HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor terletak di Jalan Raya Bogor-Jakarta KM 46, Desa Sampora, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Penangkaran Mamalia merupakan bagian dari Bidang Zoologi sebagai tempat konservasi fauna Indonesia, khususnya untuk jenis fauna mamalia. Penangkaran mamalia ini mempunyai visi untuk mewujudkan model konservasi ex situ menjadi referensi nasional dalam pengelolaan satwa liar. Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan yang berada di sekitar kandang terdiri dari lokasi kandang, tingkat kebisingan, suhu dan kelembaban. Hal ini merupakan faktor yang sangat penting dan perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi aktivitas lutung yang diamati. Lokasi kandang lutung ditempatkan dekat dengan kandang satwa lainnya, seperti lutung jawa, kuskus dan oposum layang. Tingkat kebisingan yang terdapat di sekitar kandang ditimbulkan oleh suara-suara yang berasal dari lingkungan sekitar, seperti suara satwa lain dan suara manusia. Suara yang paling mengganggu adalah suara lalu-lalang kendaraan, intensitasnya cukup sering yaitu sekitar tiga puluh menit sekali. Hal ini sangat mengganggu aktivitas lutung dan sering membuat lutung ketakutan atau stres. Keadaan ketakutan atau stres yang dialami oleh lutung ditunjukkan dengan sikap atau gerakan yang tibatiba menjadi aktif, berupa lokomosi dan vokalisasi. Kehadiran orang asing di penangkaran juga merupakan hal yang mengganggu dari lingkungan sekitar yang mempengaruhi aktivitas lutung. Keadaan suhu dan kelembaban udara lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi aktivitas lutung. Kisaran suhu di Penangkaran Mamalia selama pengamatan antara o C dan kelembaban antara 78-98% dengan rataan suhu adalah sebesar 25,64 o C (pagi), 26,93 o C (siang) dan 25,50 o C (sore).

2 Rataan kelembaban untuk pagi, siang dan sore berturut-turut sebesar 89,43%, 85,50% dan 92,89%. Menurut Sukandar (2004), kondisi suhu lingkungan di habitat alami lutung berkisar antara C dan kelembaban sekitar 80%, sehingga dapat dikatakan bahwa suhu udara di penangkaran cukup optimum sedangkan kelembabannya kurang optimum. Suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada pagi hari menyebabkan udara sangat dingin. Kondisi seperti ini akan menyebabkan lutung banyak melakukan pergerakan untuk menjaga panas tubuhnya. Suhu pada siang hari yang cukup panas (26,93 o C) dan kelembaban yang rendah (85,50%) menyebabkan lutung tidak banyak melakukan aktivitas lokomosi dan banyak melakukan aktivitas istirahat. Pada sore hari, perubahan suhu dan kelembaban tidak berbeda jauh dengan suhu dan kelembaban pada siang hari, sehingga aktivitas lutung pada sore hari hampir sama dengan aktivitas lutung pada siang hari. Kondisi Kandang Kandang lutung merah jantan yang digunakan di Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI terbuat dari dua lapis kawat besi kasa dengan ukuran lubang masing-masing 2,7 cm dan 0,7 cm dan tebal kawat 0,1 cm dan 0,01 cm. Atap kandang terbuat dari genteng yang menutupi semua bagian kandang tersebut, sehingga tipe kandang ini dinamakan sebagai kandang tertutup. Kandang yang digunakan adalah kandang individu, yaitu setiap kandang hanya dihuni oleh seekor lutung. Kandang individu tersebut berukuran panjang 225 cm, lebar 200 cm dan tinggi 249 cm. Perlengkapan yang terdapat dalam kandang adalah tempat pakan, tempat minum, kotak tidur dan batang-batang kayu yang digunakan lutung untuk bergelantungan atau beraktivitas. Lantai kandang dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah sekitar 8,2 cm yang dilengkapi dengan parit kecil untuk memudahkan dalam membersihkan sisa pakan, feses dan urin yang jatuh ke lantai. Dinding kandang lutung bagian bawah berupa tembok dengan tinggi 74,5 cm dan bagian atasnya berupa dua lapis kawat loket dengan tinggi 174,5 cm. Pembersihan kandang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada pagi hari sekitar pukul 7.00 WIB dan sore hari pada pukul WIB. Alat kebersihan yang digunakan berupa sapu, sapu lidi, pengki dan air yang 22

3 dialirkan dalam selang. Sumber air pun tidak sulit untuk diperoleh dan selalu tersedia sepanjang musim. Aktivitas Tingkah Laku Lutung Merah Jantan Lutung merupakan satwa diurnal, yaitu satwa yang aktif pada pagi hingga sore hari. Pengamatan aktivitas lutung merah jantan dilakukan mulai dari pukul sampai dengan pukul WIB. Aktivitas lutung dimulai dengan bangun pagi hari kemudian melakukan aktivitas lokomosi. Hasil pengamatan lutung pada penelitian ini sama dengan hasil yang diperoleh dari penelitian Prayogo (2006) yang dilakukan di Taman Margasatwa Ragunan, yaitu bahwa lutung memulai aktivitas dengan bangun pagi, kemudian melakukan pergerakan untuk mencari pakan. Hal ini terjadi karena suhu udara yang sangat dingin pada pagi hari, sehingga lutung perlu penyesuaian diri dengan melakukan pergerakan untuk meningkatkan panas tubuhnya agar tidak kedinginan. Aktivitas lain yang dilakukan setelah lutung bangun pagi adalah aktivitas grooming, defekasi dan urinasi. Aktivitas lutung merah jantan yang diamati adalah aktivitas makan, minum, urinasi, defekasi, lokomosi, grooming, vokalisasi dan istirahat. Aktivitas tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu aktivitas yang berhubungan langsung dengan aktivitas makan dan aktivitas yang mempengaruhi pola makan lutung.persentase aktivitas lutung selama pengamatan ditunjukkan pada Gambar 3. 23

