BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Penyakit ini dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

Penyakit periodontitis merupakan salah satu masalah yang banyak. dijumpai baik di negara berkembang, sedang berkembang, dan bahkan di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. 2011, prevalensi karies di wilayah Asia Selatan-Timur mencapai 75-90% pada anakanak

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI KLINIK SPESIALIS GINJAL DAN HIPERTENSI RASYIDA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis?

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

HUBUNGAN PENYAKIT GINJAL KRONIS DENGAN KONDISI HIGIENE ORAL PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL YANG MENJALANI HEMODIALISIS STABIL

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

PERBEDAAN STATUS ANTIOKSIDAN TOTAL PADA PASIEN PERIODONTITIS KRONIS PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK DI INSTALASI PERIODONSIA RSGM FKG USU

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tinggi di samping penyakit gigi dan mulut lainnya. Hasil survei penyakit

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 10-15%

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan komponen esensial dari kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Keberadaan penyakit-penyakit ini seringkali diabaikan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik. Kesehatan ibu harus benar-benar dijaga agar janin yang dikandungnya sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Lee dkk., 2012). Periodontitis kronis sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan kepada Odapus yang bergabung dan berkunjung di YLI.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

Klasifikasi Penyakit Periodontal Periodontitis Kronis Periodontitis kronis merupakan kasus yang paling banyak ditemui dalam kasus penyakit

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL

mendiagnosis penyakit meramalkan prognosis merencanakan perawatan Klasifikasi mengalami perubahan sejalan dgn bertambahnya pemahaman ttg etiologi dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memikirkannya sehingga dapat memahaminya. Hal ini tersirat dalam Q.S.An-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lunak dan tulang penyangga gigi dengan prevalensi dan intensitas yang masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. 1

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre

HASIL ANALISIS DATA. Kelompok Usia Responden. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent tahun 33 64,7 64,7 64,7

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Ginjal Kronis Berdasarkan panduan Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) dari The National Kidney Foundation, penyakit ginjal kronis merupakan kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan ditandai dengan abnormalitas struktur dan fungsi dari ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR. Penurunan GFR disebabkan oleh abnormalitas patologis atau rusaknya ginjal ditandai dengan abnormalitas komposisi darah atau urin. GFR dari penderita ginjal kronis ini <60ml/mnt/1,73m 2 untuk 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. 8 Banyak etiologi dari penyakit ginjal kronis, termasuk diantaranya diabetes melitus, hipertensi, glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik dan pielonefritis. Sebelumnya, glomerulonefritis merupakan penyebab utama dari penyakit ginjal kronis, akan tetapi, diabetes melitus dan hipertensi merupakan faktor etiologi saat ini yang berkaitan dengan genetik. 2 Apabila fungsi ginjal menurun hingga 10% dari normal, perawatan yang sebaiknya dilakukan adalah terapi pengganti fungsi ginjal, yaitu peritoneal dialisis, hemodialisis, atau transplantasi ginjal. 9 Hemodialisis ialah terapi yang umum dilakukan pada pasien penyakit ginjal kronis, merupakan suatu metode buatan untuk menghilangkan nitrogen dan zat toksik hasil metabolisme lainnya dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan suatu tindakan mempertahankan hidup penderita penyakit ginjal kronis untuk mengurangi angka kematian dari penyakit mematikan ini. 10 Panduan Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) mengklasifikasikan penyakit ginjal kronis menjadi beberapa tahap penyakit berdasarkan GFR ginjal, diantaranya: 8,11

