BAB V PEMBAHASAN A. Perubahan Berat Badan Pasien Berat badan dalam adalah salah satu parameter yang memberikan status gizi seseorang saat ini. Menurut Depkes untuk memudahkan penyelenggaraan terapi diet TKTP, makanan yang diperlukan untuk menambah konsumsi kalori dan protein ditambahkan pada makanan biasa berupa tambahan lauk dan susu. Dari hasil penelitian terhadap variabel dependen dari 45 responden yang diteliti di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, menunjukkan bahwa terjadi perubahan berat badan setelah diberikan kedua bentuk makanan tambahan. Rata-rata berat badan pasien pada awal perlakuan adalah 46.142 kg, terjadi peningkatan rata-rata berat badan pasien setelah diberikan bentuk makanan tambahan 1 (susu dan telur tercampur ) sebesar 71 gr menjadi 46,213 kg. Sedangkan setelah diberikan bentuk makanan tambahan 2, ratarata berat badan pasien naik 205 gr yang sebelumnya sebesar 46.213 kg menjadi 46.418 kg atau berat badan bertambah 276 gr setelah diberikan bentuk makanan tambahan 2. Hasil tersebut sesuai dengan salah satu tujuan pemberian terapi gizi pada pasien dengan status gizi kurang menurut Depkes RI yaitu menambah berat badan hingga mencapai normal dengan pemberian makanan tambahan berupa susu dan telur. Dengan kata lain pemberian makanan tambahan berhasil menambah berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang 56
B. Penambahan Berat Badan Dalam Cahyani, Gizi kurang adalah keadaan kekurangan berat badan yang disebabkan oleh kurang gizi karena rendahnya konsumsi energi dalam makanan sehari-hari. Modisko adalah bentuk makanan enteral yang diberikan melalui jalur oral yang bertujuan untuk meningkatkan keefektifan penyerapan zat gizi.. Dari hasil penelitian terhadap variabel dependen dari 45 responden yang diteliti di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, sebanyak 22 pasien (48.9%) pasien mengalami penambahan berat badan sebanyak 100 gr/ 7 hari setelah diberikan makanan tambahan bentuk 1 sedangkan setelah diberikan makanan tambahan bentuk 2 dalam jumlah pasien yang sama mengalami penambahan berat badan sebesar 200 gr/7 hari. Setelah diberikan makanan tambahan bentuk 1, hampir sebagian pasien (48.9%) mengalami penambahan berat badan sebesar 100 gr/7 hari sedangkan setelah diberikan makanan tambahan bentuk 2 dengan jumlah pasien yang sama mengalami penambahan berat badan sebesar 200 gr/ 7 hari. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemberian makanan tambahan susu dan telur dalam bentuk modisko lebih cepat menambah berat badan dari pada makanan tambahan dalam bentuk terpisah. Kejadian di atas berbeda dengan beberapa hasil penelitian pada tahun 1995-1999 yang dilakukan di Rumah Sakit Umum (RSU), didapatkan 20-60% pasien menderita gizi kurang pada saat masuk RS dan peristiwa inipun terjadi di Sub-Bagian Ginekologi RSCM. Hasil penelitian lain yang dilakukan pada pasien ginekologi yang dirawat di RSCM, ternyata 22.7-32 % pasien menderita KEP selama dirawat 57
di rumah sakit. Pada tahun 1995 menunjukkan 50 % pasien rawat inap mengalami gizi kurang dengan derajat bervariasi dan sebanyak 25-30% penderita mengalami gizi kurang yang semakin berat selama perawatan. Kejadian di atas tidak perlu terjadi jika kita melakukan monitoring dan evaluasi terhadap terapi gizi yang kita berikan. Dengan tidak lupa memperhatikan prinsip dan pedoman tata laksana terapi gizi yang sesuai dengan kondisi pasien. Dalam Nirwanawati, pemberian makanan perlu adanya aturan yaitu tepat indikasi, tepat penderita, tepat gizi, tepat dosis, waspada terhadap efek samping. Dalam DepKes pun tertuang bahwa dalam pelaksanaan asuhan gizi, penentuan terapi gizi pasien harus berpedoman pada tepat zat gizi (bahan makanan), tepat formula, tepat bentuk, tepat cara pemberian, serta tepat dosis dan waktu. Dari