4 Persentase Aktivitas (%) Jenis Aktivitas Gambar 3. Persentase Aktivitas Harian Lutung Merah Jantan Selama Pengamatan Data hasil pengamatan yang terdapat pada Gambar 3 menunjukkan aktivitas tertinggi pada lutung merah jantan adalah aktivitas istirahat, yaitu sebesar 32,13%. Hasil yang diperoleh dalam pengamatan ini sama dengan hasil yang diperoleh dari penelitian Ruhiyat (1983), yang menyatakan bahwa aktivitas istirahat mendominasi semua aktivitas yang dilakukan surili (Presbytis aygula), yaitu sebesar 80% dari total semua aktivitas. Persentase aktivitas istirahat yang tinggi tersebut diakibatkan oleh suhu udara lingkungan sekitar yang tinggi. Kondisi suhu udara yang cukup panas membuat lutung banyak melakukan aktivitas istirahat, seperti duduk dan tidur. Suhu udara waktu siang hari (26,93 o C) menyebabkan lutung malas untuk bergerak untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh. Aktivitas istirahat satwa primata di alam sebesar 32%. Aktivitas tersebut bukan aktivitas tertinggi di alam. Aktivitas tertinggi di alam adalah aktivitas makan (Duma, 2007). Hal ini terjadi karena pemberian pakan di penangkaran sudah disediakan, sehingga lutung hanya tinggal memakan jenis pakan yang tersedia. Dengan demikian lutung tidak perlu mencari pakannya sendiri. Aktivitas tertinggi kedua adalah aktivitas grooming sebesar 29,77%. Aktivitas grooming yang dilakukan adalah menelisik tubuh, mencari kutu dan menjilati bulunya. Aktivitas grooming biasanya dilakukan diantara waktu aktivitas istirahat, yaitu pada saat lutung duduk. Oleh karena itu dapat diindikasikan bahwa dengan tingginya aktivitas istirahat maka akan berpengaruh terhadap aktivitas grooming. 24

5 Aktivitas lokomosi adalah perpindahan atau pergerakan lutung dari suatu tempat ke tempat lain. Nilai persentase aktivitas lokomosi yang diperoleh adalah sebesar 13,36%. Aktivitas lokomosi satwa primata di alam dapat mencapai 27% (Chivers, 2001). Hal ini terjadi karena satwa primata di alam harus mencari pakan, sedangkan di penangkaran pakan telah tersedia. Selain itu, luasan kandang yang terbatas di penangkaran menyebabkan lutung lebih sedikit melakukan aktivitas lokomosi apabila dibandingkan dengan aktivitas lokomosi lutung di alam. Aktivitas vokalisasi merupakan tingkah laku lutung yang diungkapkan atau diekspresikan melalui suara. Nilai persentase aktivitas vokalisasi sebesar 12,66%. Aktivitas vokalisasi pada lutung selama pengamatan terjadi pada saat lutung lapar, istirahat dan adanya gangguan atau ancaman dari luar, seperti kehadiran orang asing di penangkaran. Aktivitas vokalisasi sering dilakukan di alam karena lutung merupakan satwa yang hidup secara berkelompok. Aktivitas vokalisasi digunakan oleh lutung untuk berkomunikasi dengan lutung lain dalam satu kelompok tersebut (Supriatna et al., 1986). Aktivitas makan mempunyai nilai persentase sebesar 8,36%. Aktivitas makan pada satwa primata di alam lebih tinggi apabila dibandingkan dengan aktivitas makan di penangkaran. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Putra (1993) yang dilakukan di Cagar Alam Situ Patengan, yang menyatakan bahwa persentase aktivitas makan pada surili (Presbytis comata comata) sebesar 29,98%. Ketersediaan pakan yang beraneka ragam di alam mengakibatkan satwa dapat dengan bebas mendapatkannya, sebaliknya pakan yang tersedia di penangkaran membuat satwa primata terbatas dalam pemilihan pakan. Aktivitas eliminasi yang meliputi aktivitas defekasi dan urinasi memiliki nilai persentase sebesar 1,11% dan 2,17%. Aktivitas urinasi dan defekasi biasanya dilakukan dengan posisi duduk atau jongkok dan biasanya sudah terbiasa dilakukan di suatu tempat tertentu, misalnya berjongkok di pinggir kotak tidur, tempat pakan, ataupun di atas batang kayu, tempat lutung bergelantungan. Aktivitas defekasi rata-rata diawali dengan aktivitas urinasi. Aktivitas terendah dari semua aktivitas adalah aktivitas minum, yaitu sebesar 0,43%. Hal ini terjadi karena kandungan air dalam pakan diperkirakan 25

6 telah mencukupi kebutuhan air pada lutung. Frekuensi minum lutung sangat jarang dan biasanya hanya dilakukan setelah aktivitas makan selesai (Putra, 1993). Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan Lutung Aktivitas yang berhubungan langsung dengan pola makan, meliputi aktivitas makan (8,36%), minum (0,43%), urinasi (2,17%) dan defekasi (1,11%). Persentase dan alokasi waktu dari aktivitas makan, minum, urinasi dan defekasi dapat dilihat pada Gambar Persentase Aktivitas (%) Keterangan : Waktu Pengamatan Makan Minum Urinasi Defekasi Gambar 4. Aktivitas Lutung yang Berhubungan Langsung dengan Pola Makan Lutung Merah Jantan Aktivitas makan mendominasi seluruh kegiatan yang berhubungan langsung dengan pola makan lutung merah jantan kemudian diikuti aktivitas urinasi, defekasi dan minum. Aktivitas Makan Tingkah laku makan lutung diawali dengan pemilihan jenis pakan yang diberikan. Hasil penelitian Nurwulan (2002), menyatakan bahwa lutung biasanya 26

