HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Etawah dan Peranakan Etawah Kandang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

MATERI DAN METODE. Materi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

EVALUASI TINGKAH LAKU DAN RESPON FISIOLOGIS KAMBING PE BETINA YANG DIPELIHARA PADA JENIS KANDANG BERBEDA DI DAERAH PASCA TAMBANG PASIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kabupaten Sumedang maka sebagai bab akhir penulisan skripsi ini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

1. PENDAHULUAN. akan daging sebagai salah satu sumber protein. Pemenuhan akan daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Peternakan Sri Murni

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DA PEMBAHASA. Keadaan Umum

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

MATERI DAN METODE. Materi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Garut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

Hidup Sehat. Peta Konsep. Halaman 1 dari 8

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Domba

A. Usaha pertanian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan:

Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna

HUBUNGAN STRES DAN BIOKIMIA NUTRISI PADA TERNAK OLEH : NOVI MAYASARI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAD PADJADJARAN

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

Penambahan Putih Telur Pada Mineral Blok Dengan Level Yang Berbeda Terhadap Respons Fisiologis Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kecamatan Cimalaka memiliki populasi kambing PE sebanyak 1.858 ekor. Keberadaan kambing PE di kecamatan Cimalaka diawali dengan adanya usaha pemanfaatan lahan kritis, akibat penggalian tambang pasir yang merusak lingkungan. Pemanfaatan lahan kritis yang dipelopori oleh seorang petani pelestari lingkungan, yaitu Uha Juhari dari desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka (Hariyadi et al., 2002). Lahan yang digunakan kelompok peternak Simpay Tampomas adalah lahan bekas galian penambangan pasir. Luas keseluruhan dari peternakan Simpay Tampomas adalah 20-25 hektar, dengan jumlah populasi kambing yang dipelihara 500 630 ekor ternak. Lahan di daerah penelitian berbatu, sehingga tidak bisa ditanami oleh tanaman pangan. Tanaman yang tumbuh di daerah penelitian adalah Calliandra haematocephala dan Gliricidia sepium. Kambing dipelihara dengan sistem semi intensif baik di kandang alas tanah ataupun di kandang alas panggung. Kandang di area penelitian terdiri dari kandang koloni dan kandang individu. Kandang koloni digunakan untuk kambing betina kering, kandang betina menyusui, kandang anakan, lepas sapih, sedangkan kandang individu digunakan untuk kambing pejantan. Lokasi di desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, bisa dilihat di peta pada gambar di bawah ini. Sumber : www.map.google.com Gambar 7. Lokasi Peternakan Simpay Tampomas di Kabupaten Sumedang

Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi dan reproduksi ternak, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi, dan keseimbangan tingkah laku ternak (Esmay, 1982). Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban di lokasi penelitian tidak konstan antara siang dan malam hari. Rataan suhu dan kelembaban yaitu 24,67±3,83 o C dan 59,38%±12,90%, akan tetapi setelah dilakukan uji T mendapatkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Menurut Smith dan Mangkuwidjojo, (1988) keadaan suhu optimal dimiliki oleh Indonesia dengan rataan harian wilayah Indonesia adalah 29 o C pada musim hujan dan 30-32 o C pada musim kemarau sedangkan kisaran suhu dan kelembaban optimal kambing adalah 18-30 0 C dengan kelembaban dibawah 75%. Suhu dan kelembaban di kedua kandang relatif sama hal ini terjadi karena pengambilan data suhu dan kelembaban dilakukan di setiap kandang hampir bersamaan sehingga selisih perbedaan suhu antara kandang panggung dan kandang tanah kecil. Suhu lingkungan di kandang panggung dan kandang alas tanah masih dalam cakupan suhu nyaman bagi ternak dengan rataan suhu yaitu 24,67±3,83 o C, dan mempunyai kelembaban relatif rendah (59,38%±12,90%), hal ini berpengaruh nyaman pada ternak yaitu pada saat ternak terkena heat stress, ternak cenderung lebih mudah melepaskan uap air ke udara. Kelembaban di kandang alas tanah lebih tinggi daripada kandang panggung karena ventilasi di dalam kandang alas tanah lebih sedikit sehingga kandungan uap air yang ada di dalam kandang alas tanah terperangkap sehingga mengakibatkan sirkulasi udara tidak lancar, sedangkan di kandang panggung memiliki ventilasi yang banyak mengakibatkan kandungan uap air di dalam kandang mudah terbawa oleh angin mempermudah dalam terjadinya sirkulasi udara. Pada suhu lingkungan yang tinggi maka kambing berusaha menurunkan suhu tubuhnya melalui pernafasan dan kulit (Yeates et al., 1975). Hasil analisis ragam pada Tabel 4 di kandang panggung menunjukkan bahwa suhu pada pagi hari nyata lebih rendah (P<0,05) daripada siang atau sore hari, sedangkan pada siang dan sore hari setelah dilakukan uji statistik hasilnya tidak berbeda nyata (P>0,05). Pagi hari menunjukkan suhu yang rendah karena lokasi tempat berada di lereng gunung dan lokasi berada 800 m di atas permukaan laut (Balai Penelitian Ternak, 2001). Suhu pada siang hari dan sore setelah dilakukan uji 21

statistik adalah tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan suhu di kandang panggung tertinggi pada sore hari dikarenakan lokasi kandang panggung terkena letak kandang panggung membujur dari utara ke seletan sehingga mengakibatkan terkena radiasi sinar matahari yang maksimal pada sore hari. Menurut Yani (2006) cekaman panas maksimal dari radiasi matahari pada pukul 13.00 14.00 WIB dimana pada waktu tersebut nilai intensitas radiasi matahari dapat mencapai 480 kkal/m 2 /jam. Hasil penelitian setelah dilakukan uji statistik suhu di kandang panggung berbeda nyata (P<0,05) dengan pagi ataupun siang hari, rataan suhu tertinggi terjadi pada siang hari yaitu 26,86 ± 3,74 0 C Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi, Siang, dan Sore Kandang Waktu Suhu( o C) Kelembaban (%) Panggung Tanah Pagi 20,26 ± 1,11 a 72,20 ± 12,01 c Siang 26,86 ± 3,74 b 43,80 ± 7,53 b Sore 26,92 ± 1,38 b 56,30 ± 4,09 a Pagi 19,84 ± 1,21 a 74,00 ± 7,38 c Siang 28,44 ± 1,47 c 52,60 ± 8,17 a Sore 25,70 ± 0,69 b 57,40 ± 3,97 b Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada kolom dan jenis kandang yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB) Lokasi kandang panggung berada di tengah areal lahan buah naga mengakibatkan pancaran sinar matahari lebih banyak diterima oleh kandang panggung. Tingginya suhu lingkungan area sekitar kandang panggung dan tanah karena lahan merupakan bekas penambangan pasir. Areal lokasi kandang terkena sinar matahari langsung mengakibatkan terjadinya aliran panas secara radiasi gelombang pendek. Ketika suhu lingkungan optimum, maka tubuh ternak memproduksi panas tubuh minimum diluar suhu optimum ternak. Perolehan panas dari luar tubuh (heat gain) akan menambah beban panas bagi ternak, apabila suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman. Sebaliknya, akan terjadi kehilangan panas tubuh (heat loss) apabila suhu udara lebih rendah dari suhu nyaman (Yani, 2006). Hasil analisis ragam menunjukkan kelembaban pada kandang panggung pada pagi hari berbeda nyata (P<0,05) antara siang ataupun sore hari, dan juga berbeda 22

