat dan karunia-nyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS : JLN. RAYA KARANGLO JLN. PERUSAHAAN KOTA MALANG)

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL SECARA TEORITIS DAN PRAKTIS

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH, BANDUNG, DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK KAJI

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan...

Anton Saputra dan Astuti Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Riau Jalan Kaharuddin Nasution 113 Pekanbaru

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

PANJANG ANTRIAN KENDARAAN PADA SIMPANG IR. H. JUANDA- DIPATIUKUR BERDASARKAN MKJI 1997 ABSTRAK

STUDI WAKTU TUNDAAN AWAL DAN ARUS JENUH PADA PERSIMPANGAN JALAN CIPAGANTI - EYCKMAN BANDUNG

MANAJEMEN LALU LINTAS DI SEKITAR JALAN RAYA ABEPURA DI JAYAPURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL GONDANG KOTA SURAKARTA

STUDI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN CIPAGANTI BAPA HUSEN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (

EVALUASI KINERJA JALAN DAN PENATAAN ARUS LALU LINTAS PADA AKSES DERMAGA FERRY PENYEBERANGAN SIANTAN

KATA PENGANTAR. penyusunan tugas akhir ini dengan judul Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal

ANALISA KINERJA SIMPANG JALAN MANADO BITUNG JALAN PANIKI ATAS MENURUT MKJI 1997

ANALISIS PENGARUH KINERJA LALU-LINTAS TERHADAP PEMASANGAN TRAFFIC LIGHT PADA SIMPANG TIGA (STUDI KASUS SIMPANG KKA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA JALINAN JALAN IMAM BONJOL-YOS SOEDARSO PADA BUNDARAN BESAR DI KOTA PALANGKA RAYA

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

Kajian Kinerja Bagian Jalinan (Studi Kasus : Jl. Niaga 1 Jl. Yos Sudarso, Kota Tarakan)

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus Simpang Bangak di Kabupaten Boyolali)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT PELAYANAN PERSIMPANGAN BERSIGNAL JALAN SAM RATULANGI JALAN BABE PALAR MANADO. James A. Timboeleng ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan pengaturan menggunakan lampu lalulintas. Pengaturan dengan

Surakarta (57102) 2), 3) Alumni Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Surakarta

KAJIAN KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL DI KAWASAN PASAR TANAH MERAH BANGKALAN UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN RENCANA SIMPANG TAK SEBIDANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

TUGAS AKHIR RICKY ZEFRI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian yang dijabarkan dalam sebuah bagan alir seperti gambar 3.1.

KAJIAN KEBUTUHAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG 6 KUTABLANG LHOKSEUMAWE

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan).

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Simpang Jalan Tak Bersinyal

ANALISIS KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL (STUDI KASUS SIMPANG EMPAT TAMAN DAYU KABUPATEN PASURUAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan

ANALISIS SIMPANG TAK BERSINYAL DENGAN BUNDARAN (Studi Kasus Simpang Gladak Surakarta)

PENGENDALIAN LALU LINTAS 4 LENGAN PADA PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. JERANDING DAN PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. HARUNA KOTA PONTIANAK

STUDI PENGARUH ADANYA PAGAR PEMBATAS TROTOAR PADA SIMPANG JL.PASIR KALIKI JL.PADJAJARAN, BANDUNG ABSTRAK

PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN JEMBATAN LAYANG PADA PERSIMPANGAN JALAN TANJUNGPURA JALAN SULTAN HAMID II JALAN IMAM BONJOL JALAN PAHLAWAN

PENDAHULUAN. Traffic light merupakan sebuah teknologi yang mana kegunaannya adalah untuk mengatasi antrian dan dapat mempelancar arus lalu lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

BAB 3 METODOLOGI Metode Pengamatan

ANALISA KINERJA SIMPANG TIDAK BERSINYAL DI RUAS JALAN S.PARMAN DAN JALAN DI.PANJAITAN

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dimulainya penelitian terlebih dahulu dibuat tahapan-tahapan dalam

EVALUASI KINERJA PADA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL LOJI WETAN KOTA SURAKARTA


STUDI ARUS JENUH PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL JALAN ACEH JALAN BANDA BANDUNG

Transkripsi:

