KAJIAN POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN ALTERNATIF TERNAK KERBAU MOA DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT (MTB)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN ALTERNATIF TERNAK KERBAU MOA DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT (MTB)"

Transkripsi

1 Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Tenak Kerbau 2008 KAJIAN POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN ALTERNATIF TERNAK KERBAU MOA DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT (MTB) PROCULA R. MATITAPUTTY Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, Jl Chr. Soplanit Rumah Tiga Ambon ABSTRAK Provinsi Maluku memiliki komoditas ternak unggul yang dapat dikategorikan sebagai palsma nutfah, salah satu di antaranya adalah ternak kerbau yang terdapat di pulau Moa Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB). Ternak kerbau sebagai salah satu kekayaan sumberdaya genetik di Indonesia belum banyak diketahui. Pola pembangunan peternakan di Provinsi Maluku mengacu pada konsep tata ruang wilayah dengan tetap memperhatikan potensi-potensi spesifik pada masing-masing gugus pulau yang dalam pelaksanaannya dilakukan melalui peningkatan populasi, produk dan nilai tambah produk dan sasaran utamanya adalah peningkatan komoditas ternak unggul yang berbasis pada sumberdaya lokal. dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami peningkatan per tahun sebesar 9,08%. Di lain pihak tingkat produksi daging kerbau sanagat kecil hanya 3,37% per tahun. Jumlah populasi kerbau di Kabupaten MTB seluruhnya ST. Produksi Bahan Kering tanaman pangan yang tertinggi di Kabupaten MTB adalah tanaman jagung ton, berdasarkan dayadukung (BK) tanaman tanaman pangan sebesar ST. Jagung memberikan sebesar ST atau sekitar 78%. Kata kunci : Kerbau, limbah tanaman pangan, daya dukung PENDAHULUAN Tingginya permintaan akan daging terutama asal ternak ruminansia besar tidak dapat dipenuhi secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh produktivitas ternak rendah, ketersediaan pakan hijauan yang tidak berkualitas dan kontinyu karena sangat dipengaruhi oleh musim. Disamping itu disebabkan oleh pengembangan ternak hanya mengandalkan sistem pemeliharaan berskala rumah tangga dan dipelihara secara tradisional. SURYANA (2000), mengatakan bahwa ketidakmampuan produksi peternakan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan domestik dipengaruhi oleh beberapa keterbatasan antara lain: (a) penguasaan teknologi, baik di bidang produksi maupun penanganan pasca panen, (b) kemampuan permodalan peternakan, (c) kualitas sumberdaya manusia, dan (d) ketersediaan pakan. Dengan bergulirnya otonomi daerah yang merupakan perkembangan kebijaksanaan pemerintah, setiap daerah harus berusaha untuk merancang wilayah pembangunan peternakan dengan memperhitungkan kecukupan pangan, khususnya kecukupan pangan hewani asal ternak, berupa daging. Kerbau merupakan salah satu ternak yang dapat diandalkan dalam menghasilkan daging dan tenaga kerja bahkan susu, serta memiliki daya adaptasi yang baik terhadap musim kering. Secara umum pemeliharaan kerbau di Indonesia belum ditujukan untuk ternak potong, karena fungsi utamanya untuk mengolah lahan pertanian, sebagai sumber pupuk dan tabungan. Kabupaten MTB terletak antara Lintang Selatan dan Bujur Timur. Kabupaten ini dibatasi sebelah Selatan dengan Laut Timor dan Samudera Pasifik; sebelah Utara dengan Laut Banda; sebelah Timur dengan Laut Arafura dan sebelah Barat dengan Laut Flores. Luas wilayah Kabupaten MTB sebesar ± km 2 tetapi luas lautannya ± 7,6 kali luas daratan. Kerbau Moa yang ada merupakan salah satu plasma nutfah Provinsi Maluku, karena ternak ini hanya hidup di Kabupaten MTB dan hanya ada di gugusan kepulauan Lemola yang luasnya km 2. Sebagai daerah beriklim panas, Kabupaten MTB memiliki suhu udara maksimum berkisar antara 28,5 33,1 0 C dan minimum berkisar antara 22,0 24,3 0 C. Kelembaban udara tergolong tinggi di atas 80,8%. Rata-rata hari hujan mencapai mencapai 12,8 hari hujan per 133

