ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN TATANIAGA TEMBAKAU VOOR OOGST

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU DI JAWA TIMUR. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI BIAYA USAHATANI TEMBAKAU MAESAN 2 DI KABUPATEN BONDOWOSO

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

BAB I PENDAHULUAN. untuk kegiatan pertanian. Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

IV. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

IV. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah,

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaan Usahatani Pembedengan Bibit

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian merupakan bagian terbesar,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

SKRIPSI ARDIANSYAH H

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman pisang merupakan salah satu kekayaan alam asli Asia

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, dimana sektor pertanian dalam tatanan

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS USAHATANI TEMBAKAU RAKYAT DI KECAMATAN SUMBUL KABUPATEN DAIRI SKRIPSI

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. Program pembangunan nasional sebagaimana dalam Undang-Undang no 25. perdagangan yang merupakan inti sistem pembangunan.

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.15 No.3 Hal.62-65, September-Desember 2015, ISSN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

Transkripsi:

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN TATANIAGA TEMBAKAU VOOR OOGST KASTURI PADA GABUNGAN KELOMPOK TANI PERMATA VII DESA PAKUSARI, KECAMATAN PAKUSARI, KABUPATEN JEMBER, PROVINSI JAWA TIMUR DEVI NITASARI H34077010 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

RINGKASAN DEVI NITASARI. Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Pada Petani Gabungan Kelompok Tani Permata VII Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Departemen Agribisnis., Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan TINTIN SARIANTI). Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Salah satu komoditas pertanian dalam mendukung kehidupan ekonomi bangsa Indonesia adalah perkebunan. Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu merupakan sumber pendapatan negara melalui devisa negara, cukai, pajak, serta sumber pendapatan petani, dan dapat menciptakan lapangan kerja. Penelitian ini dilakukan di Desa Pakusari Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur pada petani Gabungan Kelompok Tani Permata VII. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Pakusari tersebut merupakan salah satu sentra tembakau voor oogst kasturi dan merupakan gabungan kelompok tani yang memiliki anggota terbanyak serta luas lahan yang tertinggi di Kecamatan Pakusari. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis keragaan usahatani tembakau voor oogst kasturi, menganalisis pendapatan petani tembakau voor oogst kasturi berdasarkan skala usaha, menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga dan efisiensi tataniaga dalam usahatani tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember. Data yang digunakan terdiri data primer dan data skunder. Jumlah responden usahatani sebanyak 35 orang secara acak sederhana dengan menggunakan undian namanama petani. Penarikan sampel responden saluran tataniaga menggunakan metode snowball sampling yaitu dengan menelusuri saluran tataniaga mulai dari petani ke konsumen akhir. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitataif dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang usahatani dan saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada angota Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan, analisis R/C rasio, dan analisis efisiensi tataniaga yang terdiri dari marjin tataniaga, farme s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Input yang digunakan pada usahatani tembakau voor oogst kasturi terdiri dari bibit, pupuk pestisida dan tenaga kerja. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk Urea, ZA, SP36, Drusband, Lanet dan Agrotanik. Pemanenan dilakukan pada saat tembakau umur 90 hari dan pemanenan dilakukan empat kali. Berdasarkan hasil analisis, penerimaan yang diperoleh petani tembakau voor oogst kasturi pada luasan satu hektar rata-rata dengan luas lahan skala besar (>5.336 m 2 ) untuk musim panen 2010 adalah sebesar 1.437,92 kilogram sedangkan skala kecil sebesar 1.408,55 kilogram tembakau kering yang sudah di unting. Hasil penerimaan pada luas lahan skala besar sebesar Rp 35.097.519,95 dan penerimaan pada luas lahan skala kecil sebesar Rp 33.981.464,75. Hal tersebut menggambarkan bahwa penerimaan luas lahan skala besar dan skala kecil tidak

jauh berbeda karena hasil output pada luas lahan skala besar tidak maksimal meskipun luas lahan yang di usahakan cukup besar, sedangkan pada luas lahan skala kecil menunjukkan bahwa hasil output stabil karena skala yang diusahakan kecil. Pada luas lahan skala besar biaya total yang dikeluarkan petani tembakau voor oogst kasturi adalah sebesar Rp 26.329.170,97/ha sedangkan pada luas lahan skala kecil biaya total adalah sebesar Rp 28.242.546,60/ha. Biaya tersebut merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Nilai R/C rasio atas penggunaan biaya skala besar sebesar 1,33, sedangkan nilai R/C rasio atas penggunaan biaya skala kecil sebesar 1,20. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani tembakau voor oogst kasturi menguntungkan karena bissa menutupi semua biayabiaya yang dikeluarkan dalam usahatani tersebut. Terdapat empat saluran yang terjadi pada tataniaga tembakau voor oogst kasturi di Desa Pakusari yaitu terdiri dari ; saluran I (Petani PT. Sampoerna); saluran II (Petani PT. Djarum); saluran III (Petani Pedagang PT. Sampoerna) dan saluran IV (Petani Pedagang PT. Djarum). Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga tembakau voor oogst kasturi menjalankan semua fungsi yang ada yaitu fungsi pertukaran, fungsi pengadaan secara fisik dan fungsi pelancar. Struktur pasar yang terjadi pada petani dan pedagang yaitu mendekati pasar persaingan oligopsoni. Perilaku pasar dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, sistem penentuan harga dan pembayaran serta kerjasama antara lembaga pemasaran. Jika dibandingkan antara keempat saluran yang terdapat pada saluran tataniaga tersebut diketahui bahwa margin tataniaga pada setiap saluran tembakau voor oogst kasturi di Desa Pakusari berbeda. Total margin tataniaga pada saluran I, saluran II, saluran III dan saluran IV masing-masing adalah Rp 3.632,00; Rp 8.273,00; Rp 1.375,00 dan Rp 2.675,00. Biaya tataniaga yang dikeluarkan tergantung kapasitas tembakau yang dikelola. Biaya untuk tataniaga berupa biaya pengemasan, tenaga angkut,transportasi, biaya Koran dan tali rafia. Farmer s share terbesar terdapat pada saluran I dan saluran II yaitu sebesar 100 persen sedangkan farmer s share yang paling rendah terdapat pada saluran IV yaitu 88,85 persen. Nilai rasio keuntungan dan biaya tertinggi terdapat pada saluran II yaitu 4,36 persen yang artinya bahwa setiap Rp 1,00 per kilogram biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga tersebut akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 436,00 per kilogram tembakau voor oogst kasturi. Bila marjin pemasaran dijadikan ukuran efisiensi maka saluran I yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu Rp 1.375,00. Bila farmer s share yang dijadikan ukuran efisiensi makan saluran I dan saluran II yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu 100 persen. Bila rasio keuntungan biaya dijadikan ukuran efisien maka saluran II yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya yaitu sebesar 4,36. Usahatani tembakau voor oogst kasturi menguntungkan, akan lebih menguntungkan jika didukung oleh faktor cuaca yaitu sinar matahari. Harga tembakau dipengaruhi oleh kualitas tembakau maka petani harus bisa memisahkan tembakau bagus dan jelek agar harga yang diberikan tidak rendah. Tembakau voor oogst kasturi mempunyai prospek yang besar bagi petani maka disarankan pemerintah ikut membantu petani dengan memberikan bantuan seperti bibit tembakau dan modal.

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN TATANIAGA TEMBAKAU VOOR OOGST KASTURI PADA GABUNGAN KELOMPOK TANI PERMATA VII DESA PAKUSARI, KECAMATAN PAKUSARI, KABUPATEN JEMBER, PROVINSI JAWA TIMUR DEVI NITASARI H34077010 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Judul Proposal Nama NIM : Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. : Devi Nitasari : H34077010 Menyetujui, Pembimbing Tintin Sarianti, SP, MM NIP. 19750316 200501 2 001 Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002 Tanggal Lulus :

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2010 Devi Nitasari H34077010

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 25 Desember 1986. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Much. Lutfi Sahri dan Ibunda Hj. Zahrotus Sofiah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD 01 Pakusari Jember pada tahun 1995 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP 01 Pakusari Jember. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Muhammadiyah 03 Jember diselesaikan pada tahun 2004. Penulis diterima menjadi Diploma Politeknik Negeri Jember di Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian pada tahun 2004. Penulis lulus program diploma pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis diterima pada Departemen agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi jawa Timur. Penelitian ini bertujuan menganalisis keragaan usahatani dan pendapatan usahatani tembakau voor oogst kasturi serta saluran tataniaga terhadap anggota petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari. Namun demikian sangat disadari masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Bogor, Desember 2010 Devi Nitasari

UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kessabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si dan Ir. Harmini, M.Si Selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Dwi Rachmina, Ms yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. 4. Silvi Ervina, selaku pembahas yang telah memberikan masukan dan saran atas penyempurnaan skripsi ini. Terima kasih atas saran-sarannya yang bermanfaat. 5. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 6. Kepada Ketua Gapoktan Permata VII bapak Moch. Lutfi Sahri serta para petani, terima kasih atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan. 7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya. Bogor, Desember 2010 Devi Nitasari

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 5 1.3. Tujuan Penelitian... 11 1.4. Kegunaan Penelitian... 11 1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 11 II III IV TIJNAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Tembakau... 12 2.2. Peran Tembakau dalam Perekonomian Nasional, Sosial dan Budaya... 13 2.3. Kajian Penelitian Terdahulu... 14 KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 20 3.1.1. Usahatani... 20 3.1.2. Klasifikasi Usahatani... 22 3.1.3. Teori Produksi... 23 3.1.4. Teori Biaya... 25 3.1.5. Teori Pendapatan... 26 3.1.6. ImbanganPenerimaan dan Biaya... 27 3.1.7. Konsep Tataniaga... 28 3.1.7.1. Saluran Tataniaga... 29 3.1.7.2. Fungsi Tataniaga... 30 3.1.7.3. Struktur Pasar... 31 3.1.7.4. Perilaku Pasar... 33 3.1.7.5. Efisiensi Tataniaga... 34 3.1.7.6. Margin Tataniaga... 34 3.1.7.7. Farmer s Share... 36 3.1.7.8. Rasio Keuntungan dan Biaya... 36 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 36 METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 39 4.2. Jenis dan Sumber Data... 39 4.3. Metode Penarikan Responden... 40 4.4. Metode Pengumpulan Data... 41 4.5. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data... 41

V VI 4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani... 41 4.5.1.1. Penerimaan Usahatani... 42 4.5.1.2. Biaya Usahatani... 42 4.5.1.3. Pendapatan Usahatani... 44 4.5.1.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya... 44 4.5.2. Analisis Tataniaga... 45 4.5.2.1. Analisis Saluran Tataniaga... 45 4.5.2.2. Analisis Fungsi-Fungsi Tataniaga... 46 4.5.2.3. Analisis Struktur Pasar... 46 4.5.2.4. Analisis Perilaku Pasar... 46 4.5.2.3. Marjin Tataniaga... 47 4.6. Definisi Operasional... 48 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah... 51 5.2. Keadaan Penduduk... 52 5.3. Gambaran Umum Gabungan Kelompok Tani Permata VII... 54 5.4. Karateristik Petani Responden Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII... 56 5.4.1. Usia Petani... 56 5.4.2. Tingkat Pendidikan Petani... 57 5.4.3. Pengalaman Berusahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi... 58 5.4.4. Luas Lahan dan Status Lahan... 58 5.5. Karakteristik Pedagang... 60 5.5.1. Usia Pedagang... 60 5.5.2. Tingkat Pendidikan Pedagang... 60 5.5.3. Pengalaman Berdagang Tembakau... 61 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Keragaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi... 62 6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi... 70 6.2.1. Penerimaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi... 71 6.2.2. Biaya Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi... 73 6.2.3. Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi... 74 6.3. Saluran Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi... 77 6.3.1. Saluran Tataniaga I... 78 6.3.2. Saluran Tataniaga II... 79 6.3.3. Saluran Tataniaga III... 79 6.3.4. Saluran Tataniaga IV... 80 6.3.5. Fungsi-Fungsi Tataniaga... 80

VII 6.3.5.1. Petani... 81 6.3.5.2. Pedagang... 83 6.3.6. Struktur Pasar... 85 6.3.7. Perilaku Pasar... 86 6.3.7.1. Praktek Pembelian dan Penjualan... 86 6.3.7.2. Penentuan Harga dan Cara Pembayaran... 87 6.3.7.3. Kerjasama Antara Lembaga Tataniaga... 88 6.3.8. Marjin Tataniaga... 88 6.3.9. Farmer Share... 91 6.3.10. Rasio Keuntungan dan Biaya... 92 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan... 94 7.2. Saran... 95 DAFTAR PUSTAKA... 97 LAMPIRAN... 99

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produksi Perkebunan di Indonesia Menurut Komoditi Tahun 2004-2008... 2 2. Luas dan Produksi Tembakau seluruh Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2008... 3 3. Luas Areal dan Produksi Menurut Jenis Tembakau di Jawa Timur Tahun 2008... 4 4. Luas dan Produksi Tembakau Voor Oogst Kasturi di Kabupaten Jember Tahun 2007-2009... 6 5. Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Tembakau Voor Oogst Kasturi Menurut Kelompok Tani Tahun 2009... 7 6. Nama Gapoktan Kecamatan Pakusari, Jumlah Anggota dan Luas Lahan Sawah Anggota Gabungan Kelompok Tani Tahun 2010... 39 7. Komponen Penyusunan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi... 45 8. Luas Lahan dan Persentase Menurut Penggunaan di Desa Pakusari Tahun 2009... 52 9. Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Pakusari Tahun 2009... 53 10. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Pakusari Tahun 2009... 53 11. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan Usia pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010... 57 12. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010... 57 13. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Tembakau pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010... 58 14. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan Luas Lahan pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010... 59

15. Sebaran dan Persentase Responden Berdasarkan Status Lahan pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010... 59 16. Sebaran dan Persentase Responden Pedagang Berdasarkan Usia Tahun 2010... 60 17. Sebaran dan Persentase Responden Pedagang Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010... 61 18. Sebaran dan Persentase Responden Pedagang Berdasarkan Pengalaman Berdagang Tembakau Tahun 2010... 61 19. Pola Tanaman disetiap Kelompok Tani Gapoktan Permata VII Tahun 2010... 66 20. Hasil Output dan Input yang digunakan dalam Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar Tahun 2010... 68 21. Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Tahun 2010... 69 22. Perhitungan Penyusutan Alat Pertanian Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Tahun 2010... 70 23. Penerimaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar dengan Luas Lahan Skala Besar (>5.336) Tahun 2010... 71 24. Penerimaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar dengan Luas Lahan Skala Kecil (<5.336) Tahun... 72 25. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi per Hektar Rata-rata Sakala Besar pada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010... 75 26. Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi per Hektar Rata-rata Sakala Kecil pada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010... 76 27. Fungsi-fungi Tataniaga dari Setiap Lembaga Tataniaga yang Terlibat dalam Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010... 81 28. Farmer s Share pada Saluran Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi terhadap Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010... 91

