POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kalimantan Selatan. Ternak ini disamping berperan sebagai penghasil daging juga memberikan kontribusi yang tinggi bagi peternak sebagai sumber penghasilan. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan peluang pengembangan ternak kerbau di Kalimantan Selatan. Data yang digunakan berdasarkan Laporan Tahunan dan Data Base Peternakan Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2004, selanjutnya data tersebut ditabulasi dan dianalisis dengan rata-rata dan data perkembangan populasi dianalisis dengan time series (runtut waktu). Hasil menunjukkan bahwa rata-rata perkembangan populasi kerbau di Propinsi Kalimantan Selatan periode tahun 2000 2004 mencapai 2,45% dengan tingkat kematian sebesar 1,69%. Namun demikian besarnya perkembangan ternak kerbau ini relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan tingkat pemotongan ternak mencapai 9,52% per tahun. Kalimantan Selatan mempunyai daya dukung lahan yang besar dalam penyediaan pakan bagi ternak ruminansia, meliputi ketersedian bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan TDN berturut-turut 1.593.940.51 ton, 678.572,55 ton dan 543.424,98 ton yang berasal dari rumput lapangan dan limbah pertanian. Berdasarkan data tersebut, Kalimantan Selatan mampu menampung ternak sebesar 870.705 ekor atau mempunyai potensi untuk pengembangan ternak ruminansia. Diperlukan peran aktif pemerintah pusat maupun daerah dalam upaya pengembangan ternak kerbau yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan pedapatan peternak Kata kunci : Potensi, pengembangan, kerbau rawa PENDAHULUAN Kerbau merupakan salah satu aset nasional bidang peternakan yang ada di wilayah Kalimantan Selatan dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Kerbau sebagai penghasil daging bagi konsumen umumnya belum begitu dibedakan dengan daging sapi, juga merupakan salah satu potensi yang patut dipertimbangkan. Ternak ini tersebar hampir di semua kabupaten dengan tingkat populasi yang berbeda. Luas wilayah Kalimantan Selatan adalah 3.753.052 ha, terdiri dari lahan kering, pekarangan, tegalan/kebun, ladang/huma, padang penggembalaan, lahan tidur, hutan rakyat, perkebunan, rawa tidak ditanami, tambak, kolam/empang dan hutan engan jumlah penduduk 3.201.962 jiwa (DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN, 2004). Sumberdaya yang tersedia merupakan kekuatan yang dimiliki Kalimantan Selatan dibandingkan propinsi lain khususnya Pulau Jawa didalam pengembangan ternak ruminansia khusunya kerbau. Di Kalimantan Selatan pemeliharaan kerbau dilakukan dengan cara digembalakan di alam bebas tanpa dikandangkan (kerbau Kalang) terutama di daerah rawa yang relatif terpencil dari daerah lain dan merupakan usaha turun temurun sebagai sumber pendapatan dan tabungan. Menurut DIWYANTO dan HANDIWIRAWAN (2006) kerbau mempunyai potensi biologis dan ekonomis untuk dikembangkan. Melihat kemampuan adaptasinya, pengembangan dan penyebaran kerbau dapat dilakukan di banyak daerah. Harga daging kerbau yang lebih rendah menempatkan pasar daging kerbau menjadi lebih luas. Disamping itu kebutuhan sosial budaya di beberapa tempat membuat harga kerbau menjadi tinggi dan dapat memberikan keuntungan yang lebih besar bagi peternak. Produktivitas atau out put dari suatu wilayah dipengaruhi oleh komposisi ternak berdasarkan umur, jenis kelamin, kelahiran, kematian dan lamanya ternak dalam pembiakan (SUMADI, 2001). Selanjutnya HARDJOSUBROTO (1990) dalam SUMADI (2001) menyebutkan bahwa Natural increase mempengaruhi jumlah out put, sebab out put dihitung berdasarkan selisih antara Natural increase dengan kebutuhan ternak pengganti selama satu tahun. 77