1. Penyakit ginjal kronis tahap 1 Pada tahap ini terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reverse) dimana GFR masih normal atau meningkat, GFR 90 ml/mnt/1,73m 2. Perawatan yang dilakukan pada tahap ini bertujuan untuk memperlambat proses penyakit ginjal kronis dan mengurangi risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. 2. Penyakit ginjal kronis tahap 2 Pada tahap ini terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan, yaitu antara 60-89 ml/mnt/1,73m 2. Tahap ini ditandai dengan albuminuria, proteinuria, dan hematuria. Perawatan yang dilakukan adalah observasi, mengontrol tekanan darah dan faktor risiko. 3. Penyakit ginjal kronis tahap 3 Pada tahap ini terjadi penurunan GFR sedang, yaitu 30-59 ml/mnt/1,73m 2. Pada tahap ini mulai terjadi berkurangnya fungsi ginjal. Tujuan perawatan yang dilakukan pada tahap ini adalah untuk mengamati perkembangan penyakit ginjal dan untuk menurunkan faktor risiko. 4. Penyakit ginjal kronis tahap 4 Pada tahap ini terjadi penurunan GFR yang parah, yaitu 15-29 ml/mnt/1,73m 2. Tahap ini biasa disebut pre Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA), dan terjadi penurunan fungsi ginjal yang parah. 5. Gagal ginjal Pada tahap ini terjadi penurunan GFR yang sangat parah, yaitu <15 ml/mnt/1,73m 2, tahap ini juga dinamakan gagal ginjal. Perawatan yang dilakukan adalah transplantasi ginjal atau hemodialisis untuk mempertahankan hidup penderita. 2.2. Penyakit periodontal Penyakit periodontal adalah inflamasi yang melibatkan satu atau lebih struktur periodonsium, yang meliputi tulang alveolar, ligamen periodontal, sementum, dan gingiva. Penyakit periodontal disebabkan oleh mikroflora patogen dalam biofilm atau

plak gigi yang terbentuk pada gigi setiap harinya. Akumulasi plak memicu terjadinya inflamasi yang mengakibatkan terjadinya penyakit periodontal. 3 Gingivitis merupakan inflamasi pada gingiva yang terjadi akibat akumulasi plak, tanpa menyebabkan hilangnya perlekatan. Adapun tanda dan gejala gingivitis diantaranya, gingiva berwarna merah dan bengkak, mudah berdarah, terjadi perubahan kontur dan konsistensi gingiva. 12 Periodontitis merupakan inflamasi yang meluas ke struktur periodontal pendukung. Periodontitis ditandai dengan hilangnya perlekatan akibat destruksi dari ligamen periodontal dan hilangnya tulang pendukung gigi. Tanda dan gejala yang terjadi diantaranya gingiva bengkak, eritema, berdarah saat probing dan dapat disertai dengan atau tanpa supurasi. 13 Cengiz dkk mengevaluasi status periodontal pada pasien Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan menemukan kondisi periodontal yang buruk pada 85,5% pasien. Berbagai analisis regresi menyatakan bahwa umur, level albumin, durasi dialisis, secara bebas berkaitan dengan keparahan periodontitis pada pasien CAPD. 3 Joseph dkk melakukan penelitian pada 77 pasien penyakit ginjal kronis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan inflamasi gingiva, kedalaman poket dan kehilangan perlekatan pada kelompok penderita penyakit ginjal kronis. 3 2.3. Hubungan Penyakit Ginjal Kronis dengan Kesehatan Periodonsium Beberapa penelitian telah dipublikasikan dalam jurnal, dan memberikan bukti bahwa adanya peningkatan prevalensi penyakit periodontal pada pasien penyakit ginjal kronis, khususnya yang menjalani hemodialisis dan transplantasi ginjal. Penyakit ginjal kronis tidak hanya berpengaruh pada kesehatan umum pasien saja, namun kesehatan gigi dan periodonsium juga. 4 Penyakit ginjal kronis dapat memengaruhi jaringan periodontal, karena berkaitan dengan kelainan fungsi limfosit, perubahan homeostasis kalsium, sindrom uremik, dan pengaruh dari medikasi penyakit ginjal kronis.

2.3.1. Kelainan Fungsi Limfosit Pada penyakit ginjal kronis terbukti adanya penurunan respon imun tubuh terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan pada penderita penyakit ginjal kronis akan mengalami keadaan uremia. Infeksi pada pasien dengan uremia disebabkan beberapa hal yaitu akibat kadar ureum yang tinggi dan bersifat toksik. 14 Pada uremia, penurunan respon imun disebabkan penurunan fungsi fagositosis leukosit polimorfonuklear (PMN) dan gangguan fungsi limfosit T dan B, serta monosit dan makrofag, sehingga menyebabkan penurunan respon imun terhadap mikroorganisme gram negatif yang ada pada subgingiva. 5 Selain itu penurunan respon imun disebabkan penekanan cell mediated immunity yang disebabkan oleh memendeknya umur limfosit, limfopenia, hambatan pada transformasi limfosit, dan penekanan aktivitas limfosit T. 14 Pada penyakit periodontal, plak yang terbentuk akan melekat pada permukaan gigi dekat gingiva, dan akan memicu sekresi sitokin proinflamasi seperti TNFα, IL- 1β, IFN-γ, dan PGE 2 serta mediator inflamasi lainnya, hal ini dikarenakan adanya enzim bakteri, endotoksin dan eksotoksin, dan sisa hasil metabolisme dari plak yang melekat pada permukaan gigi. Akibat adanya tanda inflamasi, respon imun dengan kedua komponen humoral dan cell mediated immunity akan aktif. 5 Namun, pada pasien penyakit ginjal kronis terjadi penurunan sistem imun akibat adanya penurunan respon leukosit pada daerah inflamasi. 14 2.3.2. Perubahan Homeostasis Kalsium Pasien penyakit ginjal kronis menunjukkan abnormalitas, yang paling sering diantaranya adalah anemia dan masalah homeostasis. Masalah homeostasis yang diteliti pada pasien penyakit ginjal kronis akan menyebabkan perlekatan dan penyatuan platelet yang abnormal (kerusakan faktor Von Willebrand). 15 Perubahan metabolisme tulang yang terjadi disebabkan oleh secondary hyperparathyroidism, akibat dari tingginya serum phosphorus dan rendahnya level serum kalsium dan kalsitrol. Hiperparatiroidisme sekunder pada pasien PGTA ditandai dengan kehilangan tulang alveolar pada populasi pasien hemodialisis. 15

Perubahan yang terjadi dapat memicu resorpsi tulang, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan demineralisasi atau lesi intraboni. 15 Hamid dkk dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pada penderita penyakit ginjal kronis metabolisme fosfat dan vitamin D mengalami kerusakan. Berkurang atau hilangnya kalsium dari tulang, diakibatkan karena meningkatnya produksi parathormon (PTH). Demineralisasi tulang yang terjadi dapat memicu destruksi tulang yang cepat dan periodontitis. 15 2.3.3. Sindrom Uremik Tanda dan gejala pada pasien dengan gagal ginjal disebut dengan sindrom uremik. 16 Istilah sindrom uremik mengacu pada istilah yang menunjukkan adanya urea di dalam darah. Sindrom uremik pada dasarnya terjadi akibat akumulasi berbagai solut dalam cairan tubuh dengan konsentrasi cukup tinggi, sehingga menyebabkan toksisitas terhadap tubuh. Solut-solut ini dalam keadaan normal dikeluarkan oleh ginjal. Pada tahun 1829, pertama kali dilaporkan bahwa terdapat peningkatan kadar urea darah pada pasien yang mengalami penyakit degenerasi ginjal. Penemuan ini ditafsirkan bahwa urea merupakan toksin utama pada keadaan uremia. 17 Sindrom uremik mempunyai manifestasi di rongga mulut. Adapun manifestasi oral pasien penyakit ginjal kronis menunjukan tanda dan gejala oral pada jaringan keras dan jaringan lunak. 16 Perubahan yang sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis diantaranya uremic stomatitis, xerostomia, tingginya urea dalam saliva, peningkatan deposit kalkulus, meningkatnya insiden gingivitis, periodontitis, dan secondary renal hyperparathyroidism. 4 Akibat dari berkurangnya fungsi ginjal dan meningkatnya level urea dalam darah dan juga saliva, akan menyebabkan pasien menderita halitosis (uremic fetor), yang biasanya terjadi pada penderita yang menjalani hemodialisis. Halitosis yang dialami berpengaruh terhadap persepsi rasa yang tidak menyenangkan, yaitu rasa metalik. 16 Faktor lain yang berpengaruh terhadap rongga mulut adalah meningkatnya konsentrasi fosfat dan protein yang dapat merubah ph saliva. Tingginya ph saliva

