BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE"

Transkripsi

1 BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE 3.1 Pendahuluan Dalam tugas akhir ini, mengetahui optimalnya suatu penerbangan pesawat Boeing yang dikendalikan oleh seorang pilot dengan menganalisis hasil rekaman penerbangannya yang dapat dilihat dalam Flight Data Recorder atau FDR. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan analisis perbandingan antara hasil yang diperoleh dari FDR dengan hasil program X-Plane. Dengan menggunakan beberapa parameter yang akan dimasukan kedalam program X-Plane sebagai referensi penerbangan tersebut, dapat diketahui hasil penerbangan pada fase lepas landas dan terbang menanjak. Karena keterbatasan dalam keluaran yang dapat diolah dalam FDR maka parameter yang dapat digunakan sebagai masukan dalam program X-Plane antara lain berat, posisi elevator, daya dorong dan posisi roda pendarat. Analisis yang dilakukan pada tugas akhir ini dititikberatkan untuk mengetahui seberapa optimal seorang pilot untuk menerbangkan suatu pesawat, selain itu juga untuk mengetahui keakuratan program X-Plane. Alasan penggunaan data yang diperoleh dari hasil rekaman suatu penerbangan yang direkam melalui FDR adalah bahwa parameter yang digunakan sesuai dengan kondisi penerbangan yang sesungguhnya, serta pemodelan yang dilakukan diharapkan mendekati hasil suatu penerbangan yang sesungguhnya. Sehingga dapat dilihat kelebihan serta kekurangan yang dimiliki pada penerbangan yang dikendalikan oleh seorang pilot dan suatu penerbangan simulasi yang dilakukan oleh sebuah program. 3.2 Analisis penerbangan Bardasarkan uraian yang telah dijabarkan pada Bab serta paragraf sebelumnya maka dalam analisis ini dibedakan menjadi beberapa tahap antara analisis yang diperoleh dari FDR kemudian analisis yang diperoleh dari X-Plane lalu membandingkan hasil data 22

2 keluaran yang diperoleh dari FDR dengan data yang diperoleh dari X-Plane. Namun sebelumnya akan dibahas metodologi dalam melakukan analisis ini. Seperti pada gambar dibawah ini, Modeling Simulasi Data Recording Komparasi Tidak Ya Analisis Kesimpulan Gambar 11. Rekontruksi Terbang Rekontruksi dimulai dengan memodelkan pesawat kedalam software X-Plane, kemudian menjalankan simulasi terbang dalam program X-Plane dan diperoleh data rekaman dari hasil simulasi yang hasilnya dibandingkan dengan data FDR, bila hasilnya tidak sesuai dengan FDR maka simulasi diulang kembali dengan input yang berbeda hingga hasil yang diperoleh mendekati FDR. Hasil yang diperoleh akan dianalisis pada bab IV kemudian dari analisis dapat disimpulkan faktor faktor yang dapat mempengaruhi prestasi terbang pesawat sehingga pesawat tidak dapat terbang secara optimal. 3.3 Asumsi Data yang diberikan FDR banyak dipengaruhi faktor-faktor luar maupun dalam pesawat, untuk membatasi pokok permasalahan yang akan dibahas maka diasumsikan beberapa pokok permasalahan, antara lain: 23

3 - Tidak ada kesalahan atau error terhadap sensor dan posisi peletakan sensor. - Tidak ada gangguan dari luar seperti cuaca, penyimpangan kecil, kemiringan landasan dan gangguan lainnya. 3.4 Analisis Penerbangan Hasil dari FDR (Flight Data Recorder ) Flight Data Recorder merekam segala kegiatan pesawat dari awal pesawat lepas landas hingga pesawat mendarat. Dari data FDR yang diperoleh, parameter parameter yang dapat diperoleh pada saat pesawat lepas landas hingga climb dapat dilihat pada tabel di akhir laporan tugas akhir ini. Dari banyaknya parameter yang dapat dilihat dalam FDR, tidak semua parameter keluaran FDR dapat digunakan untuk masukan FDR,dikarenakan kemampuan alat yang terbatas. Keluaran yang diperoleh dari FDR [ ref 2 ] yang diolah pada software X-Plane pada riset ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Objek Contoh Penjelasan Sample 184 Sample GMT 19:49:2 Greenwich Mean Time Date 2676 Date Aileron-LI.53 Aileron - Left In Aileron-LO.97 Aileron - Left Out Aileron-RI -.7 Aileron - Right In Aileron-RO.44 Aileron - Right Out Aircraft 253 Aircraft Number Airspeed 112 Airspeed Air/Grnd GROUND Air / Ground Altitude 263 Altitude AOA 2.3 Angle of Attack AspdTrue 116 kecepatan pesawat DeptStation OEJN Departure Station (Jeddah - King Abdulaziz International) DestStation WIII Destination Station (Jakarta Soekarno Hatta International) Elevator-LI 2.9 Elevator - Left In Elevator-LO 5.1 Elevator - Left Out Elevator-RI 5.98 Elevator - Right In Elevator-RO 5.45 Elevator - Right Out 24

