BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL ANALISA VEGETASI (DAMPAK KEGIATAN OPERASIONAL TERHADAP TEGAKAN HUTAN)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


IV. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Baharinawati W.Hastanti 2

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

METODOLOGI PENELlTlAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

II. METODOLOGI. A. Metode survei

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB III METODE PENELITIAN

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PE ELITIA

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

SINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Hutan. Padang, 20 September Peneliti pada Balai Litbang Kehutanan Sumatera, Aek Nauli

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL EVALUASI SISTEM SILVIKULTUR DI HUTAN RAWA GAMBUT BERDASARKAN KAJIAN LAPANGAN DAN WAWANCARA

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT PENDAHULUAN. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. Vlll No. 2 : (2002) Arti kel (Article) Trop. For. Manage. J. V111 (2) : (2002)

Aah Ahmad Almulqu *, Elias **, Prijanto Pamoengkas ** *

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG RUMPANG (TR)

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POTENSI PENURUNAN SIMPANAN BIOMASSA DAN KARBON AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN LEONI SUNANDAR PUTRI

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF

KERUSAKAN TINGKAT TIANG DAN POHON AKIBAT PENEBANGAN INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT. SARI BUMI KUSUMA KALIMANTAN TENGAH ANIS WIJAYANTI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

EVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

Topik : PERSAMAAN ALOMETRIK KARBON POHON

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

METODOLOGI PENELITIAN

Sifat Kimia Tanah pada Hutan Primer dan Areal TPTJ

Transkripsi:

37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem silvikultur TPTI yang diterapkan oleh PT. Ratah Timber. Data dikelompokkan menjadi tiga kelas diameter sesuai dengan sistem silvikultur TPTI, yaitu: kelompok pohon inti (diameter 20 49,9 cm), pohon lindung, dan pohon layak tebang (diameter 50 cm). Peta sebaran pohon pada petak penelitian disajikan pada Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9. Gambar 6 Sebaran pohon inti diameter 20 49,9 cm petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber.

38 Gambar 7 Sebaran pohon lindung petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber. Gambar 8 Sebaran pohon layak tebang diameter 50 cm petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber.

39 Gambar 9 Sebaran pohon total petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber. 5.1.1 Kondisi Kerapatan Tegakan Kegiatan Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi tegakan di daerah penelitian sebelum dilakukan kegiatan penebangan. Hasil ITSP menunjukkan besarnya kerapatan pohon yang berdiameter 20 cm sebanyak 17 pohon/ha, dengan luas bidang dasar seluas 3,5 m²/ha. Potensi hutan daerah penelitian dapat dilihat dari besarnya volume per hektar sebesar 52,8 m³/ha. Kondisi kerapatan tegakan berdasarkan kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Kondisi tegakan berdasarkan kelompok jenis petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber No Jenis Kerapatan tegakan (pohon/ha) Lbds Volume 20-29 cm 30-39 cm 40-49 cm 50 cm (m²/ha) (m³/ha) 1 Dipterocarpaceae 3,0 2,2 3,1 4,7 2,8 42,6 2 Non Dipterocarpaceae 1,0 0,8 1,2 1,1 0,7 10,2 Jumlah 4,0 3,0 4,3 5,8 3,5 52,8