7 makan dengan posisi tubuh bergelantungan di atas pohon. Namun pada hasil pengamatan ini, lutung makan dengan posisi tubuh duduk di pinggir tempat pakan. Hasil pengamatan pada penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Pratiwi (2008) yang menyatakan bahwa aktivitas makan lutung di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog dilakukan dengan cara duduk di atas tempat pakan sampai pakan tersebut hampir semuanya habis. Menurut Alikodra (1990), pakan yang diberikan pada lutung biasanya langsung dimakan di tempat atau dekat tempat pakan diletakkan. Pakan yang diberikan jarang dibawa ke tempat lain untuk dimakan, kecuali saat makan dekat dengan individu yang dianggap akan membahayakan. Cara pengambilan pakan oleh lutung dilakukan dengan menggunakan kedua tangannya, kemudian memasukkannya ke dalam mulut. Pemberian pakan lutung di penangkaran dilakukan dengan cara pakan disiapkan setengah jam sebelumnya setelah itu pakan diletakkan di luar kandang. Hal ini mengakibatkan lutung menjadi aktif bergerak dan bersuara karena adanya rangsangan dari luar berupa pakan. Pakan tersebut lalu dimasukkan ke dalam kandang individu yang kosong yang terletak berhadapan dengan kandang lutung. Kandang individu lutung yang berisi pakan dan kandang lutung dibuka pintunya agar lutung bergerak menghampiri kandang individu lutung yang berisi pakan, kemudian pintu kandang individu lutung yang berisi pakan ditutup kembali setelah lutung berada pada kandang tersebut. Beberapa saat dilakukan pemilihan pakan terlebih dahulu oleh lutung sebelum akhirnya pakan tersebut dimakan. Lutung memiliki kecepatan makan yang tinggi, bahkan dua jenis pakan atau lebih dimasukkan ke dalam mulut untuk dikunyah sekaligus dan kemudian ditelan. Keunikan lain dari cara makan lutung adalah kedua tangannya tidak pernah kosong dari pakan, walaupun mulutnya masih mengunyah dan sudah cukup penuh dengan makanan. Kedua tangannya tetap memegang pakan lain yang umumnya berbeda jenis dan siap untuk dimasukkan kembali ke dalam mulutnya apabila sudah kosong. Jenis pakan hijauan, sayuran dan buah-buahan langsung dimasukkan ke dalam mulut dan dikunyah kemudian ditelan. Bagian batang dan daun yang sudah tua untuk jenis pakan hijauan tidak dimakan dan dibuang oleh lutung. Saat memakan daun beringin dan daun bunga kupu-kupu, batangnya tidak dimakan. Bunga dari tanaman bunga kupu-kupu ikut dimakan oleh lutung. Pakan 27

8 yang diberikan langsung dimakan dan hanya sedikit yang tersisa. Waktu yang diperlukan lutung untuk makan sekitar 45 sampai 60 menit. Biasanya aktivitas makan ini diakhiri dengan aktivitas minum, setelah itu lutung melakukan aktivitas lain seperti lokomosi, grooming dan istirahat. Aktivitas makan lutung dimulai pada pukul WIB, aktivitas makan tersebut cukup rendah karena lutung hanya memanfaatkan sisa-sisa pakan pada hari sebelumnya. Peningkatan aktivitas makan lutung terjadi pada pukul WIB yaitu pada waktu pemberian pakan. Aktivitas makan tertinggi juga dicapai pada waktu tersebut sebesar 7,95% (Gambar 4). Tingginya aktivitas makan lutung disebabkan oleh rangsangan rasa lapar. Pemberian pakan lutung juga pernah dilakukan dua kali saat penelitian preliminary, yaitu pada pukul WIB dan WIB, akan tetapi pada saat pemberian pakan yang kedua didapatkan lutung tidak mau makan bahkan tidak mau menghampiri tempat pakan. Hal ini mengindikasikan bahwa lutung memiliki tingkah laku makan yang terkonsentrasi pada waktu tertentu. Pernyataan tersebut didukung oleh Alikodra (1990), yang menyatakan bahwa aktivitas makan lutung di alam dilakukan pada pagi hari, istirahat pada siang hari, sedangkan aktivitas bergerak mencari pohon untuk tidur dilakukan pada sore hari. Gambar 5. Aktivitas Makan pada Lutung Merah (Sumber : Irawan, 2010) Aktivitas makan paling rendah terjadi pada pukul WIB, yaitu sebesar 0,06% (Gambar 4). Hal ini terjadi karena lutung sudah mulai beristirahat. Lutung sebagai satwa diurnal akan aktif pada pagi dan siang hari, sedangkan pada sore hari lebih banyak digunakan sebagai waktu istirahat dan tidur. Pada 28

9 penelitian ini ditemukan tingkah laku lain yang bersamaan dengan tingkah laku makan dari lutung, yaitu tingkah laku lokomosi dan tingkah laku grooming. Tingkah laku lokomosi terjadi karena pakan yang dibuang akibat pemilihan pakan oleh lutung diambil kembali untuk dimakan. Tingkah laku grooming terjadi bersamaan saat lutung melakukan tingkah laku makan yaitu lutung mengusapusap wajahnya saat makan. Aktivitas Minum Aktivitas minum merupakan aktivitas yang paling rendah dari seluruh aktivitas yang dilakukan oleh lutung. Nilai total persentase aktivitas minum sebesar 0,43% dari keseluruhan aktivitas harian lutung (Gambar 3). Aktivitas minum pada lutung berlangsung sekitar 0,5-2 menit. Tingkah laku minum pada lutung dilakukan dengan cara lutung bergerak menghampiri tempat minum kemudian lutung mendekatkan mulutnya pada tempat air. Posisi tubuh saat minum dilakukan dengan cara duduk atau jongkok dan posisi kedua tangan lutung memegang sisi dari tempat minum lalu air minum dihisap atau disedot dengan menggunakan mulut dan lidahnya. Kandungan air yang cukup tinggi dalam pakan diperkirakan telah mencukupi kebutuhan air pada lutung, sehingga lutung tidak banyak minum. Jenis pakan yang diberikan berupa hijauan, sayuran dan buah-buahan segar yang mempunyai kadar air sekitar 80%. Hasil penelitian dari Pratiwi (2008) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog juga menunjukkan hal yang serupa, yaitu aktivitas terendah dari lutung kelabu (Trachypithecus cristatus) adalah aktivitas minum sebesar 3,87% dari seluruh aktivitas yang diamati. Aktivitas minum primata di alam jarang ditemukan, biasanya satwa tersebut memakan jenis tanaman yang kadar air pakannya cukup tinggi, seperti umbut dan pandan hutan (Putra, 1993). Aktivitas minum tertinggi terjadi setelah puncak aktivitas makan pada pukul WIB yaitu sebesar 0,25% (Gambar 4). Tingginya aktivitas minum pada waktu tersebut karena cuaca sudah mulai panas, sehingga lutung harus banyak minum. Aktivitas minum pada lutung dapat dilihat pada Gambar 6. 29