2 Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 bulan dan curah hujan rata-rata selama satu tahun 1.578,5 mm (BIRO PUSAT STATISTIK KABUPATEN MTB, 2007). Pola pembangunan peternakan di Provinsi Maluku mengacu pada konsep tata ruang wilayah dengan tetap memperhatikan potensipotensi spesifik pada masing-masing gugus pulau. Dalam pelaksanaannya dilakukan melalui peningkatan populasi, produk dan nilai tambah produk dan sasaran utamanya adalah peningkatan komoditas ternak unggul yang berbasis pada sumberdaya lokal. Ternak kerbau yang ada di MTB, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan kering dan keberadaan pakan yang terbatas. Pengembangan ternak kerbau di Kabupaten MTB sebagai salah satu ternak potong, masih banyak mengalami hambatan karena pemeliharaannya masih dilakukan secara tradisional dan dikelola secara sambilan sehingga produktivitasnya rendah dan tingkat mortalitas yang tinggi. Kabupaten MTB merupakan pusat bagi pengembangan ternak kerbau di Provinsi Maluku, karena sumberdaya ternak kerbau yang ada sudah sejak lama dan berkembangbiak secara alami dengan lingkungan dan kondisi alam yang kering. Peluang pengembangan ternak kerbau masih cukup besar, karena masih banyak potensi yang belum digali. Pengembangan ternak ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat peternak melalui peningkatan produksi, populasi, dan produktivitas. walaupun demikian kerbau sudah dapat menyumbangkan sebahagian besar hasil produksi berupa daging, bagi kepentingan masyarakat di Kabupaten MTB. METODOLOGI Kajian ini dilakukan dengan metode survei melalui pengamatan dan pengumpulan data di lapangan dan data sekunder dari instasi terkait. Untuk melihat keunggulan komparatif ternak (LQ) digunakan rumus menurut HENDAYANA (2003): LQ = pi pt Pi Pt pi = Populasi ternak i pada tingkat kabupaten atau kota pt = Populasi total kelompok ternak pada tingkat kabupaten Pi = Populasi ternak i pada tingkat provinsi Pt = Populasi total kelompok ternak pada tingkat provinsi Kriteria yang digunakan adalah: LQ>1 artinya ternak i di suatu wilayah telah memiliki keunggulan komparatif (populasinya melebihi kebutuhan di daerahnya sehingga bisa dijual atau diekspor ke luar wilayah). LQ=1 artinya ternak i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan komparatif (populasi hanya cukup untuk konsumsi sendiri). LQ<1 artinya ternak i pada suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar wilayah. Sementara untuk kepadatan ekonomi ternak, Daya dukung limbah, dan IDDP serta kapasitas peningkatan populasi (KPPTR) menggunakan rumus sebagai berikut: Kepadatan ekonomi ternak (DIRJEN PETERNAKAN dan BALITNAK, 1995) diukur dari jumlah populasi (ST) dalam 1000 penduduk/jiwa. Kriteria yang digunakan adalah untuk ruminansia dalam satuan ternak yaituj sangat padat (>300), padat (> ), sedang (>50-100) dan jarang (<50). Daya dukung limbah tanaman pangan(ddltp) (DIRJEN PETERNAKAN DAN FAKULTAS PETERNAKAN UGM, 1982) menggunakan rumus: DDLTP Berdasarkan BK = Produksi BK (ton/tahun) Kebutuhan BK 1 ST (ton/tahun) 134

3 Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Tenak Kerbau 2008 Indeks Daya Dukung Pakan (IDDP) adalah nisbah antara jumlah pakan limbah tanaman pangan yang tersedia (ST) dengan jumlah populasi ternak ruminansia (ST) yang ada di suatu wilayah. KPPTR; kapasitas peningkatan populasi ternak di suatu kecamatan/ kabupaten/provinsi. KPPTR (ST) masingmasing KPPTR (%) = KPPTR (ST) Kabupaten HASIL DAN PEMBAHASAN Sumberdaya Ternak Kerbau di Kabupaten MTB Usaha pemeliharaan ternak di Kabupaten MTB umumnya dilakukan dalam skala rumah tangga, meliputi pemeliharaan ternak ruminansia besar, ruminansia kecil dan unggas. Gambar 1 memperlihatkan perkembangan populasi ternak dari tahun Populasi ternak kerbau menunjukkan peningkatan signifikan, dengan laju pertumbuhan 9,08% per tahun. Kabupaten MTB merupakan gudang peternakan khususnya ternak kerbau di Maluku. Moalakor, Pp Terselatan, Letti, dan Wetar memiliki populasi kerbau yang cukup banyak. Sebagian besar usaha peternakan kerbau ditujukan untuk memenuhi permintaan produksi daging selain sumbangan dari ternak lain seperti sapi, kambing dan domba serta unggas lokal. 90, , , , , , , , , Sapi 5, , , , Kerbau 16, , , , Kambing 59, , , , Domba 8, , , , Kuda 6, , , , Babi 41, , , , Gambar 1. Grafik perkembangan populasi ternak di Kabupaten MTB Di tahun 2006, produksi daging kerbau di MTB sebesar kg dengan tingkat pemotongan sebanyak 178 ekor (BIRO PUSAT STATISTIK KABUPATEN MTB. 2007). Tingkat konsumsi daging kerbau di Kabupaten MTB berdasarkan pola pangan harapan harus sebesar 5,07 g/kapita/hari, namun apa yang diperoleh secara riil, bahwa tingkat konsumsi daging kerbau baru mencapai 0,22 kg/kapita/tahun atau sekitar 0,6 g/kapita/hari, dengan demikian masih ada kekurangan sebanyak 4,46 g/kapita/hari. Berdasarkan neraca bahan makanan dan pola pangan harapan Provinsi Maluku tahun 2006 kebutuhan pangan hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat Maluku sebesar