Potensi wilayah dalam menghasilkan ternak dapat dihitung melalui dua cara, yaitu berdasarkan produktivitas ternak kerbau dan berdasarkan daya dukung wilayah (SUMADI et al., 2001). Data primer yang digunakan adalah Laporan Tahunan dan Data Base Peternakan (DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2004), selanjutnya data tersebut di tabulasi dan dianalisis dengan rata-rata. Perkembangan populasi dianalisis dengan time series (runtut waktu). Makalah ini bertujuan untuk melihat potensi dan peluang pengembangan ternak kerbau di Kalimantan Selatan, baik perkembangan populasi, ketersediaan pakan dan produksi daging. GAMBARAN UMUM WILAYAH Luas wilayah Kalimantan Selatan adalah 3.753.052 ha, terdiri dari lahan kering, pekarangan, tegalan/kebun, ladang/huma, padang penggembalaan, lahan tidur, hutan rakyat, perkebunan, rawa tidak ditanami, tambak, kolam/empang dan hutan dengan luasan masing-masing seperti tertera pada Tabel 1. Pada Tabel 1 tampak bahwa sebagian besar luas wilayah terdiri atas lahan kering (1.825.170 ha) dan hutan (1.325.024 ha). Disamping itu luas padang penggembalaan adalah 145.805 ha dan rawa tidak ditanami seluas 181.169 ha dengan jumlah penduduk 3.201.962 jiwa. Lahan rawa merupakan salah satu wilayah yang berpotensi untuk pengembangan ternak kerbau di Kalimantan Selatan, yaitu kerbau rawa. Tabel 1. Luas wilayah (ha) dan jumlah penduduk (jiwa) di Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2001 Uraian Jumlah Luas wilayah 3.753.052 Lahan kering 1.825.170 Pekarangan 166.604 Tegalan/kebun 190.039 Ladang/huma 129.254 Padang penggembalaan 145.805 Lahan tidur 243.292 Hutan rakyat 271.765 Perkebunan 465.529 Rawa tidak ditanami 181.169 Tambak 10.341 Kolam/empang 21.372 Hutan 1.325.024 Jumlah penduduk (jiwa) 3.201.962 Sumber: LAPORAN TAHUNAN DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN (2004) KONDISI TERNAK KERBAU Perkembangan populasi ternak kerbau Perkembangan populasi ternak kerbau di Kalimantan Selatan periode tahun 2000-2004 seperti tertera pada Tabel 2. Pada Tabel 2 diketahui bahwa populasi ternak kerbau di Kalimantan Selatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2000 2004) mengalami kenaikan dengan rataan sebesar Tabel 2. Perkembangan populasi kerbau di Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 2004 No. Tahun Populasi (ekor) Kenaikan (ekor) Kenaikan (%) 1 2000 34227 101-2 2001 35288 1061 3,01 3 2002 35516 228 0,64 4 2003 37550 2034 5,42 5 2004 38488 938 2,44 Rataan 36213,80 872,40 2,36 Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan (2004) 78
2,45% per tahun. Hal ini sebagai indikasi bahwa perkembangan populasi dalam rangka pembangunan dan pengembangan ternak kerbau di Kalimantan Selatan cukup berhasil dengan angka kelahiran dan kematian periode 2003-2004 seperti tertera pada Tabel 3. Pada Tabel 3 diketahui bahwa jumlah kematian ternak kerbau di Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2004 lebih rendah dari tahun sebelumnya, yaitu tercatat 635 ekor atau setara dengan 1,69% dari populasi awal. Jumlah angka kelahiran ternak kerbau periode 2003-2004 mengalami kenaikan yaitu sebesar 13,46% atau setara dengan 5.054 ekor. Tinggi rendahnya kematian ternak di suatu daerah akan berpengaruh terhadap tingkat pertambahan populasi secara alami (SUMADI, 2001). Pemotongan ternak kerbau Jumlah pemotongan ternak kerbau di Kalimantan Selatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2000 2004) ditampilkan pada Tabel 4. Pada Tabel 4 diketahui bahwa jumlah pemotongan ternak kerbau rata-rata sebesar 3.436 ekor atau setara 9,52%. Besarnya angka pemotongan ini menunjukkan ternak kerbau di Kalimantan Selatan mempuyai peran yang cukup besar sebagai ternak penghasil daging. Tabel 3. Persentase kematian ternak kerbau di Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2003-2004 Uraian Ekor Persen (%) Kelahiran Kematian 2003 2004 2003 2004 4849 5054 747 635 12,94 13,46 1,99 1,69 Sumber : DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN (2004) Tabel 4. Rata-rata jumlah pemotongan ternak kerbau di Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000-2004 Tahun Jumlah pemotongan (ekor) Persentase terhadap populasi 2000 2001 2002 2003 2004 2.281 3.828 3.711 3.535 3.825 6,66 10,85 10,45 9,44 10,19 Sumber : DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN (2004), *hasil perhitungan Tabel 5. Data pengeluaran ternak kerbau di Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2003 Uraian Ekor % dari populasi awal Kerbau yang keluar Kerbau yang dipotong Kematian 2.511 3.535 747 6,70 9,44 1,99 Total 6793 18,13 Sumber : DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN (2004) 79
