Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Pola Spektra Karotenoid dari Ekstrak Buah Sawit Segar dan Pasca-Perebusan Pola spektra karotenoid dari ekstrak buah sawit segar maupun buah sawit pascaperebusan menunjukkan adanya pigmen karotenoid yang dideteksi pada panjang gelombang 3 8 nm. Terjadi pergeseran hipsokromik absorbansi maksimum spektra karotenoid buah sawit setelah mengalami perebusan pada suhu dan tekanan tinggi. Pergeseran terjadi dari 451 nm ke 448 nm dan terbentuk isomer cis-karotenoid yang terdeteksi dengan spektrofotometer pada 329 331 nm (Gambar 3). Menurut Khoo et al. (211), isomer ciskarotenoid dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik absorbansi spektrum yang diamati pada absorbansi maksimum 33 35 nm. Kehilangan puncak maksimum yaitu 476 nm pada sampel ekstrak buah sawit pascaperebusan menandakan telah terputusnya ikatan rangkap suatu kromofor yang mengakibatkan kehilangan warna pada sampel (Rodriguez-Amaya, 21). 2
1.25 1 : 448 451 : 476 Ekstrak Sawit Segar Ekstrak Sawit Rebus Absorbansi.75.5 A :.56 A :.37.25 4 5 6 Panjang Gelombang (nm) Gambar 3. Pola spektra sampel ekstrak buah sawit segar ( ) dan buah sawit pascaperebusan (----) dalam pelarut 1% aseton. Kandungan karotenoid total dari ekstrak buah sawit segar dan buah sawit pascaperebusan serta konversi vitamin A disajikan pada Tabel 1. Ekstrak karotenoid buah sawit segar lebih banyak mengandung karotenoid, yaitu 59,52 g/g dibanding dengan ekstrak buah sawit pascaperebusan yang hanya mengandung 42,312 g/g. Kenyataan ini memberi bukti bahwa buah sawit pascaperebusan telah mengalami degradasi karotenoid. Perebusan buah pada suhu tinggi mengakibatkan degradasi yang terjadi pada All-trans- karoten sehingga meningkatnya kandungan 13-cis- karoten (Khoo et al., 211). Pada aktivitas produksi CPO, perebusan buah sawit bertujuan untuk menurunkan kadar air, memecahkan emulsi, melepaskan brondolan 21
dari tandan, untuk menghentikan aktivitas enzim lipase dan oksidase, dan untuk melepaskan serat dari biji. Proses perebusan ini mampu merusak kandungan karotenoid yang bermanfaat di dalam buah sawit (Naibaho, 1996). Sumber karoten (provitamin A) tertinggi terdapat pada minyak sawit sehingga bermanfaat untuk mengurangi defisiensi vitamin A bagi masyarakat (Mortensen, 26; Hariyadi, 21). Karotenoid, khususnya -karoten, telah lama dikenal sebagai provitamin A, karena -karoten dapat diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh (Chuang & Brunner, 26). Buah sawit segar dan buah sawit pascaperebusan menghasilkan retinol ekuivalen secara berturut-turut yaitu 9,917 g dan 7,885 g atau 33,24 IU dan 26,258 IU dalam 1 g masing-masing ekstrak. Tabel 1. Kandungan karotenoid total dan konversi vitamin A ekstrak buah sawit segar dan buah sawit pascaperebusan Sampel Kandungan Karotenoid Konversi Vitamin A RE SE IU SE g/g Buah Segar g/g Buah Rebus 59,52 ± 6,613 9,917±1,12 33,24±3,67 42,312± 19,372 7,885±3,228 26,258±1,751 22
B. Komposisi Karotenoid Buah Kelapa Sawit Pada kromatogram KCKT ditemukan 9 jenis pigmen karotenoid yang sebagian besar dapat diidentifikasi (Tabel 2 dan Tabel 3). -karoten dan -karoten teramati sebagai puncak dominan yang terdapat dalam ekstrak karotenoid buah sawit baik buah sawit segar maupun buah sawit pascaperebusan. Walaupun terjadi kehilangan jenis karotenoid namun ditemukan juga puncak baru. Puncak baru pada ekstrak karotenoid buah sawit segar adalah bentuk cis- -karoten (Gambar 4) sedangkan ekstrak karotenoid buah sawit pascaperebusan ditemukan bentuk cis- -karoten dan cis- -karoten (Gambar 5). Kenyataan bahwa ekstrak karotenoid buah sawit segar membentuk isomer cis membuktikan bahwa sampel segar buah kelapa sawit secara alamiah telah mengandung isomer cis dari karotenoid dominan yang ada ( -karoten). Sedangkan sampel buah sawit pascaperebusan terbentuk isomer cis lebih disebabkan karena pengaruh perebusan buah. 23
1 444 nm Intensitas (mau) 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Gambar 4. Kromatogram KCKT karotenoid ekstrak kasar buah sawit segar. Tabel 2. Identifikasi karotenoid ekstrak buah sawit segar berdasarkan waktu tambat dan serapan maksimum No 1 2 3 4 5 tr (menit) Waktu Tambat (menit) Identifikasi Spektra λ max (nm) 1 7,55 Belum diketahui 221 297 421 Sumber 2 7,733 Zeaxanthin 221 318 446 473 [1] 3 12,87 Belum diketahui 231 274 485 4 16,84 Belum diketahui 227 297 342 421 5 25,11 -Zeakaroten - 421 45 [1] 6 26,97 -Zeakaroten 33 48 429 449 [2] 7 35,448 Cis- -karoten 331 421 472 [3] 8 38,532 -karoten 335 424 447 475 [1], [4] 9 41,348 -karoten 429 454 479 [1], [4] Ket: [1] Rodriguez-Amaya (21); [2] Gross (1991); [3] Choo et al. (1994 dalam Syahputra, 28); [4] Jeffrey et al. (1997) 24
1 444 nm 8 7 Intensitas (mau) 5 2 1 3 4 5 6 9 Gambar 5. Kromatogram KCKT karotenoid sampel ekstrak buah sawit pascaperebusan. Tabel 3. Identifikasi karotenoid ekstrak buah sawit pascaperebusan berdasarkan waktu tambat dan serapan maksimum No 1 2 3 4 5 tr (menit) Waktu Tambat (menit) Identifikasi Spektra λ max (nm) 1 7,524 Belum diketahui 221 295 42 Sumber 2 7,793 Zeaxanthin 42 434 48 [1] 3 25,219 -Zeakaroten 398 421 45 [1] 4 27,119 -Zeakaroten - 426 452 [2] 5 31,11 Belum diketahui 285 48 485 6 35,635 Cis- -karoten 329 42 44 468 [3] 7 38,719 -karoten 334 421 445 478 [1], [4] 8 41,574 -karoten 346 424 451 478 [1], [4] 9 45,22 Cis- -karoten 33 42 441 [3] Ket: [1] Rodriguez-Amaya (21); [2] Gross (1991); [3] Choo et al. (1994 dalam Syahputra, 28); [4] Jeffrey et al. (1997) 25
C. Termostabilitas Ekstrak Karotenoid Buah Sawit Segar dan Pasca-Perebusan Stabilitas karotenoid dapat diketahui dengan memberi perlakuan dan hasilnya dapat diamati melalui perubahan pola spektra yang diukur dengan spektrofotometer. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan warna yang berarti, penurunan pola spektra sebagian besar sampel, pergeseran absorbansi maksimum, dan terbentuk isomer cis. Ekstrak karotenoid buah sawit segar maupun buah sawit pascaperebusan diberi perlakuan pada suhu kamar sebagai kontrol (25 o C), 5 o C, 65 o C, dan 9 o C dengan seri waktu pemanasan, 1, 2, 3, 6, 9, dan 24 jam, menghasilkan pola spektra yang ditunjukkan pada Gambar 6. Absorbansi 1.5 1.5 327 1.5 1 327.5 451 448 476 S.1 R.1 33 329 45 448 475 S.2 R.2 33 328 45 447 475 S.3 R.3 333 328 451 448 476 S.4 R.4 4 5 6 4 5 6 4 5 6 Panjang Gelombang (nm) 4 5 6 Gambar 6. Pola spektra karotenoid ekstrak kasar buah sawit segar (S) dan pascaperebusan (R) pada suhu kamar 25 o C (1), dan dipanaskan pada suhu 5 o C (2), 65 o C (3) dan 9 o C (4) dengan seri waktu jam ( ), 1 jam ( ), 2 jam ( ), 3 jam ( ), 6 jam ( ), 9 jam (... ), dan 24 jam (...... ). 26
Gambar 6 menunjukkan kestabilan karotenoid pada suhu 5 o C dibandingkan dengan pemanasan pada suhu 65 o C dan 9 o C. Serapan maksimum panjang gelombangnya tidak mengalami penurunan yang berarti hingga 24 jam pemanasan. Hanya pada ekstrak kasar karotenoid buah sawit pascaperebusan (Gambar 6 R2) menunjukkan penurunan absorbansi,97 pada 448 nm setelah pemanasan 24 jam. Selain itu, terjadi kenaikan absorbansi pada 329 nm yaitu dari,2,55. Keadaan ini membuktikan bahwa bentuk trans- -karoten telah menjadi 13-cis- -karoten (Rodriguez-Amaya & Kimura, 24). Ketidakstabilan karotenoid dalam ekstrak buah sawit segar dan buah sawit pascaperebusan ditunjukkan dengan terjadinya penurunan absorbansi maksimum 24 jam selama pemanasan pada suhu 65 o C. Penurunan absorbansi maksimum 24 jam pemanasan agak lambat, secara berturut-turut yaitu 1,34,84 dan 1,42,798. Terjadi pergeseran hipsokromik serapan maksimum ekstrak karotenoid buah sawit segar yang bergeser 2 nm dan 3 nm setelah 3 jam pemanasan (45 448 nm dan 475 472 nm). Pola spektra semua sampel mengalami pergeseran dan penurunan absorbansi yang cepat dan jelas selama 24 jam proses pemanasan 9 o C. Sampel ekstrak karotenoid buah sawit segar mengalami pergeseran 27
hipsokromik dari 333 328 nm dan 451 444 nm. Penurunan absorbansi sehingga kehilangan puncak maksimum berangsur-angsur hingga pemanasan pada jam ke-24. Pola spektra ekstrak karotenoid buah pascaperebusan bergeser dari 328 326 nm dan 448 441 nm. Kehilangan puncak 476 nm telah dialami ekstrak karotenoid buah sawit pascaperebusan sejak perebusan buah yang ditunjukkan dengan sampel kontrol. Tabel 4 menunjukkan ekstrak karotenoid buah sawit mengalami degradasi yang menonjol dan secara ekstrim setelah 9 jam pemanasan (Gambar 7). Jelas terlihat bahwa terjadi degradasi karotenoid dengan pemanasan suhu 5 o C namun tidak menunjukkan penurunan yang berarti, sedangkan pada suhu 65 o C karotenoid mengalami degradasi yang agak lambat pada awalnya dan setelah 9 24 jam persentase degradasi semakin meningkat untuk kedua ekstrak. Untuk suhu 9 o C ekstrak karotenoid buah sawit mengalami degradasi yang cepat hingga 24 jam. 28
Tabel 4. Persentase degradasi ekstrak karotenoid buah sawit selama pemanasan Waktu (Jam) % Degradasi Buah Sawit Segar Buah Sawit Rebus 25 o C 5 o C 65 o C 9 o C 25 o C 5 o C 65 o C 9 o C 1 N/A* +.49 1.99 17.18 N/A* +.4 +.48 2.36 2 N/A* +.49 2.65 35.29 N/A* +1.31 +.57 4.43 3.36 +.98 3.31 28.58 +.62 +1.71 7.11 6 +.91 +.39 6.82 49.81 +.89 +1.41 3.85 16.63 9.73.78 9.38 69.48 +.53 +.9 5.3 28.74 24 1.28 4.52 24.26 99.9.44 8.98 23.91 71.16 *Tidak diukur Gambar 7 menunjukkan ekstrak karotenoid buah sawit yang dipanaskan pada suhu 9 o C mengalami penurunan absorbansi yang tinggi dibanding dengan ekstrak karotenoid buah sawit pada suhu 5 o C dan 65 o C. Penurunan absorbansi sangat drastis setelah 9 jam pemanasan yang terjadi pada kedua ekstrak dan semua suhu. Sampel ekstrak buah segar dan buah pascaperebusan memiliki kestabilan yang berbeda berdasarkan perlakuan pemanasan. Sampel ekstrak buah segar cenderung kurang stabil akibat pemanasan sedangkan sampel ekstrak buah pascaperebusan cenderung lebih stabil. Kestabilan ekstrak buah sawit pascaperebusan akibat pemanasan dapat disebabkan adanya kandungan isomer cis-karoten yang sudah ada dengan kandungan lebih tinggi dibandingkan ekstrak buah sawit segar. Proses isomerisasi trans-karoten 29
menjadi cis-karoten terjadi sebagai bentuk pertahanan kestabilan alami terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerusakan karotenoid (Gross, 1991), dengan demikian kandungan isomer cis yang tinggi pada ekstrak buah sawit pascaperebusan membantu mempertahankan kestabilan keseluruhan pigmen yang terkandung. A 1.28 % B.44 % -2 4.52 % 24.26 % 8.98 % 23.9 % Degradasi (%) -4-6 -8 71.16 % -1 1 2 99.9 % 1 2 Waktu (menit) 5 1 15 2 25 Waktu (menit) 5 1 15 2 Gambar 7. Grafik kinetika degradasi karotenoid ekstrak kasar Waktu (menit) Waktu (menit) buah kelapa sawit segar (A) dan pascaperebusan 25 25 (B) yang dipanaskan pada suhu kontrol (25 C) 5 25 5 ( ), 25 5 C 65 ( ), 5 65 C ( ), 65 dan 9 C ( 5 ) 9pada panjang 65 gelombang deteksi 9 45 nm. 65 9 9 D. Fotostabilitas Ekstrak Karotenoid Buah Sawit Segar dan Pasca-Perebusan Indikasi pola spektra yang diukur dengan spektrofotometer merupakan salah satu cara mengetahui stabilitas suatu pigmen sebelum dan sesudah perlakuan. Karotenoid dari ekstrak kasar buah sawit segar maupun 3
buah sawit pascaperebusan diiradiasi selama 3 menit pada intensitas cahaya masing-masing 31.96 lux, 47.4 lux, dan 76.64 lux daylight sehingga menghasilkan pola spektra yang ditunjukkan pada Gambar 8. Absorbansi 1.5 1.5 334 1.5 1 332.5 S.1 S.2 S.3 45 45 45 476 ' 476 476 3' 334 334 656 656 655 449 R.1 449 R.2 449 R.3 474 474 474 332 328 4 5 6 7 4 5 6 7 Panjang Gelombang (nm) 4 5 6 7 Gambar 8. Pola spektra karotenoid ekstrak kasar buah sawit segar (S) dan buah sawit pascaperebusan (R), diiradiasi pada intensitas cahaya 31.96 lux (1), 47.4 lux (2), dan 76.64 lux (3) daylight dengan seri waktu menit ( ), 5 menit ( ), 1 menit ( ), 15 menit ( ), 2 menit ( ), 25 menit (... ), dan 3 menit (...... ). Berbeda dengan pola spektra sampel ekstrak karotenoid buah sawit segar (S.1), pada pola spektra sampel ekstrak karotenoid buah sawit pascaperebusan (R.1) tidak ditemukan puncak pada 656 nm yang kemudian bergeser ke 655 nm pada intensitas cahaya 76.64 lux. Pada sampel R.1 selama iradiasi tidak terjadi penurunan pola spektra yang berarti, namun terbentuk isomer cis dengan naiknya absorbansi yaitu secara berurutan dari,25,575,,25,6 dan,25,625. 31
Hal ini berarti telah terjadi degradasi karotenoid dari isomer trans menjadi isomer cis yang merupakan upaya alamiah untuk menghindari kerusakan karotenoid akibat faktor peningkatan suhu dan intensitas cahaya (Gross, 1991). Tabel 5. Persentase degradasi ekstrak karotenoid buah sawit selama iradiasi Waktu (menit) Buah Sawit Segar % Degradasi Buah Sawit Rebus 31.96 * 47.4 * 76.64 * 31.96 * 47.4 * 76.64 * 5 2.13 1.39 +.25 +.29.13.24 1 4.61 2.18.99.22.39.64 15 6.62 3.17 3.55.87.78.87 2 8.87 4.34 4.94 - - - 25 11.4 5.55 4.94 - - - 3 13.92 6.99 6.78 - - - *Lux Berdasarkan Tabel 5, karotenoid ekstrak kasar buah sawit segar mengalami degradasi yang cepat terutama pada intensitas cahaya 31.96 lux (Gambar 9). Hal ini diduga disebabkan karena keberadaan suhu rendah yang dipancarkan oleh lampu volpi sehingga pelarut menguap secara perlahan dan karotenoid terdegradasi oleh cahaya yang dipancarkan. Ekstrak kasar karotenoid buah sawit pascaperebusan mengalami penurunan yang tidak berarti dan cenderung stabil. Namun pada menit ke-2 dan ke-3 degradasi tidak 32
dapat terdeteksi karena penguapan yang dialami pelarut yang disebabkan oleh suhu yang tinggi. A.5.25 B % Degradasi -5-1 6.78 % 6.99 % -.25 -.5-15 13.92 % 1 2 3 -.75.78 %.87 % -1 5 1 15 2 31.96 Lux Waktu (menit) 47.4 Lux 5 5 1 1 15 15 2 2 25 25 5 5 1 Gambar 9. Grafik 76.64 kinetika Lux degradasi ekstrak kasar karotenoid buah kelapa sawit segar (A) dan buah sawit Waktu Waktu (menit) (menit) 25 pascaperebusan (B) yang diiradiasi pada intensitas 5 cahaya 31.96 lux ( 25 ), 2547.4 lux ( ), 65 dan 76.64 lux ( ) 5pada panjang gelombang 9 deteksi 45 nm. 65 65 9 9 E. Analisa Produk Degradasi Ekstrak Karotenoid Buah Sawit Segar dan Pasca- Perebusan Analisa produk degradasi dilakukan dengan mengamati substraksi spektra ekstrak karotenoid buah sawit segar dan buah sawit pascaperebusan dengan perlakuan pemanasan pada suhu 9 C selama 24 Jam dan iradiasi pada intensitas 31.96 lux selama 3 menit. Spektra referensi yang digunakan adalah pola spektra ekstrak karotenoid sebelum perlakuan pemanasan ( jam/kontrol). Determinasi produk degradasi ditampilkan pada Gambar 1 dan 11. 33
.2 363 24 Jam A 363 B Jam 24 Jam Absorbansi -.2 -.4 -.6 Jam 24 Jam Jam Jam 24 Jam -.8-1 -1.2 4 5 6 4 5 6 Panjang Gelombang (nm) Panjang Gelombang (nm) Gambar 1. Absorbsi spektra (Different rebus abs 1 T.9C Absorbtion t=h (2212)_ssa[d].csv Spectra) Panjang rebus abs Gelombang 1 T.9C (nm) t=h ( karotenoid ekstrak rebus kasar abs 1 buah T.9C rebus t=1h sawit abs (2212)_ssa[d].csv 1 T.9C segar t=h (A) rebus (2212)_ssa[d].csv abs 1 T.9C t=1h ( abs dan pascaperebusan rebus 1 T.9C (B) abs 1 t=h dengan T.9C rebus (2212)_ssa[d].csv t=2h abs (2212)_ssa[d].csv 1 T.9C t=1h seri waktu rebus (2212)_ssa[d].csv abs 1 T.9C t=h t=2h ( rebus abs rebus abs 1 T.9C t=h (2212)_ssa[d].csv rebus 1 T.9C abs 1 t=1h T.9C rebus (2212)_ssa[d].csv t=3h abs (2212)_ssa[d].csv 1 T.9C t=2h rebus (2212)_ssa[d].csv abs 1 T.9C t=1h t=3h ( pemanasan: 1 rebus Jam abs ( ), rebus 2 abs Jam 1 T.9C ( t=1h (2212)_ssa[d].csv ), t=2h rebus 1 T.9C abs 1 t=2h T.9C rebus (2212)_ssa[d].csv t=6h abs (2212)_ssa[d].csv 1 T.9C t=3h rebus (2212)_ssa[d].csv abs 1 T.9C t=6h ( 3 Jam ( ), rebus 6 Jam abs ( rebus ), 9 abs Jam 1 T.9C ( t=2h (2212)_ssa[d].csv ), t=3h rebus 1 T.9C abs 1 t=3h T.9C rebus (2212)_ssa[d].csv rebus t=9h abs abs 1 (2212)_ssa[d].csv 1 T.9C t=6h rebus (2212)_ssa[d].csv abs 1 T.9C t=9h ( T.9C t=3h (2212)_ssa[d].csv dan 24 Jam ( rebus abs ). 1 T.9C t=6h (2212)_ssa[d].csv t=6h ( rebus abs 1 T.9C rebus abs 1 T.9C t=9h (2212)_ssa[d].csv rebus t=24h abs 1 T.9C (2212)_ssa[d].csv rebus abs 1 T.9C t=24h t=6h (2212)_ssa[d].csv rebus abs 1 T.9C t=9h rebus (2212)_ssa[d].csv abs 1 T.9C t=24h rebus (2212)_ssa[d].csv abs T.9C t=9h ( Serapan spektra pada daerah positif merupakan indikasi keberadaan produk degradasi ekstrak karotenoid buah sawit (segar dan pascaperebusan). Pembentukan produk degradasi diketahui sudah terbentuk pada 1 jam pelakuan pemanasan. Gambar 11 menunjukkan ekstrak kasar karotenoid buah sawit segar mengalami degradasi yang cepat yang ditandai dengan serapan spektra membentuk produk degradasi sejak 5 menit iradiasi terutama pada intensitas cahaya 31.96 lux. 34
.5 363 3 menit menit Absorbansi -.5 menit 3 menit -.1 4 5 6 7 8 Panjang Gelombang (nm) Panjang Gelombang (nm) rebus abs 1 T.9C Panjang t=h Gelombang (2212)_ssa[d].csv (nm) rebus abs 1 T.9C t=h (2212)_ssa karotenoid ekstrak rebus abs rebus kasar 1 T.9C abs 1 buah T.9C t=1h (2212)_ssa[d].csv t=h sawit (2212)_ssa[d].csv segar rebus abs yang 1 T.9C rebus t=1h abs 1 (2212)_ssa T.9C t=h ( diiradiasi 5 menit rebus dengan rebus abs rebus abs 1 T.9C seri 1 T.9C abs t=h (2212)_ssa[d].csv waktu 1 T.9C t=2h rebus (2212)_ssa[d].csv abs t=1h 1 iradiasi: (2212)_ssa[d].csv T.9C rebus t=h 5 abs (2212)_ssa[d].csv menit 1 T.9C rebus t=2h abs 1 (2212)_ssa T.9C t=1h ( rebus abs 1 T.9C t=1h (2212)_ssa[d].csv ( 1 menit rebus abs rebus 1 T.9C abs 1 T.9C t=3h (2212)_ssa[d].csv t=2h (2212)_ssa[d].csv rebus abs 1 T.9C rebus t=3h abs 1 (2212)_ssa T.9C t=2h ( ), rebus 1 abs menit 1 T.9C t=1h ( (2212)_ssa[d].csv ), rebus 15 abs menit 1 T.9C t=2h ( (2212)_ssa[d].csv ), rebus abs 1 T.9C t=3h ( 15 menit rebus abs rebus 1 T.9C abs 1 T.9C t=6h (2212)_ssa[d].csv t=3h (2212)_ssa[d].csv rebus abs 1 T.9C t=6h (2212)_ssa 2 2 menit menit rebus ( abs 1 T.9C ), t=2h 25 (2212)_ssa[d].csv rebus abs menit 1 T.9C rebus ( abs t=6h 1 (2212)_ssa[d].csv T.9C ), t=3h dan (2212)_ssa[d].csv 3 rebus abs 1 T.9C t=6h ( rebus abs 1 rebus T.9C abs t=3h 1 T.9C (2212)_ssa[d].csv t=9h (2212)_ssa[d].csv rebus abs 1 T.9C t=9h (2212)_ssa menit 25 ( rebus abs 1 ). rebus abs 1 T.9C rebus abs t=9h 1 T.9C rebus t=6h abs (2212)_ssa[d].csv rebus 1 T.9C rebus t=24h abs 1 T.9C (2212)_ss t=9h ( T.9C abs t=6h 1 T.9C (2212)_ssa[d].csv t=24h (2212)_ssa[d].csv 3 menit rebus abs 1 T.9C rebus abs t=24h 1 T.9C (2212)_ssa[d].csv t=9h (2212)_ssa[d].csv rebus abs 1 T.9C t=24h Gambar 11. Absorbsi spektra (Different Absorbtion Spectra) Peningkatan serapan maksimum pada panjang gelombang 363 nm mengindikasikan peningkatan produk degradasi selama pemanasan dan iradiasi. Isomer cis sebagai produk degradasi all-trans-karoten dapat terbentuk melalui stereoisomerisasi yang salah satunya dapat diakibatkan oleh perlakuan suhu yang tinggi (Britton et al., 1995). Tingginya penyerapan cahaya mempengaruhi sistem ikatan rangkap terkonjugasi sehingga karotenoid termodifikasi strukturnya atau ditandai dengan terjadinya degradasi sehingga mengalami kehilangan atau perubahan warna karotenoid (Rodriguez-Amaya, 21). 35