4 Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 g/kapita/hari (tidak termasuk ikan) (DINAS PERTANIAN PROVPINSI MALUKU, 2006). Berdasarkan proporsi tingkat konsumsi daging di Kabupaten MTB pada tahun 2006 menunjukkan bahwa sumbangan dari ternak babi sebesar 45% diikuti oleh ternak kambing 22,7%, sapi 17,24% sedangkan kerbau hanya sekitar 3,37%. Ini berarti bahwa sumbangan daging dari ternak kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi, kambing maupun babi Sapi kerbau kambing babi ayam buras itik Gambar 2. Proporsi tingkat konsumsi daging di Kabupaten.MTB Populasi dan Keunggulan Komparatif ternak kerbau B Pengembangan kawasan agribisnis peternakan yang berorientasi pasar harus mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan sesuai dengan permintaan dan tuntutan pasar serta mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan nilai tambah sesuai dengan karakteristik dan potensi sumberdaya lokal masing-masing daerah. Berdasarkan hasil perhitungan ST jumlah populasi ternak ruminansia di Kabupaten MTB seluruhnya T, dengan penyebaran untuk sapi potong ST, kerbau ST, kambing ST dan domba ST. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ternak ruminansia yang ada adalah kerbau sebesar 53,5%, dari total populasi ternak ruminansia, sementara kambing dan sapi sebesar 28,3% dan 13,4%, selebihnya adalah ternak domba. Pada Tabel 2 menunjukkan jumlah populasi ternak ruminansia (ST) per kecamatan di Kabupaten MTB. Terlihat bahwa kecamatan Moalakor memiliki jumlah populasi ternak cukup tinggi yakni ST dengan persentase 64,8%, diikuti kecamatan Pp Terselatan ST, Letti ST. Untuk jenis ternak kerbau sebagian besar berada di Moalakor (87,73%), Leti (10,78%), Pp Terselatan (0,60%) dan Wetar (0,66%). Untuk mengetahui perbandingan relatif antara kemampuan produksi peternakan di suatu kabupaten dan kemampuan sektor produksi yang sama pada tingkat provinsi digunakan analisis Location Quotien (LQ). Dengan demikian dapat diketahui apakah daerah tersebut seimbang atau belum dalam kegiatan produksi peternakan. Berdasarkan hasil perhitungan nilai LQ untuk masingmasing jenis ternak di tiap kabupaten dapat dilihat pada Tabel

5 Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Tenak Kerbau 2008 Tabel 1. Populasi ternak ruminansia di Kabupaten MTB dalam Satuan Ternak (ST) tahun 2006 Populasi ternak ruminansia (ST) Jumlah Sapi Kerbau Kambing Domba Pp. Terselatan Wetar Damer Leti Moalakor Pp. Babar Mdona Hiera Babar Timur Tanimbar Selatan Wertamrian Wermaktian Selaru Tanimbar Utara Yaru Wuarlabobar Nirunmas Kormomolin Jumlah Tabel 2. Hasil perhitungan komoditas unggulan dengan metode Location Quotient (LQ) Kabupaten/kota Populasi Sapi Kerbau Kambing Domba Ambon 1, ,63 - Maluku Tengah 1,97-0,76 - Maluku Tenggara 0,18-1,03 - Maluku Tenggara Barat 0,18 1,80 1,02 1,93 Buru 2,18 0,36 1,37 - Seram Bagian Barat 2,85 0,02 0,41 - Seram Bagian Timur 1,59-1,79 - Berdasarkan nilai LQ maka Kabupaten MTB memiliki potensi sebagai wilayah pengembangan ternak kerbau, domba dan ternak kambing, terlihat bahwa nilai LQ kerbau, domba dan kambing cukup tinggi dibandingkan dengan ternak lain yang ada, namun penyebaran domba hanya terbatas pada dua kecamatan yakni Pp. Terselatan dan Moalakor, dan tidak pada semua kecamatan. Hal ini menunjukkan bahwa di kabupaten MTB berdasarkan kondisi wilayah cocok untuk ternak kerbau dan kambing. 137