hasil penelitian di atas, dapat dikatakan bahwa terjadinya penambahan rata-rata penambahan berat badan pasien setelah diberikan bentuk makanan tambahan 2 lebih banyak 124.44 gr dari pada rata-rata kenaikkan berat badan setelah diberikan bentuk makanan tambahan 2. Selanjutnya, setelah diberikan bentuk makanan tambahan 2 terjadi pengurangan jumlah pasien yang tidak mengalami penambahan berat badan yang sebelumnya sebanyak 16 orang menjadi 4 orang. Pada pemberian bentuk makanan tambahan 2 terdapat 1 pasien yang berat badannya bertambah pesat yaitu 800 gr. Setelah dikaji, pasien ini adalah pasien yang berumur paling tua yaitu 55 tahun dengan lama menderita schizophrenia selama 58
5 tahun. Ini bisa saja terjadi, karena umur seseorang dapat mempengaruhi metabolisme zat gizi. Artinya metabolisme seseorang yang berumur 20 tahun berbeda dengan yang berumur 55 tahun, ini disebabkan fungsi organ tubuh seseorang sewaktu tua tidak sebaik seseorang sewaktu muda. Jika kita lihat dari lamanya pasien tersebut menderita schizophrenia maka hasil penelitian ini sejalan dengan hasil studi Martin Bechter, dkk. Pada Juli 1993 sampai dengan Mei 1999, Martin Bechter, dkk melakukan studi cohort kepada 352 orang pasien selama 52 minggu yang diberikan obat antipsikotik dengan dosis < 200 mg/hari hingga 600 mg/hari. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dosis pemberian obat antipsikotik mempengaruhi berat badan pasien schizophrenia. Dengan rata-rata penambahan berat badan 3.19 kg dan 60% pasien mengalami perubahan berat badan pada 12 minggu pertama. Kebanyakan orang dengan schizophrenia memiliki kesulitan dalam bekerja atau mengurusi diri mereka sendiri, dan ini menjadi beban pada keluarga dan masyarakat.. Jadi, dibutuhkan intervensi yang tepat sehingga dapat mempermudah tercapainya keberhasilan terapi diet yaitu dengan memperhatikan jenis dan bentuk makanan tambahan yang diberikan. Modisko adalah bentuk makanan enteral yang diberikan melalui jalur oral yang bertujuan untuk meningkatkan keefektifan penyerapan zat gizi.. Mengacu pada hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa makanan tambahan dalam bentuk modisko lebih tepat diberikan untuk pasien 59
schizophrenia dengan status gizi kurang karena bernilai biologis yang lebih tinggi, tepat zat gizi dengan lebih efektifnya penyerapan zat gizi. C. Asupan Energi Berdasarkan Bentuk Makanan Tambahan Dalam Faisal, manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidarat 68.6 %, lemak 20.6%, sedangkan protein sebesar 10.8%. Hal ini diperoleh dari Biro Pusat Statistik Tahun 1996, sedangkan WHO (1990) menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah 10-15% berasal dari protein, 15-30% dari lemak dan 55-75% dari karbohidrat. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang dengan melihat ada tidaknya perubahan berat badan seseorang. Salah satu cara untuk melihat asupan makanan pasien adalah dengan mengukur sisa makanan yang menggambarkan daya terima pasien terhadap makanan yang diberikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada responden di RSJSH, bahwa rata-rata asupan energi pasien pada perlakuan 1 sebesar 188.6771 kal sedangkan rata-rata asupan energi pasien pada perlakuan 2 sebesar 245.2840 kal. Dari kalimat di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan rata-rata asupan energi pasien pada perlakuan 1 dan 2 adalah 56.60 kal. Jika kita melihat hasil penelitian berupa besarnya penambahan pada masing-masing perlakuan. Setelah perlakuan 2 memang terjadi penambahan berat badan pasien yang cukup besar daripada perlakuan 2, akan tetapi mengapa 60