29. Rasio Keuntungan Biaya dan Biaya dan Biaya Lembaga Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi terhadap Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010... 92

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva Hubungan Biaya dengan Tingkat Produksi... 26 2. Kurva Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total... 27 3. Saluran Pemasaran Barang-barang Konsumen... 29 4. Marjin Tataniaga... 35 5. Kerangka Pemikiran Operasional... 38 6. Kegiatan Perkumpulan Rutin Pengurus Gapoktan Permata VII... 55 7. Proses Pemanenan Tembakau Voor Oogst Kasturi... 63 8. Pengangkutan Tembakau dan pensujenan Tembakau... 64 9. Proses Penjemuran Tembakau Voor Oogst Kasturi... 64 10. Proses Pemeraman Tembakau Voor Oogst Kasturi... 65 11. Proses Pengemasan tembakau Voor Oogst Kasturi... 65 12. Saluran Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kastruri... 78

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Ekspor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Ekspor) Tahun 2008-2009... 100 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Ekspor) Tahun 2008-2009... 100 3. Rekapitulasi Areal Tembakau kabupaten Jember Tahun 2007-2009... 101 4. Nama Responden, kelompok Tani, Alamat Dan Luas Lahan Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010... 103 5. Luas Lahan Petani Gapoktan Permata VII Skala Besar (>5.336 m 2 ) Tahun 2010... 104 6. Luas Lahan Petani Gapoktan Permata VII Skala Besar (>5.336 m 2 ) Tahun 2010... 105 7. Nama, Alamat, Umur, Pendidikan, Pengalaman Dan Tujuan Penjualan Tembakau di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember Tahun 2010... 106 8. Biaya Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar Rata-rata Skala Besar pada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010... 107 9. Biaya Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Per Hektar Rata-rata Skala Kecilpada Petani Gapoktan Permata VII Tahun 2010... 110 10. Nama Responden, Tujuan Penjualan, Hasil Tembakau Harga Jual Petani di Setiap Saluran Tataniaga Tahun 2010... 112 11. Margin Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi pada Anggota Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari Tahun 2010... 118 12. Rincian Biaya Tataniaga yang dikeluarkan oleh Masing-masing Lembaga Tataniaga Tembakau Voor Oogst Kasturi Tahun 2010... 119

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang berlimpah sektor pertanian sangatlah tepat sebagai sektor unggulan dalam pertahanan nasional. Salah satu komoditas pertanian dalam mendukung kehidupan ekonomi bangsa Indonesia adalah perkebunan. Perkebunan menempati posisi yang penting sebagai produk pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari perkembangan ekspor dan impor komoditi pertanian dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009. Perkembangan ekspor dapat dilihat pada Lampiran 1 sedangkan perkembangan impor dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan data tahun 2008 volume ekspor perkebunan sebesar 25.182.681 ton meningkat pada tahun 2009 sebesar 27.864.811 ton (10,65 %). Sedangkan nilai ekspor pada tahun 2008 sebesar US$ 27.369.363.000 menurun menjadi US$ 21.581.669.000 pada tahun 2009 (-21,15%). Peluang pasar komoditas perkebunan cukup besar, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Disamping volume ekspor yang meningkat volume impor tahun 2008 ke tahun 2009 juga meningkat yaitu sebesar 2.683.739 ton menjadi 2.963.532 ton (10,42%). Sedangkan nilai impor menurun yaitu sebesar US$ 4.535.918.000 pada tahun 2008 menjadi US$ 3.949.191.000 pada tahun 2009 (-12,93%). Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan ekspor juga diikuti dengan perkembangan impor yang seharusnya produk perkebunan dalam negeri diarahkan untuk menjadi produk yang mampu mensubstitusi impor. Selain didukung oleh sektor ekspor dan impor perkebunan, komoditas dari setiap komoditi juga memberikan peran yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil produksi yang dikembangkan setiap tahun. Komoditas perkebunan yang dihasilkan oleh Indonesia meliputi tanaman karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, teh, lada, cengkeh, kakao, tembakau dan tebu. Tabel 1 menunjukkan bahwa peningkatan produksi tembakau lebih tinggi dibandingkan dengan the yaitu sebesar 0,15 persen sedangkan tembakau

mengalami peningkatan produksi sebesar 2,92 persen. Dengan demikian tembakau mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan yaitu dengan semakin meningkatnya produksi tembakau. Tabel 1. Produksi Perkebunan di Indonesia Menurut Komoditas Tahun 2004-2007 Pertumbuhan pertumbuhan No Keterangan 2005 2006 2007 2008* 2007 terhadap 2006 (%) 1. Karet 2.270.891 2.637.231 2.755.172 2.921.872 6,05 2. Kelapa 11.861.615 17.350.848 17.664.725 18.089.503 2,40 Sawit 3. Kelapa 3.096.844 3.131.158 3.193.266 3.247.180 1,69 4. Kopi 640.365 682.158 676.475 682.938 0,96 5. Teh 166.091 146.858 150.623 150.851 0,15 6. Lada 78.328 77.533 74.131 79.726 7,55 7. Cengkeh 78.350 61.408 50.404 80.929 0,65 8. Kakao 748.828 769.386 740.006 792.761 7,13 9. Tembakau 153.470 146.265 164.851 169.668 2,92 10. Tebu 2.241.782 2.307.027 2.623.786 2.800.946 6,75 Keterangan : * = angka sementara Sumber : diolah Departemen Pertanian, 2009 Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu merupakan sumber pendapatan negara melalui devisa negara, cukai, pajak, serta sumber pendapatan petani, dan dapat menciptakan lapangan kerja. Ditinjau dari aspek komersial, komoditas tersebut merupakan bahan baku industri dalam negeri sehingga keberadaannya perlu dipertahankan dan lebih ditingkatkan. Sebagaimana diketahui tanaman tembakau merupakan salah satu komoditi yang strategis dari jenis tanaman semusim perkebunan. 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. www.deptan.go.id 21 Mei 2010 2

Peran tembakau bagi masyarakat cukup besar, hal ini karena aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan sejumlah penduduk untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan 1. Produksi tembakau menurut provinsi hampir seluruh (91%) produksi tembakau Indonesia berasal dari tiga provinsi. Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi tembakau terbanyak adalah di Provinsi Jawa Timur (46,20%) kemudian Nusa Tenggara Barat (30,83%) dan Jawa Tengah (15,31%) dan sisanya di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumtera Utara, D.I. Yogyakarta, Sumatera Barat, Bali, Aceh, Nusa Tenggara Timur, Lampung dan Sumatera Selatan. Tabel 2. Luas dan Produksi Perkebunan Rakyat Tembakau Seluruh Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2008 Persentase Provinsi Luas (Ha) Produksi (Ton) Pertumbuhan Produksi (%) Jawa Timur 106.998 76.426 46,20 Jawa Tengah 36.777 25.329 15,31 Nusa Tenggara Barat 31.384 51.006 30,83 Jawa Barat 8.116 6.769 4,09 Sulawesi Selatan 3.209 1.133 0,68 D.I Yogyakarta 1.716 1.286 0,78 Sumatera Barat 1.362 1.199 0,72 Bali 1.006 1.806 1,09 Aceh 831 236 0,14 Nusa Tenggara Timur 261 32 0,02 Sumatera Utara 212 119 0,07 Jambi 80 25 0,02 Lampung 64 44 0,03 Sumatera Selatan 46 13 0,01 Jumlah Keseluruhan 192.062 165.423 100,0 Sumber: Diolah dari Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009 3

Ada delapan jenis tembakau di Jawa Timur yaitu Tembakau Voor Oogst Kasturi, Tembakau Na Oogst, Tembakau Paiton, Tembakau Madura, White Burly, Virginia, dan Tembakau Jawa. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan 2009, jenis tembakau Voor Oogst (VO) Kasturi yang dibudidayakan pada tahun 2008 dengan luas lahan 5.051 ha dan produksi sebesar 4.117 ton. Walaupun luas dan produksi tembakau voor oogst kasturi lebih kecil dibandingkan dengan tembakau madura, tembakau jawa, tembakau virginia dan tembakau paiton tetapi tembakau voor oogst kasturi banyak diproduksi dibandingkan dengan tembakau na oogst, white burley dan tembakau lumajang. Luas areal dan produksi menurut jenis tembakau di Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Menurut Jenis Tembakau di Jawa Timur Tahun 2008 No Jenis Tembakau Luas (ha) Produksi Produktivitas (ton) (ton/ha) 1. Tembakau Madura 56.351 32.323 0,57 2. Tembakau Jawa 21.084 10.742 0,51 3. Tembakau Virginia 10.639 10.109 0,95 4. Tembakau Paiton 9.804 13.427 1,37 5. Tembakau Voor Oogst Kasturi 5.051 4.117 0,82 6. Tembakau Na Oogst 2.807 3.399 1,21 7. Tembakau White Burley 1.178 2.209 1,87 8. Tembakau Lumajang 84 100 1,19 Sumber: Diolah dari Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009 Tanaman tembakau Voor Oogst kasturi dibudidayakan di daerah Jawa Timur tersebar di beberapa Kabupaten yaitu di Kabupaten Lumajang, Bondowoso, Situbondo dan Jember. Kabupaten yang menjadi sentra tembakau voor oogst kasturi adalah Kabupaten Jember. Produksi unggulan perkebunan Jember adalah komoditi tembakau. Tanaman ini telah lama dibudidayakan hampir diseluruh kawasan di Kabupaten Jember, sehingga wajar dalam pengembangannya selalu menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Jember. Hal ini memberikan kontribusi yang positif terhadap pendapatan petani tembakau. 4

Dari total 31 Kecamatan di Kabupaten Jember hampir seluruh dari Kecamatan menjadi area penanaman tembakau sebagai tumpuan perekonomian, hanya terdapat 10 Kecamatan yang tidak membudidayakan tembakau sebagai tumpuan perekonomian. Luas areal jenis tembakau voor oogst kasturi paling besar dibandingkan dengan jenis tembakau lainnya. Tahun 2007 sampai dengan 2008 luas tembakau voor oogst kasturi mengalami kenaikan yaitu 3.181 ha menjadi 5.739,85 ha. Salah satu Kecamatan yang membudidayakan tembakau voor oogst kasturi adalah Kecamatan Pakusari dengan luas lahan tahun 2007 sebesar 516 ha meningkat pada tahun 2008 menjadi 581 ha. Rekapitulasi areal tembakau menurut Kecamatan tahun 2007-2008 pada Lampiran 3. Terdapat tujuh desa di Kecamatan Pakusari yang setiap Desa terbentuk kelompok tani. Salah satu Desa yang membudidayakan tembakau adalah Desa Pakusari. Ada delapan kelompok tani di Desa Pakusari yang digabung dalam satu kelompok tani yang diberi nama Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Permata VII yang didirikan pada tanggal 29 Januari 2009. Sampai saat ini anggota Gapoktan Permata VII berjumlah 792 orang. Gapoktan Permata VII memiliki anggota terbanyak dari Gapoktan yang ada di Kecamatan Pakusari serta luas lahan sawah yang tertinggi. Komoditas utama yang diproduksi oleh anggota Gapoktan Permata VII adalah padi, cabai, jagung, dan tembakau. Komoditas tembakau voor oogst kasturi adalah salah satu komoditas yang paling banyak diproduksi oleh petani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII pada musim kemarau. Tembakau voor oogst kasturi sudah diproduksi setiap tahun bahkan sebagian petani menanam tembakau secara turun temurun karena menaman tembakau voor oogst kasturi menjadi warisan nenek moyang. Jalur tataniaga yang dilakukan oleh petani untuk menjual hasil tembakau adalah dari petani ke pedagang dan petani ke pabrik tembakau kecil atau ke pabrik tembakau besar. 1.2 Perumusan Masalah Tahun 2010 ada peningkatan bagi hasil cukai rokok dan tembakau untuk Jember. Pada tahun 2009 Jember mendapat Rp 8,7 miliar, meningkat pada tahun 2010 sebesar Rp 9,02 miliar dari sektor ini. Penambahan bagi hasil tersebut 5

direspon baik oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jember. Secara keseluruhan, daerah-daerah lain di Jawa Timur salah satunya di Kabupaten Lumajang, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo juga mengalami peningkatan. Penambahan bagi hasil cukai membawa konsekuensi yaitu perbaikan mutu tembakau dan rokok produk Jember. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jember diharuskan meningkatkan kualitas pabrik rokok lokal, baik dari sisi bahan baku maupun produksi 2. Dalam perkembangan pengusahaan tembakau di Kabupaten Jember, luas dan produksi tembakau berfluktuatif. Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2007 mengalami penurunan luas dan produksi tembakau voor oogst kasturi karena pada tahun 2006 petani mengalami kerugian. Kerugian tersebut disebabkan oleh faktor alam sehingga tembakau petani menjadi rusak dan harga tembakau menjadi rendah dipasaran. Pada tahun 2007 petani beralih pada tanaman lain karena melihat pengalaman pada tahun 2006 harga tembakau rendah sementara biaya produksi semakin meningkat sehingga pada tahun 2007 produksi tembakau voor oogst kasturi menurun. Pada tahun 2007 banyak petani yang tidak memproduksi tembakau voor oogst kasturi dengan demikian pasokan tembakau menjadi berkurang sehingga harga tembakau pada tahun 2007 menjadi meningkat. Tahun 2008 dan 2009 luas dan produksi tembakau voor oogst kasturi mengalami peningkatan dikarenakan harga tembakau voor oogst kasturi mulai naik berawal dari tahun 2007 walaupun biaya produksi juga semakin meningkat. Tabel 4. Luas dan Produksi Tembakau Voor Oogst Kasturi di Kabupaten Jember Tahun 2007-2009 Tahun Luas (ha) Produksi (kw) Produktivitas (Kw/Ha) 2005 2.659,40 40.422,88 15,20 2006 3.566,00 60.265,40 16,90 2007 3.181,00 32.128,10 10,10 2008 6.423,90 96.358,50 15,00 2009 8.901,00 125.064,90 14,05 Sumber: Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Konversi SDA Kabupaten Jember, 2010 2 Tembakau Beri Rp 9,02 M untuk Jember. beritajatim.com. 22 Juni 2010 6