6 Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 Kepadatan Ternak Ruminansia dan Kepadatan Ternak Kerbau Salah satu penilaian kepadatan ternak dapat dilihat bedasarkan kepadatan ekonomi (DITJEN PETERNAKAN dan BALITNAK, 1995). Kepadatan ekonomi ternak diukur dari jumlah populasi ternak (ST) dalam 1000 jiwa penduduk, dengan kriteria (> ) sangat padat, (> ) padat, (> ) sedang, (> 25 50) jarang dan (< 25) sangat jarang. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Moalakor dan Letti termasuk dalam kategori sangat padat karena jumlah populasi ruminansia, sudah di atas > 500 yakni 2801,4 dan 502,7. Hal ini karena Moalakor dan Letti memiliki semua jenis ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, domba yang dipelihara oleh masyarakat, dibandingkan kecamatan yang lain. Sementara Pp Terselatan, Pp Babar dan Babar Timur berada dalam kategori padat. Sedangkan kecamatan yang lain masih dalam kategori sangat jarang ternaknya dan berpeluang besar untuk pengembangan ternak ruminansia kedepan. Pada Tabel 3 terlihat bahwa ternak kerbau hanya ada di tujuh kecamatan di Kabupaten MTB. Kerbau termasuk salah satu ternak yang sangat dominan di Moalakor dengan kepadatan ekonomi sekitar 2.028,92 ST dan menjadi lokasi sentra ternak kerbau di Provinsi Maluku. Oleh karena itu maka ternak kerbau diangkat menjadi salah satu ternak lokal unggul Provinsi Maluku. Ditinjau dari kepadatan ekonomi menunjukkan bahwa kecamatan Moalakor memiliki kategori yang sangat padat (> ) untuk pengembangan ternak kerbau, dan sudah tidak mungkin untuk ditambahkan. Sementara kecamatan yang lain sangat berpeluang sekali, untuk pengembangan ternak ruminansia yang lain. Melihat populasi ternak kerbau yang begitu besar di Moalakor maka sangat tidak mungkin untuk menjadikan ternak ini sebagai sumber daging yang baik bagi masyarakat MTB, bahkan dapat di ekspor ke berbagai daerah yang membutuhkan kerbau sebagai hewan korban untuk upacara adat seperti ke Tana Toraja. Potensi Lahan sebagai Sumber Pakan Ternak Kerbau Lahan berpengaruh terhadap perkembangan ternak ruminansia, namun pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, dan pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan menyebabkan semakin berkurangnya lahan untuk ternak. Penyediaan hijauan pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya daya dukung wilayah terhadap ternak-ternak yang ada di wilayah tersebut. Sumber pakan ternak tergantung pada usahatani di suatu daerah, di daerah yang mempunyai usahatani jagung, padi, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar menyediakan sumber pakan berasal dari hasil ikutan pertanian. Sebaliknya di daerah yang mempunyai sistem usahatani di lahan kering atau tegalan bersumber pakan dari rumput alam. Padang penggembalaan yang ada di Kabupaten MTB yang merupakan sumber pakan kerbau, dapat dilihat pada Tabel 4. Ketersediaan lahan penggembalaan milik umum (2.338 ha) maupun milik perorangan (365,5 ha) semuanya sangat berperan sebagai sumber pakan bagi ternak yang ada di Kabupaten MTB. Daya Dukung Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan Daya dukung limbah tanaman pangan merupakan kemampuan suatu wilayah untuk menghasilkan atau menyediakan pakan berupa limbah (jerami) yang dapat menampung kebutuhan sejumlah populasi ternak kerbau tanpa melalui pengolahan. Daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Kabupaten MTB dihitung berdasarkan Bahan Kering (BK). Dalam menghitung daya dukung limbah tanaman pangan digunakan beberapa asumsi kebutuhan pakan ternak ruminansia. Asumsi yang digunakan yaitu bahwa satu satuan ternak (1 ST) untuk ternak ruminansia membutuhkan bahan kering (BK) sebesar 6,25 kg/hari (NRC, 1984). 138