4 Flap-LO Flap-RI Flap Left Out Flap Right In FuelFlow-E Fuel Flow - Engine 1 FuelFlow-E Fuel Flow - Engine 2 FuelFlow-E Fuel Flow - Engine 3 FuelFlow-E Fuel Flow - Engine 4 FuelQty GrndSpd GrossWgt Gear-Lvr Gear-Wrn 2616 Fuel Quantity 112 Ground Speed 7668 Gross Weight Lvr Down Gear Lever Normal Gear Warning Tabel 1. Objek pada FDR Dari hasil keluaran data yang terbatas pada FDR, hanya sedikit parameter hasil keluaran FDR ini yang dapat digunakan sebagai sumber dasar analisis penerbangan dan juga sebagai sumber masukan untuk program X-Plane. Sehingga, parameter yang dapat digunakan antara lain : Parameter sebagai masukan (input) - Berat awal - Elevator - Posisi Roda Pendarat Parameter sebagai pembanding - Berat terhadap Waktu - Airspeed - Ketinggian ( altitude ) - Sudut serang ( Angle of Attack ) Dari masing masing data di atas akan dibahas pada sub-bab ini. Masing masing parameter akan dibahas dengan cara analisis grafik, untuk parameter pembanding adalah hasil parameter keluaran FDR akan menjadi masukan kedalam program X- Plane dan hasil nya adalah parameter pembanding, kemudian kedua hasil akan ditampilkan sebagai grafik lalu akan dianalisis bila ada penyimpangan, bila hasilnya 25

5 mendekati antara FDR dan program X-Plane maka pilot menerbangkan pesawat dengan optimal dan program X-Plane termasuk program yang akurat untuk melakukan suatu simulasi namun bila hasilnya jauh berbeda akan dicari penyebab penyimpangan tersebut dan akan dianalisis dan jika memungkinkan akan dilakukan perbaikan baik dari sisi program X-Plane yang kembali direkonstruksi atau hasil perbaikan tersebut menjadi sebuah masukan pembelajaran untuk sang pengendali pesawat Parameter dari FDR Banyaknya data FDR yang ada sampai puluhan ribu maka data tersebut harus dipilah agar mengetahui keberadaan pesawat pada kondisi lepas landas dan pada terbang menanjak. Salah satu parameter untuk mengetahui keberadaan pesawat tersebut adalah keberadaan flap, yang berarti digunakan pada saat pesawat ingin menambah gaya angkatnya untuk mengangkat pesawat udara, tentunya pada saat kondisi lepas landas dan terbang menanjak. Dapat dilihat pada grafik di bawah ini, di mana posisi flap berada pada posisi yang optimal untuk menambah daya angkat 25 FLAP Sudut (deg) Flap LO flap RI waktu (detik) Gambar 12. Flap Dengan melihat grafik di atas maka mengambil kesimpulan bahwa terbang menanjak akan berakhir sekitar detik 25 pada penerbangan, sehingga data-data parameter juga akan diambil sekitar waktu tersebut. 26