10 Gambar 6. Aktivitas Minum pada Lutung Merah (Sumber : Irawan, 2010) Menurut Almatsier (2005), konsumsi air minum ada kaitannya dengan rasa haus dan rasa kenyang. Hal ini sesuai dengan data hasil pengamatan pada pukul WIB dan WIB. Pada pukul WIB menunjukkan aktivitas makan yang tinggi sehingga menyebabkan aktivitas minum rendah. Rendahnya aktivitas minum ini diakibatkan karena kandungan air dalam pakan sudah cukup tinggi. Pada pukul WIB menunjukkan aktivitas makan yang cukup rendah sehingga menyebabkan aktivitas minum yang tinggi. Aktivitas Urinasi Aktivitas urinasi merupakan aktivitas membuang kotoran yang berbentuk cair. Aktivitas urinasi dilakukan setelah lutung terbangun dari tidurnya pada pagi hari. Tingkah laku lutung saat melakukan aktivitas urinasi yaitu dengan cara jongkok atau setengah duduk dan biasanya dilakukan pada suatu tempat tertentu, seperti di atas batang kayu tempat lutung bergelantungan, di pinggir kotak tidur dan di pinggir tempat pakan. Aktivitas urinasi pada lutung dapat dilihat pada Gambar 7. 30

11 Gambar 7. Aktivitas Urinasi dan Defekasi pada Lutung Merah (Sumber : Irawan, 2010) Aktivitas urinasi tertinggi dicapai pada pukul WIB, yaitu sebesar 0,41% (Gambar 4). Hasil ini sama dengan hasil penelitian Prayogo (2006), yang menunjukan bahwa aktivitas urinasi lutung dengan nilai tertinggi adalah pada pukul WIB. Tingginya aktivitas urinasi lutung pada pagi hari dipengaruhi oleh keadaan udara yang cukup dingin. Suhu udara 25,64 o C dan kelembaban 89,43% pada pagi hari menyebabkan lutung perlu penyesuaian diri terhadap kondisi suhu udara tersebut melalui urinasi agar panas tubuhnya tetap stabil. Aktivitas urinasi yang tinggi juga dipengaruhi dari konsumsi pakan yang dicerna dan tidak termetabolisme dalam tubuh sehingga dikeluarkan melalui urin. Aktivitas Defekasi Aktivitas defekasi merupakan aktivitas membuang kotoran yang berbentuk padat. Aktivitas defekasi mulai dilakukan semenjak lutung memulai aktivitasnya pada pagi hari, seperti aktivitas urinasi. Tingkah laku dan posisi tubuh lutung saat melakukan defekasi mirip seperti posisi ketika lutung melakukan urinasi, yaitu dilakukan dengan cara jongkok atau setengah duduk. Aktivitas defekasi pada lutung biasanya dilakukan di tempat tertentu, seperti aktivitas urinasi, yaitu di atas batang kayu tempat lutung bergelantungan, di pinggir kotak tidur dan di pinggir tempat pakan. Aktivitas defekasi lutung dapat dilihat pada Gambar 7. Aktivitas defekasi tertinggi terjadi pada pukul WIB, yaitu sebesar 0,20% (Gambar 4). Tingginya aktivitas defekasi ini disebabkan oleh hasil 31

12 pencernaan konsumsi pakan pada hari sebelumnya yang tidak dicerna dan tidak digunakan lagi oleh tubuh, sehingga harus dikeluarkan pada keesokan harinya. Bentuk feses yang normal pada lutung adalah berbentuk bulat panjang agak lonjong dan cukup padat. Feses yang dikeluarkan terkadang tidak normal, yaitu feses berbentuk cair dan agak lembek. Hal ini diduga dari bahan pakan atau sistem pencernaan lutung yang sedang terganggu. Aktivitas yang Mempengaruhi Pola Makan Lutung Aktivitas yang mempengaruhi pola makan lutung terdiri dari aktivitas lokomosi (13,36%), grooming (29,77%), vokalisasi (12,66%) dan istirahat (32,13%). Persentase dan alokasi waktu dari aktivitas lokomosi, grooming, vokalisasi dan istirahat dapat dilihat pada Gambar Persentase Aktivitas (%) Keterangan : Waktu Pengamatan Lokomosi Grooming Vokalisasi Istirahat Gambar 8. Aktivitas Lutung yang Mempengaruhi Pola Makan Lutung Merah Jantan Aktivitas istirahat mendominasi seluruh kegiatan yang mempengaruhi pola makan lutung merah jantan kemudian diikuti oleh aktivitas grooming, lokomosi dan vokalisasi. 32

13 Aktivitas Lokomosi Aktivitas lokomosi pada lutung merupakan aktivitas pergerakan atau perpindahan yang dilakukan oleh lutung dari suatu titik ke titik yang lain. Aktivitas lokomosi ini dapat dilakukan dengan cara berjalan, berlari, melompat dan bergelantung. Pergerakan lutung yang paling sering dilakukan adalah quadrupedal, yaitu berjalan dengan menggunakan keempat tungkainya yang dilakukan dengan arah horizontal maupun vertikal (Fleagle, 1978). Lutung melakukan gerakan berjalan dengan keempat tungkainya dari sudut kandang ke sudut kandang lainnya atau ketika mengelilingi bagian dalam kandang dan dilakukan secara berulang kali. Gerakan bergelantung sangat jarang dilakukan, namun sering dijumpai pergerakan lutung yang berjalan di atas dinding kandang dan dibagian dasar kandang. Aktivitas lokomosi satwa primata di alam dapat mencapai 27% (Chivers, 2001). Aktivitas lokomosi lutung yang diamati sebesar 13,36% dari seluruh aktivitas lutung (Gambar 3). Hasil penelitian Pratiwi (2008) terhadap lutung kelabu (Trachypithecus cristatus) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog menunjukkan hal serupa, yaitu aktivitas lokomosi menduduki peringkat ketiga sebesar 19,77% setelah aktivitas istirahat dan grooming. Rendahnya aktivitas lokomosi disebabkan karena pakan lutung telah tersedia di penangkaran sehingga lutung tidak banyak melakukan pergerakan mencari pakan. Selain itu, aktivitas lokomosi lutung terbatas akibat luasan atau besaran kandang. Pakan yang beraneka ragam dan ruang lingkup yang tanpa batas di alam menyebabkan lutung banyak melakukan pergerakan atau lokomosi. Lutung bergerak biasanya untuk mencari pakan, apabila di tempat tersebut jenis pakannya telah habis maka lutung akan berpindah ke tempat lain yang banyak terdapat pakan. Aktivitas lokomosi lutung dapat dilihat pada Gambar 9. 33