7 Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Tenak Kerbau 2008 Luas area panen tanaman pangan yang usahakan masyarakat di kabupaten MTB adalah padi ladang (1572 ha), jagung (9823 ha), ubi jalar (511 ha), kacang tanah (1408 ha) dan kacang hijau ( 985,3 ha). Berdasarkan perhitungan BK dengan menggunakan rumus di atas maka produksi bahan kering limbah dari tiap-tiap tanaman pangan yang diusahakan adalah tanaman jagung menghasilkan BK ( ton) yang cukup tinggi dan hampir di setiap kecamatan mengusahakan tanaman jagung sebagai usaha pokok dan merupakan makanan pokok masyarakat MTB. Sementara. BK yang dihasilkan Kacang tanah, padi ladang dan kacang hijau masing-masing sebagai berikut 4.914, 3.930, dan ton, semuanya ini merupakan bahan pakan alternatif bagi ternak ruminansia lebih khususnya ternak kerbau. Berdasarkan hasil total produksi (ton BK) limbah tanaman pangan di Kabupaten MTB yaitu ton merupakan sumber pakan alternatif yang dapat di berikan pada ternak selain rumput alam yang tersedia setiap saat. Pp. Terselatan merupakan salah Tabel 3. Kepadatan ekonomi ternak ruminansia dan kepadatan ekonomi ternak kerbau di Kabupaten MTB Jumlah penduduk Kepadatan ekonomi ternak ruminansia ST/1000 jiwa Jenis kepadatan ternak Kepadatan ekonomi ternak kerbau ST/1000 Jiwa Pp. Terselatan ,7 8,12 Wetar ,0 19,97 Damer ,8 - Leti ,7 309,08 Moalakor , ,92 Pp. Babar ,0 - Mdona Hiera ,5 - Babar Timur ,4 - Tanimbar Selatan ,9 0,14 Wertamrian ,1 1,18 Wermaktian ,3 3,30 Selaru ,0 - Tanimbar Utara ,2 - Yaru ,7 - Wuarlabobar ,7 - Nirunmas ,3 0,39 Kormomolin ,8 - Jumlah ,3 133,33 139

8 Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 Tabel 4. Ketersediaan lahan penggembalaan di Kabupaten MTB No Lahan (ha) Milik umum Milik perorangan 1 Pp. Terselatan* ) Wetar Damer Letti Moa Lakor Pp. Babar Mdona Hiera 92-8 Babar Timur 18 46,5 9 Tanimbar Selatan ,5 10 Wertamrian Wermaktian 7-12 Selaru Tanimbar Utara Yaru Wuarlabobar Nirunmas Kormomolin 70 11,5 Jumlah ,5 Sumber : DINAS PETERNAKAN KABUPATEN MTB, 2007; *) belum tercatat satu kecamatan yang memiliki produksi bahan kering limbah tanaman pangan yang tinggi yakni sebesar ton (22,3%), diiukuti Letti ton (9,0%), Moalakor ton (8,8%), Wetar ton (8,9%) dan Babar timur ton (8,7%). Tingginya produksi limbah tanaman pangan pada Pp Terselatan dipengaruhi oleh luas areal panen tanaman pangan yang tinggi, khususnya jagung dan padi ladang sehingga menghasilkan jerami jagung dan padi yang lebih banyak (22%), dan akhirnya berpengaruh kepada tingginya total produksi BK limbah tanaman pangan di kecamatan tersebut. Pada Tabel 5 dapat diperlihatkan daya dukung limbah tanaman pangan dalam Satuan Ternak (ST). Hasil perhitungan daya dukung bahan kering (ST) limbah tanaman pangan menunjukkan bahwa jerami jagung merupakan limbah tanaman pangan yang memiliki daya dukung yang tinggi ST (78%) dibandingkan limbah tanaman pangan lainnya. Secara keseluruhan total daya dukung bahan kering dari limbah tanaman pangan yang ada di Kabupaten MTB dapat menampung sebanyak ST dan dengan jumlah populasi ternak kerbau sebanyak ST. Akan tetapi bila dibandingkan dengan jumlah populasi ternak ruminansia yang berjumlah ST maka ketersediaan limbah tanaman pangan bisa menyumbang sebesar 50% ketersediaan pakan selain dari hijauan rumput alam. Untuk mengetahui rasio antara daya dukung limbah tanaman pangan dengan jumlah populasi ternak kerbau dan ruminansia secara umum di masing-masing di Kabupaten MTB dilakukan perhitungan indeks daya dukung pakan limbah tanaman pangan, Indeks daya dukung pakan (IDD) adalah nisbah antara jumlah pakan limbah tanaman pangan yang tersedia (ST) dengan jumlah populasi ternak ruminansia dalam ST, yang ada di suatu wilayah, dengan kategori indeks daya dukung tinggi, sedang dan rendah. 140