Tabel 6. Persediaan pakan untuk ternak ruminansia di Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2003/2004 Jenis tanaman/musim Produksi BK (ton/ha) Luas panen (ha) Produksi (ton) Rumput lapangan: Musim penghujan Musim kemarau 1,716 0,674 145.805 145.805 250.201,4 98.272,6 Limbah pertanian: Padi sawah Padi gogo Jagung Kacang Tanah Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Kedelai 3,86 2,76 2,09 2,14 0,92 1,81 1,59 399.196 39.291 15.371 13.195 5.438 1.869 5.055 1.540.896,6 108.443,2 32.125,4 28.273,3 5.003,0 3.382,9 8.037,5 Lahan rawa: Musim penghujan Musim kemarau 1,716 0,674 181.169 181.169 310.886,0 122.107,9 Total 2.507.593,6 Sumber: DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN (2004). Besarnya angka pemotongan dibandingkan perkembangan ini apabila tidak diimbangi dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk peningkatan produksi. Hal ini tentunya dapat menyebabkan terjadinya pengurasan ternak kerbau di ladang petani. Oleh sebab itu diperlukan upaya yang dapat meningkatkan produktivitas ternak kerbau baik melalui perbaikan produksi meliputi manajemen pemeliharaan dan perbaikan kualitas pakan maupun reproduksi melalui perbaikan mutu genetik. Pengeluaran (out put) ternak kerbau Pengeluaran ternak kerbau terutama disebabkan ternak kerbau yang keluar, dipotong maupun mati, seperti tertera pada Tabel 5. Pada Tabel 5 diketahui bahwa jumlah pengeluaran ternak kerbau periode 2003-2004 mencapai 18,13% dari populasi atau setara dengan 6.793 ekor. Besarnya angka pengeluaran ternak ternak kerbau (18,13%) yang berbanding terbalik dengan angka perkembangan (2,54%) apabila tidak segera dicarikan solusinya tentunya tidak mustahil akan terjadi pengurasan ternak kerbau secara besar-besaran. Berdasarkan hal tersebut tentunya perlu perhatian khusus guna peningkatan produktivitas ternak kerbau dari Pemerintah baik Pusat maupun Daerah. KETERSEDIAAN PAKAN TERNAK Produksi hijauan Persediaan pakan ternak ruminansia di Propinsi Kalimantan Selatan antara lain berasal dari rumput lapangan dan limbah pertanian, seperti tertera pada Table 6. Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa persediaan pakan (BK) untuk ternak ruminansia di Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2003/2004 mencapai 2.503.127,4 ton, dimana sumber hijauan pakan terbesar berasal dari limbah pertanian yaitu 1.726.161.9 ton/tahun, kemudian diikuti rumput lapang dari lahan rawa 432.994.2 ton/tahun dan rumput lapang dari padang penggembalaan sebesar 348.474.0 ton/tahun. 80
Kebutuhan dan ketersediaan pakan Kebutuhan, produksi, persediaan pakan dan daya tampung ternak herbivora di Kalimantan Selatan, seperti tertera pada Tabel 7 dan 8. Berdasarkan persediaan dan kebutuhan pakan untuk ternak di Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2004 (Tabel 7), dapat disimpulkan bahwa wilayah Propinsi Kalimantan Selatan mempunyai stok pakan yang masih besar baik berupa bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan TDN berturutturut 1.987.769,99 ton; 674.865,86 ton; dan 4.933.502,12 ton. Kenyataan ini menunjukan bahwa Propinsi Kalimantan Selatan masih mempunyai daya tampung atau berpotensi untuk dilakukan pengembangan ternak kerbau. POTENSI PENGEMBANGAN Pengembangan ternak di suatu daerah dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek utama, seperti aspek kebutuhan pasar (konsumen) akan hasil produk ternak dan ketersediaan bahan pakan di lokasi tersebut yang dapat menjamin kebutuhan ternak untuk dapat berproduksi secara optimal. Berdasarkan potensi yang ada, diperoleh informasi bahwa Propinsi Kalimantan Selatan mempunyai potensi besar dan prospek yang baik dalam pengembangan ternak kerbau, seperti tertera pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 di atas diketahui bahwa Kalimantan Selatan mampu menampung ternak ruminansia sebesar 870.705 ekor ternak. Menurut ROHAENI et al. (2005) kendala dalam pengembangan ternak kerbau rawa di Kalimantan Selatan antara lain areal padang penggembalaan semakin berkurang/terbatas, ketersediaan hijauan sangat tergantung