6 Untuk menentukan posisi pesawat apakah masih berada dilandasan atau sudah berada di udara dapat dilihat dari posisi roda pendaratnya. Keberadaan roda pendarat sangat penting karna akan sangat berpengaruh kepada gaya hambat pesawat terbang, terutama pesawat besar yang menjadi rujukan dalam tugas akhir ini yaitu Boeing Pada FDR tercatat landing gear diangkat pada detik 35. Gambar 13. Posisi Roda Pendarat Selain posisi roda pendarat faktor penting lainnya yaitu keberadaan elevator. Pada pesawat Boeing terdapat 4 buah elevator yang bekerja yaitu elevator kiri dalam, kiri luar, kanan dalam dan yang terakhir kanan luar, sesuai dengan penerbangan yang telah direkam besarnya sudut elevator yang telah terbentuk sebagai berikut : Elevator Vs Waktu Sudut serang ( degree ) Waktu ( detik ) LI LO RI RO Gambar 14. Elevator Vs Waktu. 27

7 Berdasarkan sudut yang dibentuk pada elevator pergerakannya hampir sama pada setiap bagian, dari parameter di atas dapat dimasukan menjadi inputan bagi software X- Plane. Dalam program X-Plane parameter tersebut akan diolah menjadi sebuah simulasi penerbangan yang akan mengeluarkan data-data penerbangan. Beberapa parameter yang diambil dari hasil simulasi akan dibandingkan dan dianalisis hasilnya dengan hasil penerbangan yang sebenarnya. Parameter yang akan diambil seperti yang telah dibahas pada bab awal yaitu berat, kecepatan udara (Airspeed), ketinggian, dan sudut serang (Angle of Attack) Parameter dari FDR pada Fasa Lepas Landas Pada fasa lepas landas, bahan bakar yang dikonsumsi dapat dilihat berdasarkan grafik di bawah ini. Berat (kg) Berat FDR Berat FDR Waktu (detik) Gambar 15. Berat FDR Vs Waktu ( Take-Off ). Pada fasa lepas landas ini, dari data FDR yang diperoleh dapat dilihat pengurangan bahan bakar yang terjadi, penurunannya dapat dikatakan konstan untuk beberapa saat tertentu. Setelah melihat pemakaian bahan bakar, faktor lain yang menjadi pembanding adalah kecepatan udara yang berada disekitar pesawat yang telah diukur oleh sensor yang ada pada pesawat. 28

8 Berdasarkan kecepatan udara yang terukur pada indicator yang berada pada pesawat udara serta terekam pada FDR maka dapat diperoleh kecepatan udara yang berada di luar pesawat pada grafik di bawah ini : Airspeed Vs Waktu Kecepatan ( m/s ) Waktu ( Detik ) Airspeed FDR Gambar 16. Airspeed FDR Vs Waktu ( Take-Off ). Dapat dilihat melalui grafik pada 5 detik pertama, kecepatan udara yang terekam menunjukan signifikan perubahannya karena masih pada fasa take-off membutuhkan percepatan yang sangat tinggi untuk memperoleh gaya angkat yang besar. Parameter berikutnya yang akan dibahas adalah ketinggian yang diperoleh dari hasil rekaman FDR dapat dilihat pada grafik di bawah ini. 7 6 Ketinggian Vs Waktu Ketinggian (meter) Ketinggian FDR Waktu (detik) Gambar 17. Ketinggian Vs Waktu ( Take-Off ). 29

9 Grafik menunjukan bahwa pesawat tidak mengalami gangguan dalam memperoleh ketinggian pada fasa terbang menanjak, sehingga dapat terbang secara optimal. Dan dapat dilihat melalui grafik pesawat telah lepas landas pada saat sekitar detik 3 namun sebelum pesawat lepas landas terlihat grafik berada pada posisi dibawah nol yang berarti pesawat berada posisi dibawah landasan, hal ini disebabkan karena sensor ketinggian berada di tail atau dibelakang pesawat yang akan turun dari posisi semula ketika pesawat akan take-off. Parameter yang berikutnya yang akan dibahas adalah Angle of Attack. Sesuai dengan definisinya, Angle of Attack merupakan sudut antara chord line airfoil pesawat terhadap sumbu kecepatan udara, sehingga daya angkat pesawat terbang sangat bergantung dari besarnya Angle of Attack ini, berdasarkan data yang diperoleh hasil rekaman FDR, maka Angle of Attack yang diperoleh pada fasa lepas landas dapat dilihat pada grafik di bawah ini, Sudut Serang ( degree ) Angle of Attack Waktu ( detik ) AOA FDR Gambar 18. AOA FDR Vs Waktu ( Take-Off ). Dapat dilihat bahwa grafik awal penerbangan pada saat lepas landas sudut serang yang tercipta berfluktuasi, kemungkinan dikarenakan instrument yang mengolah datanya. Setelah detik 3 untuk melakukan lepas landas sudut serang menunjukan kenaikan yang drastis dikarenakan pesawat sangat membutuhkan gaya angkat yang tinggi untuk mengangkat pesawat yang beratnya ribuan ton tersebut, kemudian sudut serang kembali turun namun tetap memiliki nilai yang fluktuasi tetapi masih dalam 3