14 Gambar 9. Aktivitas Lokomosi pada Lutung Merah (Sumber : Irawan, 2010) Aktivitas lokomosi dilakukan pertama kali setelah lutung terbangun dari tidurnya di pagi hari. Aktivitas tertinggi terjadi pada pukul WIB, yaitu sebesar 3,03% (Gambar 8). Aktivitas lokomosi yang tinggi pada waktu tersebut terjadi karena lutung mendapatkan rangsangan dari luar berupa pakan. Lutung menjadi aktif bergerak karena lutung mempunyai rangsangan rasa lapar dan keinginan untuk mendapatkan pakan tersebut. Pemberian pakan membuat lutung harus bergerak karena pakan yang diberikan berada pada kandang individu lutung yang kosong, yang terletak berhadapan dengan kandang lutung. Selain itu, aktivitas lokomosi juga dipengaruhi oleh suhu udara yang rendah (25,64 o C) dan kelembaban yang tinggi (89,43%) pada pagi hari. Kondisi lingkungan seperti ini akan menyebabkan udara yang dingin, sehingga lutung banyak melakukan aktivitas lokomosi untuk menjaga panas tubuhnya agar tetap stabil. Aktivitas lokomosi paling rendah terjadi pada pukul dan WIB, yaitu sebesar 0,18% (Gambar 8). Cuaca yang panas pada siang hari dengan temperatur sebesar 26,93 o C dan kelembaban sebesar 85,50% menyebabkan lutung banyak kehilangan energi tubuh, sehingga untuk menghindari hal tersebut lutung mengurangi aktivitas lokomosi dan banyak melakukan aktivitas istirahat. Aktivitas Grooming Aktivitas grooming adalah aktivitas membersihkan diri atau merawat diri dari kotoran dan parasit yang dilakukan dengan cara mengusap, meraba, menjilat, menelisik, menggaruk, menjilat dan menggigit. Aktivitas grooming pada lutung 34

15 lebih banyak dilakukan pada bagian tangan, kaki dan ekor. Selain itu terdapat juga kebiasaan lain, yaitu meraba dan mengusap-usap bagian anus dan alat kelaminnya ketika lutung selesai melakukan aktivitas urinasi dan defekasi. Aktivitas seperti ini dimasukkan ke aktivitas grooming. Aktivitas grooming lutung dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Aktivitas Grooming pada Lutung Merah (Sumber : Irawan, 2010) Menurut Prayogo (2006), aktivitas grooming dibedakan menjadi dua macam, yaitu autogrooming dan allogrooming. Autogrooming adalah merawat diri yang dilakukan sendiri, sedangkan allogrooming adalah merawat diri yang dilakukan bersama individu lain. Satwa primata pada umumnya hidup berkelompok, sehingga aktivitas grooming akan dilakukan bersama-sama individu lainnya. Aktivitas grooming yang dilakukan lutung di penangkaran adalah autogrooming karena lutung ditempatkan pada kandang individu sehingga aktivitas grooming dilakukan sendiri. Aktivitas grooming biasanya dilakukan pada pagi hari ketika lutung mulai bangun dari tidurnya, selain itu lutung melakukan grooming pada waktu selesai makan, minum, urinasi dan defekasi. Aktivitas grooming lutung di penangkaran sering dijumpai bersamaan dengan aktivitas makan, seperti mengusap-usap wajah saat lutung sedang makan. Aktivitas grooming tertinggi terjadi pada pukul WIB, menjelang aktivitas istirahat total atau tidur, yaitu sebesar 6,11% (Gambar 8). Aktivitas grooming juga sering dilakukan disela-sela aktivitas istirahat, seperti saat duduk. Aktivitas grooming paling rendah terjadi pada pukul WIB, yaitu sebesar 0,29% (Gambar 8). Rendahnya aktivitas grooming pada waktu ini 35

16 diakibatkan karena lutung biasanya sudah mulai tidur dalam kandang. Hal ini didukung oleh pernyataan Alikodra (1990), yang menyatakan bahwa aktivitas makan lutung di alam dilakukan pada pagi hari, istirahat pada siang hari, sedangkan aktivitas bergerak mencari pohon untuk tidur dilakukan pada sore hari. Aktivitas Vokalisasi Aktivitas vokalisasi merupakan ekspresi atau ungkapan tingkah laku satwa yang dinyatakan melalui suara terhadap lingkungan atau keadaan sekitar. Vokalisasi adalah salah satu karakteristik yang dimiliki oleh satwa arboreal pemakan daun karena merupakan sistem isyarat yang efektif bagi kelompok yang tidak dapat saling melihat (de Vore, 1979). Aktivitas vokalisasi lutung dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Aktivitas Vokalisasi pada Lutung Merah (Sumber : Irawan, 2010) Aktivitas vokalisasi lutung selama pengamatan dimulai pada pukul sampai dengan pukul WIB kemudian aktif lagi pada pukul sampai dengan pukul WIB (Gambar 8). Aktivitas vokalisasi pada pagi hari terjadi karena lutung merah merasa lapar sehingga lutung bersuara untuk mendapatkan pakan. Selain itu, disebabkan juga karena lutung merasa terganggu oleh aktivitas manusia yang bekerja atau lalu-lalang di sekitar lokasi kandang. Hal ini didukung dari hasil penelitian yang dilakukan Supriatna et al. (1986) pada lutung merah (Presbytis rubicunda) di Cagar Alam Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, yang menyatakan bahwa lutung merah di alam akan melakukan vokalisasi pada pagi hari dalam membagi kelompoknya menjadi kelompok-kelompok kecil untuk 36