Analisis Kinerja Persimpangan Bersinyal Akibat Perubahan Fase (Studi Kasus : Jl. Brigjend. Katamso Jl. AH. Nasution) Ricky Edrian 1, Ir. Joni Harianto 2 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email: ponky_riced@yahoo.com Staff Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan ABSTRAK Sejalan dengan pesatnya perkembangan kota serta meningkatnya aktifitas masyarakat di segala bidang merupakan salah satu penyebab tingginya kemacetan pada jalan khususnya pada persimpangan. Kinerja persimpangan menjadi kebutuhan mendesak dalam kaitannya dengan menejemen lalu lintas yang diterapkan. Untuk mengetahui kinerja persimpangan, penulis melakukan evaluasi terhadap pengaturan fase pada persimpangan bersinyal dan melihat penyebab-penyebab terjadinya kemacetan pada persimpangan. Adapun datadata yang didapatkan dari hasil survey di lapangan dievaluasi dengan menggunakan Metode Kapasitas Jalan Indonesia 1997. Hasil dari evaluasi hasil perhitungan dan analisa data menunjukkan persimpangan Jl. Brigjen.Katamso - Jl. Jend. menghasilkan derajat kejenuhan yang tinggi mencapai 1,25( DS > 0,75 ), dan tingginya tingkat antrian dan tundaan. Setelah didapat hasil dari evaluasi data di lapangan, maka dilakukan analisa lanjut yaitu dengan merubah fase persimpangan Jl.Brigjen.Katamso Jl.Jend.A.H.Nasution yang menggunakan 4 fase menjadi 2 fase dan 3 fase. 2 Fase ini memberikan derajat kejenuhan yang stabil, antrian serta tundaan yang lebih rendah. Untuk persimpangan Jalan Brigjend. Katamso dan Jalan AH. Nasution fase yang lebih baik digunakan adalah dengan menggunakan sistim 2 fase dimana nilainya yaitu 0,79 yang nantinya dapat mengurangi kemacetan yang terjadi di persimpangan. Untuk mengurangi kemacetan, panjang antrian dan tundaan yang terjadi pada persimpangan jalan Brigjend.Katamso jalan AH. Nasution perlu adanya perubahan dari median jalan dan melakukan pelebaran jalan. Kata Kunci : Kemacetan, Derajat Kejenuhan, Fase Persimpangan. ABSTRACT Increasing the activity of people in all fields, parallel with the rapid development of the city, is one of the factors that the high traffic jam, especially at crossroads. The crossroads activity become an urgent need in relation to the traffic management that is applied. In order to recognize the crossroad activity, author evaluate the phase management on the crossing signal and to describe the causes of traffic jam in crossroads. Therefor, the results that obtained from field survey evaluated with Indonesia Road Capacity Method of 1997. The result showed that an overfullnes high degree at Brigjen Katamso- Jend. crrossroad reached score 1.25 (DS > 0.75), dan the high of queue and delay level. After the evaluation data, the subsequent analysis with change the crossroad phase which 4 phases into 2 and 3 phases. Analysis with 2 phases provide a stable degree of overfullness and low queue and delay level. On Brigjen. Katamso-Jend.A.H.Nasution crossroad, is better to use 2 phase system with 0.79 score which can reduce the crossroad traffic jam. To reduce the traffic jam, the queue and delay line in Brigjen. Katamso- crossroad, it is necessary to change the median and widen the road. Keywords : Traffic, overfullness degree, crossroads phase.