9 Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Tenak Kerbau 2008 Tabel 5. Daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan di Kabupaten MTB (ST) Limbah tanaman pangan Padi ladang Jagung Ubi jalar Kacang tanah Kacang hijau Jumlah % Pp. Terselatan ,3 Wetar ,0 Damer ,9 Letti ,0 Moa Lakor ,8 Pp. Babar ,6 Mdona Hiera ,2 Babar Timur ,8 Tanimbar Selatan ,7 Wertamrian ,2 Wermaktian ,4 Selaru ,3 Tanimbar Utara ,7 Yaru ,0 Wuarlabobar ,9 Nirunmas ,6 Kormomolin ,7 Jumlah Pada Tabel 6. dapat dilihat, bahwa ada dua kecamatan yang memiliki kategori IDD rendah adalah Letti dan Moalakor masing-masing 0,66 dan 0,09. Ini berarti bahwa ketersediaan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan sudah sangat sedikit tidak mencukupi kebutuhan populasi ternak ruminansia di wilayah tersebut. Namun secara keseluruhan Kabupaten MTB masih tergolong kategori sedang dengan rata-rata IDD pakan (BK) sekitar 14,13, sehingga ketersediaan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan masih mampu mencukupi kebutuhan populasi ternak ruminansia. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia dan Ternak Kerbau Nilai kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR) di suatu kabupaten dihitung sebagai selisih antara daya dukung pakan limbah tanaman pangan dengan jumlah ternak ruminansia yang ada. Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia merupakan jumlah ternak ruminansia yang dapat ditambahkan di suatu wilayah berdasarkan ketersediaan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan. Jumlah kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia setiap kecamatan di Kabupaten MTB berdasarkan Bahan Kering (BK) seperti terlihat pada Tabel 7. Berdasarkan daya dukung pakan limbah tanaman pangan (Tabel 5) dihubungkan dengan populasi ternak kerbau, maka Kabupaten MTB sudah tidak memungkinkan untuk penambahan populasi ternak kerbau karena kelebihan ternak kerbau sebanyak (3.875 ST). Kelebihan ternak kerbau ini dapat dijual ke beberapa daerah seperti Ambon, Tana Toraja, Surabaya atau ke Timika, Irian Jaya. Selain itu dapat 141

10 Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 Tabel 6. Indeks daya dukung limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak di Kabupaten MTB IDD pakan limbah tanaman pangan (BK) Indeks Kategori Pp. Terselatan 1,38 2 Wetar 7,76 2 Damer 8,96 2 Leti 0,66 1 Moa Lakor 0,09 1 Pp. Babar 1,55 2 Mdona Hiera 1,20 2 Babar Timur 1,21 2 Tanimbar Selatan 1,04 2 Wertamrian 7,79 2 Wermaktian 19,45 3 Selaru 25,02 3 Tanimbar Utara 5,63 2 Yaru 31,22 3 Wuarlabobar 86,83 3 Nirunmas 21,45 3 Kormomolin 19,02 3 Keterangan: 1 = rendah ; 2 = sedang; 3 = tinggi memenuhi sebagian sumber protein hewani berupa daging bagi masyarakat di Kabupaten MTB. Kalau dilihat per kecamatan maka kecamatan Moalakor menunjukkan nilai Kapasitas peningkatan populasi ternak kerbau negatif atau daya dukung pakan limbah tanaman pangan tidak mencukupi kebutuhan ternak kerbau karena kelebihan ternak, sementara kecamatan lain masih memungkinkan untuk dikembangkan. Moalakor dalam kondisi KPPTR yang negatif, diupayakan sebagai sentra bibit ternak kerbau bagi kecamatan-kecamatan yang mau mengembangkan ternak ini. Sementara untuk pakan yang ada dapat memanfaatkan sumber pakan lain selain limbah tanaman pangan untuk mencukupi kebutuhan ternak di wilayah tersebut, seperti penanaman rumput unggulatau legume pohon. 142