pada pasien penyakit ginjal kronis dapat menurunkan insiden karies, karena saliva pasien bersifat basa. Namun, ph saliva yang meningkat tersebut dapat mengakibatkan peningkatan deposit plak dan kalkulus sehingga pada akhirnya menyebabkan tingginya prevalensi periodontitis. 15 Selain itu, sindrom uremik juga menyebabkan perdarahan pada gingiva akibat disfungsi platelet dan tidak berfungsinya antikoagulan, serta inflamasi gingiva akibat imunosupresi dan uremia. 18 Mayoritas hasil penelitian mengemukakan bahwa pada pasien penyakit ginjal kronis terjadi peningkatan insiden penyakit periodontal, kehilangan tulang, resesi gingiva, dan poket periodontal yang dalam. Kebersihan mulut pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis biasanya buruk, banyak deposit kalkulus, dan meningkatnya pembentukan plak. Selain itu, pasien penyakit ginjal kronis tidak begitu peduli dengan kebersihan rongga mulut, sehingga menyebabkan kondisi rongga mulut bertambah parah. 16 2.3.4. Perubahan Periodonsium Akibat Pengaruh Medikasi Penyakit Ginjal Kronis Pembesaran gingiva sekunder akibat terapi imunosupresif menimbulkan manifestasi di rongga mulut. Diketahui, sebanyak 30% medikasi pasien penyakit ginjal kronis menggunakan siklosporin, yang secara klinis dapat menyebabkan pembesaran gingiva. Apabila medikasi pasien ginjal kronis mengkombinasikan penggunaan siklosporin dan nifedipin, prevalensi pembesaran gingiva meningkat hingga 50%. Patogenesis dari penyakit ini bersifat multifaktorial, namun faktor utamanya adalah variasi obat, plak yang memicu inflamasi, kerentanan fibroblas gingiva, dan juga faktor genetik. Oleh karena itu, tidak semua pasien yang menggunakan siklosporin mengalami pembesaran gingiva. Pembesaran gingiva biasanya mengenai gingiva cekat, namun dapat meluas secara koronal sehingga dapat menghalangi oklusi, mastikasi, dan berbicara. 16

2.4. Kebutuhan Perawatan Periodontal Hubungan antara kesehatan rongga mulut dan penyakit ginjal kronis masih terus diteliti. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh M Dencheva mengemukakan bahwa, perawatan periodontal merupakan hal yang sangat penting pada penderita penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. Penderita yang menjalani hemodialisis sangat membutuhkan perawatan periodontal dan pembersihan rongga mulut, dikarenakan pasien tersebut mempunyai kecenderungan mengalami kehilangan gigi akibat penyakit periodontal. Menurut penelitian ini, pasien yang menjalani hemodialisis menunjukan status periodontal yang buruk dan membutuhkan perawatan yang kompleks, dibandingkan dengan pasien yang tidak menjalani hemodialisis. Oleh karena itu, kebutuhan perawatan yang utama adalah mengenai instruksi kebersihan mulut serta pembersihan plak dan kalkulus secara profesional oleh dokter gigi. 7 Pada penelitian yang dilakukan J Borawski dkk, membandingkan prevalensi periodontitis pada penderita penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dengan populasi umum. Periodontitis yang parah didapati pada penderita yang menjalani hemodialisis, ditandai dengan banyak gejala dari subjek dan membutuhkan perawatan yang kompleks. Penelitian ini membandingkan keparahan penyakit periodontal pada penderita penyakit ginjal kronis yang menjalani perawatan pre dialisis, CAPD, dan hemodialisis. Dari hasil penelitiannya didapati penyakit periodontal yang parah pada penderita yang menjalani hemodialisis. Terdapat poket yang dalam yaitu dengan skor indeks periodontal 4, pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis, yang mirip dengan penderita periodontitis kronis. Kebutuhan perawatan periodontal yang kompleks diperlukan bagi penderita penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. 19

2.4.1. Indeks Pemeriksaan Klinis Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN) Salah satu indeks paling signifikan yang digunakan dalam penelitian epidemiologi adalah Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN), yang dikembangkan oleh WHO. Indeks ini tidak hanya menilai tingkat keparahan penyakit, namun juga menilai kebutuhan perawatan periodontal pada suatu kelompok. 20 Pemeriksaan status periodontal dan penilaian kebutuhan perawatan dengan indeks CPITN, dilakukan dengan menggunakan prob yang didesain khusus oleh WHO. Prob terbuat dari logam, dengan ujung yang bulat seperti bola dengan diameter 0,5mm. Prob mempunyai area kode berwarna hitam antara 3,5mm dan 5,5mm dari ujung bola, yang membantu untuk mencegah penetrasi berlebihan dari ujung prob ke dalam jaringan ikat. 20 Gambar 1: Prob WHO 22