nyata (P<0,05) pada siang dan sore hari. Kelembaban berkaitan erat dengan suhu. Kelembaban pada pagi hari tinggi karena suhu lingkungan pada pagi hari rendah. Kelembaban akan turun seiring dengan kenaikan suhu. Kelembaban di kandang alas tanah dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada sore hari suhu dan kelembaban berbeda nyata (P<0,05) antara pagi dan siang hari dan juga berbeda nyata (P<0,05) antara siang dan sore hari, hal ini karena pada kandang alas tanah terdapat kanopi pepohonan sehingga mengurangi radiasi sinar matahari, akibatnya adalah suhu pada kandang alas tanah pada sore hari lebih rendah daripada suhu di kandang panggung. Hal ini juga mengakibatkan kelembaban tertinggi terjadi pada kandang alas tanah. Suhu dan kelembaban yang tinggi menyebabkan evaporasi lambat sehingga pelepasan panas tubuh terhambat (McDowell, 1972). Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Alas Tanah Kandang merupakan sarana yang dibuat oleh peternak untuk mempermudah dalam menghandling ternak. Menurut Williamson dan Payne (1993) kandang yang baik adalah kandang yang ringan, berventilasi baik, drainase baik, dan mudah dibersihkan. Dua tipe kandang kambing yang digunakan di daerah tropis yaitu kandang alas tanah dan kandang panggung. Hasil data uji Mann Whiteney dan uji T dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Hasil statistik setelah dilakukan uji Mann Whiteney menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku agonistic pada kandang alas tanah berbeda nyata (P<0,05) yaitu (0,61±1,21 kali/5 menit) lebih tinggi daripada kandang panggung, akan tetapi lama waktu terjadi tingkah laku agonistic pada Tabel 6 tidak berbeda nyata. Tingginya frekuensi tingkah laku agonistic di kandang tanah karena di dalam kandang tanah terdapat kambing yang dominan dan subordinat. Kambing dominan ketika melakukan tingkah laku makan cenderung mengusir kambing subordinat dengan cara menanduk. Kambing subordinat cenderung tidak melawan dan pergi ketika kambing dominan melakukan tingkah laku agonistic. Kejadian ini mengakibatkan frekuensi tingkah laku agonistic banyak akan tetapi lama waktu kejadian sedikit. Tabel 6 memperlihatkan rataan lama waktu tingkah laku agonistic tertinggi di kandang panggung, akan tetapi setelah dilakukan Uji T mendapatkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05), hal ini dikarenakan kambing di kandang panggung memiliki sifat dominan yang hampir sama sehingga ketika 23

kambing melakukan tingkah laku agonistic cenderung terjadi perkelahian yang lama, mengakibatkan lama waktu yang diperlukan untuk melakukan tingkah laku agonistic banyak akan tetapi frekuensi kejadian tingkah laku agonistic sedikit. Menurut Craig (1981) kambing betina memiliki sifat agonistic akan tetapi frekuensinya sangat kecil, hal ini karena kambing betina memproduksi hormon androgen tetapi jumlahnya tidak sebanyak yang dihasilkan oleh kambing jantan. Tingkah laku berikutnya yang diamati adalah tingkah laku makan. Tabel 5. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah Jenis Kandang Frekuensi Tingkah Laku Kambing Agonistik Makan Merawat Diri Vokalisasi Eliminasi --------------------------------kali/ 5 menit--------------------------------- Panggung 0,38±1,02 a 2,65±2,87 2,13±2,31 0,06±0,33 0,18±0,64 Tanah 0,61±1,21 b 3,24±,3,08 2,45±2,25 0,13±0,54 0,13±0,42 Keterangan : Superskrip huruf dan baris yang berbeda pada kolom yang sams menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Tingkah laku makan merupakan karakteristik hewan dari segala karakteristik. Hewan tidak akan bisa hidup tanpa makan. Tingkah laku makan kambing cenderung browsing, yaitu ternak tersebut suka mengambil makanannya dari semak semak dan daun tanaman (Ensminger, 2002). Frekuensi tingkah laku makan tertinggi terdapat di kandang alas tanah. Akan tetapi setelah dilakukan uji Mann Whiteney menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku makan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kandang panggung dan kandang alas tanah. Kambing di kandang alas tanah cenderung banyak melakukan frekuensi makan karena pada saat kambing subordinat makan kambing dominan mengusir kambing subordinat dengan melakukan tingkah laku agonistic. Tabel 6 menunjukkan lama waktu tingkah laku makan di kandang panggung dan kandang alas tanah, hasil uji T menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05), antara kandang panggung dan kandang alas tanah. Kambing di dalam kandang panggung lebih tenang ketika melakukan tingkah laku makan daripada kambing di kandang alas tanah. Temperatur lingkungan yang tinggi pada kandang alas tanah menekan nafsu makan pada kambing. Konsumsi pakan dan produksi panas berkaitan, temperatur yang meningkat menyebabkan konsumsi pakan menurun, kambing akan 24

mengurangi aktivitas kegiatannya bertujuan agar mengurangi produksi panas dalam tubuhnya. Penurunan produksi panas dilakukan melalui penurunan konsumsi pakan, ruminasi, dan penurunan aktivitas (Devendra dan Burn, 1994). Tabel 6. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah Jenis Kandang Lama Waktu Tingkah Laku Kambing Agonistik Makan Merawat Diri Vokalisasi Eliminasi ---------------------------------Menit/ 5 Menit---------------------------- Panggung 0,24±0,33 1,48±1,36 0,27±0,27 0,03±0,12 0,02±0,08 Tanah 0,14±0,52 1,39±0,69 0,28±0,21 0,01±0,02 0,01±0,31 Hasil uji Mann Whiteney dan uji T menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku dan lama waktu kejadian merawat diri antara kandang panggung dan kandang alas tanah tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa kambing PE sama-sama melakukan tingkah laku merawat diri di kandang panggung dan kandang alas tanah. Tingkah laku lain yang muncul adalah tingkah laku vokalisasi dan eliminasi. Hasil uji statsitik tidak terjadi perbedaan antara tingkah laku vokalisasi di kandang panggung dan kandang alas tanah. Tingkah laku vokalisasi sering muncul bersamaan dengan tingkah laku agonistic dan tingkah laku makan. Tingkah laku vokalisasi yang terjadi di kandang alas tanah hanya terjadi pada 2 kambing dari 8 kambing yang diamati sehingga tingginya tingkah laku vokalisasi terjadi karena faktor individu kambing dalam merespon rangsangan dari lingkungan. Tingkah laku yang diamati berikutnya adalah tingkah laku membuang kotoran. Rataan tertinggi frekuensi dan lama waktu tingkah laku membuang kotoran tertinggi berada di kandang panggung, akan tetap setelah dilakukan uji statistik Mann Whiteney dan Uji T pada tingkah laku membuang kotoran menunjukkan tidak berbeda nyata antara kandang panggung dan kandang alas tanah (P>0,05), hal ini karena kambing melakukan tingkah laku membuang kotoran jarang terjadi baik di kandang panggung dan kandang alas tanah. Hasil pengamatan diperoleh data yang sedikit karena pada saat pengambilan data, hanya dilakukan pengambilan data sebentar atau pada saat pengamatan bukan merupakan waktu yang tepat untuk kambing melakukan tingkah laku eliminasi. Menurut Tomaszewka et al. (1993) 25