11 Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Tenak Kerbau 2008 Tabel 7. Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia dan kambing di Kabupaten MTB berdasarkan bahan kering (BK) (ST) Ruminansia Ternak ruminansia Kerbau Pp. Terselatan Wetar Damer Letti Moa Lakor Pp. Babar Mdona Hiera Babar Timur Tanimbar Selatan Wertamrian Wermaktian Selaru Tanimbar Utara Yaru Wuarlabobar Nirunmas Kormomolin Total Keterangan: Ruminansia: Sapi, Kerbau, Kambing, dan Domba; angka (-) = kelebihan ternak KESIMPULAN 1. Jumlah ternak kerbau di Kabupaten MTB dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 9,08% per tahun. Di lain pihak tingkat produksi daging kerbau sangat kecil hanya 3,37% perahun. Fenomena demikian disebabkan ternak kerbau lebih banyak dijual ke luar Kabupaten MTB dari pada dipotong untuk dikonsumsi dagingnya oleh masyarakat MTB. 2. Jumlah populasi kerbau di Kabupaten MTB seluruhnya ST. Sebagian wilayah kecamatan seperti Moalakor, Wetar, Pp Terselatan, Letti, Tanimbar, Wermakitan, dan Selaru memiliki potensi pengembangan ternak kerbau. 3. Produksi tanaman pangan yang tertinggi di Kabupaten MTB adalah tanaman jagung ton, karena setiap petani selalu menanam jagung sebagai makanan pokok masyarakat MTB. 4. Limbah tanaman pangan memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak kerbau bahkan ruminansia di Kabupaten MTB, berdasarkan daya dukung (BK) tanaman pangan sebesar ST. Limbah tanaman pangan jagung memberikan nilai sebesar ST atau sekitar 78%, dibandingkan dengan limbah tanaman pangan lainnya. DAFTAR PUSTAKA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Maluku Tenggara Barat Dalam Angka, BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU Maluku Dalam Angka,

12 Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 DINAS PERTANIAN PROVINSI MALUKU Neraca Bahan Makanan dan Pola Pangan Harapan Provinsi Maluku Tahu 2005.Satuan Kerja Dinas Pertanian Provinsi Maluku/Tim Kerja Ketahanan Pangan.Ambon DINAS PETERNAKAN KABUPATEN MTB Renstra Peternakan Kabupaten Maluku Tenggara Barat. DIRJEN PETERNAKAN dan BALITNAK. dan BALAI PENELITIAN TERNAK Pedoman Analisis Potensi Wilayah Penyebaran dan Pengembangan Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Balai Penelitian Ternak. DIRJEN PETERNAKAN dan FAPET UGM Laporan Survei Inventarisasi Limbah Pertanian. Direktorat Jenderal Peternakan dan Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. NUTIONAL RESEARCH COUNCIL (NRC) Nutrient Requirement of Beef Cattle. 6Th rev.ed. Washington DC: National Academy Press HENDAYANA, R Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) Dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian. Volume 12 : SURYANA A Harapan dan tantangan bagi subsektor peternakan dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor September Bogor; Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian, hal:

KONDISI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN USAHA KERBAU DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT (MTB)

KONDISI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN USAHA KERBAU DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT (MTB) KONDISI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN USAHA KERBAU DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT (MTB) (Condition and Development Planning of Buffalo Farming in Maluku Tenggara Barat District) P. R. MATITAPUTTY dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KOTA PARE-PARE

KAJIAN POTENSI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KOTA PARE-PARE Jurnal Galung Tropika, 4 (3) Desember 2015, hlmn. 173-178 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 KAJIAN POTENSI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KOTA PARE-PARE Study of Agricultural

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang terdiri dari sembilan desa. Waktu penelitian akan dilaksanakan mulai bulan September

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

Jumal Peternakan Vol 7 No 2 September 2010 (70-81) ISSN

Jumal Peternakan Vol 7 No 2 September 2010 (70-81) ISSN Jumal Peternakan Vol 7 No 2 September 2010 (70-81) ISSN 1829-8729 POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN RUMINANSIA DAN PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN PANGAN.DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

S. Andy Cahyono dan Purwanto

S. Andy Cahyono dan Purwanto S. Andy Cahyono dan Purwanto Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jl. Jend A. Yani-Pabelan, Kartasura. PO BOX 295 Surakarta 57102 Telp/Fax: (0271) 716709; 716959 Email:

Lebih terperinci

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel mengisi daftar kehadiran atau berdasar data yang diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. Adapun jumlah Pengunjung Perpustakaan dapat dilihat pada tabel 2.184. Tabel 2.184. Jumlah Pengunjung Perpustakaan

Lebih terperinci

POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN DALAM PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR

POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN DALAM PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN DALAM PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR THE POTENTIAL OF FOOD CROPS WASTE AS LIVESTOCK FEED RESOURCES IN THE DEVELOPMENT OF

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA DI INDONESIA

DAYA DUKUNG LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA DI INDONESIA JASMAL A. SYAMSU et al.: Daya Dukung Limbah Pertanian sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Indonesia DAYA DUKUNG LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA DI INDONESIA JASMAL A. SYAMSU

Lebih terperinci

KONSEP PEMERATAAN AKSES LAYANAN PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK WILAYAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