10 margin tertentu untuk memberikan gaya angkat yang konstan pada saat fase terbang menanjak. Setelah membahas hasil data yang telah diperoleh FDR pada fasa lepas landas, pada subbab berikut akan dibahas mengenai hasil data FDR untuk fasa terbang menanjak Parameter dari FDR pada Fasa Terbang Menanjak Pada fasa Terbang Menanjak, bahan bakar yang dikonsumsi pesawat dapat dilihat berdasarkan grafik di bawah ini. Berat (kg) Berat FDR Berat FDR Waktu (detik) Gambar 19. Berat FDR Vs Waktu (Climb). Pada fasa Terbang Menanjak ini yang diperoleh dari data FDR dapat dilihat pengurangan bahan bakar yang terjadi, penurunannya konstan terhadap waktu, tidak jauh berbeda dengan pemakaian bahan bakar pada fasa lepas landas. Setelah membahas pemakaian bahan bakar, parameter selanjutnya adalah kecepatan udara disekitar pesawat. Berdasarkan kecepatan udara yang terukur pada indicator yang berada pada pesawat udara serta terekam pada FDR maka dapat diperoleh kecepatan udara yang berada di luar pesawat pada grafik di bawah ini : 31

11 Airspeed Vs Waktu Kecepatan ( m/s ) Airspeed FDR Waktu ( Detik ) Gambar 2. Airspeed FDR Vs Waktu (Climb). Dapat dilihat melalui grafik setelah 5 detik pertama, kecepatan udara yang terekam menunjukan perubahannya sudah tidak terlalu signifikan atau sudah mulai konstan karena masih pada fasa terbang menanjak ini tidak membutuhkan percepatan yang sangat tinggi serta udara disekitar pesawat sudah mulai konstan. Parameter berikutnya yang akan dibahas adalah ketinggian yang diperoleh dari hasil rekaman FDR dapat dilihat pada grafik di bawah ini. 6 Ketinggian Vs Waktu Ketinggian (meter) Ketinggian FDR Waktu (detik) Gambar 21. Ketinggian FDR Vs Waktu (Climb). 32

12 Grafik menunjukan bahwa pesawat tidak mengalami gangguan dalam memperoleh ketinggian pada fasa terbang menanjak, sehingga dapat terbang secara optimal. Parameter yang berikutnya yang akan dibahas adalah Angle of Attack. sesuai dengan penjelasan pada subbab sebelumnya, berdasarkan data yang diperoleh dari hasil rekaman FDR, maka Angle of Attack yang diperoleh pada fasa terbang menanjak dapat dilihat pada grafik di bawah ini, Sudut Serang ( degree ) Angle of Attack AOA FDR Waktu ( detik ) Gambar 22. AOA FDR Vs Waktu (Climb). Dapat dilihat bahwa grafik penerbangan pada fasa terbang menanjak sudut serang yang tercipta masih berfluktuasi sama seperti pada fasa lepas landas, kemungkinan dikarenakan instrument yang mengolah datanya. Pada fasa terbang menanjak ini walaupun pergerakan sudutnya tidak beraturan tapi masih dapat dikatakan konstan pada angka tertentu yaitu antara 3º- 6º. Setelah membahas hasil data yang telah diperoleh dari FDR pada fasa lepas landas dan fasa terbang menanjak, pada subbab berikut akan dibahas mengenai hasil data X-Plane untuk fasa lepas landas serta terbang menanjak. 33