kambing melakukan tingkah laku eliminasi disamping untuk mengurangi heat stress tetapi juga untuk membuang racun sisa dari metabolisme tubuh dan mengurangi panas tubuh pada ternak guna dilepaskan ke lingkungan agar terjadi homeostatis antara suhu ternak dan suhu lingkungan. Tingkah Laku Kambing PE Betina di Tipe Kandang Panggung pada Waktu yang Berbeda Kandang merupakan sarana dan prasarana yang digunakan untuk memudahkan dalam menghandling ternak. Ada dua tipe kandang kambing yang umum dipakai di daerah tropis yaitu kandang alas tanah dan kandang panggung. Peternakan kambing di Indonesia umumnya menggunakan tipe kandang panggung. Hal tersebut karena kandang panggung mempunyai kelebihan yaitu untuk mengurangi pengaruh lingkungan yaitu suhu, kelembaban dan curah hujan, serta tergantung tujuan berternak kambing untuk produksi susu atau produksi daging (Devendra dan McLeroy, 1982). Keunggulan kandang panggung adalah mudah dibersihkan dan mudah dalam penanganan. Perkandangan merupakan salah satu aspek yang penting dalam pemeliharaan kambing. Perkandangan yang baik dapat membantu penanganan ternak sehingga memperlancar usaha ternak. Kegunaan kandang adalah membantu dan mempermudah tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya dengan lebih efektif dan efisien, serta membantu dalam meningkatkan konversi pakan dan laju pertumbuhan serta kesehatan ternak (Devendra dan Burn 1994). Tabel 7 dan Tabel 8 menunjukkan frekuensi dan lama waktu tingkah laku kambing betina PE di kandang panggung. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku agonistic pada pagi hari tidak berbeda nyata (P>0,05) antara siang hari dan sore hari, akan tetapi pada siang hari dengan sore hari berbeda nyata (P<0,05). Frekuensi tingkah laku agonistic tertinggi di kandang panggung pada sore hari yaitu (0,68±0,24 kali/5 menit). Kambing melakukan tingkah laku agonistic dengan cara menandukkan kepalanya ke kepala kambing lain, menandukkan kepalanya ke pagar pembatas, dan menandukkan kepalanya ke tubuh kambing lain. Tujuan melakukan tingkah laku agonistic untuk menentukan dominasi di kelompok. Tingkah laku agonistic berkaitan erat dengan tingkah laku makan. Tingkah laku agonistic terjadi pada pagi hari karena perebutan mencari pakan hijauan yang mulai menipis. Menurut Ensminger (2002), 26

tingkah laku agonistic terjadi ketika ternak melakukan perebutan makanan, perebutan wilayah, dan perebutan pasangan kawin. Hasil penelitian tingkah laku agonistic berdasarkan lama waktu kejadian pada Tabel 8 menunjukkan bahwa pada pagi hari tidak berbeda nyata dengan siang hari (P>0,05), akan tetapi pada pagi hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05), sedangkan tingkah laku agonistic pada siang hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05). Rataan tertinggi lama waktu kejadian tingkah laku agonistic terjadi pada sore hari (0,69±0,12 menit), hal ini menunjukkan bahwa frekuensi pemberian pakan juga berpengaruh terhadap lama waktu terjadinya tingkah laku agonistic. Tabel 7. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung Tingkah laku Frekuensi Tingkah Laku Kambing pada Waktu yang Berbeda Pagi Siang Sore Rataan --------------------------------kali/ 5 menit--------------------------------- Agonistik 0,38±0,43 ab 0,08±0,15 b 0,68±0,24 a 0,38±1,02 Makan 2,98±1,75 a 0,43±0,35 b 4,55±1,00 c 2,65±2,87 Merawat diri 2,05±1,22 2,45±1,84 1,90±1,06 2,13±2,31 Vokalisasi 0,00±0,00 a 0,00±0,00 a 0,18±0,36 b 0,06±0,33 Eliminasi 0,13±0,10 0,35±0,65 0,08±0,15 0,18±0,64 Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB) Hasil uji Friedman menunjukkan frekuensi tingkah laku makan pada pagi, siang, dan sore hari berbeda nyata antara satu dengan yang lain (P<0,05), hal ini karena manajemen pemberian pakan yang dilakukan pada pukul 14.00 WIB sehingga membuat frekuensi tingkah laku makan cenderung tinggi pada sore hari (4,55±1,00 kali/5 menit). Tingkah laku makan juga terjadi pada pagi hari yaitu (2,98±1,75 kali/5 menit). Tujuan kambing makan pada pagi hari untuk meningkatkan suhu tubuhnya agar terjadi keseimbangan homeostasis antara suhu tubuh ternak dengan suhu lingkungan. Menurut Devendra dan Burns (1994), kambing mempunyai kebiasaan makan yang berbeda dengan ruminansia lainnya. Bibirnya yang tipis mudah digerakkan dengan lincah untuk mengambil pakan. Kambing mampu makan rumput yang pendek dan merenggut dedaunan, disamping itu kambing merupakan pemakan 27

yang lahap dari pakan yang berupa berbagai macam tanaman dan kulit pohon. Rangkaian tingkah laku makan pada kambing diawali dengan mencium makanan. Kambing akan memakan makanan tersebut jika makanan tersebut cocok untuk dimakan. Umumnya kambing menyukai berbagai jenis hijauan. Kambing juga dapat membedakan antara rasa pahit, manis, asam, dan asin (Kilgour dan Dalton, 1984). Rangkaian tingkah laku selanjutnya adalah merenggut. Tabel 8. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung Tingkah laku Lama Waktu Tingkah Kambing Laku Pada Waktu yang Berbeda Pagi Siang Sore Rataan --------------------------------menit/ 5 menit--------------------------------- Agonistik 0,03±0,03 a 0,00±0,01 a 0,69±0,12 b 0,24±0,33 Makan 1,01±0,96 a 0,29±0,36 a 3,13±0,22 b 1,48±1,36 Merawat diri 0,26±0,24 0,16±0,11 0,41±0,37 0,27±0,27 Vokalisasi 0,00±0,00 0,00±0,00 0,01±0,02 0,03±0,12 Eliminasi 0,01±0,01 0,05±0,01 0,00±0,01 0,02±0,08 Keterangan Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB) Kambing akan langsung merenggut pakan yang disukainya. Pakan yang direnggut dapat berupa rumput, daun, dan semak belukar. Selain itu kambing juga dapat memakan akar kering, ranting, kulit tumbuh-tumbuhan, dan daun-daun yang sudah kering. Kambing merenggut pakan dengan cara menarik dan mendorong mulut ke depan-atas atau belakang-bawah, jika daun-daunan terdapat pada tanaman yang tinggi, maka kambing mempunyai kemampuan untuk meramban. Kambing meramban dengan cara mengangkat kedua kaki depan pada batang tumbuhan dan bertumpu pada kedua kaki belakang. Kepala dijulurkan ke daun tumbuhan yang dipilihnya. Kondisi hijauan yang masih segar dan banyak membuat kambing memiliki selera makan yang sangat tinggi. Tingkah laku ini termasuk tingkah laku stres yang menyenangkan bagi kambing. Kambing di area penelitian jarang di beri air minum, hal ini karena daerah penelitian susah dalam mendapatkan mata air. Untuk memenuhi kebutuhan air, kambing diberikan hijauan segar yang mengandung kadar air tinggi yang berasal dari 28