KONSEP PEMERATAAN AKSES LAYANAN PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK WILAYAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT KONSEP PEMERATAAN AKSES LAYANAN PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK WILAYAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT OLEH : GIOVANNY TEFTUTUL Permasalahan Penelitian Tidak meratanya akses layanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan produk asal hewani terus meningkat. Hal tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan penduduk, meningkatnya jumlah penduduk serta semakin meningkatnya kesadaran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk olahannya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat cepat selama periode tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 61 V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 5.1. Keadaaan Geografis dan Administrasi Daerah Provinsi NTT terletak antara 8 0-12 0 Lintang Selatan dan 118 0-125 0 Bujur Timur. Luas wilayah daratan 48 718.10

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG INTEGRASI TERNAK-TANAMAN DI KABUPATEN PINRANG, SULAWESI SELATAN

POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG INTEGRASI TERNAK-TANAMAN DI KABUPATEN PINRANG, SULAWESI SELATAN POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG INTEGRASI TERNAK-TANAMAN DI KABUPATEN PINRANG, SULAWESI SELATAN Jasmal A. Syamsu 1, Ilyas 2 dan Irsyam Syamsuddin 3 1 Fakultas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketetapan MPR Nomor: XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Batang adalah salah satu kabupaten yang tercatat pada wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Letak wilayah berada diantara koordinat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan suatu negara tidak terlepas dari sektor pertanian dan subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem pembangunannya berjalan baik ketika pembangunan sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016

DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA BIMA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PETERNAKAN KOTA BIMA TAHUN 2016

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16 KOMODITAS DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN MALUKU TENGAH Pembangunan ketahanan pangan dan pertanian di Indonesia merupakan focus dari arus utama pembangunan nasional. Secara perlahan diarahkan secara umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o PEMBAHASAN I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o LS serta 119 o 42 o 18 o BT 120 o 06 o 18 o BT yang terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2013 sebanyak 12.390 rumah tangga Jumlah perusahaan tidak berbadan hukum atau bukan rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Maluku

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 2, pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Februari 2011. Secara geografis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING (Prospect of Beef Cattle Development to Support Competitiveness Agrivusiness in Bengkulu) GUNAWAN 1 dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2009-2014 1. VISI : Terwujudnya peningkatan kontribusi subsektor peternakan terhadap perekonomian. 2. MISI : 1. Menjamin pemenuhan kebutuhan produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Kota Metro Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara geografis terletak pada 5,6 0 5,8 0 lintang selatan dan 105,17 0-105,19

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik dalam ketersediaan, distribusi dan konsumsi daging sapi dan kerbau belum memenuhi tujuan

Lebih terperinci

POTENSI HASIL BEBERAPA JAGUNG LOKAL KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DENGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

POTENSI HASIL BEBERAPA JAGUNG LOKAL KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DENGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU POTENSI HASIL BEBERAPA JAGUNG LOKAL KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DENGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU M. P. Sirappa, Marietje Pesireron, dan La Dahamarudin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku ABSTRAK

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016 KAPASITAS PENINGKATAN POPULASI TERNAK RUMINANSIA BERDASARKAN POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI PAKAN TERNAK DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Ruminant Livstock Population Increase Capacity Based on Potential

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Katalog BPS : 5106002.8101 Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2013 sebanyak 13.732 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Maluku

Lebih terperinci

Analisis Penghitungan Pencapaian Swasembada Pangan Pokok di Provinsi Maluku

Analisis Penghitungan Pencapaian Swasembada Pangan Pokok di Provinsi Maluku Analisis Penghitungan Pencapaian Swasembada Pangan Pokok di Provinsi Maluku Ismatul Hidayah dan Demas Wamaer Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Jl. Chr Splanit Rumah Tiga Ambon E-mail: ismatul_h@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5. NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH Nani Yunizar 1), Elviwirda 1), Yenni Yusriani 1) dan Linda Harta 2) 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130 RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Profil Kabupaten Ngawi 1. Tinjauan Grafis a. Letak Geografis Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MH. Togatorop dan Wayan Sudana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor ABSTRAK Suatu pengkajian

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN MASKAMIAN Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Jenderal Sudirman No 7 Banjarbaru ABSTRAK Permintaan pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein hewani merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan manusia. Keberadaan protein hewani sangat berpengaruh bagi pertumbuhan, kesehatan, dan kecerdasan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah, terletak diantara 110 50` - 111 15` Bujur Timur dan 6 25` - 7 00` Lintang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

BAB V SUMBER DAYA ALAM

BAB V SUMBER DAYA ALAM BAB V SUMBER DAYA ALAM A. Pertanian Kota Surakarta Sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, mengalami pertumbuhan ekonomi dan penduduk karena migrasi yang cepat. Pertumbuhan ini mengakibatkan luas

Lebih terperinci

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Peran penting sektor pertanian tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA Oleh : I Wayan Rusast Abstrak Pertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar.

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130 RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN

Lebih terperinci