13 3.4.2 Parameter dari X-Plane pada Fasa Lepas Landas Parameter pertama yang akan dibahas adalah masalah berat yang dihasilkan, untuk awal berat yang sama diperoleh grafik sebagai berikut : Berat X-Plane Berat (kg) Berat X-Pl ane Waktu (detik) Gambar 23. Berat X-Plane Vs Waktu ( Take-Off ). Dapat dilihat pada grafik bahwa konsumsi bahan bakar berkurang secara konstan, sehingga terlihat bahwa garis penurunan bahan bakar berkurang hampir linier. Dari grafik yang ada dapat diketahui pula besarnya konsumsi bahan bakar terhadap waktu, dengan mencari persamaannya melalui grafik dan mencari nilai kemiringannya, begitu pula perbandingan antara data berat pada FDR untuk fasa terbang lepas landas akan dibahas pada bab selanjutnya.setelah membahas mengenai bahan bakar salah satu parameter yang dapat dibandingkan pada fasa lepas landas adalah tinggi terbang, dapat dilihat dalam grafik di bawah ini : 7 6 Ketinggian Vs Waktu Ketinggian ( meter ) Ketinggian X-Plane Waktu (detik) Gambar 24. Ketinggian X-Plane Vs Waktu ( Take-Off ). 34

14 Dalam melakukan proses lepas landas, untuk membawa pesawat udara ke angkasa sesuai dengan ketinggian yang diinginkan maka diperlukan tenaga yang cukup besar. Antara lain gaya dorong yang besar, dari hasil simulasi pada program X-Plane tercatat besarnya gaya dorong pada fasa lepas landas seperti yang terlukis pada grafik di bawah ini: 3 25 Total Thrust X-Plane Thrust (lb) total thrust X-Plane Waktu ( detik ) Gambar 25. Thrust X-Plane Vs Waktu ( Take-Off ). Pada grafik di atas terlihat bahwa gaya dorong yang sangat besar atau mesin melakukan tenaga maksimum pada saat pesawat melakukan lepas landas dikarenakan pesawat sangat membutuhkan gaya yang besar untuk menciptakan daya angkat yang besar pula. Dengan adanya gaya dorong yang tercipta, bagaimanakah kecepatan yang dimiliki pesawat? Tentu saja kecepatan yang ada sesuai dengan tenaga yang dihasilkan, semakin besar tenaga yang dihasilkan semakin besar pula kecepatan yang dimiliki pesawat. Besarnya kecepatan pada simulasi ini dapat dilihat pada grafik berikut ini : 35

15 Kecepatan ( m/s ) Airspeed Vs Waktu Airspeed X-Plane Waktu ( Detik ) Gambar 26. Airspeed X-Plane Vs Waktu ( Take-Off ). terlihat pada grafik yang ada bahwa kecepatan semakin bertambah pada fasa lepas landas kemudian sudah mulai terlihat konstan pada fasa terbang menanjak yaitu sekitar detik ke 5 dan kecepatan yang tercatat sekitar 2 (knot). Saat lepas landas dan dilanjutkan dalam fasa terbang menanjak, sikap pesawat akan mengalami perubahan yaitu salah satunya sudut yang terbentuk antara sayap pesawat dengan sumbu horizontal, sehingga sayap dapat memperoleh gaya angkat yang besar sehingga pesawat dapat terbang. Sudut yang terbentuk pada sayap dinamakan Angle of Attack, telah dijelaskan pada bab sebelumnya dan pada data FDR telah dilihat besarnya sudut yang terbentuk, pada gambar 26 dapat dilihat pergerakan Angle of Atack yang dikeluarkan pada simulasi program X-Plane pada fasa terbang lepas landas. Pergerakan sudut yang dikeluarkan melalui program X-Plane terlihat tidak beraturan, dapat dilihat pada detik 3 di mana pesawat mulai lepas landas maka sudut yang tercipta drastis menjadi besar seiring dengan besarnya daya yang diperoleh pesawat untuk melakukan lepas landas. 36