daerah pegunungan. Menurut Cakra et al. (2008) Konsumsi kebutuhan air yang diperlukan kambing hanya 188 cc/kg/24 jam, hampir sama dengan unta yaitu 185 cc/kg/24 jam, sedangkan untuk domba dan sapi adalah 197 cc/kg/24 jam dan 347 cc/kg/24 jam, mengakibatkan kambing tahan terhadap daerah yang beriklim kemarau dengan curah hujan sedikit. Efek dari pemberian air yang sedikit mengakibatkan terjadinya pengurangan ekskresi urin dengan konsentrasi urea yang meningkat dan pekat. Hijauan yang diberikan pada kambing adalah Calliandra haematocephala dan Gliricidia sepium Hasil uji T lama waktu kejadian tingkah laku makan menunjukkan bahwa pada pagi hari, tingkah laku makan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan siang hari, akan tetapi tingkah laku makan pada pagi hari berbeda nyata pada sore hari (P<0,05), sedangkan pada siang hari lama waktu tingkah laku makan berbeda nyata pada sore hari (P<0,05). Lama waktu makan di kandang panggung tertinggi pada sore hari yaitu (3,13±0,22 menit) karena waktu pemberian pakan terjadi pada sore hari. Frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku makan pada pagi hari tidak setinggi pada sore hari karena pakan yang dimakan pada pagi hari merupakan sisa pakan dari kemarin sore hari sehingga sisa pakan yang tersedia pada pagi hari tinggal sedikit, tidak segar lagi membuat nafsu makan kambing menjadi berkurang. Rataan frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku makan pada siang hari, merupakan rataan terkecil yaitu (0,43±0,35 kali/5 menit) dan (0,29±0,36 menit). Siang hari kambing akan lebih banyak melakukan istirahat. Kambing apabila dihadapkan pada cekaman panas, prioritas tingkah laku kambing akan berubah dari kegiatan merumput atau mengkonsumsi pakan ke diam untuk menghindari kondisi yang tidak menyenangkan. Konsekuensi yang cepat adalah mengurangi konsumsi pakan dan energi metabolisme yang tersedia. Gangguan lain terhadap keseimbangan energi berasal dari perubahan fisiologis, endokrin, dan pencernaan yang selanjutnya menurunkan energi yang tersedia (Roussel, 1992). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Tomaszewka et al. (1991) bahwa pada siang hari dengan suhu yang tinggi, kambing akan merumput lebih sedikit, waktu yang digunakan untuk ruminasi lebih singkat dengan istirahat yang relatif lama. Hasil analisis pada Tabel 7 dan 8 pada pagi, siang, dan sore frekuensi dan lama waktu pengamatan tingkah laku merawat diri di kandang panggung tidak 29

berbeda nyata (P>0,05). Hasil data menunjukkan bahwa rataan total frekuensi tingkah laku merawat diri adalah (2,13±2,31 kali/5 menit). Kondisi kambing pada siang hari, kambing cenderung untuk melakukan tingkah laku istirahat. Tingkah laku istirahat yang dilakukan adalah berbaring di lantai, selain melakukan istirahat, kambing berbaring di lantai bertujuan untuk membuang panas yang ada dalam tubuhnya dengan cara mekanisme konduksi. Kambing di areal peternakan jarang dimandikan, hal ini mengakibatkan ektoparasit menempel pada kulit kambing sehingga membuat kambing merasa gatal mengakibatkan terjadi tingkah laku merawat diri, sedangkan rataan lama waktu kejadian kambing melakukan tingkah laku merawat diri total adalah (0,27±0,27 menit), hal ini karena kambing adalah hewan diurnal pada malam hari kambing melakukan aktivitas tidur, aktivitas tidur kambing dilakukan dengan cara berbaring di lantai kandang. Pagi hari merupakan awal aktivitas kambing setelah melakukan aktivitas tidur, karena berbaring di lantai dengan waktu yang lama mengakibatkan ektoparasit banyak menempel di kulit kambing saat kambing tidur berbaring di lantai sehingga pada pagi hari kambing cenderung lama membersihkan bulunya dengan melakukan tingkah laku merawat diri. Tingkah laku merawat diri dilakukan oleh kambing di kedua kandang ditunjukkan kambing dengan cara menjilati punggung dan menggosokkan tubuh kambing ke kandang. Menurut Tomaszewka et al. (1993) tingkah laku merawat diri pada kambing bertujuan merawat bulu dan mengangkat ektoparasit. Tingkah laku vokalisasi yaitu tingkah laku mengeluarkan suara. Kambing melakukan tingkah laku vokalisasi saat mengalami gangguan dan saat waktu pemberian pakan tiba. Selama pengamatan sangat sedikit sekali terjadi tingkah laku vokalisasi. Hanya kambing yang dominan saja yang melakukan tingkah laku vokalisasi. Tujuan kambing dominan melakukan tingkah laku vokalisasi adalah untuk menandai wilayah teritorial kekuasaannya kepada kambing subordinat lain. Selain itu, tingkah laku vokalisasi terjadi pada saat pemberian pakan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa rataan total frekuensi tingkah laku vokalisasi pada pagi hari tidak berbeda nyata dengan siang hari (P>0,05), akan tetapi pada pagi hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05), sedangkan pada siang hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05) dengan rataan vokalisasi tertinggi berada pada sore hari yaitu (0,18±0,15 kali/ 5 menit). Setelah dilakukan uji T lama waktu tingkah laku 30