Petani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII melakukan produksi tembakau voor oogst kasturi sekali dalam setahun yaitu pada musim kemarau. Jumlah produksi tanaman adalah 14.000-15.000 tanaman per hektar. Ada lima kelompok tani yang memproduksi tembakau voor oogst kasturi yaitu kelompok tani sejahtera I, Sejahtera II, Gempal II, Harapan dan Karya Tani. Tiga kelompok tani lainnya menanam padi dan jagung yaitu kelompok tani Tegal Ajung I, Tegal Ajung II dan Tegal Ajung III. Luas lahan yang dimiliki oleh petani mempengaruhi hasil produksi tembakau voor oogst kasturi. Luas lahan yang paling besar yaitu pada kelompok tani Gempal II dan yang paling kecil pada luas lahan karya tani. Lokasi di daerah Gempal II merupakan persawahan yang digunakan untuk memproduksi tembakau voor oogst kasturi sementara lokasi pada kelompok tani Karya Tani merupakan lahan pekarangan dan tegalan yang ditanami buah-buahan seperti rambutan, mangga, durian serta tanaman lainnya sehingga luas lahan sawah yang ditanami tembakau voor oogst kasturi hanya enam hektar. Luas tanam, produksi dan produktivitas tembakau voor oogst kasturi menurut kelompok tani tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Tembakau Voor Oogst Kasturi Menurut Kelompok Tani Tahun 2009 Produktivitas Hasil Produksi Tanaman No Nama Kelompok Tani Luas (Ha) Tanaman Tembakau Tembakau (Kw) (Kw/Ha) 1. Tani Sejahtera I 38 539,6 14,2 2. Tani Sejahtera II 31,2 452,4 14,5 3. Gempal II 56,6 837,68 14,8 4. Harapan 52 754 14,5 5. Karya Tani 6 85,8 14,3 Sumber: Gabungan Kelompok Tani Permata VII, 2009 Tembakau voor oogst kasturi adalah tanaman yang paling banyak diproduksi pada waktu musim kemarau. Sedangkan tanaman padi yang diproduksi oleh petani pada saat musim kemarau tidak begitu banyak dikarenakan kekurangan air. Petani yang memproduksi padi setiap tahun adalah petani yang 7

mempunyai lahan sawah dengan banyak air atau irigasi yang cukup baik, sehingga petani tidak memproduksi tembakau voor oogst kasturi. Menurut petani yang memproduksi padi, tanaman padi adalah tanaman yang mudah untuk diproduksi selain biaya produksi tidak terlalu tinggi perawatan juga tidak terlalu sulit. Pendapatan yang dihasilkan oleh petani tergantung hasil produksi yang diperoleh. Jika hasil padi bagus atau tidak terserang hama dan penyakit maka hasil akan diperoleh tinggi sedangkan harga padi yang diterima petani cukup tinggi yaitu sebesar Rp 230.000 per kwintal. Petani yang memproduksi jagung adalah petani yang kekurangan modal untuk memproduksi tembakau voor oogst kasturi dan lahan sawah yang dimiliki jauh dari irigasi. Harga jagung per kwintal adalah Rp 125.000 per kwintal. Menghadapi permasalahan yang disebabkan karena adanya biaya usahatani yang semakin meningkat dalam pembudidayaan tembakau voor oogst kasturi sehingga berdampak kepada penjualan hasil tembakau voor oogst kasturi tidak membuat anggota Gapoktan Permata VII beralih ketanaman lainnya. Permasalahan yang dihadapi petani tembakau voor oogst kasturi dari tahun ketahun selalu sama, dimana harga jual di pasaran sangat bergantung pada pihak pabrik tembakau dan harga yang diberikan kepada petani tergantung pada kualitas tembakau voor oogst kasturi yang dijual. Selain biaya produksi semakin meningkat masalah yang dihadapi oleh petani tembakau voor oogst kasturi untuk mempertahankan kualitas agar tembakau voor oogst kasturi mempunyai kualitas yang tinggi adalah faktor alam. faktor alam yang terjadi adalah musim penghujan yang masuk pada musim kemarau, dimana petani masih melakukan proses budidaya dan pengeringan tembakau voor oogst kasturi. Petani yang terlambat melakukan panen karena hujan berakibat pada hasil tembakau voor oogst kasturi yaitu tembakau voor oogst kasturi akan menjadi busuk dan kualitas akan menjadi jelek sehingga harga tembakau voor oogst kasturi akan menjadi rendah. Pendapatan yang dihasilkan petani tembakau voor oogst kasturi ditentukan oleh produksi yang dihasilkan, biaya produksi yang dikeluarkan dan harga output yang diterima pada saat panen. Biaya produksi dalam kegiatan budidaya tembakau voor oogst kasturi cenderung semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari harga pupuk, bibit tembakau voor oogst kasturi serta biaya tenaga kerja yang semakin 8

meningkat. Saat ini yaitu tahun 2010 harga bibit per 1.000 pohon sebesar Rp 50.000 hingga Rp 60.000, padahal pada tahun 2009 hanya sebesar Rp 15.000 Rp 20.000 per 1.000 pohon. Apabila petani tidak menerapkan pola produksi yang baik dan efisien maka petani akan memperoleh kerugian dengan penerimaan yang rendah. Petani menjual tembakau voor oogst kasturi kering dengan empat sampai lima tahapan atau panen. Tingginya harga tembakau voor oogst kasturi yang ditawarkan pabrik tembakau saat ini di daerah Jember cukup merangsang pedagang atau petani tembakau luar daerah untuk menjual hasil produksinya ke Kabupaten Jember. Karena banyaknya tembakau yang masuk ke pabrik Kabupaten Jember maka menyebabkan kelebihan produksi, sehingga sering mendengar bahwa sebagian produksi tidak terbeli atau terbeli dengan sangat murah. Harga tembakau voor oogst kasturi yang diterima petani jika petani menjual ke pedagang sesuai dengan kualitas, yaitu panen pertama dengan harga Rp 8000-12.000 per kilogram, panen kedua dengan harga Rp 12.000-18.000 per kilogram, panen ketiga dengan harga Rp 18.000-23.000 per kilogram, dan panen yang ke empat dan terakhir dengan harga Rp 23.000-29.000 per kilogram. Sementara harga yang dibayarkan konsumen akhir (pabrik) lebih besar dibandingkan harga dari pedagang. Petani dapat mengalami kerugian apabila harga tembakau voor oogst kasturi kering dibeli di bawah harga yang diharapkan karena kualitas yang rendah. Tataniaga produk tembakau dilakukan petani biasanya melalui pedagang pengumpul, pedagang besar atau langsung dijual ke pabrik tembakau, dengan melakukan produk pengeringan dan pengebalan produk. Tetapi untuk tataniaga produk tembakau voor oogst kasturi hanya melalui pedagang saja, dan pedagang langsung menjual ke pabrik tembakau. Sifat dari tembakau ini adalah fancy Product, artinya petani tidak mengetahui kualitas dari tembakau yang dihasilkan, sifat inilah yang menyebabkan petani pada posisi yang kurang menguntungkan. Penjualan terjadi kesepakatan antara petani, padagang dan pabrik sebagai konsumen akhir, yaitu pabrik Gudang Garam, Djarum, Bentoel, Sampoerna, dan pabrik-pabrik lokal lainnya. 9

Usahatani tembakau voor oogst kasturi membutuhkan biaya yang cukup tinggi, disamping biaya bibit dan harga pupuk yang semakin meningkat upah tenaga kerja juga meningkat. Sedangkan harga tembakau voor oogst kasturi tergantung pada pedagang atau pabrik tembakau. Semakin banyak tembakau yang ada di pasar atau semakin berlimpahnya tembakau voor oogst kasturi yang dihasilkan oleh petani maka harga tembakau voor oogst kasturi semakin rendah. Petani akan mendapatkan harga yang maksimal jika petani menjual tembakau voor oogst kasturi langsung ke pabrik tembakau dibandingkan dengan petani menjual ke pedagang tembakau. Pedagang tembakau akan mengambil keuntungan sebesar 20 sampai 30 persen. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji dan ditelusuri lebih dalam mengenai pendapatan petani dan saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII untuk menganalisis pendapatan petani dan saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi. Apakah saluran tataniaga yang dilakukan petani sudah efisien. Maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana keragaan usahatani tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember? 2. Seberapa besar pendapatan petani tembakau voor oogst kasturi menurut luas lahan yang dimiliki oleh petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember? 3. Apakah saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember sudah efisien? 10

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis keragaan usahatani tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember. 2. Menganalisis pendapatan petani tembakau voor oogst kasturi menurut luas lahan petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember. 3. Menganalisis saluran tataniaga tembakau voor oogst kasturi pada petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa kegunaan, antara lain : 1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari khususnya mengenai pendapatan usahatani dan tataniaga tembakau voor oogst kasturi sehingga dapat melakukan usaha-usaha perbaikan dalam budidaya untuk meningkatkan pendapatan. 2. Sebagai bahan informasi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya. 3. Sebagai sarana bagi penulis untuk melatih kemampuan dalam menganalisa masalah berdasarkan fakta dan data yang tersedia yang disesuaikan dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan difokuskan hanya pada tembakau jenis voor oogst kasturi yang dilakukan oleh petani gabungan kelompok tani Permata VII di Desa Pakusari, kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember. Batasan penelitian mengenai usahatani ini hanya pada pendapatan petani dan jalur tataniaga yang dilakukan oleh patani. 11

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tembakau Tembakau adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman dari genus Nicotiana. Tembakau dapat dikonsumsi, digunakan sebagai pestisida, dan dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. Jika dikonsumsi, pada umumnya tembakau dibuat menjadi rokok, tembakau kunyah, dan sebagainya. Tembakau telah lama digunakan sebagai entheogen di Amerika. Kedatangan bangsa Eropa ke Amerika Utara mempopulerkan perdagangan tembakau terutama sebagai obat penenang. Kepopuleran ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat bagian selatan. Setelah Perang Saudara Amerika Serikat, perubahan dalam permintaan dan tenaga kerja menyebabkan perkembangan industri rokok. Produk baru ini dengan cepat berkembang menjadi perusahaanperusahaan tembakau hingga terjadi kontroversi ilmiah pada pertengahan abad ke- 20. Dalam Bahasa Indonesia tembakau merupakan serapan dari bahasa asing. Bahasa Spanyol "tabaco" dianggap sebagai asal kata dalam bahasa Arawakan, khususnya dalam bahasa Taino di Karibia, disebutkan mengacu pada gulungan daun-daun pada tumbuhan ini (menurut Bartolome de Las Casas, 1552) atau bisa juga dari kata "tabago", sejenis pipa berbentuk y untuk menghirup asap tembakau (menurut Oviedo, daun-daun tembakau dirujuk sebagai Cohiba, tetapi Sp. tabaco (juga It. tobacco) umumnya digunakan untuk mendefinisikan tumbuhan obatobatan sejak 1410, yang berasal dari Bahasa Arab "tabbaq", yang dikabarkan ada sejak abad ke-9, sebagai nama dari berbagai jenis tumbuhan. Kata tobacco (bahasa Inggris) bisa jadi berasal dari Eropa, dan pada akhirnya diterapkan untuk tumbuhan sejenis yang berasal dari Amerika 3. Tembakau kasturi merupakan salah satu tipe tembakau yang diolah secara krosok (leaf type) atau lembaran-lembaran daun. Tembakau Kasturi ini adalah salah satu tanaman tembakau yang dibudidayakan pada musim kemarau atau dikenal dengan istilah Voor Oogst (VO) dengan cara pengeringan menggunakan 3 Tembakau. www.wikipedia.com. Diakses tanggal 18 Mei 2010

bantuan sinar matahari lansung (sun cured). Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah Jember dan Bondowoso (Jawa Timur). Dari varietas tembakau kasturi yang ada beberapa yang sering dipakai oleh petani di Jember dan Bondowoso adalah varietas jepon, mawar, marakot dan baleno. Aktivitas pembuatan bedengan untuk tembakau ini dimulai pada musim kemarau, dilanjutkan dengan proses penanaman. Panen raya tembakau voor oosgt kasturi pada awal musim hujan 4. 2.2 Peran Tembakau Dalam Perekonomian Nasional, Sosial dan Budaya Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan perkebunan (2008), tembakau adalah komoditas yang bernilai ekonomis tinggi. Sebagai bahan baku yang dibutuhkan oleh industri rokok dan cerutu, maka peran tembakau dalam perekonomian nasional sangat tinggi. Sumber-sumber penerimaan Negara yang berasal dari tembakau dan industri hasil tembakau berupa cukai dan devisa ekspor. Cukai berasal dari pajak penjualan tembakau, sedangkan devisa berasal dari pajak ekspor tembakau atau rokok. Selain dari cukai dan devisa yang memberi peran terhadap pendapatan negara, tembakau dan industri hasil tembakau juga mempunyai kontribusi terhadap Pendapatan Hasil Daerah (PAD), seperti tumbuhnya warung, pedagang eceran, dan industri penunjang lainnya (seperti tali, keranjang tembakau, tikar untuk membungkus tembakau). Besarnya kontribusi terhadap PAD pada masing-masing sentra produksi ini akan ditentukan oleh jenis tembakau dan luas areal pengembangan tembakau. Namun demikian informasi kuantitatif peran tembakau dan industri hasil tembakau terhadap perekonomian daerah belum tersedia. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hastari (2009), tembakau merupakan komoditas yang kontroversi. Tanaman tembakau dikatakan kontroversial mengingat disatu pihak peran tembakau dan industri hasil tembakau memegang peran penting dalam perekonomian negara dan dipihak lain produk yang dihasilkan membahayakan bagi kesehatan. Peran tembakau dan industri hasil tembakau dalam kehidupan sosial ekonomi seperti: penyedia lapangan kerja, 4 Tembakau Kasturi.www.ijo royo2 blog.com. Diakses tanggal 18 Mei 2010 13

sumber pendapatan petani dan buruh, pedagang, pendapatan daerah, cukai dan devisa negara. Sebagai komoditas yang bernilai ekonomis tinggi, maka pengelolaan tanaman tembakau dilakukan dengan sangat insentif, sehingga banyak melibatkan tenaga kerja mulai dari pembibitan, tanaman, panen sampai prosesing. Demikian juga industri rokok, sangat juga melibatkan bidang yang terkait dengan industri tembakau antara lain: cengkeh, penjualan rokok, percetakan, dan transportasi, yang semuanya itu menyerap tenaga kerja yang banyak. Tenaga kerja yang dapat terserap mulai dari petani tembakau sampai dengan tenaga jasa transportasi rokok sekitar 6,4 juta tenaga kerja. Pertembakauan Indonesia dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik rokok dalam negeri yang terus meningkat dan untuk antisipasi peluang ekspor ke pasar tembakau internasional. Ekspor tembakau Indonesia didominasi oleh bahan baku pembuat cerutu (na-oogst), sedangkan untuk keperluan konsumsi dalam negeri didominasi jenis tembakau bahan sigaret (voor oogst) lebih dari 90%. Bahan sigaret yang diekspor adalah sisa pasar lokal mutunya tidak memenuhi kriteria untuk kebutuhan pabrik rokok dalam negeri. Impor tembakau terus meningkat dari tahun ke tahun seiring perkembangan produksi pabrik rokok lokal, utamanya jenis Virginia, White burley, dan Oriental. 2.3 Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis tembakau maupun saluran tataniaga tembakau masih belum banyak dilakukan. Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan analisis tembakau maupun saluran tataniaga tembakau yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sumbara (2008) yang berjudul pendapatan usahatani tembakau Mole dan Virginia di Kabupaten Garut, penelitian yang dilakukan oleh sumbara menyatakan bahwa bertani tembakau mole bagi sebagian besar masyarakat di Desa Ciburial merupakan kegiatan yang bersifat turun menurun sedangkan tembakau virginia baru panen perdana pada tahun 2007. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan di Desa Pakusari bahwa sebagian besar petani Gapoktan Permata VII melakukan kegiatan tembakau voor oogst kasturi bersifat turun menurun. 14