perbedaan rata-rata asupan energi tidak terlampau jauh. Hal ini bisa saja terjadi, dalam Almatsier seseorang dapat mengalami gangguan gizi bisa disebabkan karena mengalami gangguan dalam absorbsi, metabolisme dan utilisasi zat gizi serta ekskresi. Selain itu, tingkat stress yang tinggi pun dapat mempengaruhi asupan zat gizi yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi seseorang. Jadi keadaan psikis dan psikologis seseorang berpengaruh kepada keberhasilan terapi gizi yang kita berikan. Walaupun secara kasat mata pasien-pasien tersebut menghabiskan makanan yang kita berikan dalam jumlah dan bentuk yang sama, belum tentu menghasilkan perubahan berat badan yang sama pula. Karena kejadian malnutrisi pada pasien rawat inap disebabkan karena asupan zat gizi yang tidak adekuat dan penyakit yang dapat mempengaruhi asupan makanan, meningkatnya kebutuhan, perubahan metabolisme dan malabsorbsi. Kemungkinan semakin lama seseorang mengkonsumsi obat antipsikotik semakin besar penambahan berat badan. Ini dibuktikan oleh Martin Bechter, dkk. Setelah dilakukan observasi terhadap factor internal dan eksternal, ternyata ditemukan permasalahan-permasalahan yang mempengaruhi besarnya asupan energi pasien. Adapun factor internal mengapa lebih banyak responden menyukai bentuk makanan tambahan susu dan telur dalam bentuk modisko karena mereka merasa bosan. Frekuensi penggunaan bahan makanan telur dalam menu 10 hari memang sering digunakan, karena di samping bernilai biologis tinggi, harga yang 61
lebih terjangkau daripada lauk hewani yang lain juga dari cara pengolahan yang lebih mudah. Saat dilakukan penelitian, ada beberapa pasien tahu bahwa susu tersebut telah dicampur dengan telur karena mengenali perbedaan rasa. Tapi ada juga pasien yang tidak mengetahui bahwa susu tersebut telah dicampurdengan telur. Setelah saya amati dan tanyakan ternyata mereka lebih menyukai bentuk makanan pada perlakuan 2 karena di samping lebih gurih, mereka juga tidak perlu repotrepot harus mengupas telur sendiri karena kedua bahan makanan tersebut (susu dan telur) sudah tercampur menjadi satu dengan kata lain two in one. Kebanyakan orang dengan skizofrenia memiliki kesulitan dalam bekerja atau mengurusi diri mereka sendiri,. Maka tak heran jika makanan tambahan susu dan telur dalam bentuk modisko lebih disukai oleh pasien karena tidak repot untuk mengkonsumsinya. Selain itu modisko lebih efektif dalam penyerapan zat-zat gizi yang dibuktikan dengan penambahan berat badan yang lebih besar pada perlakuan 2 daripada perlakuan 1. Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat dikatakan makanan tambahan susu dan telur dalam bentuk modisko lebih diterima oleh pasien yang dapat digambarkan dari bertambahnya asupan makanan yang tentunya dapat mempengaruhi perubahan berat badan pasien. Asumsinya jika asupan sesuai dengan kebutuhan maka akan tercapai tujuan dari terapi gizi yang kita berikan. Dan salah satu bentuk intervensi RSJSH untuk meningkatkan status gizi pasien 62
schizophrenia adalah memberikan makanan tambahan yang tepat bagi pasien sehingga pada akhirnya dapat memperpendek hari rawat pasien dengan semakin meningkatnya kualitas gizi pasien. D. Uji beda rata-rata perbedaan penambahan berat badan pasien Angka perbedaan rata-rata (mean difference) sebesar ( 124.44) menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yaitu dari rata-rata kenaikkan berat badan setelah diberikan bentuk makanan tambahan 1 sebesar 80.00 gr sedangkan rata-rata kenaikkan berat badan setelah diberikan bentuk makanan tambahan 2 sebesar 240.44 gr. Ini menunjukkan adanya penambahan berat badan yang 124.44 gr lebih banyak setelah diberikan bentuk makanan tambahan 2 daripada bentuk makanan 2. Dan perbedaan rata-rata penambahan berat badan kedua perlakuan adalah signifikan dengan nilai signifikansi α = 0.025 α < 0.005. Nilai t hitung adalah (-6.604) sedangkan nilai t tabel dengan df = 44 adalah 2.0154 maka Ho diterima, oleh karena itu Ha ditolak. Artinya ada perbedaan penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang setelah diberikan bentuk makanan tambahan 2 dengan setelah diberikan bentuk makanan tambahan 1. Hasil di atas membuktikan bahwa makanan tambahan dalam bentuk modisko lebih banyak menambah berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang daripada dalam bentuk 63
E.. Uji Beda Rata-Rata Perbedaan Asupan Makanan Tambahan Pasien Angka perbedaan rata-rata (mean difference) sebesar ( 56.6069) menunjukkan adanya perbedaan rata-rata yaitu dari rata-rata asupan energi pada perlakuan 1 sebesar 188.6771 Kal, rata-rata asupan energi pada perlakuan 2 sebesar 245.2840 Kal. Ini menunjukkan adanya peningkatan konsumsi/ asupan energi makanan tambahan. Artinya makanan tambahan susu dan telur dalam bentuk tercampur (modisko) (perlakuan 1) lebih diterima dari pada dalam bentuk terpisah (perlakuan 2). Dari tabel 4.6 nilai signifikansi α = 0.508 α > 0.05 jadi dapat disimpulkan perbedaan rata-rata perubahan asupan energi pada perlakuan 1 dengan perlakuan 2 adalah tidak signifikan. Nilai t hitung adalah (-4.389) sedangkan nilai t tabel dengan df = 44 adalah 2.0154 maka Ho diterima, oleh karena itu Ha ditolak. Artinya ada perbedaan asupan energi pasien schizophrenia dengan status gizi kurang antara perlakuan 1 dan perlakuan 2 akan tetapi tidak signifikan karena perbedaanya tidaklah besar hanya 56.6069 kal. Dalam almatsier, tingkat stress yang tinggi pun dapat mempengaruhi asupan zat gizi yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi seseorang. Dalam Nirwanawati, perlu adanya aturan yang dipakai dalam memberikan makanan secara rasional. Di antaranya adalah tepat indikasi yaitu perlu ditetapkan apakah apakah pemberian makanan pada penderita secara oral, enteral atau parenteral, 64
tepat gizi yaitu pengaturan jumlah kalori sesuai dengan berat badan, tinggi badan dan kondisi pasien serta yang perlu diperhatikan adalah tepat dosis artinya tepat cara pemberian mulai dari bentuk makanan yang seperti apa, waktu pemberiannya kapan saja dan berapa lama makanan tersebut diberikan. Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat dikatakan makanan tambahan susu dan telur dalam bentuk modisko lebih diterima oleh pasien yang dapat digambarkan dari asupan makanan. Asumsinya jika asupan sesuai dengan kebutuhan maka akan tercapai tujuan dari terapi gizi yang kita berikan. Dan salah satu bentuk intervensi RSJSH untuk meningkatkan status gizi pasien adalah memberikan makanan tambahan yang tepat bagi pasien sehingga pada akhirnya dapat memperpendek hari rawat pasien. F. Uji Anova One Way Perbedaan Rata-rata Penambahan Berat Badan Berdasarkan Asupan Makanan Tambahan Uji Anova One Way merupakan metode untuk menguji hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen. Dari hasil yang didapatkan, kemudian dilakukan analisis dengan uji anova untuk mengetahui perbedaan rata-rata penambahan berat badan pasien schizophrenia dengan status gizi kurang berdasarkan asupan makanan tambahan. Dalam Almatsier, Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Begitu juga dalam Daldiyono, Berat badan merupakan ukuran yang paling baik mengenai konsumsi 65
energi, protein dan merupakan suatu pencerminan dari kondisi yang sedang berlangsung. Jadi dapat dikatakan bahwa asupan makanan berupa energi dan protein mempengaruhi status gizi seseorang yang dapat diukur melalui perubahan berat badan. pasien yang menghabiskan semua makanan tambahan pada perlakuan 1 sebanyak 23 pasien rata-rata mengalami penambahan berat badan sebanyak 108.7 gr sedangkan pada perlakuan 2 sebanyak 40 pasien rata-rata mengalami penambahan berat badan sebanyak 227.50 gr dengan nilai F hitung sebesar 7.03 secara statistic signifikan (p=0.002) maka dapat disimpulkan bahwa asupan makanan tambahan mempengaruhi rata-rata penambahan berat badan. 66