40 Tabel 14 menjelaskan bahwa kerapatan pohon yang paling tinggi berada pada jenis Dipterocarpaceae pada kelas diameter 50 cm sebanyak 4,7 pohon/ha, sedangkan kerapatan pohon yang paling rendah berada pada jenis non Dipterocarpaceae pada kelas diameter 30 39 cm sebanyak 0,8 pohon/ha. Jika dilihat berdasarkan klasifikasi kelas diameternya, maka kerapatan tegakan pohon yang paling besar berada pada kelas diameter 50 cm untuk jenis Dipterocarpaceae dan pada kelas diameter 40 49 cm untuk jenis non Dipterocarpaceae masing-masing dengan jumlah 4,7 pohon/ha dan 1,2 pohon/ha. Luas bidang dasar yang paling tinggi berada pada jenis Dipterocarpaceae sebesar 2,8 m²/ha. Luas bidang dasar dipengaruhi oleh besarnya ukuran diameter pohon yang terdapat pada plot penelitian sehingga semakin besar ukuran diameter pohon maka akan semakin besar pula luas bidang dasarnya. 5.1.2 Jenis Vegetasi Dalam penelitian ini, data dikelompokkan menjadi tiga kelompok sesuai dengan sistem silvikultur TPTI, yaitu: kelompok pohon lindung, kelompok pohon inti (diameter 20 49,9 cm), dan kelompok pohon layak tebang (diameter 50 cm). Jumlah jalur yang terdapat di dalam petak tebang yg di teliti sebanyak 48 jalur dengan ketentuan jarak antar jalur 20 m. Dari Laporan Hasil Cruising (LHC) di petak tebang seluas 100 ha tersebut ditemukan sebanyak 38 jenis pohon dan jumlah pohon sebanyak 1710 pohon, jenis yang ditemukan termasuk dalam kelompok Dipterocarpaceae sebanyak 14 jenis dengan jumlah pohon 1299 dan non Dipterocarpaceae sebanyak 24 jenis dengan jumlah pohon 411. Berdasarkan tingkat pertumbuhannya, vegetasi yang menyusun tegakan di lokasi petak tebang yang diteliti, meliputi: 33 jenis pohon inti dengan jumlah 1056 pohon, 4 jenis pohon lindung dengan jumlah 142 pohon, 22 jenis pohon layak tebang dengan jumlah pohon 512 dari keseluruhan yang ditemukan di lokasi penelitian. Perbedaan jumlah jenis pada tingkat pertumbuhannya disebabkan adanya kegiatan penebangan yang terjadi pada rotasi tebang sebelumnya pada tingkat pohon sehingga terjadi keterbukaan areal lahan dan menyebabkan jenis-jenis pohon baru bermunculan yang mempunyai nilai ekonomi rendah pada areal bekas tebangan. Jenis vegetasi yang banyak dijumpai di lapangan, meliputi: Banggeris, Bangkirai, Jabon, Keruing, Medang, Meranti Batu, Meranti Kuning, Meranti Merah, Meranti

41 Putih, Tengkawang, Terap, dan Ulin. Dari jenis tersebut yang termasuk dalam kelompok jenis Dipterocarpaceae, yaitu: Bangkirai, Keruing, Medang, Meranti Batu, Meranti Kuning, Meranti Merah, Meranti Putih, dan Tengkawang. Sedangkan lainnya termasuk kelompok jenis non Dipterocarpaceae. Pada penelitian ini kelompok jenis non Dipterocarpaceae lebih banyak dijumpai dibandingkan kelompok jenis Dipterocarpaceae, yaitu: sebanyak 24 jenis non Dipterocarpaceae dan 14 jenis Dipterocarpaceae. Hal ini dikarenakan adanya kegiatan pemanenan atau penebangan pada kelompok Dipterocarpaceae sehingga jenis-jenis non Dipterocarpaceae yang sebagian besar bersifat intoleran (tidak membutuhkan naungan) dapat tumbuh dengan baik pada hutan bekas tebangan dibandingkan dengan kelompok Dipterocarpaceae yang bersifat toleran (membutuhkan naungan). Namun, kelompok non Dipterocarpaceae terutama jenis pionir seperti mahang merupakan vegetasi yang berumur pendek dan akan segera tergantikan oleh jenis lain seperti kelompok Dipterocarpaceae. 5.2 Biomassa Vegetasi Pendugaan cadangan biomassa di atas permukaan tanah pada penelitian ini memakai persamaan alometrik yang disusun oleh Brown (1997), dengan menggunakan pendekatan diameter pohon. Hasil perhitungan potensi cadangan biomassa vegetasi diatas permukaan tanah berdasarkan kelompok pohon inti, pohon lindung, dan pohon layak tebang berkisar antara 5,00 32,16 ton/ha, seperti yang tercantum pada Tabel 15. Tabel 15 Potensi cadangan biomassa vegetasi tingkat pohon petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber No Kategori Volume Lbds Biomassa Persentase biomassa (m 3 /ha) (m 2 /ha) (ton/ha) (%) 1 Pohon inti 13,43 1,07 11,22 23 2 Pohon lindung 5,46 0,35 5,00 10 3 Pohon layak tebang 33,92 2,11 32,16 67 Jumlah 52,82 3,52 48,38 100 Dari Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa kelompok pohon layak tebang memiliki potensi cadangan biomassa vegetasi paling tinggi dibandingkan kelompok pohon inti dan kelompok pohon lindung, sebesar 32,16 ton/ha. Kondisi