musim, adanya hama keong mas yang menyerang hijauan pakan kerbau, terjadinya inbreeding, rendahnya produktivitas, penyakit dan mortalitas cukup tinggi disamping lokasi pemeliharaan kerbau yang terlalu jauh (terisolir). Pendapat lain menyebutkan bahwa masalah reproduksi pada ternak kerbau menjadi salah satu penyebab kurang berkembangnya ternak kerbau dibandingkan sapi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain peternak sulit mendeteksi saat berahi (kerbau sering berahi malam hari), pemberian akan yang kurang memenuhi syarat (kuantitatif maupun kaulitatif), manajemen yang kurang memadai serta lingkungan yang kurang mendukung (BALIARTI dan NGADIONO, 2006). Menurut TOELIHERE (1979) dalam SIREGAR (2004) kerbau memiliki daya cerna terhadap serat kasar yang tinggi dan mampu memanfaatkan rumput berkualitas rendah, serta menghasilkan berat karkas yang relatif tinggi dibandingkan sapi-sapi lokal, sehingga kerbau sangat potensial untuk produksi daging. Tabel 7. Persediaan dan kebutuhan pakan untuk ternak ruminansia (ton) di Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2004 Keterangan BK PK TDN Persediaan Kebutuhan Kelebihan 519.860,91 +1.987.769,99 727.212,96 52.347,11 +674.865,85 5.316.177,51 382.675,39 +4.933.502,12 Sumber: Dihitung berdasarkan data tahun 2004 Tabel 8. Daya tampung satuan ternak di Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2004 Keterangan BK PK TDN Persediaan pakan (ton) Kebutuhan ton/ekor/tahun Daya tampung (ekor) 2,88 870.705,17 727.212,96 0,29 5.316.177,51 2,12 Sumber : Diolah dari LAPORAN DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN (2004) 81
Pendapat lain menyebutkan bahwa kerbau mampu memanfaatkan pakan dengan kandungan protein rendah dan serat kasar tinggi secara lebih efesien dan mengubahnya menjadi produk daging dan susu yang berkualitas tinggi, serta tingkat resiko penyakit dan parasit relatif rendah (BALIARTI dan NGADIONO, 2006). KESIMPULAN DAN SARAN Propinsi Kalimantan Selatan mempunyai daya dukung lahan (3.737.743 ha) dan ketersediaan pakan yang besar untuk pengembangan ternak ruminansia meliputi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan TDN berturut-turut 1.593.940.51 ton, 678.572,55 ton dan 543.424,98 ton. Berdasarkan data persediaan dan kebutuhan pakan diperoleh informasi bahwa Propinsi Kalimantan Selatan mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk pengembangan ternak ruminansia, yaitu sebesar 870.705 ekor. Diperlukan peran aktif pemerintah pusat maupun daerah dalam upaya pengembangan ternak kerbau yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan pedapatan peternak. DAFTAR PUSTAKA BALIARTI, E. dan N. NGADIONO. 2006. Peran Perguruan Tinggi Dalam Pengembangan Ternak Kerbau. Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4-5 Agustus 2006. DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN. 2004. Laporan Tahunan. Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan. DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN. 2004. Statistik Peternakan. Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan. DIWYANTO, K. dan E. HANDIWIRAWAN. 2006. Strategi pengembangan ternak kerbau: Aspek penjaringan dan distribusi. Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4-5 Agustus 2006. ROHAENI, E.S., A. DARMAWAN, R. QOMARIAH, A. HAMDAN dan A. SUBHAN. 2005. Inventarisasi dan Karakterisasi Kerbau Rawa sebagai Plasmanutfah. Laporan Hasil Pengkajian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan. Banjarbaru. SIREGAR, A. 2004. Pengembangan ternak kerbau melakui aplikasi Inseminasi Buatan (IB) di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Peningkatan Populasi dan Produktivitas Ternak Kerbau di Indonesia, Banjarmasin, 7-8 Desember 2004. SUMADI. 2001. Estimasi Dinamika populasi dan Out Put Kambing Peranakan Ettawah di Kabupaten Kulon Progo. Bulletin Peternakan Vol. 25 (4), 2001. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. SUMADI, W. H. ARDJOSUBROTO, N. NGADIONO dan S. PRIHADI. 2001. Potensi Sapi Potong di Kabupaten Sleman: Analisis Dari Segi Pemuliaan dan Produksi Daging. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 82