Proses pembudidayaan tembakau mole, virginia maupun tembakau voor oogst kasturi hampir sama yaitu dimulai dengan pengolahan lahan dan ditanam pada jarak yang sesuai dengan luas lahan. Penggunaan pupuk dan pestisida relatif menggunakan pupuk dan pestisida yang sama hanya saja varietas bibit yang berbeda. Pada tembakau virginia, proses pengolahan untuk merubah daun basah menjadi daun kering (krosok) digunakan oven atau biasa disebut dengan pengovenan sedangkan pada tembakau voor oogst proses pengeringan dilakukan dengan cara bantuan sinar matahari. Tembakau virginia dan tembakau mole diproses dengan cara dirajang sedangkan tembakau voor oogst kasturi diproses dengan cara lembar daun yang dijemur dan disortasi sesuai dengan kualitas tembakau. Tembakau virginia dijual dalam bentuk tembakau ovenan, tembakau mole dijual dalam bentuk rajangan dan daun basah sedangkan tembakau voor oogst kasturi dijual dengan bentuk tembakau kering yang sudah di unting (gagang tembakau voor oogst kasturi diikat dengan menggunakan bambu tipis). Analisis pendapatan pada tembakau mole dihitung dengan membedakan penjualan tembakau daun basah dan rajangan per hektar, tembakau virginia dihitung dengan hasil tembakau ovenan sedangkan tembakau voor oogst kasturi dihitung berdasarkan luas lahan skala besar dan skala kecil. R/ C rasio tembakau mole sebesar 1,89 (daun basah) dan 2,03 (rajangan) sedangkan virginia sebesar 2,89. Nilai R/C rasio pada tembakau voor oogst kasturi berdasarkan luas lahan skala besar pada penelitian ini menghasilkan 1,33 dan skala kecil sebesar 1,20. Hal tersebut menjelaskan bahwa biaya yang dikeluarkan tembakau voor oogst kasturi lebih kecil dibandingkan tembakau mole dan virginia. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian terdahulu bahwa peneliti dapat melihat perbedaan dari proses pengolahan tembakau dan proses analisis yang dilakukan. Hal tersebut menjadi bahan informasi dan ilmu yang baru bagi peneliti maupun peneliti yang akan dilakukan selanjutnya tentang tembakau untuk dijadikan bahan perbandingan. Penelitian tentang tembakau yang dilakukan oleh Kertawati (2008) dengan judul penelitian analisis sistem tataniaga tembakau Mole (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat). Proses pembudidayaan dan pengolahan sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumbara yaitu dengan 15

cara dirajang, Kertawati menambahkan bahwa proses panen dibagi berdasarkan kualitas, yaitu kualitas satu dan dua (pucuk) tujuh lembar, kualitas tiga dan empat (tengah dan atas) enam lembar, kualitas lima (daun kepel) dua lembar dan kualitas enam (koseran) sebanyak tiga lembar. Pemanenan yang dilakukan sama dengan pemanenan tembakau voor oogst kasturi yaitu berdasarkan kualitas hanya saja sebutan panen yang berbeda. Pengklarifikasian tembakau voor oogst kasturi di Desa Pakusari yaitu panen pertama disebut tembakau kusiran, kedua eksport, ketiga semi lokal dan ke empat lokal. Jarak panen pertama dan kedua adalah satu minggu setelah panen pertama. Pola tataniaga tembakau mole di Desa Ciburial dijual dalam bentuk rajangan. Terdapat empat pola saluran tataniaga yang dilakukan oleh petani tembakau mole. Saluran tataniaga yang terjadi adalah saluran tataniaga I : petani, Bandar, dan Pabrik Rokok (PT Djarum); saluran II : petani, pedagang pengumpul, bandar dan pabrik rokok (PT Sampoerna); saluran iii : petani, pedagang pengumpul, pabrik guntingan, pedagang pengecer dan pedagang luar daerah; dan saluran iv : petani, pedagang pengecer dan konsumen. Sedangkan pola saluran tataniaga yang terjadi di Desa Pakusari pada tembakau voor oogst kasturi hanya melibatkan pedagang dan dua pabrik tembakau (PT Saempoerna dan PT Djarum). Saluran tataniaga yang paling efisien pada tembakau mole adalah saluran tataniaga saluran I dimana marjin tataniaga terkecil, farmer s share terbesar dan pola saluran terpendek. Sedangkan pada tembakau voor oogst kasturi saluran yang efisien adalah saluran III berdasarkan marjin, saluran I dan saluran II jika diukur dengan farmer s share dan saluran II jika di ukur dengan rasio keuntungan dan biaya. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Kertawati adalah informasi yang ada di Desa Ciburial terdapat banyak lembaga tataniaga tidak hanya dengan saluran tataniaga yang dilakukan pada tembakau voor oogst kasturi hanya pedagang dan pabrik tembakau saja. Penelitian tentang tembakau lainnya yang dilakukan oleh Hastari (2009) yang berjudul struktur pendapatan usahatani tembakau Temanggung sistem rotasi dengan jagung dan kacang tanah studi kasus di Desa Wonotirto Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Hasil penelitian Hastari menyatakan 16

bahwa usahatani tembakau temanggung sebagian besar dilakukan oleh petani menengah ke atas mengingat usahatani tersebut membutuhkan modal yang cukup tinggi untuk memenuhi input produksi. Penelitian tersebut juga membandingkan pendapatan non tembakau yaitu jagung dan kacang tanah. Proses pengolahan tembakau temanggung sama dengan tembakau mole yaitu dengan proses perajangan. Tetapi yang membedakan adalah proses pemanenan yang dilakukan oleh petani tembakau temanggung sebanyak tujuh sampai delapan kali dari daun terendah. Hasil analisis yang dilakukan bahwa usahatani tembakau temanggung tidak mempunyai kontribusi yang besar terhadap pendapatan total usahatani, kontribusinya yaitu sebesar 19,19 persen, dan dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa usahatani tembakau temanggung tidak menguntungkan untuk di usahakan dimana R/C rasio sebesar 0,94. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya biaya input. Dibandingkan dengan tembakau temanggung, jagung lebih memberikan kontrobusi yang besar terhadap pendapatan total yaitu sebesar 41,19 persen dan kacang tanah sebesar 39,62 persen. Dengan hasil yang diperoleh saran yang diberikan oleh peneliti adalah petani di Desa Wonotirto mengganti pola tanam dalam satu tahun, dimana pada musim kemarau petani bias berusahatani tembakau temanggung disaran untuk mengganti pada usahatani lainnya seperti usahatani jagung. Dari ketiga penelitian yang berkaitan dengan tembakau perbedaan lainnya adalah tempat penelitian, waktu penelitian dan responden yang diambil untuk dijadikan sampel. sedangkan persamaannya adalah alat analisis yang digunakan oleh Sumbara dan Hastari yaitu analisis pendapatan usahatani serta analisis R/C rasio. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kertawati sama dengan penelitian ini yaitu tentang saluran tataniaga. Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis pendapatan dan tataniaga adalah penelitian yang dilakukan oleh Zalukhu (2009) dengan judul analisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul nasional kasus padi varietas Bondoyudo pada gapoktan tani bersatu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani, pendapatan usahatani, menganalisis faktor-faktor produksi dan menganalisis 17

efisiensi tataniaga beras di Kecamatan Cibungbulang. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,66. Artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu satuan biaya akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,66 satuan penerimaan. Saluran tataniaga terdiri dari tiga saluran yaitu (1) petani pedagang pengumpul konsumen; (2) petani pedagang pengumpul pedagang besar konsumen dan (3) petani pedagang pengumpul pedagang besar pengecer konsumen. Saluran tataniaga yang memiliki nilai farmer s share dan rasio keuntungan/biaya yang paling besar dan nilai margin tataniaga paling kecil adalah pada saluran 1. Dengan demikian, saluran 1 lebih efisien dibanding saluran tataniaga lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Riyanto (2005), yang berjudul analisis pendapatan cabang usahatani dan pemasaran padi (Kasus: Tujuh Desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah). Berdasarkan hasil analisis diketahui pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani kelompok I, II, dan III bernilai positif dan lebih besar dari pendapatan atas biaya totalnya. Apabila dilihat dari perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C rasio) atas biaya tunai dan biaya totalnya maka diketahui ternyata nilai R/C rasio yang diperoleh petani di kelompok I lebih rendah dari petani yang ada pada kelompok II dan III. Adapun nilai R/C rasio yang diperoleh petani pada kelompok I tersebut adalah sama dengan 1,81 untuk R/C rasio atas biaya tunai dan 1,34 untuk R/C rasio atas biaya total. Dari sisi pemasarannya diketahui bahwa ada dua pola pemasaran yaitu pemasaran pola I marjin pemasaran terbesar yaitu sebesar 582,50 dibandingkan dengan pemasaran pola II dilihat dari rasio antara biaya dan keuntungannya. Dengan demikian pemasaran pola I lebih efisien dibandingkan dengan pemasaran pola II, tetapi pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani adalah pemasaran pola II, yaitu sebesar 63,33 persen dari total petani. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah pada alat analisis yaitu analisis pendapatan dan R/C rasio serta analisis tataniaga yang meliputi saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, efisiensi tataniaga, margin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya. Sedangkan perbedaannya adalah komoditas yang diteliti, tempat penelitian dan waktu penelitian. Dari persamaan dan perbedaan tersebut manfaat yang dapat diambil oleh peneliti 18

adalah alat analisis yang digunakan apakah hasil yang diperoleh akan sama dengan penelitian yang terdahulu walaupun dengan komoditas yang berbeda, serta untuk mengetahui apakah analisis tataniaga pada Gapoktan Permata VII memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan analisis tataniaga pada penelitian terdahulu. 19

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman semusim maupun tanaman tahunan dan tanaman pangan maupun tanaman non-pangan serta digunakan untuk memelihara ternak dan ikan. Menurut Suratiyah (2006), Pertanian dapat mengandung dua arti yaitu (1) dalam arti sempit atau sehari-hari diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam dan (2) dalam arti luas diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan mempertimbangkan faktor ekonomis. Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Berikut ini adalah beberapa definisi ilmu usahatani menurut beberapa pakar (dalam Suratiyah, 2006), yaitu: (a) Menurut Daniel (2002) Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil optimal dan kontinyu.

(b) Menurut Efferson Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara mengorganisasikan unit usahatani dipandang dari sudut efisiensi dan pendapatan yang kontinyu. (c) Menurut Vink (1984) Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggitingginya. (d) Menurut Prawirokusumo (1990) Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani atau peternak tersebut. Menurut Soekartawi (2006), ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Tujuan usahatani adalah memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Ciri usahatani Indonesia adalah: 1) sempitnya lahan yang dimiliki petani, 2) kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, 4) tingkat pendapatan petani yang rendah Soekartawi et al. (1986). 21

3.1.2 Klasifikasi Usahatani Menurut Suratiyah (2006), klasifikasi usahatani terjadi karena adanya perbedaan faktor fisik, ekonomis dan faktor-faktor lain. Faktor fisik antara lain iklim, topografi, ketinggian diatas permukaan air laut, dan jenis tanah. Adanya faktor fisik menyebabkan adanya tempat-tempat tertentu yang hanya mengusahakan tanaman tertentu pula karena pada dasarnya masing-masing jenis tanaman selalu membutuhkan syarat-syarat yang tertentu pula. Faktor ekonomis antara lain permintaan pasar, pembiayaan, modal yang tersedia, dan risiko yang dihadapi, akan membatasi petani dalam berusahatani. Faktor lainnya antara lain hama penyakit, sosiologis, pilihan pribadi, dan sebagainya akan menentukan dan membatasi usahatani. Ketiga faktor tersebut dalam prakteknya akan saling kait mengait sehingga menghasilkan suatu hasil tertentu. Hal-hal yang saling terkait ini menentukan jenis usahatani. Untuk meningkatkan usahatani maka faktor-faktor yang menonjol atau berpengaruh perlu mendapat perhatian. Hal ini agar upaya perbaikan yang dilakukan sesuai dengan target dan hasil yang ingin dicapai. Klasifikasi usahatani menurut Suratiyah (2006) dapat dibedakan menurut corak dan sifat, organisasi, pola, serta tipe usahatani. Klasifikasi usahatani tersebut adalah sebagai berikut: 1. Corak dan sifat Menurut corak dan sifat dibagi menjadi dua, yakni komersial dan subsistence. Usahatani komersial telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk sedangkan usahatani subsistence hanya memenuhi kebutuhan sendiri. 2. Organisasi Menurut organisasinya usahatani dibagi menjadi tiga yakni, individual, kolektif dan kooperatif. a) Usaha individual ialah usahatani yang seluruh proses dikerjakan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran ditentukan sendiri. b) Usaha kolektif ialah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok, kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura ataupun keuntungan. 22

c) Usaha kooperatif ialah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual, hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan pembuatan saluran. 3. Pola Menurut polanya, usahatani dibagi menjadi tiga, yakni usahatani khusus, usahatani tidak khusus, dan usahatani campuran. a) Usahatani khusus ialah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, misalnya usahatani peternakan, usahatani perikanan, dan usahatani tanaman pangan. b) Usahatani tidak khusus ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama, tetapi dengan batas yang tegas. c) Usahatani campuran ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi. 4. Tipe Menurut tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan komoditas yang diusahakan, misalnya usahatani ayam, usahatani kambing, usahatani jagung. Tiap jenis ternak dan tanaman dapat merupakan tipe usahatani. 3.1.3 Teori Produksi Teori produksi menerangkan sifat hubungan di antara tingkat produksi yang akan dicapai dengan jumlah faktor-faktor produksi yang digunakan. Menurut Sukirno (2002), hubungan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan kepada empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawanan. Dalam menganalisis mengenai produksi, selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi yang belakangan di nyatakan (tanah, modal dan keahlian keusahawanan) adalah tetap jumlahnya. Hanya tenaga kerja yang dipandang sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya. Dengan demikian, di dalam menggambarkan hubungan di antara faktor produksi yang digunakan dan 23

tingkat produksi yang dicapai, yang di gambarkan adalah hubungan di antara jumlah tenaga kerja yang digunakan dan jumlah produksi yang dicapai. Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut sebagai output. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus, yaitu seperti berikut: Q = f ( K, L, R, T) di mana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawanan, R adalah kenyataan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat produksinya. Persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda-beda juga (Sukirno, 2002). Sukirno (2002), juga menyatakan tentang hukum hasil lebih yang semakin berkurang yaitu merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan sifat pokok dari hubungan di antara tingkat produksi dan tenaga kerja yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. Hukum hasil lebih yang semakin berkurang menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) dan terus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang. Dan akhirnya akan mencapai nilai negatif. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian menurun. 24