17 mencari pakan dan melakukan panggilan peringatan apabila mereka melihat adanya penyusup atau gangguan. Aktivitas vokalisasi tertinggi terjadi pada pukul WIB sebesar 4,04% (Gambar 8). Aktivitas vokalisasi pada sore hari dikarenakan lutung akan memulai melakukan aktivitas istirahat panjang atau tidur. Aktivitas vokalisasi lutung merah di alam pada sore hari dilakukan untuk memanggil kelompokkelompok kecilnyaagar berkumpul kembali untuk beristirahat setelah mencari pakan karena lutung merupakan satwa diurnal. Aktivitas vokalisasi ini dilakukan oleh lutung merah jantan dewasa dalam kelompok tersebut (Supriatna et al., 1986). Aktivitas Istirahat Aktivitas istirahat terbagi kedalam dua jenis, yaitu istirahat total dan istirahat sementara. Istirahat total berarti lutung melakukan posisi badan seperti duduk, diam tak bergerak dan tidur. Sedangkan istirahat sementara adalah keadaan atau posisi badan yang tidak bergerak yang dilakukan diantara aktivitas hariannya, misalnya antara aktivitas lokomosi dan grooming. Aktivitas istirahat sementara dilakukan lutung dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan aktivitas istirahat total.waktu istirahat penting dilakukan oleh lutung dan primata lainnya untuk mencerna pakan yang telah dikonsumsinya (Alikodra, 1990). Aktivitas istirahat biasa dilakukan lutung setelah selesai melakukan aktivitas makan, ketika suhu udara tinggi dan pada waktu sore hari. Posisi tubuh lutung ketika melakukan aktivitas istirahat sangat bervariasi, mulai dari duduk sampai merebahkan tubuhnya. Posisi istirahat lutung pada pagi dan siang hari biasanya dilakukan sambil duduk dengan matanya terpejam. Tingkah laku istirahat lutung pada sore hari berbeda dengan aktivitas istirahat pada pagi dan siang hari. Pada sore hari lutung biasanya tidur dalam kotak tidur yang telah disediakan. Posisi tubuhnya kurang dapat diperhatikan, karena bentuk kotaknya yang hampir menutupi seluruh bagian tubuh lutung. Aktivitas istirahat lutung dapat dilihat pada Gambar

18 Gambar 12. Aktivitas Istirahat pada Lutung Merah (Sumber : Irawan, 2010) Aktivitas istirahat memiliki persentase yang paling tinggi dibandingkan dengan jumlah aktivitas lainnya, yaitu sebesar 32,13% (Gambar 3). Aktivitas istirahat tersebut terdiri dari aktivitas istirahat total sebesar 9,04% dan aktivitas istirahat sementara sebesar 23,09%. Hasil penelitian dari Pratiwi (2008) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog juga menunjukkan hal yang serupa, yaitu aktivitas tertinggi dari lutung kelabu (Trachypithecus cristatus) didominasi oleh aktivitas istirahat sebesar 28,19% dari seluruh aktivitas yang diamati. Hal ini didukung juga dari hasil penelititan yang dilakukan Prayogo (2006) di Taman Margasatwa Ragunan, yang menyatakan bahwa persentase aktivitas istirahat lutung perak (Trachypithecus cristatus) mempunyai nilai tertinggi dibandingkan dengan aktivitas-aktivitas lainnya, yaitu sebesar 25,94%. Hasil pengamatan menunjukan bahwa aktivitas istirahat tertinggi terjadi pada pukul WIB, yaitu sebesar 4,02% (Gambar 8). Tingginya aktivitas istirahat pada waktu tersebut akibat dari proses pencernaan pakan yang dikonsumsi lutung. Aktivitas istirahat terendah terjadi pada pukul WIB, yaitu sebesar 0,51% (Gambar 8). Hal ini terjadi karena pada waktu tersebut pakan mulai diberikan sehingga lutung banyak melakukan aktivitas makan. Pemilihan Pakan Pemilihan pakan pada lutung dapat menunjukkan jenis pakan yang paling disukai oleh lutung dan pakan yang paling tidak disukai. Selain itu tingkat kesukaan jenis pakan dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah konsumsi pakan. Church (1976), mengatakan bahwa satwa memiliki sifat seleksi yang 38

19 cukup tinggi terhadap pakan yang tersedia, sehingga satwa akan lebih banyak memakan jenis pakan yang paling disukainya. Tingkat palatabilitas pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aroma, tekstur, suhu, rasa dan kandungan nutrisi. Jenis pakan yang diberikan pada penelitian ini terdiri atas delapan macam, yaitu daun beringin, daun bunga kupu-kupu, sawi putih, kacang panjang, pisang siam, apel malang, jambu biji dan ubi jalar. Kacang panjang yang diberikan dipotong dengan ukuran kurang lebih 10 cm untuk memudahkan lutung dalam memakan pakan tersebut. Pemberian ubi jalar sudah biasa dijadikan sebagai pakan lutung di penangkaran. Ubi jalar dan pisang siam yang diberikan, kulit buahnya dikupas terlebih dahulu. Bunga tanaman daun bunga kupu-kupu terkadang diikutsertakan saat pemberian daun bunga kupu-kupu. Urutan pemilihan pakan digunakan sebagai pendekatan untuk mengetahui tingkat kesukaan pakan yang diberikan. Urutan ranking pakan atau ranking jenis pakan yang diberikan pada lutung merah jantan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Urutan Pemilihan Pakan pada Lutung Merah Jantan Jenis Pakan Rata-rata Ranking Daun beringin 1,68 1 Ubi jalar 2,57 2 Pisang siam 3,14 3 Apel malang 4,50 4 Jambu biji 4,71 5 Sawi putih 6,21 6 Daun bunga kupu-kupu 6,32 7 Kacang panjang 6,86 8 Keterangan : angka 1 sampai dengan angka 8 menunjukkan nomor urutan pemilihan pakan dari pakan yang pertama kali dipilih sampai pakan yang terakhir dipilih untuk dikonsumsi. Hasil pengamatan menunjukkan urutan pemilihan pakan lutung dari yang paling disukai hingga yang tidak disukai, masing-masing adalah daun beringin, ubi jalar, pisang siam, apel malang, jambu biji, sawi putih, daun bunga kupu-kupu 39