Prinsip kerja CPITN adalah sebagai berikut: 21,22 1. Rongga mulut dibagi menjadi enam sektan (empat posterior dan dua anterior) - Sektan 1 : gigi 4, 5, 6, 7 kanan rahang atas - Sektan 2 : gigi 1, 2, 3 kiri dan kanan rahang atas - Sektan 3 : gigi 4, 5, 6, 7 kiri rahang atas - Sektan 4 : gigi 4, 5, 6, 7 kanan rahang bawah - Sektan 5 : gigi 1, 2, 3 kanan dan kiri rahang bawah - Sektan 6 : gigi 4, 5, 6, 7 kiri rahang bawah 2. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan prob WHO 3. Terdapat sepuluh gigi yang diperiksa, yaitu dua gigi di setiap sektan posterior (gigi molar satu dan molar dua) dan satu gigi di setiap sektan anterior (gigi insisivus). 4. Skor diperoleh dari pemeriksaan spesifik gigi indeks atau seluruh gigi. Tabel 1. Penilaian kebutuhan perawatan periodontal dengan indeks CPITN 7,23 Skor Status Periodontal Skor Kebutuhan Perawatan 0 Sehat, tidak ada perdarahan, kalkulus 0 Tidak membutuhkan perawatan atau poket 1 Terdapat perdarahan pada gingiva, perdarahan tampak secara langsung atau dengan kaca mulut setelah probing 1 Memerlukan perbaikan kebersihan mulut 2 3 4 Terdapat karang gigi (supra atau subgingiva), perabaan dengan prob terasa kasar, warna hitam pada prob masih terlihat 2 Terdapat poket patologis (4-5mm), sebagian warna hitam pada prob masih terlihat dari tepi gingiva pada daerah hitam Terdapat poket patologis 6mm), ( seluruh warna hitam pada prob tidak terlihat, masuk ke dalam jaringan periodontal 3 Memerlukan skeling supra dan subgingiva dan perbaikan kebersihan mulut Memerlukan perawatan kompleks, skeling supra dan subgingiva, root planing, dan perbaikan kebersihan mulut.

Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4 Gambar 2: Skor kondisi periodontal saat probing 24

2.5. Profil Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan terletak di Jalan D.I. Panjaitan No. 144 Medan. Klinik ini didirikan pada tanggal 10 November 1995 oleh Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH bersama Ibu Dra. Siti Asrah Siregar, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Sumatera Utara untuk pasien yang telah dinyatakan positif menjalani hemodialisis. Dimulai dengan lima unit mesin hemodialisis, dengan jumlah pelanggan sebanyak tujuh orang. Dengan kerja keras pemilik dan seluruh karyawan, kini Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan telah mengoperasikan 40 unit mesin hemodialisis, dan fasilitas pendukung lainnya seperti Rontgen, USG Colour Dopler, Laboratorium, Bio Impedance Analysis, CAPD Center, Doublelumen, Doublelumen Tunel, Cimino Shunt, Poliklinik, Apotek, dan Ambulance. Sistem Manajemen Klinik terus diperbaharui untuk menciptakan suatu sistem manajemen mutu sesuai dengan ISO 9001:2008. 2.5.1. Visi dan Misi Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Visi Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan adalah menjadi Klinik Pelayanan Hemodialisis terbaik se-indonesia, dengan daya saing, produktivitas, dan efisiensi yang tinggi didukung oleh sumber daya yang handal. Misi Klinik ini adalah memberikan produk dan pelayanan yang terbaik untuk memenuhi permintaan pelanggan demi tercapainya kepuasan pelanggan dan terjangkau. Adapun hal yang dilakukan untuk mencapai misi ini, adalah: 1. Mengerti, memahami dan peduli akan kebutuhan dan harapan dari pelanggan, serta memberikan pelayanan prima bagi pelanggan 2. Menjamin terlaksananya persyaratan medis terbaik untuk hemodialisis 3. Meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia 4. Membangun kerjasama tim yang tangguh 5. Memberi kesempatan kepada semua karyawan tuntuk berinovasi dan berkreativitas

6. Melakukan perbaikan sistem kerja yang berkesinambungan untuk menjamin efisiensi dan efektivitas kerja yang optimal.

Kerangka Teori Penyakit Ginjal Kronis (PGK) Kelainan fungsi limfosit Perubahan homeostasis kalsium Sindrom uremik Pengaruh medikasi PGK Penurunan respon imun Demineralisasi tulang Peningkatan deposit plak dan kalkulus Pembesaran gingiva Penyakit periodontal Kebutuhan perawatan periodontal

Kerangka Konsep Penderita Penyakit Ginjal Kronis Kebutuhan Perawatan Periodontal vv Variabel terkendali: - Usia - Gigi crowded pada gigi indeks - Karies pada gigi indeks - Penyakit sistemik lain Variabel tidak terkendali: - Pekerjaan - Tingkat pendidikan - Status sosial ekonomi - Pemeliharaan kebersihan rongga mulut - Mengonsumsi obatobatan yang dapat memengaruhi status periodontal