3.1.4 Teori Biaya Usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi yang lain termasuk terhadap pihak ketiga dan dapat menjaga kelestarian usahanya. Menurut Sukirno (2002), biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh suatu usaha untuk memperoleh faktorfaktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan pada usaha tersebut. Biaya total adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan. Konsep biaya total dibedakan kepada tiga pengertian yaitu biaya total (TC/total cost), biaya tetap total (TFV/total fixed cost), dan biaya berubah total (TVC/total variable cost). Biaya total (TC) didapat dari menjumlahkan biaya tetap total (TFC) dan biaya berubah total (TVC). Biaya tetap total (TFC) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi (input) yang tidak dapat diubah jumlahnya sedangkan biaya berubah total (TVC) merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya. Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut dengan fungsi biaya. Hubungan antara biaya produksi dengan tingkat produksi dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa Kurva TFC berbentuk horisontal karena nilainya tidak berubah walau berapapun banyaknya barang yang diproduksi, sedangkan kurva TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal tersebut menggambarkan bahwa pada ketika tidak ada produksi TVC = 0, dan semakin besar produksi semakin besar nilai biaya berubah total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC dan kurva TC bermula dari pangkal TFC. 25

C TC TVC TFC Keterangan: C : Biaya Produksi 0 Y TC : Total Cost (biaya total) TVC : Total Variable Cost (biaya yang berubah) TFC : Total Fixed Cost (biaya tetap total) Y : Jumlah Produksi Gambar 1. Kurva Hubungan Biaya dengan Tingkat Produksi Sumber : Sukirno (2002) 3.1.5 Teori Pendapatan Keberhasilan usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani atau pengusaha dalam mengelola usahatani. Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. Bagi petani atau pengusaha, analisis ini berfungsi membantu mereka dalam mengukur apakah kegiatan usahatani mereka pada saat ini berhasil atau tidak. Pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan serta biaya yang dikeluarkan untuk melakukan usahatani. Menurut Sukirno (2002), menyatakan bahwa seluruh pendapatan yang diterima petani dari menjual barang yang diproduksinya dinamakan hasil penjualan total (TR/total revenue). Hasil penjualan total diperoleh dari jumlah produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga produksi. Keuntungan yang maksimum dari hasil produksi akan dicapai apabila perbedaan nilai antara hasil penjualan total dengan biaya total adalah yang paling maksimum. 26

Grafik yang menggambarkan biaya total dan hasil penjualan total dapat dilihat pada Gambar 2. Rp TR TC TFC 0 BEP Produksi (Y) Gambar 2. Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total Sumber : Sukirno (2002) Gambar 2 menunjukkan bahwa kurva TC di asumsikan berada di atas kurva TR. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut mengalami keuntungan. Perpotongan antara titik TR dan titik TC pada tingkat produksi suatu usahatani merupakan titik impas atau break even point (BEP) dimana produksi tidak mengalami keuntungan atau kerugian. Bila produksi mencapai di sekitar 0Y 1, maka usahatani tersebut rugi karena TR < TC, sedangkan bila produksi berada di 0Y maka usahatani tersebut untung karena TR > TC. 3.1.6 Imbangan Penerimaan dan Biaya Selain pendapatan usahatani diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) atas setiap biaya (C) yang dikeluarkan (rasio R/C). R/C menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam usahatani. Menurut Soekartawi (2006), Analisis imbangan penerimaan dan biaya dikenal dengan R/C Ratio (Return Cost Ratio), dihitung dengan cara 27

membandingkan penerimaan total dengan biaya total. Secara teoritis dengan R/C=1 berarti usaha tidak untung dan tidak pula rugi (impas). 3.1.7 Konsep Tataniaga Tataniaga adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial. Mubyarto (1989), menyatakan bahwa istilah tataniaga di Negara kita diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi yaitu suatu macam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Sedangkan menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan bergerak barang-barang dan jasa dari produsen sampai ke konsumen. Tataniaga adalah proses sosial dan manajerial dimana pribadi atau organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain. Tataniaga (marketing) sebagai proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler dan Amstrong, 2006 ). Menurut Asosiasi pemasaran Amerika dalam Kotler (2005) mendefinisikan tataniaga adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, dan penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi. Menurut (Kotler dan Amstrong, 2006 ) konsep paling dasar yang mendasari tataniaga adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan (needs) manusia adalah keadaan dari perasaan kekurangan, keinginan (wants) merupakan kebutuhan manusia yang terbentuk oleh budaya dan kepribadian seseorang. Keinginan terbentuk oleh masyarakat dan dipaparkan dalam bentuk objek yang bisa memuaskan kebutuhan. Ketika didukung oleh daya beli, keinginan menjadi permintaan (demand). 28

Berdasarkan beberapa definisi yang dinyatakan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan akhir dari tataniaga adalah menempatkan barang-barang ke tangan konsumen. 3.1.7.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga adalah seperangkat organisasi yang saling bergantung yang terlibat dalam proses menyediakan produk atau layanan sehingga dapat digunakan atau dikonsumsi (Anne T. Coughlan et.al diacu dalam Kotler et.al, 2005). Kebanyakan produsen tidak menjual produk mereka secara langsung kepada pengguna akhir, antara produsen dan pengguna akhir terdapat seperangkat perantara yang melaksanakan fungsi yang berbeda-beda. Para perantara ini membentuk saluran tataniaga. Produsen dan pelanggan akhir adalah bagian dari setiap saluran. Adapun gambaran beberapa saluran pemasaran barang-barang konsumen dapat ditunjukkan oleh Gambar 3. Saluran Pemasaran Barang-barang Konsumen Pabrik Pabrik Pabrik Pabrik Pedagang Besar Pedagang Besar Pekerja Borongan Pedagang Eceran Pedagang Eceran Pedagang Eceran Konsumen Konsumen Konsumen Konsumen Gambar 3. Saluran Pemasaran Barang-barang Konsumen Sumber : Kotler et.al ( 2005) 29

3.1.7.2 Fungsi Tataniaga Tataniaga merupakan suatu proses dari pada pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang tertuju untuk memindahkan barang-barang atau jasajasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga fungsi, yaitu: 1. Fungsi Pertukaran yang terdiri dari penjualan dan pembelian. 1) Penjualan Sasaran penjualan adalah mengalihkan barang kepada pihak pembeli dengan harga yang memuaskan. 2) Pembelian Salah satu kegiatan yang paling utama dari pembelian adalah penentuan macam, jumlah dan kualitas barang-barang yang akan dibeli. 2. Fungsi pengadaan secara fisik yang terdiri dari pengangkutan dan penyimpanan. 1) Pengangkutan Pengangkutan (transport) yaitu pemindahan barang-barang dari tempat produksi atau tempat penjualan ke tempat-tempat di mana barang-barang tersebut akan dipakai. 2) Penyimpanan Penyimpanan berarti menahan barang-barang selama jangka waktu antara dihasilkan atau diterima sampai dengan dijual. 3. Fungsi pelancar terdiri dari permodalan, penanggungan risiko, standarisasi dan grading, dan informasi pasar. 1) Permodalan Mencari dan mengurus modal uang yang berkaitan dengan transaksitransaksi dalam arus barang dari sektor produksi sampai sektor konsumsi. 2) Penanggungan Risiko Risiko dapat diartikan sebagai ketidak pastian dalam hubungannya dengan ongkos, kerugian atau kerusakan. 3) Standarisasi dan Grading Standarisasi merupakan penentuan atau penetapan standart golongan (kelas atau derajad) untuk barang-barang. Standard adalah suatu ukuran 30

atau ketentuan mutu yang diterima oleh umum sebagai suatu yang mempunyai nilai tetap. Suatu standard ditentukan atas dasar ciri-ciri produk yang dapat berpengaruh pada nilai komersil daripada barang. 4) Informasi Pasar. Fungsi informasi pasar mencakup tindakan-tindakan yaitu pengumpulan informasi, komunikasi, penafsiran dan pengambilan keputusan sesuai dengan rencana serta kebijaksanaan perusahaan, badan atau orang yang bersangkutan. Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu sebagai berikut: 1. Pendekatan fungsi (Functional Approach), terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan) dan fungsi fasilitas (standarisasi dan grading, penanggungan risiko, pembiayaan dan informasi pasar). 2. Pendekatan kelembagaan (Institutional approach), terdiri dari pedagang, pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi yang memberikan fasilitas tataniaga. 3. Pendekatan perilaku (Behavioural Approach), merupakan kelengkapan dari kedua fungsi di atas yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga seperti perubahan dan perilaku lembaga tataniaga. Terdiri dari pendekatan input-output, power dan adaptive behaviour system. 3.1.7.3 Struktur Pasar Struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengembalian keputusan oleh perusahaan, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat-syarat untuk masuk ke dalam pasar (Limbong dan Sitorus, 1987). Pada dasarnya dikenal empat struktur pasar dipandang dari sudut banyaknya penjual atau produsen dipasar itu, Gasperz (2001) yaitu: 31

1. Pasar Persaingan Sempurna (pure or perfect competition) Perusahaan yang beroperasi pada pasar persaingan sempurna sering disebut sebagai penerima harga (price takers), karena harga produk ditetapkan oleh kekuatan pasar berdasarkan konsep pada keseimbangan pasar. Suatu pasar persaingan sempurna dikatakan ada, apabila terdapat beberapa karakteristik berikut : a. Produk dari setiap perusahaan dalam pasar persaingan sempurna identik dengan produk dari setiap perusahaan lain. Dengan kata lain pasar persaingan sempurna ditandai dengan suatu komoditi yang homogen (standarisasi sempurna) yang dijual di pasar itu. b. Setiap perusahaan dalam industri harus menjadi sedemikian kecil relative terhadap pasar total, sehingga setiap perusahaan tidak dapat mempengaruhi harga pasar dari produk melalui perubahan outputnya yang dijual di pasar. Namun apabila semua produsen bertindak secara bersama, perubahan dalam kuantitas output secara pasti akan mempengaruhi harga pasar. c. Tidak terdapat pembatasan masuk atau keluar pergi bagi perusahaan dalam industri yang berada pada pasar persaingan sempurna. d. Setiap perusahaan memiliki pengetahuan yang lengkap tentang produk dan pasar. Dengan demikian masing-masing perusahaan dalam pasar persaingan sempurna mengetahui metode produksi yang meminimumkan biaya total produksi, harga output, dan harga input. 2. Pasar Persaingan Monopoli (monopoly) Perusahaan yang beroperasi dalam pasar monopoli memiliki kekuatan pasar yang besar untuk menentukan harga produk, karena dalam pasar monopoli hanya terdapat satu perusahaan yang beroperasi. Kekuatan pasar tersebut didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga produk tanpa kehilangan penjualan produk yang berarti. 3. Pasar Oligopoli (oligopoly) Apabila dalam suatu pasar hanya terdapat beberapa penjual yang mendominasi pasar serta tindakan dari salah satu perusahaan akan menyebabkan perusahaan lain beraksi, pasar itu ditandai dengan struktur oligopoli. Apabila hanya terdapat dua perusahaan dalam pasar itu, pasar itu disebut duopoli, sehingga 32

duopoli merupakan bentuk khusus dari ologopoli yang hanya terdiri dari dua perusahaan dalam pasar. Karakteristik yang paling utama dari struktur pasar oligopoli adalah: a. Adanya ketersaling gantungan antar perusahaan dalam pasar. b. Terdapat sejumlah kecil perusahaan yang memiliki kekuatan pasar. c. Terdapat hambatan bagi perusahaan baru untuk memasuki pasar. 4. Pasar Monopolistik (monopolistic competation) Pasar monopolistik merupakan produk-produk yang dijual oleh perusahaan tidak homogen murni atau produk diferensiasi yang dapat dibedakan antara produk yang satu dengan produk yang lain. Karekteristik dasar dari pasar persaingan monopolistik adalah sebagai berikut : a. Terdapat sejumlah besar perusahaan dalam pasar persaingan monopolistik dan pangsa pasar dari masing-masing perusahaan itu relative terhadap pangsa pasar total, sehingga tidak ada perusahaan yang mampu mempengaruhi harga pasar persaingan monopolistik itu. b. Tidak ada hambatan bagi perusahaaan-perusahaan untuk memasuki atau keluar dari pasar persaingan monopolistik itu. c. Produk-produk yang dijual oleh perusahaan-perusahaan dalam persaingan monopolistik adalah serupa, namun tidak homogen murni. Tetapi produkproduk tersebut merupakan produk diferensiasi yang dapat dibedakan berdasarkan corak, bentuk, kemasan, penampilan, model, kualitas, dan lainlain. 3.1.7.4 Perilaku Pasar Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa secara umum perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga, kemampuan pasar untuk menerima sejumlah komoditi yang dijual, stabilitas pasar, sistem pembayaran dan kerjasama diantara berbagai lembaga tataniaga. Kohl dan Uhl (2002), menjelaskan bahwa dalam menggambarkan perilaku pasar, terdapat empat hal yang harus diperhatikan yaitu: (1) Input-input system, 33

sistem input-input ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan dalam mengelola sejumlah input menjadi satu set output, (2) Power system, sistem kekuatan ini menjelaskan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu sistem tataniaga, misalnya kedudukan perusahaan dalam suatu sistem tataniaga sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan tersebut dapat sebagai penentu harga, (3) Communications system, sistem komunikasi ini mempelajari tentang perilaku perusahaan mengenai mudah tidaknya mendapatkan informasi dan, (4) system for adapting to internal and external change, sistem adaptif menerangkan bagaimana perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada suatu sistem tataniaga agar dapat bertahan di pasar. 3.1.7.5 Efisiensi Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), efisiensi tataniaga berhubungan dengan penetapan hubungan input dan output dari sistem tataniaga. Pengertian output adalah jumlah kepuasan konsumen yang diciptakan oleh sistem tataniaga, sedang input terdiri dari usaha-usaha individu untuk menghasilkan kepuasan konsumen sebagai output. Cara-cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan efisiensi tataniaga adalah sebagai berikut: a. Menghilangkan persaingan yang tidak bermanfaat b. Mengurangi jumlah midlemen pada saluran vertikal c. Memakai metode cooperative d. Memberi bantuan kepada konsumen e. Standarisasi dan simplifikasi 3.1.7.6 Margin Tataniaga Marjin tataniaga berbeda-beda antara satu komoditi hasil pertanian dengan komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan jasa yang diberikan pada berbagai komoditi mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa margin tataniaga menggambarkan perbedaan harga di tingkat konsumen (Pr) dengan harga di tingkat produsen (Pf). Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu 34

dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat semakin besar perbedaan harga antara produsen dengan harga di tingkat konsumen. Secara grafis margin tataniaga dapat dilihat pada Gambar 4. P Sr Pr ------------------ Sf MP Pf ------------------ Dr Keterangan: Pr : Harga ditingkat pengecer Sr Dr Pf Sf Df Qrf : Penawaran ditingkat pengecer : Permintaan di tingkat pengecer : Harga di tingkat petani : penawaran di tingkat petani : Permintaan di tingkat petani : Jumlah keseimbangan ditingkat petani dan pengecer Gambar 4. Marjin Tataniaga Sumber : Dahl dan Hammond (1977) Df 0 Qrf Q Margin tataniaga pada suatu saluran tataniaga tertentu dapat dinyatakan sebagai jumlah dari margin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi tataniaga adalah dengan membandingkan persentase atau bagian harga yang diterima petani (farmer s share) terhadap harga yang dibayarkan konsumen akhir dan rasio keuntungan dan biaya. 35