20 dan kacang panjang. Pakan yang diberikan pada pagi hari biasanya sebagian besar langsung habis dimakan. Pakan yang kurang disukai, seperti sawi putih, daun bunga kupu-kupu dan kacang panjang masih tersisa dalam jumlah sedikit. Waktu makan lutung berkisar antara 45 sampai 60 menit dan selama jangka waktu tersebut jenis pakan yang diberikan hampir semuanya habis dimakan. Daun beringin menjadi pilihan pakan yang paling disukai oleh lutung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rijksen (1978), yaitu lutung merupakan spesies folivorus, sehingga pakan yang dikonsumsinya berupa dedaunan. Daun beringin yang dimakan berupa daun yang muda atau pucuk daun karena lutung biasanya mengonsumsi dedaunan yang masih muda atau pucuk daun. Daun beringin yang dimakan dipisahkan dari batangnya. Ubi jalar menduduki peringkat kedua dalam pemilihan pakan lutung. Menurut Matsuzawa (1950), pada umumnya satwa primata menyukai pakan dengan rasa manis. Tingginya kandungan karbohidrat ubi jalar, yaitu sekitar 75-90% yang menyebabkan rasa manis membuat lutung menyukainya (Harli, 2000). Peringkat ketiga ditempati oleh pisang siam dalam pemilihan pakan lutung karena daging buahnya yang berwarna kuning memiliki kandungan energi dan lemak yang cukup tinggi, yaitu sebesar 136 kalori dan 12,6 g (Mailangkay, 2002) sehingga bermanfaat dalam menyediakan kebutuhan energi untuk lutung. Apel malang menduduki peringkat keempat karena daging buahnya berwarna kekuningan, bertekstur agak kasar, aroma buahnya yang tidak tajam dan rasanya segar karena mengandung cukup banyak air (Yulianti et al., 2007). Urutan kelima ditempati oleh jambu biji karena daging buahnya berwarna putih atau merah, serta berasa asam-manis (Astawan dan Kasih, 2008). Apel malang dan jambu biji yang diberikan sebagai pakan lutung, kulit buah dan bijinya ikut dimakan. Lutung merah selain sebagai spesies folivorus juga termasuk spesies gramnivorus, yaitu pemakan biji-bijian. Biji-bijian dapat dikonsumsi oleh lutung merah karena kemampuan kandungan mikroba yang terdapat dalam sistem pencernaannya mampu mengubah tingkat keasaman atau ph pakan (Davies, 1986). Sawi putih menempati urutan keenam dalam pemilihan pakan lutung. Warna hijau daun yang lebih muda dibandingkan dengan warna daun jenis pakan 40

21 lain (daun beringin dan daun bunga kupu-kupu) menjadikan lutung menyukai jenis pakan ini. Selain itu, sawi putih juga mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu sebesar 6,99 g (Nurwulan, 2002). Lutung memakan sawi putih pada bagian daun terlebih dahulu kemudian batangnya. Daun bunga kupu-kupu menempati urutan ketujuh karena daun bunga kupu-kupu memiliki kandungan protein kasar sebesar 21,13% (Hadiati, 2003), akan tetapi daun bunga kupu-kupu mengandung tanin yang dapat merupakan faktor pembatas pada bahan pakan satwa (Sadili, 2003) sehingga perlu diperhatikan dalam pemberiannya. Tanaman bunga kupu-kupu yang dimakan oleh lutung berupa daun dan bunganya. Batang tanaman bunga kupu-kupu tidak ikut dimakan oleh lutung. Terakhir dalam urutan pemilihan pakan pada lutung adalah kacang panjang karena jenis pakan ini pada waktu dikonsumsi sulit dipegang oleh lutung. Hal ini terlihat dari banyaknya pakan kacang panjang yang jatuh saat lutung memakan kacang panjang. Tekstur kacang panjang yang lunak dan memiliki kadar bahan kering dan serat kasar rendah dibandingkan dengan jenis pakan lainnya, yaitu sebesar 9,21% dan 1,59% membuat lutung tidak menyukai jenis pakan tersebut. Hal ini didukung oleh penelitian Nicole dan Anggraeni (2006) yang menyatakan bahwa pemberian kacang panjang sebagai bahan pakan satwa primata dan mamalia di Kebun Binatang Surabaya sebaiknya diganti karena satwa primata dan mamalia kurang menyukai pakan tersebut, khususnya untuk spesies lutung merah (Presbytis rubicunda). Salah satu faktor lain yang harus diperhatikan dalam pemberian pakan satwa liar yang dipelihara di penangkaran adalah saluran pencernaannya (Prayogo, 2006). Lutung merah merupakan satwa folivorus dan gramnivorus, sehingga jenis pakan yang diberikan berupa dedaunan, umbi-umbian dan buahbuahan. Hal ini dilakukan agar lutung dapat memperoleh nutrisi sesuai dengan habitat aslinya. 41

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Keadaan Umum

HASIL DA PEMBAHASA. Keadaan Umum Kondisi Hewan HASIL DA PEMBAHASA Keadaan Umum Kondisi kancil betina selama penelitian secara keseluruhan dapat dikatakan baik dan sehat. Kondisi yang sehat dapat dilihat dari bulunya yang mengkilat, cara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Gizi Pakan Gizi pakan rusa yang telah dianalisis mengandung komposisi kimia yang berbeda-beda dalam unsur bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama dan di bawah program PT. Taman Safari Indonesia didampingi oleh Bapak Keni Sultan,

Lebih terperinci

UJI KONSUMSI PAKAN dan AKTIVITAS MAKAN PADA KUKANG (Nycticebus coucang) SECARA Ex situ

UJI KONSUMSI PAKAN dan AKTIVITAS MAKAN PADA KUKANG (Nycticebus coucang) SECARA Ex situ UJI KONSUMSI PAKAN dan AKTIVITAS MAKAN PADA KUKANG (Nycticebus coucang) SECARA Ex situ Astuti Kusumorini, Sekarwati Sukmaningrasa, Risna Octaviani Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Lebih terperinci

AKTIVITAS TINGKAH LAKU HARIAN LUTUNG MERAH JANTAN (Presbytis rubicunda) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN SKRIPSI ADHI IRAWAN

AKTIVITAS TINGKAH LAKU HARIAN LUTUNG MERAH JANTAN (Presbytis rubicunda) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN SKRIPSI ADHI IRAWAN AKTIVITAS TINGKAH LAKU HARIAN LUTUNG MERAH JANTAN (Presbytis rubicunda) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN SKRIPSI ADHI IRAWAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI - BOGOR SKRIPSI AI NURI PRATIWI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 3 1.3.Tujuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lutung merah (Presbytis rubicunda)

TINJAUAN PUSTAKA. Lutung merah (Presbytis rubicunda) TINJAUAN PUSTAKA Satwa Primata Satwa primata merupakan satu ordo tersendiri yang disebut dengan nama ordo primata yang termasuk manusia di dalamnya. Ordo primata terdiri dari dua subordo, yaitu Prosimii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang tinggi, rendah kolestrol dan lemak. Kelinci mempunyai kemampuan tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian studi perilaku dan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kecamatan Cimalaka memiliki populasi kambing PE sebanyak 1.858 ekor. Keberadaan kambing PE di kecamatan Cimalaka diawali dengan adanya usaha pemanfaatan lahan kritis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Super Ayam kampung super merupakan hasil dari proses pemuliaan yang bertujuan untuk peningkatan produksi daging. Dalam jangka pendek metode persilangan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di stasiun penelitian Yayasan Ekosistem Lestari Hutan Lindung Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015 di Taman Agro Satwa dan Wisata Bumi Kedaton, Bandar Lampung. Peta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Sub-divisi: Angiospermae,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Penangkaran Rusa Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (PPPKR) yang terletak di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tape merupakan makanan selingan yang cukup populer di Indonesia dan Malaysia. Pada dasarnya ada dua tipe tape, yaitu tape ketan dan tape singkong. Tape memiliki rasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Jumlah Waktu dan Frekuensi Grooming Monyet Ekor Panjang Pelaku pada perilaku grooming monyet ekor panjang adalah Jantan Dewasa (JD), Betina Dewasa (BD),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA VINA SITA NRP.1508 100 033 JURUSAN BIOLOGI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