16 Sudut Serang ( degree ) Angle of Attack AOA X-Plane Waktu ( detik ) Gambar 27. AOA X-Plane Vs Waktu ( Take-Off ). Pada subbab fasa lepas landas ini perubahan yang terlihat dari parameter-parameter yang diperoleh terlihat berubah secara signifikan. Pada subbab selanjutnya akan dibahas hasil program X-Plane pada fasa penerbangan terbang menanjak Parameter dari X-Plane pada Fasa Terbang Menanjak Seperti pada subbab sebelumnya, parameter pertama yang dibahas adalah berat pada fasa terbang menanjak, dapat dilihat pada grafik di bawah ini : Berat (kg) Berat X-Plane Berat X-Plane Waktu (detik) Gambar 28. Berat X-Plane Vs Waktu (Climb). Dapat dilihat pada grafik bahwa konsumsi bahan bakar berkurang secara konstan,sama seperti pemakaian bahan bakar pada fasa lepas landas yang menunjukan 37

17 pengurangan bahan bakar yang konstan. Setelah membahas mengenai bahan bakar parameter lainnya yang dapat dibandingkan sesuai pada fasa lepas landas adalah tinggi terbang, dapat dilihat dalam grafik di bawah ini tinggi terbang hasil simulasi program X-Plane pada fasa terbang menanjak : Ketinggian (meter) Ketinggian Vs Waktu Ketinggian X-Plane Waktu (detik) Gambar 29. Ketinggian X-Plane Vs Waktu (Climb). Pada X-Plane, terbang menanjak yang signifikan terlihat pada sebelum detik ke 1 sedangkan setelah detik 1 ada penanjakan namun tidak terlalu besar dikarenakan pesawat akan beralih menuju fasa terbang jelajah. Untuk pembahasan selanjutnya akan dibahas pada bab setelah ini. Dalam melakukan terbang menanjak, diperlukan gaya dorong yang besar tapi tidak sebesar pada saat melakukan lepas landas, dari hasil simulasi pada program X-Plane tercatat besarnya gaya dorong pada fasa lepas landas seperti yang terlukis pada gambar grafik di bawah ini: 38

18 Total Thrust X-Plane 3 Thrust (lb) total thrust X-Plane waktu (detik) Gambar 3. Thrust. X-Plane Vs Waktu (Climb). Pada grafik di atas terlihat bahwa gaya dorong yang sangat besar setelah pesawat melakukan lepas landas kemudian tenaga yang dibutuhkan tidak terlalu besar sehingga tenaga yang dikeluarkan menurun kembali seperti yang dilihat pada grafik di atas. Besarnya gaya dorong yang menurun mempengaruhi kecepatan udara disekitar pesawat. Besarnya kecepatan udara disekitar pesawat pada fasa terbang menanjak disimulasi ini dapat dilihat pada grafik berikut ini : Airspeed Vs Waktu Kecepatan ( m/s ) Airspeed X-Plane Waktu ( Detik ) Gambar 31. Airspeed X-Plane Vs Waktu (Climb). Terlihat pada gambar 28 bahwa kecepatan pada terbang menanjak konstan yaitu sekitar detik ke 5 dan kecepatan yang tercatat sekitar 2 (knot). 39

19 Pergerakan Angle of Atack yang diperoleh pada simulasi program X-Plane pada fasa terbang terbang menanjak dapat dilihat pada grafik di bawah ini, Sudut Serang ( degree ) Angle of Attack AOA X-Plane Waktu ( detik ) Gambar 32. AOA X-Plane Vs Waktu (Climb). Pergerakan sudut yang dikeluarkan melalui program X-Plane terlihat tidak beraturan, dapat dilihat pada gambar di atas fluktuasi yang terjadi antara 2º-5º, pergerakan sudut Angle of Atack masih dapat dikatakan wajar karena masih dalam interval jarak tertentu. Pada subbab fasa terbang menanjak ini perubahan yang terjadi dari parameterparameter yang diperoleh terlihat tidak berubah secara signifikan namun lebih banyak bergerak secara konstan. Pada bab selanjutnya akan dibahas analisis perbandingan hasil program X-Plane dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari rekaman penerbangan yang sesungguhnya yaitu dari FDR. 4

BAB IV ANALISIS PRESTASI TERBANG FASA TAKE-OFF DAN CLIMB

BAB IV ANALISIS PRESTASI TERBANG FASA TAKE-OFF DAN CLIMB BAB IV ANALISIS PRESTASI TERBANG FASA TAKE-OFF DAN CLIMB 4.1 Perbandingan antara hasil FDR dengan X-Plane Hasil simulasi yang dikeluarkan oleh program X-Plane tidak sama walaupun inputan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB III PERANGKAT LUNAK X PLANE DAN IMPLEMENTASINYA