vokalisasi kambing tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan total (0,03±0,12 menit). Tingkah laku lain yang diamati adalah tingkah laku membuang kotoran terdiri dari tingkah laku membuang feses dan membuang urin. Tingkah laku eliminasi di kandang panggung tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan total frekuensi dan lama waktu terjadi tingkah laku eliminasi di kandang panggung yaitu (0,18±0,64 kali/5) menit dan (0,01±0,31 menit). Tingkah laku eliminasi dipengaruhi oleh pakan yang dimakan serta karakter fisiologis dari tiap hewan tersebut (Hart, 1985). Frekuensi membuang kotoran yang rendah dikarenakan waktu pengamatan yang pendek dan ada kemungkinan waktu pengamatan yang dilakukan bukan waktu biasa untuk kambing melakukan tingkah laku eliminasi. Kambing betina dalam melakukan tingkah laku membuang kotoran dengan cara melengkungkan kaki ke belakang sehingga tubuh bagian belakang agak rendah. Tingkah Laku Kambing PE Betina di Tipe Kandang Alas Tanah pada Waktu yang Berbeda Tingkah laku yang diamati pada kambing betina di kandang alas tanah adalah tingkah laku agonistic, tingkah lalu makan, tingkah laku membuang kotoran, tingkah laku merawat diri, dan tingkah laku vokalisasi. Rataan frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku agonistic di kandang alas tanah pada pagi hari berbeda nyata dengan siang hari (P<0,05), frekuensi tingkah laku agonistic pada pagi hari tidak berbeda nyata dengan sore hari (P>0,05), akan tetapi tingkah laku agonistic pada siang hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05). Tingkah laku agonistic terjadi pada pagi hari yaitu (2,93±0,54 kali/5 menit). Kambing di kandang alas tanah pada pagi hari cenderung banyak melakukan tingkah laku agonistic dikarenakan terjadi perebutan hijauan pakan yang tinggal sedikit jumlahnya. Hasil analisis statistik uji T lama waktu kejadian tingkah laku agonistic pada pagi hari tidak berbeda nyata dengan siang hari (P>0,05), akan tetapi lama waktu tingkah laku agonistic pada pagi hari berbeda nyata pada sore hari (P<0,05), sedangkan tingkah laku agonistic pada siang hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05). Tingkah laku agonistic pada pagi hari jika dilihat pada lama waktu kejadian, terjadi dalam waktu yang sebentar yaitu (0,03±0,05 menit), hal ini menunjukkan 31

bahwa tingkah laku agonistic dilakukan oleh kambing dominan kepada kambing subordinat di koloninya. Kambing subordinat cenderung menghindar dan pergi saat terjadi perkelahian yang dilakukan oleh kambing dominan. Tujuan dari kambing dominan melakukan tingkah laku agonistic adalah motif dalam perebutan makanan. Kandang kambing yang diberi sekat pemisah antara kepala dan badannya memberi perlindungan yang sempurna kepada kambing subordinat untuk makan sama banyak dengan kambing dominan, sedangkan percobaan dengan menggunakan kandang koloni tanpa adanya sekat pemisah, kambing subordinat akan menunggu kambing dominan selesai makan baru setelah itu melakukan tingkah laku makan setelah kambing dominan kenyang (Tomaszewka et al., 1993). Tabel 9. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Alas Tanah Tingkah laku Frekuensi Tingkah Kambing Laku pada Waktu yang Berbeda Pagi Siang Sore Rataan --------------------------------kali/ 5 menit--------------------------------- Agonistik 2,93±0,54 a 0,15±0,28 b 1,33±0,38 a 0,61±1,21 Makan 3,78±1,29 a 1,58±0,61 b 4,38±1,34 a 3,24±3,08 Merawat diri 2,93±1,28 2,68±0,75 1,75±0,72 2,45±2,25 Vokalisasi 0,00±0,00 a 0,00±0,00 a 0,38±0,57 b 0,13±0,54 Eliminasi 0,13±0,15 0,08±0,15 0,18±0,17 0,13±0,42 Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB). Tingkah laku agonistic juga terjadi pada sore hari. Hasil penelitian frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku agonistic pada sore hari adalah (1,33±0,38 kali/5 menit) dan (0,36±0,35 menit), pada sore hari cenderung terjadi tingkah laku agonistic karena kambing mendapat stimulus berupa makanan yang melimpah. Kambing dominan cenderung menyerang kambing subordinat di dekatnya. Lama waktu tingkah laku agonistic paling banyak pada sore hari karena kambing subordinat bertahan dari serangan ternak dominan guna mendapatkan makanan, sehingga membuat lama waktu kejadian tingkah laku agonistic tinggi. Siang hari cenderung ternak jarang melakukan tingkah laku agonistic. Tabel 9 dan Tabel 10 menunjukkan frekuensi dan lama waktu kejadian tiangkah laku agonistic yaitu 32

(0,15±0,28 kali/5 menit) dan (0,01±0,02 menit). Kambing melakukan tingkah laku agonistic pada siang hari dengan cara kambing menanduk nandukkan kepalanya di pagar. Aktivitas kambing pada siang hari adalah istirahat. Istirahat pada kambing dilakukan dengan cara berdiri dan merebahkan tubuhnya di alas kandang juga melakukan tingkah laku merawat diri. Tabel 10. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Alas Tanah Tingkah laku Lama Waktu Tingkah Laku Kambing pada Waktu yang Berbeda Pagi Siang Sore Rataan -------------------------------Menit/ 5 Menit--------------------------------- Agonistik 0,03±0,05 a 0,01±0,02 a 0,36±0,35 b 0,14±0,52 Makan 1,33±0,36 a 0,89±0,50 b 1.95±0,73 a 1,39±0,69 Merawat diri 0,26±0,19 0,29±0,26 0,29±0,19 0,28±0,21 Vokalisasi 0,00±0,00 0,00±0,00 0,02±0,03 0,01±0,02 Eliminasi 0,01±0,01 0,01±0,02 0,01±0,01 0,01±0,31 Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB). Hasil uji Friedman frekuensi tingkah laku makan pada pagi hari berbeda nyata dengan siang hari (P<0,05), frekuensi tingkah laku makan pada pagi hari tidak berbeda nyata dengan sore hari (P>0,05), dan frekuensi tingkah laku makan pada siang hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05). Hasil uji T pada lama waktu kejadian tingkah laku makan pada pagi hari berbeda nyata dengan siang hari (P<0,05), lama waktu makan pada pagi tidak berbeda nyata dengan sore hari (P>0,05), dan lama waktu tingkah laku makan pada siang hari berbeda nyata pada sore hari (P<0,05). Rataan frekuensi dan lama waktu tingkah laku makan kambing di kandang alas tanah tertinggi pada sore hari (4,38±1,34 kali/5 menit) dan (1,98±0,73 menit). Tingkah laku makan kambing pada sore hari, kambing dominan dan subordinat aktif dalam melakukan tingkah laku makan sehingga membuat frekuensi kejadian dan lama waktu kejadian tingkah laku makan tinggi. Tingkah laku makan kambing betina PE pada sore hari, kambing dominan cenderung mengusir kambing subordinat dalam mengambil pakan, untuk menyikapi hal tersebut kambing subordinat mencuri-curi makanan dari tempat pakan lalu pergi menghindari kambing 33