3.1.7.7 Farmer s Share Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Jika harga yang ditawarkan pedagang atau lembaga tataniaga semakin tinggi, maka bagian yang diterima petani (farmer s share) akan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan petani menjual komoditinya dengan harga yang relatif rendah. Semakin besar marjin maka penerimaan petani semakin kecil. 3.1.7.8 Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio dan keuntungan biaya tataniaga adalah besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus 1987). 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Petani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII memproduksi tanaman tembakau voor oogst kasturi di musim kemarau. Banyaknya produksi tergantung pada luas lahan yang dimiliki oleh setiap anggota petani. Keberhasilan usahatani tembakau dapat dilihat dari segi kualitas dan kuantitas produksi yang dihasilkan. Untuk menghasilkan kualitas dan kuantitas tembakau voor oogst kasturi banyak masalah yang dihadapi oleh petani yaitu harga pupuk, bibit tembakau voor oogst kasturi serta biaya tenaga kerja yang semakin meningkat. Banyaknya masalah yang dihadapi oleh petani berdampak pada hasil produksi, karena biaya pupuk semakin mahal sehingga pupuk yang diberikan ke tanaman berkurang. Kekurangan pupuk akan mengakibatkan produksi dan hasil produksi kurang bagus, secara langsung akan mempengaruhi pendapatan usahatani yang diperoleh petani. Rendahnya harga tembakau akan menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Tataniaga produk tembakau voor oogst kasturi dilakukan petani biasanya melalui pedagang atau langsung dijual ke pabrik tembakau. Harga 36

ditingkat pedagang berbeda-beda begitu pula dengan harga ditingkat pabrik juga berbeda. Penelitian ini menganalisis pendapatan usahatani tembakau voor oogst kasturi dan saluran tataniaga yang dilakukan oleh anggota petani. Pendapatan usahatani di analisis berdasarkan luas lahan skala besar (>5.336 m 2 ) dan luas lahan skala kecil (<5.336 m 2 ). Pendapatan usahatani tembakau voor oogst kasturi diukur dengan mengurangkan penerimaan total dengan biaya total. Biaya dalam usahatani meliputi biaya sarana produksi, biaya penyusutan alat-alat produksi, biaya tenaga kerja dan lain-lain. Pendapatan usahatani ini diharapkan bernilai positif atau menguntungkan bagi petani tembakau voor oogst kasturi. Salah satu ukuran untuk mengetahui efisiensi usahatani adalah analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) yang terdiri dari R/C skala besar dan R/C atas skala kecil. Jika hasil R/C lebih besar dari satu maka usahatani ini efisien untuk diusahakan, tetapi jika R/C lebih kecil dari satu maka usahatani ini tidak efisien untuk diusahakan, sedangkan jika R/C sama dengan satu maka usahatani ini Break Event Point (BEP). Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) ini akan dilakukan pada usahatani tembakau voor oogst kasturi. Tataniaga tembakau voor oogst kasturi akan diukur dengan menganalisis saluran tataniaga, lembaga tataniaga yang turut terlibat, fungsi tataniaga terhadap setiap pola dan lembaga tataniaga yang terlibat, struktur pasar, perilaku pasar dan efisiensi tataniaga. Setelah diketahui fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masingmasing lembaga tataniaga maka dihitung nilai biaya tataniaga yang dikeluarkan sehingga farmer s share atau keuntungan yang diperoleh dari masing-masing lembaga tataniaga dapat diketahui. Dengan demikian nilai total margin tataniaga dan efisiensi tataniaganya dapat diketahui. Berdasarkan nilai margin tataniaga tersebut dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga. Alur kerangka pemikiran operasional penelitian disajikan dalam Gambar 5. 37

Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi - Gapoktan Permata VII merupakan Gapoktan yang mempunyai anggota terbanyak dari Gapoktan yang ada di Kecamatan Pakusari - Biaya produksi yang semakin mahal (bibit, pupuk, tenaga kerja) - Pola saluran tataniaga yang bervariasi - Adanya tingkat perbedaan harga dalam setiap saluran tataniaga Keragaan Usahatani Analisis Pendapatan Usahatani Skala Besar dan Skala Kecil Analisis Tataniaga - Penerimaan : Harga x Produksi - Total Biaya : Biaya Tetap + Biaya Variabel - Pendapatan - Analisis R/C rasio - Saluran Tataniaga - Fungsi-fungsi Tataniaga - Struktur Pasar - Perilaku Pasar - Efisiensi Tataniaga - Margin Tataniaga - Farmer s share - Rasio Keuntungan dan biaya Informasi dan Rekomendasi Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional 38

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pakusari Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur pada petani Gabungan Kelompok Tani Permata VII. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Pakusari tersebut merupakan salah satu sentra tembakau voor oogst kasturi dan merupakan gabungan kelompok tani yang memiliki anggota terbanyak serta luas lahan yang tertinggi di Kecamatan Pakusari (Tabel 6). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010-Agustus 2010. Tabel 6. Nama Gapoktan Kecamatan Pakusari, Jumlah Anggota dan Luas Lahan Sawah Anggota Gabungan Kelompok Tani Tahun 2010 No Desa Jumlah Nama Kelompok Luas Lahan Anggota Tani Sawah (ha) kelompok tani 1 Pakusari Permata VII 792 336,6 2 Kertosari Permata VI 784 324,72 3 Sumber Pinang Permata V 493 331 4 Jatian Permata IV 261 244 5 Subo Permata III 270 150 6 Bedadung Permata II 197 211 7 Patemon Permata I 138 150 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember, 2010 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuisioner kepada ketua Gapoktan Permata VII, petani Gapoktan Permata VII dan pedagang. Data primer adalah data pada bulan Mei-Agustus 2010 diantaranya luas lahan, tenaga kerja, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam produksi, harga tembakau voor oogst kasturi, penerimaan usahatani, karateristik responden, dan jalur tataniaga produk. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui data historis yang diperoleh

dari Gapoktan Permata VII, literatur-literatur, buku teks dan instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Jember, perpustakaan LSI IPB, perpustakaan Program Sarjana Agribisnis penyelenggara Khusus FEM IPB, bahan pustaka lain yang relevan, serta dari berbagai situs yang mendukung. 4.3 Metode Penarikan Responden Petani yang menjadi responden pada penelitian ini adalah anggota Gapoktan permata VII. Pemilihan petani responden ini diperoleh dari data nama petani yang merupakan anggota kelompok tani yang memproduksi tembakau voor oogst kasturi. Informasi petani dapat diperoleh dari kelompok tani maupun insatansi yang terkait. Penarikan responden dilakukan dengan metode stratified sample karena populasi dibagi dalam kelompok yang homogen lebih dahulu atau dalam strata, kemudian anggota sampel ditarik dari setiap strata. Gapoktan permata VII mempunyai delapan kelompok tani, jumlah anggota petani Gapoktan Permata VII sebanyak 792, yang terdiri dari 520 petani yang memproduksi tembakau voor oogst kasturi. Alasan menggunakan metode tersebut dengan pertimbangan bahwa kelompok tani yang membudidayakan tembakau voor oogst kasturi ada lima kelompok tani dan penarikan responden diambil sampel sebanyak 35 orang petani yang memproduksi tembakau voor oogst kasturi, supaya penarikan menjadi rata maka setiap kelompok tani diambil responden sebanyak tujuh responden. Penarikan responden dilakukan secara acak sederhana menggunakan undian nama-nama petani berdasarkan setiap kelompok tani dan setiap nama kelompok tani diambil sampel sebanyak tujuh orang. Nama-nama responden berdasarkan kelompok tani dan luas lahan yang dimiliki petani dapat dilihat pada Lampiran 4. Penarikan sampel responden saluran tataniaga menggunakan metode snowball sampling yaitu dengan menelusuri saluran tataniaga tembakau voor oogst berdasarkan informasi yang di dapat dari pelaku pasar sebelumnya dari tingkat petani sampai pabrik tembakau. 40

4.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam melakukan penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung (observasi) dan metode kuisioner diisi langsung oleh peneliti sesuai dengan hasil wawancara yang diperoleh dari responden. Pengamatan langsung dilakukan dengan mengamati proses terjadinya beberapa kegiatan budidaya dan kegiatan tataniaga yang berlangsung dilokasi penelitian. Penelitian ini juga melakukan wawancara dengan ketua Gapoktan Permata VII, para anggota petani Gapoktan, pedagang dan salah satu dari pekerja pabrik tembakau untuk mengetahui kegiatan tataniaga dan kegiatan usaha tembakau voor oogst kasturi. 4.5 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data Data primer dan data sekunder yang sudah diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum tentang Gapoktan permata VII, kegiatan produksi tembakau voor oogst kasturi, sistem tataniaga pada usahatani tembakau voor oogst kasturi di lokasi penelitian dan beberapa hal lain yang terkait diuraikan secara deskriptif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan analisis pendapatan dan analisis R/C rasio. Analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio dibedakan berdasarkan luas lahan yang dimiliki oleh responden yaitu luasan lahan skala besar diatas 5.336 m 2 dan luasan lahan skala kecil dibawah 5.336 m 2. Luas lahan petani Gapoktan Permata VII skala besar dapat di lihat pada Lampiran 5 dan Luas lahan petani Gapoktan Permata VII skala kecil dapat di lihat pada Lampiran 6. Analisis pendapatan, analisis R/C rasio, analisis marjin tataniaga, farmer s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga dihitung dengan menggunakan alat bantu berupa kalkulator dan komputer window XP 2007. 4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani Keuntungan usahatani tembakau voor oogst kasturi dikaji dalam dua indikator yaitu pendapatan usahatani dan R/C rasio. Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu pendapatan petani berdasarkan luas lahan skala besar dan 41

pendapatan petani berdasarkan luas lahan skala kecil. R/C rasio juga dianalisis berdasarkan luas lahan skala besar dan skala kecil. Perhitungan analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio tersebut menggunakan penjabaran rumus diuraikan sebagai berikut: 4.5.1.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani tembakau voor oogst kasturi dibagi ke dalam dua bagian yaitu penerimaan usahatani dengan luas lahan skala besar dan luas lahan skala kecil. Menurut Soekartawi (2006), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual yaitu dengan rumus: TR i = Y i. Py i Keterangan: TR Y Py = Total penerimaan (Rp) = Produksi yang diperoleh dalam usahatani (Kg) = Harga Y (Rp) 4.5.1.2 Biaya Usahatani Menurut Soekartawi (2006), Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap ini didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Disisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, sedangkan jumlah dari biaya tetap (fix cost) dan biaya variabel (variable cost) disebut biaya total (total cost). Perhitungan biaya tetap dan biaya variabel yaitu sebagai berikut: Cara menghitung biaya tetap, (Soekartawi, 2006). n FC = (X i. Px i ) x = 1 42

Keterangan: FC = Biaya tetap X i Px i n = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap = Harga input = Macam input Rumus biaya tetap juga bisa digunakan untuk menghitung biaya variabel. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC), maka rumus yang dipakai adalah sebagai berikut: TC = FC + VC FC biasanya diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam usahatani yangbesar kecilnya tidak tergantung dari besar kecilnya output yang diperoleh. Misalnya pada produksi tembakau voor oogst kasturi adalah pajak, alat-alat pertanian, sewa lahan dan mesin. Sedangkan VC (biaya tidak tetap) diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan untuk usahatani yang besar kecilnya dipengaruhi oleh perolehan output, misalnya sarana produksi tembakau voor oogst kasturi dan tenaga kerja. Biaya penyusutan perlu diperhitungkan karena usahatani tembakau voor oogst kasturi menggunakan peralatan pertanian dalam aktivitasnya. Biaya penyusutan alat-alat yang digunakan dalam usahatani tembakau voor oogst kasturi dihitung dengan cara harga pembelian yang dikalikan dengan jumlah alat dikurangi nilai sisa kemudian dibagi dengan jangka usia ekonomis pemakaian. Metode yang digunakan adalah Metode Garis Lurus, metode ini digunakan dengan asumsi nilai sisa dianggap nol. Rumus yang digunakan yaitu: (Nb Ns) Biaya Penyusutan = n Keterangan : Nb = Nilai pembelian (Rp) Ns = Nilai sisa (Rp) n = Jangka usia ekonomis (tahun) 43

4.5.1.3 Pendapatan usahatani Pendapatan usahatani dibagi kedalam dua bagian yaitu pendapatan usahatani berdasarkan luas lahan skala besar dan luas lahan skala kecil. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya. Soekartawi (2006). Dapat dihitung dengan rumus: π = TR - TC Keterangan: = Pendapatan (Rp) 4.5.1.4 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya Analisis imbangan penerimaan dan biaya atau R/C ditujukan untuk mengetahui efisiensi usahatani yang diketahui dari perbandingan antara total penerimaan pada masing-masing usahatani dan jumlah biaya. Analisis R/C rasio dibagi ke dalam dua bagian yaitu R/C rasio berdasarkan luas lahan skala besar dan luas lahan skala kecil. Analisis (R/C) rasio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya usahatani. Analisis ini tidak memiliki satuan khusus (rasio). Soekartawi (2006), pernyataan tersebut dapat dinyatakan secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut: a = R/C R = Py.Y C = FC + VC a = { (Py.Y)/(FC+VC)} Keterangan : R C Py Y = Penerimaan = Biaya = Harga output = Output 44