42 ini dikarenakan perbedaan jumlah individu dan ukuran diameter, dimana diameter pada pohon layak tebang lebih besar dibandingkan dengan diameter pohon inti maupun pohon lindung. Berikut disajikan diagram lingkaran persentase sebaran biomassa di daerah penelitian pada Gambar 10. 67% 23% 10% Pohon Inti Pohon Lindung Pohon Layak Tebang Gambar 10 Persentase sebaran biomassa di petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber. Potensi cadangan biomassa vegetasi tingkat pohon yang dikelompokkan berdasarkan jenis komersil Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Potensi cadangan biomassa Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber No Kelompok jenis Volume (m³/ha) Lbds (m²/ha) Biomassa (ton/ha) 1 Dipterocarpaceae 42,58 2,81 39,13 2 Non Dipterocarpaceae 10,24 0,72 9,26 Jumlah 52,82 3,52 48,38 Dari Tabel 16 di atas cadangan biomassa vegetasi tingkat pohon jenis komersil dari kelompok Dipterocarpaceae memberikan kontribusi yang paling tinggi terhadap biomassa total di daerah penelitian, sebesar 39,13 ton/ha (80,88%). Tingginya biomassa pada jenis Dipterocarpaceae ini dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi per unit area dan besarnya ukuran diameter pohon (Junaedi 2007). Jenis Dipterocarpaceae memiliki biomassa paling tinggi dibandingkan dengan jenis non Dipterocarpaceae. Kondisi tersebut jika dikaitkan dengan kerapatan vegetasi per hektar, jenis Dipterocarpaceae memiliki kerapatan 13 pohon/ha sedangkan jenis non Dipterocarpaceae hanya 4 pohon/ha. Potensi cadangan biomassa pada Petak Ukur Permanen pada pengukuran tahun 2007 dan 2010 areal bekas tebangan RKT 2003 PT. Ratah Timber yang

43 dijadikan sebagai pembanding dalam pendugaan biomassa dan karbon diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 17 dan Tabel 18. Tabel 17 Simpanan biomassa PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 PT. Ratah Timber PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 pengukuran tahun 2007 (Et+4) No Lbds Volume Biomassa Persentase biomassa Kategori (m²/ha) (m³/ha) (ton/ha) (%) 1 Tiang 1,88 11,31 12,84 3,3 2 Pohon (Ø 20 cm) 27,19 291,33 375,70 96,7 Jumlah 29,07 302,64 388,54 100 Tabel 18 Simpanan biomassa PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 PT. Ratah Timber PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 pengukuran tahun 2010 (Et+7) No Lbds Volume Biomassa Persentase biomassa Kategori (m²/ha) (m³/ha) (ton/ha) (%) 1 Tiang 1,36 9,19 9,36 2,6 2 Pohon (Ø 20 cm) 25,83 292,65 354,86 97,4 Jumlah 27,19 301,84 364,23 100 Tabel 17 dan 18 menjelaskan bahwa cadangan biomassa vegetasi yang di kelompokkan berdasarkan tingkat tiang dan pohon (diameter 20 cm) pada Et+4 dan Et+7 dengan luasan 3 ha, kategori tingkat pohon memberikan kontribusi yang paling besar terhadap simpanan biomassa total. Jumlah individu tingkat tiang pada Et+4 berjumlah 83 individu/ha dan pohon berjumlah 172 individu/ha, sedangkan pada Et+7 jumlah individu tingkat tiang sebanyak 59 per hektar dan pohon sebanyak 161 pohon/ha. Jika dibandingkan hasil dugaan simpanan biomassa pada Et+4 dengan Et+7 untuk kategori tiang tidak ditemukan perbedaan yang signifikan, sedangkan untuk kategori pohon terdapat penurunan simpanan biomassa dari 375,70 ton/ha pada tahun 2007 menjadi 354,86 ton/ha pada tahun 2010. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan kerapatan jumlah individu per hektar yang disebabkan banyaknya jumlah pohon yang mati pada pengukuran di tahun 2010. Variasi besarnya biomassa juga dipengaruhi oleh faktor iklim, yaitu: curah hujan dan suhu (Kusmana et al. 1992). Soerianegara (1965) telah mengkaji kaitan antara curah hujan dengan biomassa beberapa tegakan hutan di Indonesia yang hasilnya antara lain adalah biomassa batang berkurang dari 292,6 ton/ha menjadi

44 170,158 ton/ha mengikuti curah hujan tahunan yang turun dari 3874 mm menjadi 1625 mm di hutan dataran rendah, Kalimantan Timur. Jika dibandingkan hasil dugaan biomassa kategori pohon di petak ukur permanen areal bekas tebangan blok RKT 2003 pada pengukuran Et+4 dan Et+7 dengan hasil dugaan biomassa di petak penelitian (petak Q37 blok tebangan RKT 2011) yang juga merupakan areal bekas tebangan siklus tebang rotasi ke dua IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dugaan simpanan biomassa di areal penelitian lebih rendah dibandingkan dengan simpanan biomassa yang terdapat di petak ukur permanen. Hal ini disebabkan perbedaan ukuran diameter dan kerapatan/jumlah individu pohon per hektar yang terdapat di masing-masing lokasi. Kerapatan atau jumlah individu per unit area di areal penelitian sebesar 17 pohon/ha, sedangkan kerapatan/jumlah individu pohon per hektar yang terdapat di PUP pada Et+4 dan Et+7 berturut-turut sebesar 172 pohon/ha dan 161 pohon/ha. Sebagai perbandingan, berikut data perubahan cadangan biomassa vegetasi di atas permukaan tanah pada hutan primer (HP) dan areal bekas tebangan di IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah yang di sajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20 (Junaedi 2007). Tabel 19 Potensi cadangan biomassa vegetasi tingkat pohon di lokasi hutan primer dan areal bekas tebangan TPTJ Biomassa (ton/ha) Lokasi Jenis komersial Dipetrocarpaceae Non Dipterocarpaceae Total Jenis non komersial Total HP 204,22 43,66 247,9 129,1 377 (54,17%) (11,59%) (65,76%) (34,24%) ABT0 15,57 3,86 19,43 63,51 82,94 (18,77%) (4,65%) (23,43%) (76,57%) ABT2 20,19 13,89 34,08 77,89 111,97 (17,81%) (12,26%) (30,07%) (69,93%) ABT3 14,59 1,13 15,72 155,71 171,43 (8,51%) (0,66%) (9,17%) (90,83%) ABT4 42,15 27,71 69,85 112,69 182,54 (23,09%) (15,18%) (38,27%) (61,74%) Keterangan: HP = Hutan primer ABT = Areal bekas tebangan 3 tahun ABT = Areal bekas tebangan 0 tahun ABT = Areal bekas tebangan 4 tahun ABT = Areal bekas tebangan 2 tahun Angka dalam kurung menunjukkan persentase

45 Tabel 20 Potensi cadangan biomassa vegetasi tingkat tiang di lokasi hutan primer dan areal bekas tebangan TPTJ Lokasi HP ABT0 ABT2 ABT3 Jenis komersial Biomassa (ton/ha) Dipetrocarpaceae Non Dipterocarpaceae Total Jenis non komersial Total 10,99 8,40 19,39 32,18 51,57 (21,31%) (16,29%) (37,60%) (62,40%) 2,62 4,81 7,62 15,34 22,96 (12,26%) (20,95%) (33,19%) (66,81%) 6,44 2,84 9,28 17,94 27,22 (23,65%) (10,39%) (34,05%) (65,95%) 1,62 1,57 3,19 22,82 26,01 (6,23%) (6,04%) (12,27%) (87,73%) ABT4 3,34 0,86 4,20 13,68 17,88 (18,68%) (4,81%) (23,49%) (76,51%) Keterangan: HP = Hutan primer ABT = Areal bekas tebangan 3 tahun ABT = Areal bekas tebangan 0 tahun ABT = Areal bekas tebangan 4 tahun ABT = Areal bekas tebangan 2 tahun Angka dalam kurung menunjukkan persentase Dari Tabel 19 di atas menunjukkan bahwa kontribusi biomassa tingkat pohon terhadap biomassa total di hutan primer sekitar 82,20%, begitu juga di areal bekas tebangan TPTJ rata-rata vegetasi tingkat pohon menyumbang biomassa sekitar 71,89 84,73% dari total biomassa di setiap areal bekas tebangan. Sedangkan pada Tabel 20 cadangan biomassa tingkat tiang menunjukkan bahwa rata-rata potensi cadangan biomassa vegetasi tingkat tiang di areal bekas tebangan TPTJ (17,88 27,22 ton/ha) lebih rendah dibandingkan hutan primer (51,57 ton/ha). Onrizal (2004) menyatakan bahwa potensi simpanan biomassa pohon di atas permukaan tanah sebesar 874,9 ton/ha. Besarnya biomassa vegetasi diatas permukaan tanah jumlahnya bervariasi dari 210 650 ton/ha sesuai dengan tipe hutannya (Proctor et al. 1983, diacu dalam Mackinnon et al. 2000). 5.3 Simpanan Karbon 5.3.1 Simpanan Karbon Pohon Pendugaan cadangan karbon vegetasi diatas permukaan tanah pada penelitian ini menggunakan pendekatan non-destructive dengan mengasumsikan 50% dari biomassa hutan tersusun atas karbon (Brown 1997). Sehingga cadangan karbon berkorelasi positif dengan besarnya biomassa, yaitu dengan semakin besar

46 potensi cadangan biomassa di atas permukaan tanah, maka cadangan karbon akan semakin tinggi. Hasil penelitian pendugaan simpanan karbon pada vegetasi tingkat pohon, meliputi simpanan karbon pada tingkat pohon inti, pohon lindung, pohon layak tebang. Pendugaan simpanan karbon pada masing-masing tingkat pertumbuhan berbeda-beda. Hasil pendugaaan simpanan karbon pada masing-masing tingkat pohon dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Hasil pendugaan simpanan karbon petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber No Kategori Volume (m 3 /ha) Lbds (m 2 /ha) Biomassa (ton/ha) Karbon (ton C/ha) Persentase Karbon (%) 1 Pohon inti 13,43 1,07 11,22 5,61 23 2 Pohon lindung 5,46 0,35 5,00 2,50 10 3 Pohon layak tebang 33,92 2,11 32,16 16,08 67 Jumlah 52,82 3,52 48,38 24,19 100 Biomassa pada tingkat pohon inti sebesar 11,22 ton/ha, pohon lindung sebesar 5,00 ton/ha, pohon layak tebang sebesar 32,16 ton/ha, Sedangkan pendugaan karbon yang didapat dengan mengkonversi 50% dari biomassa, maka diperoleh karbon pada tingkat pohon inti 5,61 ton/ha, pohon lindung 2,50 ton/ha, pohon layak tebang 16,08 ton/ha, sehingga total karbon pohon yang terdapat pada petak penelitian sebesar 24,19 ton/ha.

47 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 Biomassa (ton/ha) Karbon (ton C/ha) 10.00 5.00 0.00 Pohon Inti Pohon Lindung Pohon Layak Tebang Gambar 11 Histogram dugaan simpanan biomassa dan karbon petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber. Dari Gambar 11 di atas menunjukkan bahwa pohon layak tebang memiliki potensi cadangan biomassa dan karbon paling tinggi dibandingkan kelompok pohon inti dan kelompok pohon lindung, yaitu sebesar 32,16 ton/ha dan 16,08 ton C/ha. Besarnya potensi simpanan karbon dipengaruhi oleh kerapatan pohon dan ukuran diameter pohon yang terdapat pada plot penelitian, semakin tinggi kerapatan dan semakin besar ukuran diameter pohon maka akan semakin besar pula potensi simpanan karbonnya. 23% Pohon Inti 67% 10% Pohon Lindung Pohon Layak Tebang Gambar 12 Persentase sebaran karbon petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber. Berdasarkan persentase simpanan karbon pada Gambar 12, pohon layak tebang mempunyai persentase simpanan karbon terbesar sebanyak 67% ton C/ha dan pohon lindung mempunyai simpanan karbon terkecil sebesar 10% ton C/ha. Perbedaan simpanan karbon pada masing-masing tingkat pertumbuhan

48 disebabkan oleh perbedaan jumlah individu dan ukuran diameter, dimana diameter pada pohon layak tebang lebih besar dibandingkan dengan diameter pohon inti maupun pohon lindung. Potensi cadangan karbon pada Petak Ukur Permanen pada pengukuran tahun 2007 dan 2010 areal bekas tebangan RKT 2003 PT. Ratah Timber yang dijadikan sebagai pembanding dalam pendugaan biomassa dan karbon diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 22 dan Tabel 23. Tabel 22 Simpanan karbon PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 PT. Ratah Timber PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 pengukuran tahun 2007 (Et+4) No Lbds Volume Biomassa Karbon Persentase Kategori (m²/ha) (m³/ha) (ton/ha) (ton/ha) karbon (%) 1 Tiang 1,88 11,31 12,84 6,42 3,3 2 Pohon (Ø 20 cm) 27,19 291,33 375,70 187,85 96,7 Jumlah 29,07 302,64 388,54 194,27 100,0 Tabel 23 Simpanan karbon PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 PT. Ratah Timber PUP areal bekas tebangan blok RKT 2003 pengukuran tahun 2010 (Et+7) No Lbds Volume Biomassa Karbon Persentase Kategori (m²/ha) (m³/ha) (ton/ha) (ton/ha) karbon (%) 1 Tiang 1,36 9,19 9,36 4,68 2,6 2 Pohon (Ø 20 cm) 25,83 292,65 354,86 177,43 97,4 Jumlah 27,19 301,84 364,23 182,11 100,0 Tabel 22 dan Tabel 23 menjelaskan bahwa potensi cadangan karbon vegetasi tingkat pohon dan tiang berkisar antara 4,68 ton/ha sampai 187,85 ton/ha. Vegetasi tingkat pohon merupakan komponen utama penyusun cadangan karbon di atas permukaan tanah. Pada areal bekas tebangan Et+4 potensi cadangan karbon tingkat tiang dan pohon lebih besar dibandingkan dengan areal bekas tebangan Et+7, hal ini dikarenakan ada beberapa pohon yang mati pada saat pengukuran di tahun 2010 sehingga menyebabkan kerapatan individu per hektar semakin sedikit dan biomassa yang tersimpan berkurang. Areal IUPHHK PT. Ratah Timber sudah memasuki siklus tebang/rotasi tebang ke dua setelah memperoleh hak pengusahaan hutan (HPH) pada tahun 1970, artinya areal lokasi/petak penelitian Q37 blok tebangan RKT 2011 sudah pernah dilakukan penebangan sebelumnya. Hasil dugaan simpanan karbon pohon

49 yang terdapat di petak penelitian jika di bandingkan dengan dugaan simpanan karbon yang terdapat di petak ukur permanen yang juga merupakan areal bekas tebangan blok RKT 2003 diperoleh hasil bahwa dugaan simpanan karbon pohon pada petak penelitian lebih rendah dibandingkan dengan dugaan simpanan karbon pohon pada petak ukur permanen. Hasil yang diperoleh dari pendugaan simpanan karbon pohon pada petak ukur permanen Et+4 sebesar 194,27 ton/ha dan Et+7 sebesar 182,11 ton/ha, sedangkan hasil dugaan simpanan karbon pohon yang terdapat pada petak penelitian sebesar 24,19 ton/ha. Perbedaan simpanan karbon pohon ini dikarenakan sedikitnya vegetasi tingkat pohon yang terdapat di areal penelitian, ini di buktikan dengan nilai kerapatan vegetasi tingkat pohon per hektar yang rendah 17 pohon/ha. Sebagai perbandingan berikut disajikan hasil penelitian potensi cadangan karbon hutan primer dan areal bekas tebangan TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah disajikan pada Tabel 24 dan Tabel 25. Tabel 24 Potensi cadangan karbon vegetasi tingkat pohon di hutan primer dan areal bekas tebangan TPTJ Karbon (ton/ha) Lokasi Jenis komersial Dipetrocarpaceae Non Dipterocarpaceae Total Jenis non komersial Total HP 102,11 21,84 123,95 64,55 188,50 (54,17%) (11,59%) (65,76%) (34,24%) ABT0 7,79 1,93 9,72 31,75 41,47 (18,79%) (4,65%) (23,44%) (76,56%) ABT2 10,10 6,94 17,04 38,94 55,98 (18,04%) (12,40%) (30,44%) (69,56%) ABT3 7,30 0,56 7,86 77,86 85,72 (8,52%) (0,65%) (9,17%) (90,83%) ABT4 21,08 13,85 34,93 56,34 91,27 (23,10%) (15,17%) (38,27%) (61,73%) Sumber: Junaedi (2007) Keterangan: HP = Hutan primer ABT = Areal bekas tebangan 3 tahun ABT = Areal bekas tebangan 0 tahun ABT = Areal bekas tebangan 4 tahun ABT = Areal bekas tebangan 2 tahun Angka dalam kurung menunjukkan persentase Vegetasi tingkat pohon merupakan komponen utama penyusun cadangan karbon di atas permukaan tanah, baik di hutan primer maupun di areal bekas tebangan TPTJ. Pada Tabel 24 terlihat bahwa vegetasi tingkat pohon di hutan primer memberikan kontribusi sekitar 82,20% karbon dari total karbon di hutan

50 primer, sedangkan di areal bekas tebangan TPTJ masing-masing sebesar 71,89% (ABT 0), 73,34% (ABT 2), 81,31% (ABT 3), dan 84,74% (ABT 4) dari karbon total masing-masing lokasi. Potensi cadangan karbon berdasarkan pengelompokan jenis menunjukkan bahwa potensi cadangan karbon tingkat pohon jenis komersial dari kelompok Dipterocarpaceae di hutan primer, rata-rata lebih tinggi sebesar 102,11 ton C/ha (54,17%) dibandingkan kelompok non Dipterocarpaceae dan jenis non komersial yang masing-masing sebesar 21,84 ton C/ha (11,59%) dan 64,55 ton C/ha (34,24%). Sedangkan pada areal bekas tebangan TPTJ rata-rata potensi cadangan karbon jenis non komersial (51,22 ton C/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan jenis komersial (17,39 ton C/ha). Tabel 25 Potensi cadangan karbon vegetasi tingkat tiang di hutan primer dan areal bekas tebangan TPTJ Karbon (ton/ha) Lokasi Jenis komersial Dipetrocarpaceae Non Dipterocarpaceae Total Jenis non komersial Total HP 5,50 4,20 9,70 16,08 25,78 (21,34%) (16,29%) (27,63%) (62,37%) ABT0 1,41 2,40 3,81 7,67 11,48 (12,28%) (20,19%) (33,19%) (66,81%) ABT2 3,22 1,42 4,64 8,97 13,61 (23,65%) (10,43%) (34,09%) (65,91%) ABT3 0,81 0,79 1,60 11,40 13,00 (6,23%) (6,08%) (12,31%) (87,69%) ABT4 1,67 0,43 2,10 6,84 8,94 (18,68%) (4,81%) (23,49%) (76,51%) Sumber: Junaedi (2007) Keterangan: HP = Hutan Primer ABT = Areal bekas tebangan 3 tahun ABT = Areal bekas tebangan 0 tahun ABT = Areal bekas tebangan 4 tahun ABT = Areal bekas tebangan 2 tahun Angka dalam kurung menunjukkan persentase Dari Tabel 25 potensi cadangan karbon vegetasi tingkat tiang di hutan primer rata-rata lebih tinggi (25,78 ton/ha) dibandingkan dengan areal bekas tebangan TPTJ (11,76 ton/ha) dengan kontribusi sebesar 11,24% dari cadangan total karbon di hutan primer. Sedangkan di areal bekas tebangan TPTJ kontribusi cadangan karbon dari masing-masing cadangan karbon totalnya, yaitu: 19,19% (ABT 0), 17,83% (ABT 2), 12,33% (ABT 3), 8,30% (ABT 4). Secara umum

51 kontribusi cadangan karbon vegetasi tingkat tiang di semua lokasi rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan vegetasi tingkat pohon. Mudiyarso et al. (1995), diacu dalam Rahayu et al. (2005) menyatakan bahwa hutan di Indonesia mempunyai potensi cadangan karbon berkisar antara 161 300 ton/ha. Lebih lanjut menurut Rahayu et al. (2005) mengemukakan bahwa hutan primer di Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur memiliki potensi cadangan karbon sebesar 230 ton/ha. Lasco (2002) mereview berbagai studi mengenai cadangan karbon vegetasi di atas permukaan tanah sebelum dan sesudah penebangn di Asia dan Indonesia yang disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Cadangan karbon di atas permukaan tanah sebelum dan setelah kegiatan pemanenan hutan di Asia dan Indonesia Potensi cadangan karbon (ton/ha) Tipe hutan dan wilayah Cadangan karbon tegakan /Negara Hutan tidak Bekas tinggal (%) terganggu tebangan Hutan daun lebar/asia 96,2* 46,6* 47 Hutan daun jarum/asia 72,5* 56,3* 78 Hutan terbuka/asia 39,5* 13,2* 33 Indonesia 390 148,2 38 Indonesia 254 150 59 Indonesia 325 245 75 Sumber: Lasco (2002) *= Asumsi 50% dari biomassa adalah karbon Kusuma (2009) di Kalimantan Barat menyebutkan bahwa potensi karbon pada hutan primer sebesar 123,16 ton/ha, sedangkan pada areal bekas tebangan (LOA) tahun 1983 sebesar 93,44 ton/ha. Hasil penelitian Onrizal (2004) di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat diperoleh total karbon pohon di atas permukaan tanah sebesar 169 ton/ha. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa potensi cadangan karbon vegetasi tingkat pohon di hutan primer, hutan bekas tebangan dan agroforestri umur 11 30 tahun menyumbangkan sekitar 90% dari total karbon vegetasi di atas permukaan tanah (Rahayu et al. 2005). Kontribusi cadangan karbon vegetasi tingkat pohon yang sangat besar ini dikarenakan adanya hubungan yang positif dengan ukuran diameter pohon, jadi semakin besar ukuran diameter pohon menyebabkan cadangan karbon akan semakin tinggi. Rusolono (2006) menyatakan bahwa pendugaan cadangan karbon dengan pendekatan struktur

52 tegakan horizontal (distribusi pohon berdasarkan kelas diameter) cukup terandalkan untuk menjelaskan persediaan karbon (R² = 80%) untuk tegakan agroforestri murni. 5.3.2 Simpanan Karbon Berdasarkan Kelompok Jenis Pengelompokan jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae berdasarkan jenis-jenis pohon yang ditebang atau diproduksi oleh PT. Ratah Timber. Kelompok jenis Dipterocarpaceae yang ditemukan di plot penelitian sebanyak 14 jenis (1299 individu pohon) dan non Dipterocarpaceae sebanyak 24 jenis (411 individu pohon). Simpanan karbon yang terdapat pada tiap kelompok jenis disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Simpanan karbon berdasarkan kelompok jenis petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber No Kelompok jenis Volume (m³/ha) Lbds (m²/ha) Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha) 1 Dipterocarpaceae 42,58 2,81 39,13 19,56 2 Non Dipterocarpaceae 10,24 0,72 9,26 4,63 Jumlah 52,82 3,52 48,38 24,19 Nilai karbon pada kelompok jenis Dipterocarpaceae sebesar 19,56 ton/ha dan non Dipterocarpaceae sebesar 4,63 ton/ha. Kelompok jenis Dipterocarpaceae menyimpan karbon lebih banyak dibandingkan kelompk jenis non Dipterocarpaceae, sehingga untuk mendapatkan hutan lestari yang mampu mengembalikan kondisi hutan seperti kondisi aslinya kurang tercapai. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengayaan untuk kelompok jenis non Dipterocarpaceae pada areal petak tebangan untuk kelestarian pengelolaan selanjutnya. 5.3.3 Simpanan Karbon Total Pendugaan cadangan karbon dalam penelitian ini dengan mengasumsikan 50% dari biomassa pohon tersusun atas karbon (Brown 1997). Sehingga cadangan karbon berkorelasi positif dengan besarnya biomassa yang berarti semakin besar simpanan biomassa maka cadangan karbon akan semakin tinggi. Total simpanan karbon pada areal petak tebangan merupakan penjumlahan dari simpanan karbon pada pohon inti, pohon lindung, pohon layak tebang yaitu sebesar 24,19 ton/ha.

53 Simpanan karbon pada tingkat pohon layak tebang lebih memberikan kontribusi terbesar terhadap simpanan karbon total di lokasi penelitian dibandingkan komponen hutan lainnya. Pohon komersil layak tebang dengan diameter 50 cm ini nantinya akan dilakukan penebangan, dengan kata lain sediaan simpanan karbon potensial yang hilang akibat penebangan pada areal penelitian ini sebesar 16,08 ton/ha. Perbedaan simpanan karbon dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan, sistem silvikultur, ukuran diameter dalam menduga simpanan karbon dan penggunaan kadar karbon serta kerapatan/jumlah individu per hektar. Peta sebaran karbon di daerah penelitian disajikan pada Gambar 13.

54 Gambar 13 Sebaran karbon total petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber.

55 Berdasarkan Gambar 13, dari total karbon sebesar 24,19 ton/ha yang terdapat di petak penelitian di bagi menjadi tiga kelas, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Jumlah pohon terbanyak terdapat pada kelas A (rendah) dengan kisaran diameter antara 20 97 cm. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Nilai sebaran karbon per pohon yang dibagi ke dalam tiga kelas di petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber Kelas Nilai karbon per pohon (ton C) Kisaran diameter (cm) Jumlah pohon A (rendah) 0,1 6,4 20 97 1655 B (sedang) 6,4 12,7 98 128 51 C (tinggi) 12,7 18,9 130 150 4