dominan mengakibatkan waktu kejadian pada sore hari tidak setinggi pada kambing yang berada pada kandang panggung. Pengamatan pada pagi hari menunjukkan frekuensi dan lama waktu tingkah laku makan yang tinggi yaitu (3,78±1,29 kali/5 menit) dan (1,33±0,36 menit). Pagi hari cenderung kambing dominan melakukan tingkah laku istirahat, sedangkan kambing subordinat aktif dalam melakukan tingkah laku makan. Kambing melakukan tingkah laku makan paling sedikit pada siang hari dengan frekuensi (1,58±0,61 kali/5 menit) dan waktu (0,89±0,50 menit). Jumlah pakan pada siang hari, mulai menipis. Kambing pada siang hari memakan sisa pakan berupa dedaunan dan kulit dari ranting, hal ini dikarenakan hijauan pakan yang tersedia di bak pakan tinggal sedikit. Faktor lain yang mempengaruhi kambing untuk tidak makan banyak pada siang hari karena suhu tinggi mengakibatkan kambing menurunkan konsumsi pakan guna melepaskan panas tubuhnya (Yeates et al., 1975). Hasil Friedman dan uji T frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku merawat diri tidak terjadi beda nyata antara pengamatan pada pagi, siang, dan sore hari (P>0,05). Hasil penelitian rataan total tingkah laku merawat diri di kandang tanah adalah (2,45±2,25 kali/5 menit), sedangkan lama waktu kejadian tingkah lakunya adalah (1,39±0,69 menit). Kambing melakukan tingkah laku merawat diri bertujuan untuk membersihkan bulu dari kotoran dan mengangkat ektoparasit. Keterbatasan air di daerah penelitian membuat kambing jarang dimandikan sehingga ektoparasit dan jamur dapat mudah berkembang di sekitar kulit kambing yang mengakibatkan rasa gatal. Tingkah laku merawat diri kambing pada siang hari dilakukan dengan cara berbaring sedangkan pada pagi hari tingkah laku merawat diri dilakukan dengan cara berdiri. Sore hari kambing juga melakukan tingkah laku merawat diri, akan tetapi frekuensi dan lama waktu kejadian kecil. Kecilnya tingkah laku merawat diri pada sore hari karena cenderung saat pengamatan kambing mendapat stimulus makanan sehingga cenderung melakukan tingkah makan, akan tetapi kambing tetap melakukan tingkah laku merawat diri tetapi durasinya hanya sebentar, hal ini dapat dijelaskan bahwa untuk mengurangi rasa gatal pada kulitnya kambing melakukan tingkah laku merawat diri. Hasil uji Friedman frekuensi tingkah laku vokalisasi menunjukkan tidak berbeda nyata antara pagi dan siang hari (P>0,05) akan tetapi pada pagi dan sore hari 34

berbeda nyata (P<0,05) dan frekuensi tingkah laku vokalisasi pada siang hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05). Rataan frekuensi tertinggi terjadi pada sore hari yaitu (0,38±0,57 kali/5 menit). Hasil uji T lama waktu kejadian tingkah laku vokalisasi pada pagi, siang, dan sore hari menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan total yaitu (0,01±0,01 menit). Tingkah laku vokalisasi terjadi saat kambing mendapat rangsangan berupa makanan ataupun bahaya. Rangsangan pakan yang diberikan pada sore hari membuat kambing melakukan vokalisasi. Tingkah laku vokalisasi ini terjadi hanya pada 2 betina dominan yang ada di kandang alas tanah. Tingkah laku lain yang diamati yaitu tingkah laku membuang kotoran. Tingkah laku membuang kotoran yang diamati ada dua yaitu defikasi dan urinasi. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku membuang kotoran tidak berbeda nyata antara pagi, siang, dan sore hari. Rataan tingkah laku eliminasi di kandang tanah adalah (0,13±0,42 kali/5 menit) dan (0,01±0,31 menit), hal ini dikarenakan waktu pengamatan yang terlalu pendek dan ada kemungkinan pada waktu pengamatan tersebut bukan waktu yang biasa kambing dalam melakukan tingkah laku membuang kotoran. Hasil uji T menunjukkan bahwa lama waktu kejadian tingkah laku membuang kotoran tidak berbeda nyata antara pagi, siang dan sore hari (P>0,05), hal ini menunjukkan bahwa aktivitas tingkah laku membuang kotoran jarang terjadi saat pengamatan dan waktu terjadi kejadian tingkah laku membuang kotoran ini hanya sebentar. Tingkah laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Kandang Alas Tanah pada Waktu yang Berbeda Hasil uji Mann Whiteney dan uji T frekuensi dan lama waktu tingkah laku makan, agonistic, merawat diri, vokalisasi, dan eliminasi di pagi hari antara kandang panggung dan kandang alas tanah dapat dilihat pada Tabel 11 sampai Tabel 16. Hasil uji stastistik tingkah laku agonistic pada pagi hari menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkah laku agonistic yaitu tingkat agresivitas, kondisi kandang yang tidak nyaman mengakibatkan sirkulasi udara tidak bebas keluar masuk, bau kotoran ternak dan urin amoniak yang tinggi membuat kondisi tidak nyaman bagi ternak. Hasil penelitian lama waktu kejadian pada Tabel 12 menunjukkan bahwa tingkah laku agonistic menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05), hal ini menunjukan kambing subordinat cenderung menghindar ketika 35

diserang oleh kambing dominan. Tingkah laku agonistic berkaitan dengan tingkah laku makan, yang membedakan dari kedua tingkah laku tersebut adalah semakin tinggi tingkah laku makan maka menunjukkan produktivitas ternak tinggi. Semakin banyak ternak makan maka pertambahan berat badan ternak akan tinggi, sedangkan semakin tinggi tingkah laku agonistic mengakibatkan penurunan produktivitas ternak. Perkelahian antar ternak memicu stres pada ternak, jika ternak mengalami stres maka akan menurunkan produktivitas ternak. Tabel 11. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi Hari Jenis kandang Frekuensi Tingkah Laku Kambing pada Kandang yang Berbeda Agonistik Makan Merawat Diri Vokalisasi Eliminasi --------------------------------kali/ 5 menit--------------------------------- Panggung 0,38±0,43 2,98±1,75 2,05±1,22 0,00±0,00 0,13±0,10 Tanah 2,93±0,54 3,78±1,29 2,93±1,28 0,00±0,00 0,13±0,15 Menurut Roussel (1992), tingkah laku kambing yang sudah didomestikasi sebagian besar kegiatanya dilakukan untuk makan dan menghabiskan sebagian besar merumput di kandang. Hasil analisis tingkah laku makan pada pagi hari tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kandang panggung dengan kandang tanah. Kambing melakukan tingkah laku makan pada pagi hari karena pada pagi hari kambing subordinat di kandang alas tanah melakukan tingkah laku makan ketika kambing dominan melakukan tingkah laku istirahat. Tingkah laku tersebut dilakukan karena pada sore hari kambing subordinat kalah berkompetisi dalam perebutan pakan, sehingga kambing subordinat memenuhi kebutuhan pakannya dengan cara makan di pagi hari. Rataan lama waktu makan yang tinggi pada pagi hari mengindikasikan bahwa kambing lebih nyaman makan karena ancaman dari kambing yang dominan berkurang. Kambing dominan pada pagi hari cenderung melakukan istirahat dengan cara berbaring di lantai. Manajemen pemberian pakannya pada pagi hari yaitu mulai pukul 08.00-14.00 WIB memberi efek baik pada ternak karena pada pagi hari ternak memiliki waktu yang lama untuk mengunyah makanan tersebut. Semakin banyak waktu yang diberikan kepada ternak kambing untuk mengkonsumsi pakan, maka 36

akan menghasilkan bobot badan yang lebih optimal (Setianah, 2004). Tingkah laku berikutnya yang diamati adalah tingkah laku merawat diri Tabel 12. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi Hari Jenis Kandang Lama Waktu Tingkah Laku Kambing pada Kandang yang Berbeda Agonistik Makan Merawat Diri Vokalisasi Eliminasi -----------------------------------Menit/ 5 Menit---------------------------- Panggung 0,03±0,03 1,01±0,96 0,26±0,24 0,00±0,00 0,01±0,01 Tanah 0,03±0,05 1,33±0,36 0,26±0,19 0,00±0,00 0,01±0,01 Frekuensi dan lama waktu tingkah laku merawat diri pada pagi hari antara kandang tanah dan panggung pada Tabel 11 dan 12 jika dilihat pada tabel tertinggi terjadi pada kandang tanah. Akan tetapi, setelah dilakukan uji statistik Mann Whiteney dan uji T tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini berindikasi bahwa pada pagi hari ternak baik di kandang panggung dan alas tanah sama-sama nyaman. Tingginya tingkah laku merawat diri di pagi hari karena kambing adalah hewan diurnal pada malam hari kambing melakukan aktivitas tidur. Aktivitas tidur kambing dilakukan dengan cara berbaring di lantai kandang. Pagi hari merupakan awal aktivitas kambing setelah melakukan aktivitas tidur, karena lama berbaring di lantai kandang maka banyak ektoparasit yang menempel pada kulit kambing, mengakibatkan rasa gatal. Untuk menghadapi respon tersebut kambing melakukan tingkah laku merawat diri guna mengurangi rasa gatal akibat gigitan ektoparasit. Tingkah laku vokalisasi adalah tingkah laku ternak mengeluarkan suara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku vokalisasi tidak terjadi pada pagi hari dan siang hari. Tingkah laku vokalisasi pada kambing ketika kambing mendapat rangsangan dari luar ketika diberi pakan. Hasil uji statistik tingkah laku vokalisasi pada pagi hari menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Sedikitnya data diperoleh karena pengamatan dilakukan hanya sebentar. Tingkah Laku berikutnya yang diamati adalah tingkah laku eliminasi. Tingkah laku eliminasi antara kandang panggung dan kandang alas tanah sedikit terjadi pada pagi hari karena pada saat suhu dingin ternak akan menaikkan metabolisme tubuhnya dengan sedikit membuang kotoran (Yani, 2006). Hal yang dilakukan untuk menaikan suhu tubuh adalah dengan 37

melakukan banyak aktivitas gerak dan makan pada pagi hari. Hasil uji statistik Mann Whiteney dan uji T menunjukkan tidak berbeda nyata antara kedua kandang (P>0,05). Waktu pengamatan yang sebentar membuat frekuensi dan lama waktu kejadian kecil atau pada saat dilakukan pengamatan bukan waktu untuk kambing melakukan tingkah laku eliminasi. Tingkah laku kambing yang dilakukan pada siang hari menunjukkan bahwa aktivitas yang dilakukan kambing di kandang alas tanah dan panggung paling sedikit, hal ini dikarenakan pada siang hari ternak mengalami cekaman panas maksimal sehingga ternak menurunkan tingkat metabolisme tubuhnya dengan cara istirahat. Jika dilihat rataan tingkah laku agonistic tertinggi pada kandang alas tanah, akan tetapi setelah dilakukan uji statistik menunjukkan bahwa tingkah laku agonistic pada siang hari tidak berbeda nyata (P>0,05). Kambing melakukan tingkah laku agonistic di siang hari terkesan seperti bermain yaitu menandukkan kepalanya di pagar. Tingkah laku berikutnya yang diamati adalah tingkah laku makan. Frekuensi dan lama tingkah laku makan pada Tabel 13 dan 14 tertinggi di kandang tanah. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa frekuensi dan lama waktu tingkah laku makan kambing pada siang hari berbeda nyata (P<0,05) yaitu (1,58±0,61 kali /5 menit) dan (0,89±0,50 menit). Tingkah laku makan tertinggi pada siang hari karena di kandang alas tanah masih tersisa hijauan sedangkan di kandang panggung sudah tidak tersisa lagi hijauan, akan tetapi jika dilihat dari konsumsi pakannya tertinggi pada kandang panggung memiliki sisa konsumsi pakan lebih sedikit daripada di kandang alas tanah walaupun diberi jumlah pakan yang sama yaitu 70 kg berat basah di masing-masing kandang. Tingkah laku berikutnya yang diamati adalah tingkah laku merawat diri. Tabel 13 dan 14 menunjukkan tingkah laku merawat diri tertinggi pada kandang alas tanah, akan tetapi setelah dilakukan uji statistik menunjukkan bahwa frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku merawat diri tidak berbeda nyata (P>0,05). Kambing melakukan tingkah laku merawat diri pada siang hari sembari dengan melakukan istirahat berbaring di lantai kandang. Tingkah laku berikutnya yang diamati adalah tingkah laku eliminasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi dan lama waktu tingkah laku eliminasi pada siang hari tidak berbeda nyata (P>0,05). Kecilnya hasil data tingkah laku eliminasi ini dikarenakan bahwa 38

pengamatan ini dilakukan dengan cara discontinue dan pengambilan data yang sebentar di setiap individu mengakibatkan kambing melakukan tingkah laku eliminasi pada saat bukan jam pengamatan. Tabel 13. Rataan Frekuensi Tingkah Laku kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari Jenis Kandang Frekuensi Tingkah Laku Kambing pada Kandang yang Berbeda Agonistik Makan Merawat Diri Vokalisasi Eliminasi --------------------------------kali/ 5 menit--------------------------------- Panggung 0,08±0,15 0,43±0,35 a 2,45±1,84 0,00±0,00 0,35±0,65 Tanah 0,15±0,28 1,58±0,61 b 2,68±0,75 0,00±0,00 0,08±0,15 Keterangan : superskrip huruf yang berbeda (a,b) pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Perilaku agonistic ini merupakan hal yang penting dalam menetapkan dan mempertahankan hubungan dominan dan subordinat antara tingkatan sosial spesies (Hart, 1985). Hasil uji statistik Frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku agonistic pada sore hari dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16. Hasil uji statistik frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku agonistic pada sore hari di kedua kandang berbeda nyata (P<0,05). Rataan tertinggi berada pada kandang alas tanah yaitu (1,33±0,38 Kali/ 5 menit) akan tetapi lama waktu kejadian tingkah laku agonistic tertinggi di kandang panggung (0,69±0,12 menit). Tingkah laku agonistic meningkat pada sore hari karena adanya rangsangan berupa makanan. Kambing di kandang alas panggung memiliki sifat agonistic yang hampir sama mengakibatkan lama waktu kejadian tingkah laku agonistic tinggi. Berbeda pada kandang alas tanah, pada saat kambing dominan melakukan tingkah laku agonistic ternak subordinat cenderung lari untuk menghindar. Tingkah laku yang diamati berikutnya adalah tingkah laku makan. Frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku makan tertinggi di kandang panggung, akan tetapi setelah dilakukan uji statistik menunjukkan bahwa frekuensi dan lama waktu tingkah laku makan pada sore hari tidak berbeda nyata (P>0,05). Kambing di kandang panggung hampir semua individu melakukan tingkah laku makan sehingga membuat frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku tinggi. Lama waktu kejadian yang tinggi mengindikasikan bahwa kambing di kandang 39