FC = Biaya tetap (fixed cost) VC = Biaya variabel (variable cost) R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap rupiah biaya yang dilakukan dalam usahatani tembakau voor oogst kasturi. Semakin tinggi nilai R/C, maka usahatani tembakau voor oogst kastuti tersebut akan semakin menguntungkan. Jika nilai R/C lebih dari satu (R/C > 1) maka usahatani tersebut menguntungkan untuk diusahakan, sementara jika R/C kurang dari satu (R/C < 1) maka usahatani tersebut tidak menguntungkan. Secara rinci komponen penyusunan usahatani tembakau voor oogst kasturi dapat disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Komponen Penyusun Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi A Penerimaan Total Harga x hasil panen yang dijual (Kg) B C Biaya variabel (VC) Biaya Tetap (FC) D Total Biaya (TC) B + C E Pendapatan A D F R/C rasio A/D Sumber: soekartawi, 2006 a. Biaya sarana produksi: - Bibit - Pupuk, dll b. Upah tenaga kerja di luar keluarga dan dalam keluarga c. Sewa alat bajak a. Sewa Lahan b. Penyusutan c. Pajak d. Bunga Pinjaman 4.5.2 Analisis Tataniaga 4.5.2.1 Analisis Saluran Tataniaga Analisis saluran tataniaga dilakukan dengan cara mengidentifikasikan lembaga tataniaga yang terlibat serta mendeskripsikan alur tataniaga yang terjadi 45

dalam bentuk skema. Skema tataniaga dapat terbentuk beberapa pola alur tataniaga yang terjadi pada petani tembakau voor oosgt kasturi di Desa Pakusari. Kemudian diidentifikasi kedalam fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan masingmasing lembaga tataniaga dalam proses penyaluran tembakau voor oosgt kasturi dari petani sampai ke konsumen dalam bentuk produk tertentu sehingga dapat meningkatkan nilai guna. 4.5.2.2 Analisis Fungsi-fungsi Tataniaga Analisis fungsi tataniaga digunakan untuk mengetahui kegiatan tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga dalam proses menyalurkan tembakau voor oogst kasturi dari produsen sampai ke konsumen. Analisis fungsi tataniaga dapat dilihat dari fungsi pertukaran, fungsi pengadaan secara fisik dan fungsi pelancar. 4.5.2.3 Analisis Struktur Pasar Metode analisis struktur pasar digunakan untuk mengetahui apakah struktur pasar cenderung mendekati bentuk pasar persaingan sempurna atau tidak sempurna. Untuk mengetahui analisis struktur pasar tembakau voor oogst kasturi dapat dilakukan pengamatan dan penelusuran terhadap jumlah lembaga tataniaga, mudah tidaknya memasuki pasar, sifat dan produk serta sistem informasi pasar. Analisis Perilaku Pasar Analisis struktur pasar digunakan untuk meliput kegiatan yang tercipta diantara lembaga-lembaga tataniaga. Analisis perilaku pasar tersebut meliputi praktek pembelian dan penjualan yang mencakup: a. Praktek pembelian dan penjualan di tingkat petani, pedagang dan pabrik. b. Sistem penentuan harga ditingkat petani, pedagang, dan pabrik. c. Kerjasama antar lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga tembakau voor oogst kasturi. 46

4.5.2.4 Marjin Tataniaga Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga yang diterima petani (produsen) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Untuk menganalisis marjin tataniaga dalam penelitian ini, data harga yang digunakan adalah harga tingkat petani dan harga di tingkat lembaga tataniaga, secara matematis rumus yang digunakan dalam perhitungan marjin tataniaga (Dahl and Hammond, 1977), yaitu: Mm = Pr Pf Dimana: Mm = Marjin tataniaga di tingkat petani Pr = Harga di tingkat kelembagaan tataniaga dari petani Pf = harga di tingkat petani Berdasarkan rumus di atas, marjin pada setiap tingkat lembaga tataniaga dapat dihitung selisih antara harga jual dengan harga beli pada setiap tingkat lembaga tataniaga, dapat dirumuskan sebagai berikut: Mmi = Ps Pb Dimana: Mmi = Marjin tataniaga pada setiap tingkat lembaga tataniaga Ps = Harga jual setiap tingkat lembaga tataniaga Pb = Harga beli pada setiap lembaga tataniaga Marjin tataniaga mengandung komponen biaya dan komponen keuntungan, maka: Dimana: c = Biaya tataniaga Mmi = c i + i = keuntungan lembaga tataniaga 47

Saluran tataniaga yang efisien ditujukan oleh perolehan marjin setiap pelaku pasar yang merata. 1. Farmer s Share Farmer s share adalah proporsi dari harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir yang dinyatakan dalam persentase. Farmer s share berhubungan dengan marjin tataniaga, artinya semakin tinggi marjin tataniaga maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah. Farmer s share dapat dirumuskan sebagai berikut: Pf Fs = x 100% Pr Dimana: Fs = Farmer s share 2. Rasio Keuntungan dan biaya Distribusi marjin tataniaga dapat dilihat dengan persentase keuntungan terhadap biaya (rasio B/C) yang dikeluarkan pada masing-masing saluran tataniaga, rumus yang digunakan yaitu: B/C rasio = x 100% ci dimana: c i i i= Keuntungan lembaga tataniaga ke-i = Biaya lembaga tataniaga ke-i 4.6 Definisi Operasional Beberapa variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi pendapatan usahatani dan tataniaga tembakau voor oogst kasturi antara lain: 1. Umur tembakau voor oogst kasturi adalah jumlah hari atau lamanya antara tanam dan panen. 48

2. Musim tanam tembakau voor oogst kasturi yang digunakan pada penelitian dilakukan adalah bulan Mei-Agustus 2010. 3. Pensujenan adalah proses penusukan tembakau dengan menggunakan sujen dengan kapasitas enam sampai delapan buah daun tembakau voor oogst kasturi. 4. Sujen terbuat dari bambu yang salah satu ujungnya tajam dan tipis berukuran kurang lebih 30 cm. 5. Pemeraman awal adalah proses pemeraman selama dua hari dengan cara digantung dan pemeraman ke dua adalah proses pemeraman dengan cara menutup tembakau dengan plastik atau terpal. 6. Hasil produksi adalah hasil produksi fisik berupa daun kering tembakau voor oogst kasturi dalam satu kilogram. 7. Untingan tembakau adalah tembakau kering yang sudah disortasi dengan cara mengikat gagang tembakau menggunakan bambu tipis. 8. Harga jual petani dalam analisis usahatani adalah harga tembakau voor oogst kasturi yang diterima petani dalam satuan Rp/kilogram. 9. Harga beli pedagang atau lembaga tataniaga adalah harga tembakau voor oogst kasturi yang bersedia dibayar pada masing-masing lembaga dalam satuan Rp/kilogram. 10. Penerimaan usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumber daya yang digunakan dalam usahatani yaitu hasil panen tembakau voor oogst kasturi yang dijual. 11. Pengeluaran total usahatani terdiri dari biaya variabel dan biaya tunai. 12. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk membeli inputinput dalam memproduksi tembakau voor oogst kasturi, biaya variabel dipengaruhi oleh jumlah produksi. 13. Biaya tenaga kerja dalam keluarga juga diperhitungkan ke dalam biaya variabel. 14. Biaya tetap adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi. 15. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan total usahatani dikurangi biaya total. 49

16. Margin pemasaran merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen. 17. Farmer s share merupakan perbandingan antara harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. 50

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Wilayah Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur yaitu di Desa Pakusari Kecamatan Pakusari. Desa Pakusari memiliki lima Dusun yaitu Dusun Gempal I, Dusun Gempal II, Dusun Kerajan, Dusun Rowo dan Dusun Sumber suko. Luas kesuburan tanah di Desa Pakusari sebesar 535,4 ha terdiri dari subur sebesar 293 ha, sedang sebesar 43,6 ha dan tidak subur atau kritis sebesar 198,8 ha. Desa Pakusari merupakan daerah dataran dengan ketinggian 143 meter diatas permukaan laut dan curah hujan 2007 mm per tahun. Luas dataran di desa Pakusari sebesar 592.700 ha dan luas perbukitan atau pegunungan sebesar 45 ha. Desa Pakusari mempunyai bata-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Desa Jatian dan Subo Sebelah Selatan : Desa Mayang dan Merawan Sebelah Barat : Desa Kertosari Sebelah Timur : Desa Mayang Jarak ke Ibu Kota Kecamatan terdekat adalah 6 kilometer, sedangkan jarak ke Ibu Kota Kabupaten/Kota terdekat adalah 12 kilometer. Jarak tersebut ditempuh melalui jalan dengan kondisi aspal yang baik. Waktu tempuh ke Ibu Kota Kecamatan terdekat selama 0,25 jam sedangkan waktu tempuh ke Ibu Kota Kabupaten/Kota terdekat selama 0,5 jam. Desa Pakusari memiliki luas wilayah sebesar 637,39 ha dengan penggunaan tanah pemukiman sebesar 82,9 ha, pertanian sawah sebesar 336,6 ha, ladang/tegalan sebesar 198,8 ha, perkebunan 3 ha, untuk bangunan sebesar 10,8 ha, rekreasi dan olahraga sebesar 0,8 ha, rawa sebesar 0,5 ha dan pemakaman sebesar 4 ha dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Luas Lahan dan Persentase Menurut Penggunaan di Desa Pakusari Tahun 2009 Jenis Penggunaan Luas Lahan (Ha) Persentae (%) Pemukiman 82,9 13,01 Pertanian sawah 336,6 52,81 Ladang/Tegalan 198,8 31,19 Perkebunan 3 0,47 Untuk Bangunan 10,8 1,69 Rekreasi dan Olahraga 0,8 0,12 Rawa 0,5 0,08 Pemakaman 4 0,63 Jumlah 637,39 100 Sumber : Bapemas Kabupaten Jember, 2009 5.2 Keadaan Penduduk Desa Pakusari memiliki jumlah penduduk menurut data di profil Desa Pakusari tahun 2009 adalah sebesar 8.825 jiwa terdiri dari 4.198 jiwa laki-laki dan 4.627 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 3.134 kepala keluarga. Tingkat pendidikan yang dimiliki penduduk Desa Pakusari, sebagian besar adalah lulusan SD/Sederajat dengan jumlah 1.332 orang, selanjutnya adalah tamatan SLTP/Sederajat dengan jumlah 1.071 orang, SLTA/Sederajat 864 orang, tidak tamat SD/Sederajat 511 orang, usia 10 tahun ke atas yang buta huruf 217 orang, lulusan sarjana atau S-1 49 orang, lulusan D-2 sebanyak 31 orang, lulusan D-1 sebanyak 23 orang, dan D3 sebanyak 21 orang. Gambaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. 52

Tabel 9. Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Pakusari tahun 2009 Keterangan Jumlah (Orang) Persentase (%) Usia 10 tahun ke atas yang buta huruf 217 5,27 Tidak tamat SD/Sederajat 511 12,41 SD/Sederajat 1.332 32,34 SLTP/Sederajat 1.071 26,00 SLTA/Sederajat 864 20,97 Diploma 1 23 0,56 Diploma 2 31 0,75 Diploma 3 21 0,51 Sarjana 49 1,19 Jumlah 4.119 100 Sumber : Bapemas Kabupaten Jember, 2009 Ditinjau dari mata pencaharian penduduk di Desa Pakusari sektor pertanian merupakan sektor utama dibanding sektor lain (perdagangan dan jasa). Gambaran tentang mata pencaharian penduduk dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Pakusari Tahun 2009 Keterangan Jumlah (Orang) Persentase (%) Petani 2.857 50,44 Pekerja disektor Jasa/Perdagangan 801 14,15 Pekerja disektor industri 28 0,49 Jasa pemerintahan/non pertanian 1.860 32,84 Perkreditan rakyat 1 0,02 Jasa perdagangan 89 1,57 Jasa keterampilan 28 0,49 Jumlah 5.664 100 Sumber : Bapemas Kabupaten Jember, 2009 Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk di Desa Pakusari adalah petani yaitu sebesar 2.857 orang, jasa pemerintah/non pemerintah sebanyak 1.860 orang, pekerja disektor jasa atau perdagangan yaitu 53

801 orang, jasa keterampilan sebanyak 214 orang, jasa perdagangan sebanyak 89 orang, pekerja disektor industri sebanyak 28 orang dan perkreditan rakyat sebanyak satu orang. Sebagian besar lahan penduduk di wilayah penelitian yaitu di Desa Pakusari dimanfaatkan untuk sektor pertanian/usahatani seperti tanaman palawija (kedelai, kacang tanah, kacang panjang, kacang hijau, jagung, ubi kayu, tomat, terong), tanaman padi, tanaman buah-buahan (mangga, rambutan, pepaya, durian, dan pisang), tanaman obat-obatan yaitu kunyit, tanaman perkebunan rakyat (kelapa, kopi, pinang, tembakau dan tebu) dan tanaman perkebunan swasta/negara yaitu tanaman tebu. Keadaan tanah mendukung bagi pengembangan komoditi tersebut. 5.3 Gambaran Umum Gabungan Kelompok Tani Permata VII Dalam rangka peningkatan kemampuan setiap kelompok tani agar lebih berdaya guna, lebih kuat dan mandiri, maka di Desa Pakusari Kecamatan Pakusari dibentuk suatu wadah yang disebut Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang selanjutnya diberi nama Permata VII. Gapoktan Permata VII didirikan pada tanggal 29 Januari 2009 yang terdiri dari delapan kelompok tani yaitu kelompok tani harapan yang berada di Dusun Kerajan, kelompok tani gempal II di Dusun Gempal II, kelompok tani tegal ajung I,II dan III di Dusun Gempal I, kelompok tani sejahtera I dan II di Dusun Sumber Suko dan kelompok tani karya tani di Dusun Rowo. Gapoktan Permata VII terdiri dari ketua, wakil ketua, sekertaris, bendahara, unit usaha pemasaran, unit usaha produksi dan pengolahan, unit usaha sarana produksi pertanian, unit usaha permodalan, dan hubungan masyarakat (Humas). Anggota kelompok tani yang aktif sebanyak 792 orang, tiga kelompok tani yaitu tegal ajung I, II, dan III memproduksi tanaman padi sementara lima kelompok tani lainnya membudidayakan tanaman tembakau voor oogst kasturi. Peranan anggota kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII selalu aktif dengan adanya program-program yang diberikan oleh pemerintah Kabupaten Jember. Setiap tanggal satu ketua kelompok tani dan semua pengurus Gapoktan Permata VII mengadakan perkumpulan rutin yang disebut dengan 54

arisan. Kegiatan perkumpulan rutin pengurus Gapoktan Permata VII dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Kegiatan Perkumpulan Rutin Pengurus Gapoktan Permata VII Perkumpulan yang diadakan sebulan sekali tersebut dihadiri oleh PPL (Petugas Penyuluh Lapang). Pertemuan yang dilakukan membahas tentang tanaman yang diproduksi pada waktu tersebut, pemberian informasi tentang tanaman, berdiskusi dan bertukar pendapat tentang tanaman yang bermasalah. Pertemuan tersebut juga membahas solusi yang harus dilakukan jika ada tanaman petani yang bermasalah serta membahas tentang kelancaran PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan). Petugas Penyuluh Lapang tersebut sangat membantu petani dalam memudahkan petani untuk memproduksi tanaman karena dengan adanya penyuluhan yang diadakan oleh pemerintah petani dapat mengambil teori atau cara yang diberikan untuk memproduksi tanaman. Penyuluhan yang pernah dilakukan oleh pemerintah adalah penyuluhan tentang tanaman padi, jagung, dan tembakau. Manfaat yang diperoleh oleh petani dengan menjadi anggota kelompok tani adalah petani dapat berkonsultasi dengan PPL tentang tanaman yang diproduksi sehingga tanaman tersebut menjadi lebih baik dengan adanya informasi yang diberikan oleh PPL tersebut. Menjadi anggota kelompok tani, petani mendapatkan bantuan dari pemerintah memalui program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) dan pinjaman pupuk yang dikelola oleh ketua Gapoktan permata VII. 55

Program PUAP sangat membantu petani dengan adanya pinjaman yang diberikan untuk penambahan modal dalam budidaya tanaman yang dilakukan oleh petani, selain petani pinjaman modal PUAP dilberikan kepada anggota kelompok tani melijo (warung). Setiap anggota kelompok tani mendapatkan pinjaman Rp 1.000.000 untuk petani dan Rp 800.000 untuk melijo (warung), namun tidak semua anggota kelompok tani mendapatkan pinjaman tersebut. Pinjaman PUAP tersebut selama empat bulan dengan bunga yang diberikan sebesar 2 persen per bulan yaitu Rp 20.000 dari pinjaman untuk petani dan Rp 16.000 dari pinjaman untuk melijo (warung). Bunga yang dibayarkan oleh setiap anggota kelompok tani dikembangkan oleh pengurus Gapoktan Permata VII dengan membeli pupuk urea dan pupuk ZA. Pupuk tersebut dipinjamkan kepada anggota kelompok tani per panen tanaman yaitu selama empat bulan. 5.4 Karateristik Petani Responden Pada Gabungan Kelompok Tani Permata VII Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani adalah faktor internal usahatani yaitu petani, ketersedian input usahatani dan teknologi. Faktor internal usahatani tersebut meliputi usia petani, tingkat pendidikan petani, pengalaman berusahatani tembakau, luas lahan dan status lahan. 5.4.1 Usia Petani Dari data yang diperoleh secara umum usahatani tembakau pada anggota Gabungan Kelompok Tani Permata VII di Desa Pakusari diusahakan oleh petani dengan usia rata-rata 41 tahun dengan kisaran usia 25 sampai 65 tahun. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan jumlah petani responden tembakau yang berusia kurang dari 30 tahun sebanyak 2 orang atau sebanyak 5,71 persen, sedangkan petani yang berusia diantara 30 sampai 50 tahun sebanyak 28 orang atau sebanyak 80 persen dan petani yang berusia diatas 50 tahun sebanyak 5 orang atau sebanyak 14,29 persen. Hal tersebut dapat mempengaruhi pada produktivitas usahatani tembakau, karena umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang dalam bekerja. Usia petani juga akan mempengaruhi lamanya pengalaman petani dalam menjalankan usahatani 56

tembakau. Seluruh petani berjenis kelamin laki-laki. Persentase petani berdasarkan sebaran usia dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 Usia (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) <30 2 5,71 30-50 28 80 >50 5 14,29 jumlah 35 100 5.4.2 Tingkat Pendidikan Petani Dilihat dari tingkat pendidikan petani responden berpendidikan dasar (SD) yaitu sebanyak 13 orang atau sebanyak 37,14 persen, diikuti tidak tamat SD sebanyak 12 orang atau sebesar 34,29 persen, SLTA yaitu sebanyak 6 orang atau sebanyak 17,14 persen dan pendidikan lulusan SLTP sebanyak 4 orang atau sebanyak 11,43 persen. Sebaran jumlah dan persentase petani berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Tidak Tamat SD 12 34,29 SD 13 37,14 SLTP 4 11,43 SLTA 6 17,14 Jumlah 35 100 Penggolongan petani responden berdasarkan tingkat pendidikan tersebut dilakukan untuk melihat sejauh mana hubungan antara tingkat pendidikan dengan 57

usahatani yang diusahakan. Dari hasil yang diperoleh menyatakan bahwa ada pendidikan tidak berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh petani. 5.4.3 Pengalaman Berusahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Petani tembakau pada Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari tersebut memiliki pengalaman dan alasan usahatani tembakau yang berbeda, alasan usahatani tembakau dikarenakan karena faktor keturunan. Pada umumnya semakin lama pengalaman petani dalam suatu usahatani maka semakin baik petani tersebut mengelola usahataninya. Dari hasil wawancara pada petani responden didapat data bahwa pengalaman berusahatani tembakau terkecil adalah empat tahun dan maksimal 40 tahun, dengan rata-rata pengalaman yaitu 22 tahun. Petani yang mempunyai pengalaman usahatani tembakau kurang dari 20 tahun sebanyak 15 orang atau sebanyak 42,86 persen, sedangkan petani yang mempunyai pengalaman usatani antara 20 sampai 40 tahun sebanyak 19 orang atau sebanyak 54,28 persen dan petani yang mempunyai pengalaman usahatani tembakau lebih dari 40 tahun sebanyak satu orang atau sebanyak 2,86 persen. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman berusahatani tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 Pengalaman Berusahatani Jumlah Responden Persentase (%) (Tahun) (Orang) <20 15 42,86 20-40 19 54,28 <40 1 2,86 Jumlah 35 100 5.4.4 Luas Lahan dan Status Lahan Petani yang tergabung dalam Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari memiliki luas lahan yang paling sedikit sekitar 1.500 meter persegi dan maksimal 18.500 meter persegi, dengan rata-rata luas lahan yang dimiliki yaitu sebesar 58

5.336 meter persegi. Petani yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 4.000 yaitu sebanyak 12 orang atau sebanyak 34,29 persen, sedangkan petani yang memiliki lahan 4.000 sampai 8.000 yaitu sebanyak 20 orang atau sebanyak 57,14 persen dan petani yang memiliki lahan lebih dari 8.000 yaitu sebanyak 3 otang atau sebanyak 8,57 persen. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Luas Lahan pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 Luas Lahan (m2) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) <4.000 12 34,29 4.000 8.000 20 57,14 >8.000 3 8,57 Jumlah 35 100 Luas lahan dapat menentukan keuntungan dan efisiensi produksi sehingga dapat mempengaruhi pendapatan. Dari hasil wawancara dengan petani responden di Desa Pakusari lahan yang dimiliki oleh petani responden sebagian besar adalah milik sendiri yaitu sebanyak 32 orang atau sebanyak 91,43 persen dan sebagian kecil adalah lahan sewa yaitu sebanyak 3 orang atau sebanyak 8,57. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan status lahan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Lahan pada Petani Gapoktan Permata VII di Desa Pakusari Tahun 2010 Status Lahan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Milik sendiri 32 91,43 Sewa 3 8,57 Jumlah 35 100 59

5.5 Karakteristik Pedagang Pedagang yang telah ditelusuri terdapat enam orang yaitu pedagang. Dari hasil wawancara pedagang langsung menjual tembakau ke pabrik tembakau yaitu PT Saemporna dan PT Djarum. Nama Pedagang tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Lampiran 7. 5.5.1 Usia Pedagang Dari data yang diperoleh secara umum pedagang yang paling muda yaitu berusia 25 tahun, sedangkan pedagang yang paling tua yaitu berusia 50 tahun dengan rata-rata usia pedagang berusia 40 tahun. Pedagang tembakau yang berusia kurang dari 28 tahun sebanyak satu orang atau sebanyak 16,67 persen, sedangkan pedagang yang berusia antara 28 sampai 48 sebanyak empat orang atau sebanyak 66,66 persen, dan pedagang yang berusia lebih dari 48 sebanyak satu orang atau sebanyak 16,67 persen, Seluruh pedagang berjenis laki-laki. Berikut data mengenai data persentase responden berdasarkan usia pedagang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran jumlah dan Persentase Responden Pedagang Berdasarkan Usia Tahun 2010 Usia (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) <28 1 16,67 28-48 4 66,66 >48 1 16,67 jumlah 6 100 5.5.2 Tingkat Pendidikan Pedagang Dilihat dari tingkat pendidikan sebagian besar pedagang responden berpendidikan dasar yaitu sebanyak tiga orang atau sebanyak 50 persen, selanjutnya tidak tamat SD sebanyak satu atau sebanyak 16,67 persen dan lulusan SLTP serta SLTA sebanyak masing-masing satu orang atau sebanyak 16,67 persen. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 17. 60

Tabel 17. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Pedagang Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Tidak tamat SD 1 16,67 SD 3 50 SLTP 1 16,67 SLTA 1 16,67 Jumlah 6 100 5.5.3 Pengalaman Berdagang Tembakau Dari hasil wawancara yang diperoleh, pedagang tembakau minimal mempunyai pengalaman berdagang selama 15 tahun sedangkan maksimal pengalamannya yaitu 40 tahun dengan rata-rata pengalaman berdagang tembakau yaitu 26 tahun. Pengalaman pedagang tembakau kurang dari 18 tahun sebanyak dua orang atau sebanyak 33,33 persen, sedangkan pengalaman pedagang tembakau antara 18 sampai 38 sebanyak tiga orang atau sebanyak 50 persen, dan pengalaman pedagang lebih dari 38 sebanyak satu orang atau sebanyak 16,67 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pedagang termasuk pedagang yang sudah cukup berpengalaman sehingga semakin lama pengalaman berdagang maka semakin mudah untuk melakukan transaksi atau informasi mengenai harga yang berlaku. Sebaran jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman berdagang tembakau dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Pedagang Berdasarkan Pengalaman Berdagang Tembakau Tahun 2010 Pengalaman Berusahatani Jumlah Responden (Tahun) (Orang) Persentase (%) <18 2 33,33 18-38 3 50 >38 1 16,67 Jumlah 35 100 61

VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keragaan Usahatani Tembakau Voor Oogst Kasturi Sebagian besar masyarakat di Desa Pakusari adalah petani. Petani yang tergabung didalam kelompok tani sebagian besar membudidayakan tembakau voor oogst kasturi, kegiatan tersebut merupakan sifat turun menurun sejak dulu. Kegiatan pembudidayaan tembakau voor oogst kasturi diwarisi dari orang tuanya, sejak masih kecil mereka sudah diikut sertakan dalam pembudidayaan tembakau voor oogst kasturi sehingga secara tidak langsung mereka sudah mempelajari teknik budidaya dan pengolahan usahatani tembakau voor oogst kasturi. Proses penanaman tembakau voor oogst kasturi dimulai dengan pengolahan lahan yang dilakukan dengan menggunakan mesin pembajak sawah, penggemburan tanah dilakukan sampai tanah menjadi halus kemudian tanah didiamkan selama dua hari sebelum penanaman. Pengolahan dilakukan pada lahan sawah yang basah sementara ada sebagian petani yang tidak mengolah lahan tersebut dikarenakan lahan sudah kering sehingga langsung melakukan penanaman tembakau voor oogst kasturi. Kelompok tani yang tidak melakukan pengolahan lahan seperti kelompok tani harapan dimana letak sawah tidak perlu dilakukan pembajakan. Penanaman tembakau voor oogst kasturi dilakukan pada waktu sore hari. Jarak tanam 100 cm x 90 cm, 90 cm x 60 cm atau 80 cm x 60 cm. Jarak bedengan 90 cm x 90 cm dan di antara bedengan dibuat selokan dengan lebar 50 cm dan dalam 25 cm. Tanah dari galian selokan digunakan untuk menambah tinggi bedengan. Secara umum tembakau voor oogst kasturi pada lokasi pengamatan ditanam mulai awal bulan April sampai dengan awal bulan Agustus. Umur pembibitan yaitu selama 40 hari sedangkan umur tanaman tembakau voor oogst kasturi mulai dari tanam pertama sampai dengan panen pertama adalah 90 hari. Pada umur 90 hari tembakau siap untuk dilakukan pemanenan dengan kondisi daun yang sudah tua. Tembakau voor oogst kasturi merupakan tanaman tahunan dan ditanam sekali dalam setahun. Tembakau voor oogst kasturi dipanen empat kali yaitu panen pertama dilakukan pada tembakau voor oogst kasturi berumur 90 hari dan panen selanjutnya dilakukan seminggu setelah panen pertama sampai panen

terakhir. Panen pertama dimulai dengan memetik daun tembakau yang paling bawah sekitar tiga sampai empat lembar tembakau, dan panen kedua sampai panen terakhir dilakukan pemetikan yang sama. Satu pohon tembakau voor oogst kasturi memiliki daun sebanyak 15-20 lembar daun tembakau. Pemanenan tembakau voor oogst kasturi dilakukan pada saat pagi hari karena jika dipanen pada siang hari tembakau daun tembakau yang sudah merah di pohon akan menjadi keras.. Proses pemanenan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Proses Pemanenan Tembakau Voor Oogst Kasturi Tembakau yang sudah dipanen diangkut ke gudang tembakau untuk disujen (menusuk tembakau dengan menggunakan bambu lancip). Tempat proses tembakau voor oogst kasturi setelah panen disebut dengan gudang oleh petani. Gudang sebuah tempat petani melakukan kegiatan pensujenan, pemeraman awal sortasi dan pengemasan. Gudang tersebut terbuat dari bambu dengan atap terpal atau plastik. Daun tembakau voor oogst kasturi yang di sujen sebanyak 5-8 lembar, hasil dari pensujenan tembakau dipisah antara tembakau voor oogst kasturi yang merah dan hijau karena tembakau voor oogst kasturi yang merah dilakukan penjemuran lebih awal. Pengangkutan dan pensujenan Tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Gambar 8. 63

Gambar 8. Pengangkutan Tembakau dan Pensujenan Tembakau Setelah proses pensujenan selanjutnya adalah proses pemeraman. Pemeraman tembakau ada dua tahap yaitu tahap pertama pada saat tembakau selesai di sujen dilakukan dengan cara digantung selama kurang lebih enam hari, proses pemeraman ini dilakukan supaya warna tembakau menjadi cerah atau berubah menjadi merah disebut juga proses pemasakan tembakau. Proses pemeraman pertama dan proses pemeraman kedua dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Proses Pemeraman Pemeraman dan Pemeraman Kedua Tembakau Setelah dilakukan Pemeraman awal proses selanjutnya adalah penjemuran secara langsung dengan menggunakan bantuan sinar matahari. Proses pengeringan turut menentukan kualitas akhir daun yang diperoleh, proses pengeringan memerlukan waktu rata-rata sekitar dua hari. Pemeraman tahap dua dilakukan setelah tembakau voor oogst kasturi dijemur dengan menutupi tembakau voor oogst kasturi dengan terpal atau plastik. Tujuan dari pemeraman kedua tersebut untuk membusukkan batang tembakau selama dua hari kemudian dilakukan penjemuran kembali selama dua hari. Proses selanjutnya setelah penjemuran ke 64

dua atau tembakau voor oogst kasturi yang telah kering dilakukan sortasi. Proses penjemuran dan Proses pemeraman tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Proses Penjemuran Tembakau Voor Oogst Kasturi Proses pengemasan tembakau voor oogst kasturi dilakukan setelah proses sortasi (racak) berdasarkan ukuran dan kualitas tembakau voor oogst kasturi untuk kemudian diunting sesuai ukuran dan kualitas (bagus dan jelek tembakau voor oogst kasturi). Tembakau voor oogst kasturi yang telah disortasi kemudian diunting sesuai dengan ukuran dan kualitas. Pengemasan tembakau voor oogst kasturi dilakukan pada malam hari karena jika dilakukan pada siang hari tembakau voor oogst kasturi akan menjadi keras dan daun tembakau voor oogst kasturi menjadi rusak atau hancur. Proses Pengemasan tembakau voor oogst kasturi dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Proses pengemasan Tembakau Voor Oogst Kasturi 65