KONSERVASI Habitat dan Kalawet 113 KONSERVASI Habitat dan Kalawet Kawasan hutan Kalimantan merupakan habitat bagi dua spesies Hylobates, yaitu kalawet (Hylobates agilis albibarbis), dan Hylobates muelleri. Kedua spesies tersebut adalah

Lebih terperinci

4. ADAPTASI DAN TINGKAH LAKU TIKUS EKOR PUTIH

4. ADAPTASI DAN TINGKAH LAKU TIKUS EKOR PUTIH 4. ADAPTASI DAN TINGKAH LAKU TIKUS EKOR PUTIH Pendahuluan Adaptasi adalah kemampuan bertahan hidup dari suatu individu dalam suatu habitat tertentu. Individu-individu yang dinyatakan bisa beradaptasi bila

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

tumbuhan di sekitar pelajaran 8

tumbuhan di sekitar pelajaran 8 pelajaran 8 tumbuhan di sekitar tuhan ciptakan aneka tumbuhan ada sayuran buah dan bunga semua berguna bagi manusia manusia wajib menjaga dan merawat tumbuhan yang tuhan beri sukakah kamu merawat tumbuhan

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penampilan Produksi Sapi Madura Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan sapi PO maupun sapi Brahman, turunan dari Bos indicus. Sapi

Lebih terperinci

Jurnal Fauna Tropika

Jurnal Fauna Tropika Volume 18, Nomor 1, Juni 2009 ISSN 0215-191X ZOO INDONESIA Jurnal Fauna Tropika Akreditasi : 119/AKRED/LIPI/P2MBI/06/2008 (Predikat B) PERBANDINGAN LUAS TUTUPAN SPOON TIPED SETAE MAKSILIPED KEDUA PADA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia akan sayuran yang tinggi akan meningkatkan jumlah pasokan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia akan sayuran yang tinggi akan meningkatkan jumlah pasokan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan manusia akan sayuran yang tinggi akan meningkatkan jumlah pasokan sayuran pada pasar yang nantinya akan berbanding lurus dengan limbah sayuran yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati HASIL Jumlah Imago Lebah Pekerja A. cerana Berdasarkan hasil pembuatan peta lokasi sel pupa, dapat dihitung jumlah imago lebah pekerja yang keluar dari sel pupa. Jumlah imago lebah pekerja A. cerana (yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paliyan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada kecamatan Paliyan, terdapat Suaka Margasatwa. Suaka Margasatwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid farm, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

JMSC Tingkat SD/MI2017

JMSC Tingkat SD/MI2017 I. Pilihlah jawaban yang benar dengan cara menyilang (X)abjad jawaban pada lembar jawaban kerja yang disediakan. 1. Pada sore hari jika kita menghadap pada matahari, bayangan tubuh kita tampak lebih...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, sebagian diantaranya dikategorikan langka, tetapi masih mempunyai potensi untuk ditangkarkan, baik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan alam melimpah berupa flora dan fauna. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha peternakan lebah

Lebih terperinci

PERILAKU HARIAN SEPASANG BURUNG NURI TALAUD (EOS HISTRIO) DI KANDANG PENELITIAN BPK MANADO

PERILAKU HARIAN SEPASANG BURUNG NURI TALAUD (EOS HISTRIO) DI KANDANG PENELITIAN BPK MANADO Kampus Kreatif Sahabat Rakyat PERILAKU HARIAN SEPASANG BURUNG NURI TALAUD (EOS HISTRIO) DI KANDANG PENELITIAN BPK MANADO Anita Mayasari, Diah I. D. Arini, Melkianus S. Diwi, Nur Asmadi Ostim Email : anita.mayasari11@gmail.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura memiliki ciri-ciri antara lain berwana kecoklatan hingga merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut Sugeng(2005) sapi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP. 21 BAB V HASIL 5.1 Distribusi 5.1.1 Kondisi Habitat Area penelitian merupakan hutan hujan tropis pegunungan bawah dengan ketinggian 900-1200 m dpl. Kawasan ini terdiri dari beberapa tipe habitat hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE III.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei sampai dengan Juni 2009 di Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Sepuluh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) I ndonesia merupakan salah satu negara produsen pisang yang penting di dunia, dengan beberapa daerah sentra produksi terdapat di pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan N TB. Daerah-daerah ini beriklim hangat

Lebih terperinci

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si Siapa Bayi dan Balita Usia 0 12 bulan Belum dapat mengurus dirinya sendiri Masa pertumbuhan cepat Rentan terhadap penyakit dan cuaca Pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran UD Anugrah Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Juni-Juli 2012.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja)

NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja) NUTRISI Rekomendasi Nutrisi Yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Kemoterapi (Yayasan Kasih Anak Kanker Jogja) dr. Maria Ulfa, MMR Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Penanganan diabetes berfokus pada mengontrol kadar gula darah (glukosa). Hal tersebut dapat dijalankan dengan memperhatikan pola makan dan olahraga, serta merubah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

Ingatlah bahwa pemberian MP ASI ini bertujuan mengenalkan variasi, tekstur serta rasa baru. Selera makan juga bervariasi setiap hari, hari ini dia men

Ingatlah bahwa pemberian MP ASI ini bertujuan mengenalkan variasi, tekstur serta rasa baru. Selera makan juga bervariasi setiap hari, hari ini dia men Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini menyimpulkan, sebaiknya makanan pendamping (MP) ASI diberikan paling cepat pada usia 6 bulan. Hal ini sesuai dengan anjuran WHO untuk memberikan ASI eksklusif selama

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor

Aktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 526-532 Aktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci