ANALISA AERODINAMIK PENGARUH LANDING GEAR PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP

KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT

ANALISIS AERODINAMIKA SUDUT DEFLEKSI SPOILER PESAWAT TERBANG

Pengujian Aerodinamika Model Uji Pesawat Udara Nir Awak dengan Empennage berjenis V-Tail. Gunawan Wijiatmoko 1), Yanto Daryanto 2)

Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : ISBN :

Pengujian Aerodinamika model Pesawat Udara Nir Awak PUNA di Wind Tunnel LAGG BPPT.

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN

DAFTAR ISI. Hal i ii iii iv v vi vii

Bagaimana Sebuah Pesawat Bisa Terbang? - Fisika

PENELITIAN DAN RANCANGAN OPTIMAL TURBIN PENGGERAK TEROWONGAN ANGIN SUBSONIK SIRKUIT TERBUKA LAPAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang

BAB II PROFIL UMUM BALAI KALIBRASI FASILITAS PENERBANGAN (BKFP) 2.1. Latar Belakang Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BFKP)

PENERBITAN ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA Universitas Muhammadiyah Ponorogo

BAB II LANDASAN TEORI

KAJIAN ASPEK HIDRO-AERODINAMIKA DAN GERAKAN FASE PRA TAKE OFF PADA KAPAL BERSAYAP

PENGARUH SUDUT BILAH PADA PERFORMA KIPAS AKSIAL TEROWONGAN ANGIN KECEPATAN RENDAH MENGGUNAKAN METODE KOMPUTASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TEGANGAN PADA SAYAP HORIZONTAL BAGIAN EKOR AEROMODELLING

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE

Studi Eksperimental tentang Karakteristik Turbin Angin Sumbu Vertikal Jenis Darrieus-Savonius

SIMULASI GERAK LONGITUDINAL LSU-05

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kendaraan. truk dengan penambahan pada bagian atap kabin truk berupa

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang kecil sampai bagian yang besar sebelum semua. bagian tersebut dirangkai menjadi sebuah pesawat.

PERUBAHAN DISTRIBUSI TEKANAN AEROFOIL AKIBAT PENGARUH VARIASI SUDUT SERANG

Analisis Desain Layar 3D Menggunakan Pengujian Pada Wind Tunnel

M. MIRSAL LUBIS Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik

PENGARUH LOKASI KETEBALAN MAKSIMUM AIRFOIL SIMETRIS TERHADAP KOEFISIEN ANGKAT AERODINAMISNYA

Gambar 1.1 Skema kontrol helikopter (Sumber: Stepniewski dan Keys (1909: 36))

BAB III PERANGKAT LUNAK X PLANE DAN IMPLEMENTASINYA

Peningkatan Koefisien Gaya Angkat Aerofoil Kennedy-Marsden dengan Zap Flap

SIMULASI DAN PERHITUNGAN SPIN ROKET FOLDED FIN BERDIAMETER 200 mm

BAB I PENDAHULUAN. pikiran terlintas mengenai ilmu mekanika fluida, dimana disitu terdapat

UPN "VETERAN" JAKARTA

TIME CYCLE YANG OPTIMAL PADA SIMULASI PERILAKU TERBANG BURUNG ALBATROSS Disusun oleh: Nama : Herry Lukas NRP : ABSTRAK

Analisa Unjuk Kerja Flap Sebagai Penambah Koefisien Gaya Angkat

Desain dan Implementasi Automatic Flare Maneuver pada Proses Landing Pesawat Terbang Menggunakan Kontroler PID

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang

Tugas Akhir Bidang Studi Desain SAMSU HIDAYAT Dosen Pembimbing Dr. Ir. AGUS SIGIT PRAMONO, DEA.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN

UJI AERODINAMIK MODEL KAPAL BERSAYAP WING IN SURFACE EFFECT SEBAGAI INPUT KAJIAN GERAK PLANNING MENJELANG TAKE-OFF

PERHITUNGAN PARAMETER AERODINAMIKA ROKET POLYOT

BAB IV ANALISIS PRESTASI TERBANG FASA TAKE-OFF DAN CLIMB

PENGESAHAN ANALISIS KINERJA TAKE-OFF DAN LANDING PESAWAT B BERDASARKAN VARIASI ELEVASI RUNWAY. Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

PENELITIAN DAN PENGUJIAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA BOM LATIH PERCOBAAN BLP-500 DAN BLP 25

STUDI NACA 0024 DAN 2624 SEBAGAI MEKANISME PENGGERAK KAPAL KECIL (BOAT) 12,2 M DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI GELOMBANG AIR LAUT

Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai airfoil sayap. pesawat. Fenomena pada airfoil yaitu adanya gerakan fluida yang

PERHITUNGAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA, ANALISIS DINAMIKA DAN KESTABILAN GERAK DUA DIMENSI MODUS LONGITUDINAL ROKET RX 250 LAPAN

ANALISA AERODINAMIKA FLAP DAN SLAT PADA AIRFOIL NACA 2410 TERHADAP KOEFISIEN LIFT DAN KOEFISIEN DRAG DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC

ANALISA KESTABILAN PERSAMAAN GERAK ROKET TIGA DIMENSI TIPE RKX- 200 LAPAN DAN SIMULASINYA

GAYA ANGKAT PESAWAT Untuk mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya semua fenomena aerodinamis yang terjadi pada. kendaraan mobil disebabkan adanya gerakan relative dari udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0021 DENGAN ANSYS FLUENT ABSTRAK

ANALISA PENGARUH SUDUT PITCH, UNTUK MEMPEROLEH DAYA OPTIMAL TURBIN ANGIN LPN-SKEA 50 KW PADA BEBERAPA KONDISI KECEPATAN ANGIN

AERODINAMIKA A. PENGERTIAN

PENGARUH KETIDAKLURUSAN DAN KETIDAKSIMETRISAN PEMASANGAN SIRIP PADA PRESTASI TERBANG ROKET RX-250-LPN

SIMULASI NUMERIK DINAMIKA FLUIDASWEPTTAPER WING 3D DENGAN AIRFOIL 64A106 PADA ALIRAN SUBSONIK-SUPERSONIK

Aspek Perancangan Kendaraan

PENGARUH HONEYCOMB SEBAGAI PENYEARAH ALIRAN FLUIDA PADA OPEN CIRCUIT WIND TUNNEL

ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0012 DENGAN ANSYS FLUENT

(LAPAN) LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

PENELITIAN MEKANISME STALL AKIBAT PERKEMBANGAN GELEMBUNG SEPARASI PADA SAYAP NACA 0017 SECARA EKSPERIMEN Dl TEROWONGAN ANGIN SUBSONIK

INDEPT, Vol. 4, No. 1 Februari 2014 ISSN

Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance

PENGARUH SUDUT DIHEDRAL TERHADAP GAYA LIFT EKOR PESAWAT TERBANG TIPE V PADA ANGKA REYNOLDS RENDAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Menghitung Distribusi Tekanan Udara dan Gaya Hambat Kepala Pesawat BOEING

PENGGUNAAN BENTUK SUDU SETENGAH SILINDER ELLIPTIK UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI TURBIN SAVONIUS

PENGARUH PAYLOAD TERHADAP CLIMB PERFORMANCE HELIKOPTER SYNERGY N9

Jl. Pajajaran No.219, Arjuna, Cicendo, Bandung, Jawa Barat 40174

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mobil dan alat transportasi lainnya disebabkan adanya gerakan. relatif dari udara disepanjang bentuk body kendaraan.

PENGUJIAN MODEL CHIMNEY DI DALAM TEROWONGAN ANGIN UNTUK MENENTUKAN BEBAN ANGIN STATIK PADA PONDASI

UPAYA PENINGKATAN GAYA ANGKAT PADA MODEL AIRFOIL DENGAN MENGGUNAKAN VORTEX GENERATOR

No. Kompetensi Dasar Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Sumber Belajar. Teori

BAB I PENDAHULUAN 1.2 LATAR BELAKANG

ANALISA DATA DAN TITIK BERAT SAYAP PADA PESAWAT TANPA AWAK DAN PENGUJIAN IMPAK DENGAN MATERIAL ALUMINIUM MAGNESIUM (96%-4%) SKRIPSI

SIMULASI GERAK WAHANA PELUNCUR POLYOT

[ Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS-BPPT)] 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Analisis dan Pengujian

Gambar 1. Skema pembagian elemen pada BEM [1]

1 PENDAHULUAN CN-235 merupakan pesawat terbang turboprop kelas menengah

TAKARIR. Computational Fluid Dynamic : Komputasi Aliran Fluida Dinamik. : Kerapatan udara : Padat atau pejal. : Memiliki jumlah sel tak terhingga

Desain pesawat masa depan

Skripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata 1 (S1) Disusun Oleh: SLAMET SUTRISNO JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PLATFORM UAV RADIO CONTROL KOLIBRI-08v2 DENGAN MESIN THUNDER TIGER 46 PRO

Prosiding SNaPP2015 Sains dan Teknologi ISSN EISSN Subagyo

PRINSIP DASAR MENGAPA PESAWAT DAPAT TERBANG

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

SKRIPSI PENGARUH VARIASI BENTUK NOSE DAN SIRIP TERHADAP GAYA DRAG DAN GAYA LIFT PADA ROKET. Oleh : DEWA GEDE ANGGA PRANADITYA NIM :

Beban Pesawat. Dipl.-Ing H. Bona P. Fitrikananda 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara.

Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 ISSN

Transkripsi:

ANALISA AERODINAMIK PENGARUH LANDING GEAR PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP Gunawan Wijiatmoko 1) 1) TRIE, BBTA3, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kawasan PUSPIPTEK Gedung 240, Tangerang Selatan, 15314 Email : gunawan.wijiatmoko@bppt.go.id Abstrak. PUNA Alap-alap adalah salah satu jenis pesawat udara nir awak yang sedang dikembangkan di Indonesia, mempunyai Landing Gear dengan konfigurasi tricycle, dan bersifat fixed (bukan retracted). Salah satu konsekuensi implementasi Landing Gear jenis fixed adalah masalah gaya hambat (drag) yang ditimbulkannya. Gaya hambat yang besar harus dihindari oleh para perancang pesawat terbang, karena akan boros bahan bakar pada saat beroperasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh aerodinamik Landing Gear pada PUNA Alap-alap, terutama terhadap gaya hambat total (total drag). Metode yang digunakan adalah dengan cara melakukan pengujian di wind tunnel terhadap model uji aerodinamik skala 1:1,26, kemudian dilakukan analisa data hasil pengujian. Pengukuran gaya dan momen aerodinamika menggunakan external balance 6 komponen. Dari hasil pengukuran yang merepresentasikan kondisi pada saat terbang cruise, maka nilai koefisien gaya hambatnya adalah 0,0396 dan 0,0325 masing-masing untuk kondisi dengan dan tanpa Landing Gear. Ini berarti bahwa pengaruh dari Landing Gear terhadap gaya hambat total adalah sebesar 17,93%, sedangkan biasanya adalah 5%. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan fairing untuk mengurangi gaya hambat akibat Landing Gear. Kata kunci:gaya dan momen aerodinamika, wind tunnel test, sudut serang, external balance. 1. Pendahuluan Komponen struktural utama dari suatu pesawat terbang jenis fixed wing umumnya terdiri dari wing atau sayap, fuselage atau body, dan empennage. Empennage adalah bagian ekor pesawat yang terdiri dari horizontal stabilizer, elevator, vertical stabilizer dan rudder. Elevator digunakan untuk mengontrol gerakan hidung pesawat supaya naik atau turun (nose-up atau nose-down), sedangkan rudder digunakan untuk berputar dan sedikit membentuk perubahan direksional [1]. Komponen lainnya yang kadang dimasukkan sebagai komponen utama adalah landing gear dan power plant [2]. Pembagian komponen ini dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Komponen pesawat terbang secara umum E11. 1

Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) Alap-alap, dirancang mempunyai ketinggian terbang jelajah 700 feet dengan kecepatan terbang jelajah 55 knot [3]. Walaupun bukan merupakan pesawat udara berpenumpang, namun masih bisa dikategorikan sebagai pesawat udara pada umumnya, khususnya kalau ditinjau dari segi aerodinamikanya. PUNA Alap-alap mempunyai 2 boom (double boom), yaitu bagian yang menghubungkan bagian atas fuselage (high boom) dan empennage, dimana empennagenya berbentuk inverted-v. Di bagian bawah fuselage terdapat fixed landing gear dengan jenis komposisi tricycle, yaitu sebuah landing gear di bagian hidung pesawat (nose landing gear) dan 2 buah landing gear di bagian belakang fuselage yang berfungsi sebagai main gear. Lay-out dari pesawat PUNA Alap-alap dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Lay-out model uji pesawat PUNA Alap-alap Pemilihan fixed landing gear, dan bukan retracted landing gear, salah satunya didasarkan pada pertimbangan yang lebih mementingkan harga produksi yang murah dibanding dengan performance terbangnya. Dengan adanya landing gear yang selalu berada di luar badan pesawat, maka tentunya akan memperbesar gaya hambat atau drag dari pesawat, yang mana akan berakibat pada biaya bahan bakar yang boros. Menurut [4], gaya hambat yang ditimbulkan dapat mencapai 10% dari total gaya hambat pesawat. Ukuran atau dimensi pesawat juga berpengaruh, semakin kecil pesawat maka semakin besar persentase hambatan yang ditimbulkan. Bahkan untuk pesawat kecil dan berkecepatan rendah, gaya hambat akibat fixed landing gear dapat mencapai sepertiga dari total gaya hambat pesawat. Sumber yang lain [5] mengatakan bahkan fixed landing gear dapat berkontribusi hingga 5% terhadap gaya hambat pesawat. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui seberapa besar pengaruh aerodinamik dari landing gear pesawat PUNA Alap-alap, terutama ditinjau dari segi gaya hambatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aerodinamis dari fixed landing gear, terutama gaya hambatnya terhadap total gaya hambat pesawat. Selain gaya hambat, maka gaya lain yang cukup penting untuk dianalisa adalah pengaruh terhadap gaya angkat atau lift. Hal ini karena berkaitan dengan kemampuan pesawat untuk mengangkat beban pesawat itu sendiri. Oleh karena kondisi terbang yang dievaluasi adalah pada saat pesawat terbang dalam kondisi lepas landas dan kondisi cruise. Kondisi lepas landas adalah kondisi krusial pesawat terbang sebelum menjalankan misinya, karena pada kondisi inilah paling sering terjadi kecelakaan, disamping pada kondisi mendarat. Sedangkan kondisi cruise dipilih untuk dievaluasi karena kondisi ini merupakan kondisi yang paling lama durasinya, yang dijalani oleh pesawat terbang. Untuk mengetahui karakteristik pesawat terbang, termasuk juga pengaruh landing gear, maka dilakukan pengujian aerodinamika di dalam terowongan angin atau wind tunnel terhadap model uji pesawat PUNA Alap-alap. Wind tunnel awalnya digunakan untuk mempelajari kendaraan atau vehicle (khususnya pesawat terbang) pada saat terbang bebas di angkasa, dengan membalikkan paradigma umum: sebagai pengganti pesawat yang bergerak dengan suatu kecepatan di udara yang diam, maka efek yang sama juga akan diperoleh jika pesawat yang diam kemudian dihembuskan udara yang bergerak dengan suatu kecepatan. Dengan cara seperti ini, kita tanpa harus berpindah-pindah dapat E11. 2

mengobservasi gerakan pesawat, dan mengukur gaya dan momen aerodinamik yang terjadi pada pesawat, [6]. Wind tunnel yang digunakan pada penelitian ini memiliki penampang 3 x 4 m. Dari data aerodinamik hasil pengujian wind tunnel ini, selanjutnya dianalisa dengan membandingkan kondisi pesawat dengan dan tanpa landing gear. 1.1. Model uji Model pesawat terbang yang diuji adalah model uji dari pesawat terbang nir awak (PUNA) Alap-alap dengan skala 1:1,26 dengan wing span atau rentang sayap sepanjang 2560 mm. Skala model uji ini dipilih berdasarkan kapasitas atau lebar test section yang terintegrasi pada wind tunnel yang digunakan di BBTA3. Test section ini merupakan bagian atau tempat dimana model uji diletakkan. 1.2. Metode dan Teknik Pengukuran Metode dan teknik pengukuran mengacu pada [7] dan [8]. Model uji dipasang dengan menggunakan wing strut sebagai model support yang menghubungkan model uji ke external balance, yaitu suatu sistem yang digunakan untuk mengukur 3 gaya dan 3 momen aerodinamika di dalam terowongan angin. Posisi dari model uji adalah UpSide Down, yaitu posisi dimana cockpit berada di atas. Posisi UpSide Down dimaksudkan untuk mengurangi gangguan aliran angin di bagian atas sayap. Kecepatan angin yang digunakan adalah 42,5 m/s. Kecepatan angin ini dihitung berdasarkan kecepatan dan ketinggian terbang atau rezim terbang sesungguhnya dari pesawat PUNA Alap-alap, sehingga bilangan Reynold di rejim terbang sama dengan di wind tunnel. Untuk pengujian alpha polar, sudut alpha digerakkan dari sudut -12 o hingga 20 o, dengan interval pengambilan data setiap 1 o. Variasi sudut alpha ini menggambarkan ketika pesawat tinggal landas, dan pada saat sudut alpha = 0 o dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi cruise. Sedangkan untuk beta polar, model uji digerakkan dari sudut beta -20 o hingga 20 o, dengan interval pengambilan data setiap 1 o. Sudut alpha adalah sudut yang terbentuk oleh arah angin dengan sumbu longitudinal model uji ketika model uji digerakkan atau diputar pada sumbu lateral, sedangkan sudut beta adalah sudut yang terbentuk oleh arah angin dengan model uji ketika model uji digerakkan atau diputar pada sumbu vertikal. Instalasi model uji dapat dilihat pada gambar 3 berikut. 2. Pembahasan Gambar 3. Instalasi model uji pesawat PUNA Alap-alap di test section Dalam pembahasan mengenai karakteristik aerodinamika pesawat terbang, digunakan koefisien gaya dan momen aerodinamika, yaitu bilangan atau parameter yang tidak berdimensi. Koefisien tersebut adalah koefisien gaya hambat (C D) dan koefisien gaya angkat (C L). E11. 3

Gambar 4. Grafik sudut Alpha - C L Gambar 4 menunjukkan grafik dari C L sebagai fungsi dari sudut alpha, untuk kondisi dengan dan tanpa landing gear. Secara umum, penambahan sudut alpha sebelum terjadi stall akan menambah gaya angkat pesawat. Stall adalah kondisi dimana penambahan sudut alpha sudah tidak lagi menambah gaya angkat. Terlihat bahwa slope kemiringan yang terbentuk pada kondisi dengan landing gear sedikit lebih besar dibanding kondisi tanpa landing gear. Nilai C LMax, yaitu nilai maksimum dari koefisien gaya angkat maksimum yang tercapai adalah 1,2595 dan 1,2350 masing-masing untuk kondisi dengan dan tanpa landing gear. Nilai C LMax ini terjadi pada stall angle atau sudut stall yang sama, yaitu 11 o. Zero lift angle of attack, yaitu sudut alpha dimana nilai lift = 0 pada kedua kondisi adalah hampir sama, yaitu sekitar 6 o. Demikian juga, pada saat sudut alpha 0 o, nilai gaya angkat yang timbul juga hampir sama, yaitu sekitar 0,5512 untuk kondisi dengan landing gear, dan 0,5576 untuk kondisi tanpa landing gear. Gambar 5. Grafik sudut Alpha - C D Gambar 5 menunjukkan hubungan antara koefisien gaya hambat C D sebagai fungsi dari sudut alpha untuk kondisi dengan dan tanpa landing gear. Terlihat bahwa hampir di semua sudut alpha, kondisi tanpa landing gear mempunyai nilai koefisien drag yang lebih kecil dibanding kondisi dengan drag. Perbedaan nilai ini hampir merata untuk semua sudut sebelum terjadi stall, dan mulai mengecil setelah stall. Pada sudut alpha 0 o, nilai koefisien drag adalah 0,0396 dan 0,0325 masing-masing untuk kondisi dengan dan tanpa landing gear. Sedangkan koefisien drag minimumnya C DMin adalah 0,0358 yang terjadi pada sudut alpha -2 o untuk kondisi dengan landing gear, sedangkan untuk kondisi tanpa landing gear adalah 0,0282 yang terjadi di sudut alpha -4 o. Gambar 6. Grafik sudut Alpha - C L/C D Salah satu parameter yang digunakan untuk menunjukkan kinerja atau performance dari suatu pesawat terbang adalah nilai rasio C L/C D atau L/D yang menunjukkan efisiensi dalam menghasilkan gaya E11. 4

angkat atau lift. Semakin tinggi nilainya, maka semakin tinggi efisiensinya. Gambar 6 menunjukkan hubungan antara nilai C L/C D sebagai fungsi dari sudut alpha untuk kondisi dengan dan tanpa landing gear. Untuk kondisi dengan landing gear, nilai C L/C DMax adalah 15,5483, sedangkan kondisi tanpa landing gear C L/C DMax =19,556. C L/C DMax untuk kedua kondisi tersebut terjadi pada sudut alpha 4 o. Gambar 7 menunjukkan nilai C D sebagai fungsi dari besarnya sudut beta untuk kedua kondisi dengan dan tanpa landing gear.. Terlihat bahwa untuk semua kondisi, jika sudut beta semakin bertambah, baik arah positif maupun negatif, maka pengaruhya terhadap gaya hambat semakin mengecil. Namun, pengurangan gaya hambat pada kondisi dengan landing gear lebih besar atau lebih ekstrem dibanding pada kodisi tanpa landing gear. Gambar 8 menunjukkan hubungan antara koefisien gaya angkat dengan sudut beta untuk kodisi dengan dan tanpa landing gear. Terlihat bahwa untuk kedua kondisi, menunjukkan bahwa pengaruh sudut beta terhadap gaya angkat akan berkurang dengan semakin bertambah besarnya sudut beta. Terlihat juga bahwa pengaruh keberadaan landing gear terhadap gaya angkat pesawat, terjadi di semua sudut beta. Gambar 7. Grafik sudut Beta - C D 3. Simpulan Gambar 8. Grafik sudut Beta - C L Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan di atas, maka hasil analisa yang telah dilakukan terhadap hasil penelitian mengenai pengaruh landing gear pada pesawat udara nir awak PUNA Alapalap dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Keberadaan landing gear tidak terlalu menimbulkan pengaruh negatif terhadap gaya angkat pesawat, bahkan mempunyai nilai C LMax yang lebih tinggi walaupun tidak terlalu signifikan (1,2595 > 1,2350). 2. Keberadaan landing gear tidak berpengaruh berpengaruh besar terhadap stall angle, zero lift angle of attack, nilai lift pada saat sudut alpha =0 o. 3. Keberadaan landing gear berpengaruh negatif terhadap gaya hambat yang semakin besar di seluruh sudut alpha. Kontribusi dari landing gear terhadap gaya angkat pada sudut alpha 0 o sebesar 17,93%. 4. Keberadaan landing gear berpengaruh negatif terhadap efisiensi terbang. Di sudut alpha 4 o, dimana terjadi C L/C DMax, kontribusi landing gear dalam memperkecil efisiensi sebesar 20,49%. 5. Pengaruh negatif terhadap gaya hambat akibat adanya landing gear, akan berkurang jika sudut beta bertambah. E11. 5

6. Pengaruh negatif terhadap gaya angkat akibat adanya landing gear, berpengaruh pada semua sudut beta. Menurut [5], implementasi fairing yang direncanakan dengan baik pada landing gear, dapat menurunkan pengaruh gaya hambat akibat landing gear tanpa fairing. Disarankan dilakukan pengkajian mengenai implementasi fairing pada landing gear pesawat PUNA Alap-alap. Daftar Pustaka [1]. David F. Anderson & Scott Eberhardt, 2010, Understanding Flight, 2nd edition, McGraw-Hill Companies, Inc. [2]. Denis Howe, 2000, Aircraft Conceptual Design Synthesis, Professional Engineering Publishing Limited, London and Bury St Edmunds, UK. [3]. Hanni Defianti, 2011, Komputasi Aerodinamika PUNA Alap-alap, TN2 ES222, UPT LAGG. [4]. Ajoy Kumar Kundu, 2010. Aircraft Design, Cambridge University Press, The Edinburgh Building, Cambridge CB2 8RU, UK. [5]. Mohammad H. Sadraey, 2011, Aircraft Performace: Analysis, VDM Verlag. [6]. Maci Valerio, 2012, Aviation, Aerodynamics and Spaceflight (General Concepts and Applications), 1st edition, University Publications, Delhi. [7]. Yanto Daryanto, Gunawan Wijiatmoko, Kuswandi, 2015, Pengujian Aerodinamika Model Pesawat Udara Nir Awak PUNA di Wind Tunnel LAGG BPPT, 10th Annual Meeting on Testing and Quality 2015, LIPI [8]. NN, ILST External Balance Manual Book, Carl Schenck AG. E11. 6