panggung melakukan tingkah laku makan dengan tenang dan jarang berebut, berbeda pada kambing di kandang alas tanah kecilnya lama waktu kejadian mengindikasikan bahwa kambing gelisah saat makan dan sering berebut pakan. Kegelisahan tersebut dilakukan oleh kambing subordinat yang diganggu kambing dominan saat melakukan tingkah laku makan. Percobaan penelitian yang dilakukan Setianah (2004), pemberian pakan pada ternak kambing pada pukul 14.00-17.30 WIB, ternak tidak memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mengkonsumsi pakan dan mengunyah pakan dengan baik, sehingga akan menghasilkan bobot badan yang kurang optimal Tingkah laku berikutnya yang diamati adalah merawat diri. Tabel 14. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari Jenis Kandang Lama Waktu Tingkah Laku Kambing pada Kandang yang Berbeda Agonistik Makan Merawat Diri Vokalisasi Eliminasi -----------------------------------Menit/ 5 Menit---------------------------- Panggung 0,00±0,01 0,29±0,36 a 0,16±0,11 0,00±0,00 0,05±0,01 Tanah 0,01±0,02 0,89±0,50 b 0,29±0,26 0,00±0,00 0,01±0,02 Keterangan : superskrip huruf yang berbeda (a,b) pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Frekuensi dan lama waktu tingkah laku merawat diri tertinggi di panggung, akan tetapi setelah dilakukan uji statistik menunjukkan frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku merawat diri tidak berbeda nyata (P>0,05). Tujuan kambing melakukan tingkah laku merawat diri adalah untuk merawat bulunya. Tingkah laku berikutnya yang diamati adalah tingkah laku vokalisasi. Hasil uji statistik tingkah laku vokalisasi tidak berbeda nyata antara kandang panggung dengan kandang alas tanah (P>0,05), tingkah laku vokalisasi ini dilakukan oleh kambing dominan untuk menandai wilayahnya agar kambing subordinat menjauh dari wilayah makan kambing dominan. Hasil uji statistik tingkah laku eliminasi pada sore hari tidak berbeda nyata di kedua kandang (P>0,05). Kambing cenderung melakukan tingkah laku eliminasi pada siang hari guna untuk mengurangi cekaman panas yang ada pada tubuhnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kambing melakukan tingkah laku eliminasi jarang dan waktunya sebentar. 40

Tabel 15. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Sore Hari Jenis Kandang Frekuensi Tingkah Laku Kambing pada Kandang yang Berbeda Agonistik Makan Merawat Diri Vokalisasi Eliminasi --------------------------------kali/ 5 menit--------------------------------- Panggung 0,68±0,24 a 4,55±1,00 1,90±1,06 0,18±0,36 0,08±0,15 Tanah 1,33±0,38 b 4,38±1,34 1,75±0,72 0,38±0,57 0,18±0,17 Keterangan : superskrip huruf yang berbeda (a,b) pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Hasil penimbangan berat badan kambing sebelum dan sesudah pengamatan tingkah laku menunjukkan bahwa sebelum penelitian berat badan total kambing betina PE adalah 52,81±5,49 kg turun menjadi 52,50±6,00 kg. Terjadi penurunan berat badan antara sebelum pengamatan dan sesudah pengamatan. Jika diamati data tiap-tiap kandang menunjukkan bahwa di kandang panggung berat badan kambing sebelum dan sesudah pengamatan adalah sama yaitu 53,86±6,13 kg, sedangkan berat badan kambing di kandang alas tanah sebelum pengamatan adalah 51,75±4,95 kg, setelah pengamatan turun menjadi 51,13±5,22 kg. Hal ini mengindikasikan produksi kambing betina PE lebih baik jika diletakkan di kandang panggung daripada di kandang tanah. Tabel 16. Tabel Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Sore Hari Jenis Kandang Lama Waktu Tingkah Laku Kambing pada Kandang yang Berbeda Agonistik Makan Merawat Diri Vokalisasi Eliminasi -----------------------------------Menit/ 5 Menit---------------------------- Panggung 0,69±0,12 a 3,13±0,22 0,41±0,37 0,01±0,02 0,00±0,01 Tanah 0,36±0,35 b 1,95±0,73 0,29±0,19 0,02±0,03 0,01±0,01 Keterangan : superskrip huruf yang berbeda (a,b) pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Kondisi Fisiologis Kambing PE Betina Respon fisiologis kambing merupakan tanggapan kambing terhadap berbagai macam faktor lingkungan di sekitarnya. Respon fisiologis pada kambing dapat diketahui diantaranya dengan melihat suhu tubuh dan denyut jantung. Hewan 41

membutuhkan lingkungan yang cocok untuk kebutuhan fisiologisnya, jika tidak sesuai dengan lingkunganya, misalnya kondisi terlalu panas atau terlalu dingin akan mengakibatkan stres dan berakibat pada turunnya produktivitas ternak, sehingga pertumbuhan dan perkembangan produksi ternak akan menurun. Secara fisiologis tubuh ternak akan bereaksi terhadap rangsangan yang mengganggu fisiologis normal. Sebagai ilustrasi ternak akan mengalami cekaman panas dari sekelilingnya lebih besar daripada rataan panas yang dikeluarkan dari tubuh, sampai terjadi homeostastis antara suhu ternak dengan suhu lingkungan (Devendra dan Burns, 1994). Suhu Tubuh Suhu rektum merupakan indikator yang baik untuk menggambarkan suhu internal tubuh ternak. Suhu rektum juga sebagai parameter yang dapat menunjukkan efek dari cekaman panas terhadap kambing. Rataan suhu tubuh kambing betina PE tertera pada Tabel 17. Tabel 17. Rataan Suhu Rektum Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Waktu yang Berbeda Waktu Suhu Rektum pada Kandang yang berbeda ( 0 C) Panggung Tanah Pagi (06.00-08.00 WIB) 38,15 ± 0,20 A 38,53 ± 0,11 B Siang (12.00-14.00 WIB) 38,46 ± 0,15 A 38,73 ± 0,20 B Sore (16.00-18.00 WIB) 39,02 ± 0,22 39,04 ± 0,19 Keterangan : superskrip pada baris yang sama (A,B) menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01). Suhu rektum harian, terendah terjadi pada pagi hari. Hasil uji T menunjukkan pada pagi hari berbeda sangat nyata antara kandang panggung dan kandang alas tanah (P<0,01). Pengamatan suhu rektum pada pagi hari tertinggi di kandang alas tanah adalah yaitu (38,53±8,66). Suhu rektum pada siang hari di dua tipe kandang yang berbeda setelah dilakukan uji T menunjukkan bahwa (P<0,01), Suhu rektum tertinggi berada di kandang alas tanah yaitu (38,73±0,12). Sore hari menunjukkan bahwa suhu rektum kambing di 2 tipe kandang tidak menunjukkan berbeda nyata (P>0,05). Hasil penelitian mengindikasikan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi suhu rektum pada kambing di area penelitian selain suhu lingkungan 42