Pendahuluan Latar belakang Kemajuan dan perkembangan teknologi di kota Medan telah menimbulkan peningkatan dan perkembangan dalam berbagai sektor kehidupan manusia. Salah satu sektor yang berkembang adalah sektor transportasi yang terdiri dari angkutan darat, angkutan udara, dan angkutan air. Kalau ditinjau pada angkutan darat, peningkatan penggunaan kendaraan tidak terlepas dari peningkatan taraf hidup dan pendapatan masyarakat. Salah satu penyebab dasar masalah transportasi di kota Medan adalah meningkatnya pertumbuhan dan perekonomian penduduk. Dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan diimbangi dengat pesatnya pertumbuhan perekonomian kota, maka akan semakin besar pergerakan dan aktifitas penduduk. Inilah yang menyebabkan kebutuhan akan transportasi semakin besar. Peningkatan kebutuhan akan transportasi menyebabkan masalah kemacetan pada persimpangan jalan Brig. Jend. Katamso jalan Jend. AH Nasution. Kemacetan ini ditandai dengan antrian ( delay ) yang sangat panjang. Hal ini disebabkan karena persimpangan merupakan tempat kendaraan dari berbagai arah bertemu dan merupakan tempat bagi kendaraan yang hendak merubah arah. Guna mengatasi kemacetan ini sebaiknya dilakukan evaluasi kembali penentuan fase yang sudah ada pada persimpangan tersebut. Evaluasi ini sangat diperlukan karena volume kendaraan pada saat penentuan fase yang terdahulu tentunya berbeda dengan volume kendaraan yang ada sekarang ini. Sehingga dari studi ini diharapkan fase yang diperoleh dapat mengatasi kemacetan di setiap lengan persimpangan. Penentuan fase yang optimum berpengaruh besar dalam meningkatkan kapasitas persimpangan dan sedapat mungkin menghindari terjadinya konflik-konflik lalu-lintas, sehingga diperoleh kelancaran,kenyamanan dan keselamatan bagi kendaraan yang akan melintasi persimpangan ini. Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengurangi panjang antrian serta tundaan yang terjadi pada setiap lengan persimpangan pada saat jam puncak. 2. Menentukan suatu sistem pengaturan lampu lalu-lintas yakni penentuan fase yang optimum pada persimpangan sehingga dapat meningkatkan kapasitas persimpangan. Tinjauan Pustaka Persimpangan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) adalah dua buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan. Persimpangan adalah suatu bagian yang penting dari jalan perkotaan sebab sebagian besar dari efisiensi, kapasitas lalu-lintas, kecepatan, biaya operasi,waktu perjalanan, kenyamanan dan keamanan akan tergantung pada perencanaan persimpangan tersebut. Dari berbagai bentuk, sifat dan tujuan gerakan kendaraan di daerah persimpangan dikenal 4 (empat) tipe dasar pergerakan lalu-lintas pada persimpangan yaitu : 1. Memisah ( Diverging ) Peristiwa berpencarnya peregerakan kendaraan yang melewati suatu ruas jalan ketika kendaraan tersebut sampai pada titik persimpangan.

2. Bergabung ( Merging ) Peristiwa bergabungnya kendaraan yang bergerak dari beberapa ruas jalan ketika sampai pada titik persimpangan. 3. Berpotongan ( Crossing ) Peristiwa berpotongan antara arus kendaraan dari satu lajur ke lajur lain pada persimpangan, biasanya keadaan demikian akan menimbulkan titik konflik pada persimpangan. 4. Menyilang ( Weaving ) Pertemuan dua arus lalu-lintas atau lebih yang berjalan menurut arah yang sama sepanjang suatu lintasan di jalan raya tanpa bantuan rambu lalu-lintas. Gerakan ini sering terjadi pada suatu kendaraan yang berpindah dari suatu jalur ke jalur lain, misalnya pada saat kendaraan masuk ke suatu jalan raya dari jalan masuk kemudian bergerak ke jalur lain untuk mengambil jalan keluar dari jalan raya tersebut. Kendaraan ini akan menimbulkan titik konflik pada persimpangan tersebut.

Parameter pengaturan sinyal 1. Fase Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( 1997 ), fase adalah bagian dari siklus sinyal dengan lampu hijau bagi kombinasi tertentu dari gerakan lalu-lintas. Sedangkan pengertian lain menurut Soejono (1996), fase itu adalah suatu alat pemberi isyarat dalam satu waktu siklus yang memberikan hak jalan pada satu atau lebih gerakan lalu-lintas untuk memperlancar arus kendaraan. 2. Waktu Siklus Waktu siklus ( cyclus time) adalah waktu total dari sinyal lampu lalu-lintas untuk menyelesaikan satu siklus. Waktu siklus yang disesuaikan berdasarkan pada waktu hijau yang telah diperoleh dan telahdibulatkan, dapat ditentukan dari rumus : c = g + LTI dimana: g = waktu hijau (detik ) LTI = waktu hilang total per siklus ( detik ) Tipe Pengaturan Pengaturan dua fase Pengaturan tiga fase Pengaturan empat fase Waktu siklus yang disarankan (detik) 40 80 50-100 80 130 Tabel 1. Tabel Waktu Siklus 3. Waktu Hijau Waktu hijau ( green time ) adalah waktu aktual dari suatu fase hijau yang mana pada waktu tersebut lau-lintas mendapat hak jalan melintasi persimpangan. Waktu hijau efektif = Tampilan waktu hijau aktual kehilangan awal + tambahan akhir 4. Waktu Antar Hijau Penentuan waktu antar hijau diambil dari perbedaan antara akhir waktu hijau suatu fase dengan awal waktu hijau pada fase berikutnya. Tujuan penentuan waktu hijau ini supaya pada saat fase berikutnya mulai hijau, maka arus lalu-lintas yang bergerak pada fase tersebut semuanya telah melewati persimpangan, sehingga tidak terjadi konflik antara arus lalu-lintas pada fase tersebut dengan arus lalulintas pada fase berikutnya. Maka lamanya waktu antar hijau tergantung pada kecepatan minimum kendaraan untuk melintasi persimpangan tersebut. Pada analisa yang dilakukan bagi keperluan perancangan, waktu antar hijau dapat dianggap sebagai nilai normal seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut : Ukuran Simpang Lebar Jalan Rata-rata Nilai normal waktu antar hijau Kecil 6 9 m 4 detik / fase Sedang 10 14 m 5 detik / fase Besar 15 m 6 detik / fase Tabel 2. Waktu Antar Hijau Indonesia 5. Waktu Kuning Waktu kuning (amber) adalah waktu dimana lampu kuning dinyalakan setelah lampu hijau dalam sebuah pendekat. Waktu kuning pada umumnya diambil 3 detik. 6. Rasio Hijau Rasio hijau adalah perbandingan antara waktu hijau dengan waktu siklus dalam suatu pendekat. Rasio hijau dapat ditentukan dengan rumus : = Dimana: GR =Rasio hijau g = waktu hijau c = waktu siklus

7. Arus Lalu Lintas Jenuh Arus lalu-lintas jenuh adalah arus lalu-lintas maksimum yang dapat melewati persimpangan persimpangan bersinyal. Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya. Dapat dituliskan sebagai berikut: S = S O x F CS x F SF x F G x F LT x F RT Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat : So = 600 x We Fp = [ / ( ) ( / )/ F RT = 1,0 + P RT x 0,26 F LT = 1,0 P LT x 0,16 Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut : Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (Cs) Penduduk Kota Faktor Penyesuaian Ukuran kota (juta jiwa) (F CS ) > 3,0 1,05 1,0 3,0 1,00 0,5 1,0 0,94 0,1 0,5 0,83 < 1,0 0,82 Tabel 3 Faktor Penyesuaian Ukuran kota Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Lingkungan Hambatan Tipe Rasio kendaraan tak bermotor Jalan Samping Fase 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70 Tinggi Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81 Komersial Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 o,71 (COM) Sedang Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82 Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72 Rendah Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83 Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72 Tinggi Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,84 Pemukimam Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73 (RES) Sedang Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85 Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74 Rendah Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86 Akses Terbatas Tinggi/Sedang/Ringan Terlawan 1,0 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75 (RA) Tinggi/Sedang/Ringan Terlindung 1,0 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88 Tabel 4. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping

8. Kapasitas Persimmpangan Bersinyal Pada umumnya dalam penganalisaan kapasitas, kondisi umum belum memastikan bahwa kondisi tersebut merupakan kondisi yang ideal. Kondisi ideal untuk jalan persimpangan bersinyal adalah sebagai berikut: 1. Memiliki lebar lajur 10 12 ft 2. Memiliki kelandaian yang datar 3. Tidak adanya parkir di jalan pada persimpangan 4. Dalam aliran lalu-lintas semuanya terdiri dari mobil penumpang, bus-bus transit lokal tidak boleh berhenti pada areal persimpangan 5. Semua kendaraan yang melintasi persimpangan bergerak lurus 6. Persimpangan bukan berada di daerah distrik usaha bersama ( central business destrict ) 7. Indikasi sinyal hijau ada sepanjang waktu 8. Kondisi-kondisi umum yang ada biasanya mencakup kondisi jalan, kondisi lalu-lintas serta kondisi pengontrolan. Kapasitas untuk tiap lengan simpang dihitung dengan rumus berikut ini : C = Dimana: C = Kapasitas ( smp/jam) S = Arus jenuh (smp/jam hijau) G = Waktu hijau (det) c = Waktu siklus Dari hasil perhitungan kapasitas di atas maka derajat kejenuhan dapat ditentukan. Derajat kejenuhan ( degree of saturation ) adalah perbandingan arus kedatangan dengan kapasitas dan dinyatakan dengan rumus berikut ini : s = Q C Dimana: DS = Derajat kejenuhan Q = Arus lalu-lintas C = Kapasitas Metode penelitian Jenis kendaraan yang merupakan unsur lalu-lintas di atas roda sesuai klasifikasi Bina Marga dapat dibedakan sebagai berikut : - Kendaraan ringan ( LV ), meliputi kendaraan bermotor as dua dengan 4 roda dan dengan as 2,0 3,0 m. Termasuk mobil penumpang, oplet, mikrobis, pick up, dan truk kecil. - Kendaraan berat ( HV ), meliputi kendaraan bermotor dengan lebih dari 4 roda dan dengan as lebih dari 3,5 m. Termasuk bis, truk 2 as, truk 3 as, dan truk kombinasi. - Sepeda motor ( MC ), meliputi kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda. Termasuk sepeda motor dan becak mesin. - Kendaraan tak bermotor ( UM ), merupakan kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan.termasuk sepeda, becak dayung, kereta kuda, kereta dorong. Jenis Kendaraan Kendaraan ringan (LV) Kendaraan berat (HV) Sepeda motor (MC) Terlindung 1,0 1,3 0,2 Emp untuk tipe pendekat Terlawan 1,0 1,3 0,4 Tabel 5. Nilai ekivalen mobil penumpang ( emp ) Rasio jumlah kendaraan yang membelok ke kiri dan ke kanan bernilai sama untuk pendekat terlawan dan terlindung yang dapat dihitung dengan rumus : P LT = Q LT (smp/jam) / Q total (smp/jam) = Q RT (smp/jam) / Q total (smp/jam) P RT

Rasio kendaraan tak bermotor ( P UM ) dapat diperoleh dengan membagi arus kendaraan tak bermotor Q UM dengan arus kendaraan bermotor total Q MV. P UM = Q UM (kend/jam) / Q MV (kend/jam) Nilai-nilai normal untuk komposisi lalu-lintas berikut dapat digunakan jika tidak ada taksiran yang lebih baik. Komposisi lalu-lintas kendaraan bermotor (%) Rasio Ukuran Kota ( juta Kendaraan Kendaraan Sepeda Kendaraan tak bermotor penduduk) Ringan Berat Motor (UM/MV) > 3 1-3 0,5 1 0,1 0,5 < 0,1 LV 60 55,5 40 63 63 HV 4,5 3,5 3,0 2,5 2,5 MC 35,5 41 57 34,5 34,5 Tabel 6. Komposisi lalu-lintas normal suatu kota Data Sinyal Lampu Lalu-Lintas Persimpangan jalan Brigjen Katamso - jalan A.H.Nasution menggunakan sistem pengaturan lampu lalu-lintas dengan 4 fase dan waktu siklus sebesar 205 detik. Hasil Penelitian 0,01 0,05 0,14 0,05 0,05 Jalan Pendekat Waktu merah Waktu hijau Waktu kuning Jalan Brigjen Katamso (selatan) Jalan Brigjen Katamso (utara ) Jalan (barat) Jalan (timur) 150 detik 170 detik 140 detik 155 detik 50 detik 30 detik 60 detik 45 detik Tabel 7. Data sinyal lampu lalu-lintas Jl. Brig.jend. Katamso Jl. AH nasution Sumber : Hasil survey di lapangan (2012) Hasil perhitungan dengan menggunakan 4 Fase 3 detik 3 detik 3 detik 3 detik Parameter Persimpangan Total Kendaraan (smp/jam) Panjang antrian Maksimum (m) Tundaan Arus Lalu-lintas (det/smp) ( Timur ) ( Barat ) ( Utara ) ( Selatan ) 1590 2151 1338 923 142,22 118,75 87,27 134,55 554,3 251,6 499,7 139,1 Derajat Kejenuhan 1,25 1,09 1,21 0,99 Rasio kendaraan 2,565 1,617 2,384 1,146

Hasil perhitungan dengan menggunakan 4 Fase Parameter Persimpangan Total Kendaraan (smp/jam) Panjang antrian Maksimum (m) Tundaan Arus Lalu-lintas (det/smp) ( Timur ) ( Barat ) ( Utara ) ( Selatan ) 1912 2700 1692 1208 82,22 105,00 72,73 101,82 19,06 22,79 24,33 30,37 Derajat Kejenuhan 0,65 0,79 0,60 0,79 Rasio kendaraan 0,673 0,767 0,720 0,836 Hasil perhitungan dengan menggunakan 4 Fase Parameter Persimpangan Total Kendaraan (smp/jam) Panjang antrian Maksimum (m) Tundaan Arus Lalu-lintas (det/smp) ( Timur ) ( Barat ) ( Utara ) ( Selatan ) 1590 2151 1692 1208 82,22 105,00 94,55 163,64 121,36 74,21 58,60 100,43 Derajat Kejenuhan 1,01 0,93 0,74 0,98 Rasio kendaraan 1,162 0,943 0,819 1,082 Gambar Waktu Siklus

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Hasil perhitungan dari analisa data dengan metode MKJI 1997 menunjukkan bahwa arus lalu lintas dari kinerja persimpangan jalan sudah terlampau jenuh dan melebihi kapasitas terutama dari arah persimpangan A.H NAsution Timur, derajat kejenuhannya pada tahun 2012 mencapai 1,25 (DS >0,75), yang dapat menimbulkan kemacetan, panjang antrian dan tundaan di setiap lengan persimpangan jalan Brigjend. Katamso. Sedangkan hasil dari analisa data dengan melakukan perubahan fase dengan menggunakan 2 fase didapat derajat kejenuhan 0,79 (DS > 0,75) dan 3 fase didapat derajat kejenuhan 1,01 (DS > 0,75) dari arah persimpangan Timur. Untuk persimpangan Jalan Brigjend. Katamso dan Jalan AH. Nasution fase yang lebih baik digunakan adalah dengan menggunakan sistim 2 fase dimana nilai derajat kejenuhannya masih kecil yaitu 0,79 yang nantinya dapat mengurangi kemacetan yang terjadi di persimpangan. Saran Untuk mengurangi kemacetan, panjang antrian dan tundaan yang terjadi pada persimpangan jalan Brigjend.Katamso jalan AH. Nasution dapat mengikuti beberapa saran berikut: 1. Memperkecil median jalan seperti pulau-pulau jalan dan taman yang berada di dekat lampu lalulintas atau dengan melakukan pelebaran jalan ataupun menambah lebar efektif jalan pada persimpangan. 2. Perubahan fase akan mengubah pengaturan pada lampu lalu-lintas yang dapat mengurangi kemacetan pada persimpangan. 3. Memperhatikan kondisi persimpangan yang sudah terlampau jenuh, maka penanganan simpang juga dapat dilakukan dengan cara merencanakan persimpangan tidak sebidang, yaitu membuat (flyover) yang sudah layak dipertimbangkan.

DAFTAR PUSTAKA Ansyori,A. A. 2005. Rekayasa Lalu-Lintas. Muhammadiyah Malang University Press, Malang. Bambang, Haryadi. Penundaan di Persimpangan Bersinyal Bercabang Banyak. Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Direktorat Jendral Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Sweroad bekerja sama dengan PT. Bina Karya, Jakarta. Hartom. 2005. Perencanaan Teknik Jalan I. Up pres, Jakarta. Khisty,C.J.2003.Dasar-dasar Rekayasa Transportasi.Penerbit Erlangga,Jakarta. Putranto, L.S, 2008. Rekayasa Lalu Lintas. PT. Macanan Jaya Cemerlang, Jakarta. Sinuhaji, Christ A. V. 2007. Analisa Penentuan Fase dan Waktu Siklus Optimum Pada Lalu Lintas di Persimpangan Jalan. Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Soedirjo, T.L. 2002. Rekayasa Lalu-Lintas. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Bandung. Widiantono, D. J. 2009. Kebijakan dan Strategi Penanganan Kemacetan Lalulintas di Perkotaan. Ditjen Penataan Ruang. Jakarta.