BAB III PERANGKAT LUNAK X PLANE DAN IMPLEMENTASINYA BAB III PERANGKAT LUNAK X PLANE DAN IMPLEMENTASINYA Penjelasan pada bab ini akan diawali dengan deskripsi perangkat lunak X-Plane yang digunakan sebagai alat bantu pada rancang bangun sistem rekonstruksi

Lebih terperinci

BAB IV RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA

BAB IV RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA BAB IV RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA Pada bagian ini akan dijelaskan proses rancang bangun sistem rekonstruksi lintas terbang pesawat udara. Pembahasan akan diawali dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PRESTASI TERBANG BOEING MENGGUNAKAN SOFTWARE X-PLANE PADA FASA TAKE-OFF DAN CLIMB TUGAS AKHIR

ANALISIS PRESTASI TERBANG BOEING MENGGUNAKAN SOFTWARE X-PLANE PADA FASA TAKE-OFF DAN CLIMB TUGAS AKHIR ANALISIS PRESTASI TERBANG BOEING 747-400 MENGGUNAKAN SOFTWARE X-PLANE PADA FASA TAKE-OFF DAN CLIMB TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat kelulusan ujian Sarjana Memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata I Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASA LANDING

BAB IV ANALISIS FASA LANDING BAB IV ANALISIS FASA LANDING 4.1. Analisis Penentuan Maximum Landing Weight Seperti yang telah dijelaskan pada Bab II, penentuan Maximum Landing Weight (MLW) dilakukan dengan mengacu kepada flight manual

Lebih terperinci

SIMULASI GERAK WAHANA PELUNCUR POLYOT

SIMULASI GERAK WAHANA PELUNCUR POLYOT BAB SIMULASI GERAK WAHANA PELUNCUR POLYOT. Pendahuluan Simulasi gerak wahana peluncur Polyot dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Simulink Matlab 7.. Dalam simulasi gerak ini dimodelkan gerak roket

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. Dasar Teori BAB II DASAR TEORI.1 Umum Analisis prestasi terbang pada tugas akhir ini menggunakan pesawat terbang tipe Boeing 747-400. Data yang diperoleh dari Flight Data Recorder dipilah-pilah menjadi lebih sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang kecil sampai bagian yang besar sebelum semua. bagian tersebut dirangkai menjadi sebuah pesawat.

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang kecil sampai bagian yang besar sebelum semua. bagian tersebut dirangkai menjadi sebuah pesawat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah manufaktur pesawat terbang, desain dan analisis awal sangatlah dibutuhkan sebelum pesawat terbang difabrikasi menjadi bentuk nyata sebuah pesawat yang

Lebih terperinci

BAB II PERSYARATAN DAN TARGET RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA

BAB II PERSYARATAN DAN TARGET RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA BAB II PERSYARATAN DAN TARGET RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai persyaratan persyaratan yang dibutuhkan dalam rancang bangun sistem rekonstruksi

Lebih terperinci

ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP

ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP Gunawan Wijiatmoko 1) 1) TRIE, BBTA3, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kawasan PUSPIPTEK Gedung 240, Tangerang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Hal i ii iii iv v vi vii

DAFTAR ISI. Hal i ii iii iv v vi vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. HALAMAN PENGESAHAN. PERNYATAAN. MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMBANG

Lebih terperinci

Bagaimana Sebuah Pesawat Bisa Terbang? - Fisika

Bagaimana Sebuah Pesawat Bisa Terbang? - Fisika PESAWAT TERBANG Dengan mempelajari bagaimana pesawat bisa terbang Anda akan mendapatkan kontrol yang lebih baik atas UAV Anda. Bagaimana Sebuah Pesawat Bisa Terbang? - Fisika Empat gaya aerodinamik yang

Lebih terperinci

PENGARUH PAYLOAD TERHADAP CLIMB PERFORMANCE HELIKOPTER SYNERGY N9

PENGARUH PAYLOAD TERHADAP CLIMB PERFORMANCE HELIKOPTER SYNERGY N9 PENGARUH PAYLOAD TERHADAP CLIMB PERFORMANCE HELIKOPTER SYNERGY N9 Raden Gugi Iriandi 1, FX. Djamari 2 Program Studi Teknik Penerbangan Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Bandung ABSTRAK Ketika helikopter

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI HASIL RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA

BAB V EVALUASI HASIL RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA BAB V EVALUASI HASIL RANCANG BANGUN SISTEM REKONSTRUKSI LINTAS TERBANG PESAWAT UDARA Pada bagian ini akan dievaluasi hasil sistem rekonstruksi lintas terbang pesawat udara yang dibangun. Proses evaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau UAS (Unmanned Aircraft System) merupakan salah satu teknologi kedirgantaraan yang saat ini sedang berkembang dengan pesat.

Lebih terperinci

Pengembangan Perangkat Lunak. untuk Menentukan Berat Payload Maksimum. dalam Satu Rute Penerbangan

Pengembangan Perangkat Lunak. untuk Menentukan Berat Payload Maksimum. dalam Satu Rute Penerbangan Pengembangan Perangkat Lunak untuk Menentukan Berat Payload Maksimum dalam Satu Rute Penerbangan Tugas Akhir Diajukan sebagai syarat kelulusan program sarjana Strata Satu (S1) Oleh : Dany Eka Saputra 13601043

Lebih terperinci

SIMULASI GERAK LONGITUDINAL LSU-05

SIMULASI GERAK LONGITUDINAL LSU-05 SIMULASI GERAK LONGITUDINAL LSU-05 Muhammad Fajar Pusat Teknologi Penerbangan/LAPAN muhammad.fajar@lapan.go.id Abstrak LAPAN sedang mengembangkan pesawat tanpa awak LSU-05 dengan berat total 75 kg. Pesawat

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN Lintang Madi Sudiro (2106100130) Jurusan Teknik Mesin FTI ITS,Surabaya 60111,email:lintangm49@gmail.com

Lebih terperinci

VISUALISASI NAVIGASI PESAWAT DALAM FORMAT TIGA DEMENSI

VISUALISASI NAVIGASI PESAWAT DALAM FORMAT TIGA DEMENSI VISUALISASI NAVIGASI PESAWAT DALAM FORMAT TIGA DEMENSI Asro Nasiri, Tohir Ismail STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Berdasarkan penelitian penyebab kecelakaan terbesar pesawat terbang yaitu berkisar 60%

Lebih terperinci

PENGESAHAN ANALISIS KINERJA TAKE-OFF DAN LANDING PESAWAT B BERDASARKAN VARIASI ELEVASI RUNWAY. Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

PENGESAHAN ANALISIS KINERJA TAKE-OFF DAN LANDING PESAWAT B BERDASARKAN VARIASI ELEVASI RUNWAY. Yang dipersiapkan dan disusun oleh : PENGESAHAN ANALISIS KINERJA TAKE-OFF DAN LANDING PESAWAT B 747-400 BERDASARKAN ARIASI ELEASI RUNWAY Yang dipersiapkan dan disusun oleh : WARLI AFDILLAH 02050026 Telah dipertahankan di depan Tim Penguji

Lebih terperinci

Mohammad Ardi Cahyono1, Andry Renaldy Pandie2

Mohammad Ardi Cahyono1, Andry Renaldy Pandie2 ANALISIS FLIGHTDATA RECORDER KECELAKAAN PESAWAT TERBANG A320 UNTUK MENDAPATKAN STALL SPEED DAN PROSES REKONSTRUKSI KECELAKAAN MENGGUNAKAN SOFTWARE FLIGHTSCAPE Mohammad Ardi Cahyono1, Andry Renaldy Pandie2

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS RUNWAY UTARA BANDARA SOEKARNO - HATTA

BAB IV STUDI KASUS RUNWAY UTARA BANDARA SOEKARNO - HATTA BAB IV STUDI KASUS RUNWAY UTARA BANDARA SOEKARNO - HATTA IV.1 Kategori Pesawat Pada Runway Utara Type pesawat yang beroperasi di runway utara pada saat melakukan pendekatan ke runway dikelompokan dalam

Lebih terperinci

LAMPIRAN A MATRIKS LEMMA

LAMPIRAN A MATRIKS LEMMA LAMPIRAN A MATRIKS LEMMA Dengan menganggap menjadi sebuah matriks dengan dimensi, dan adalah vektor dari dimensi, maka didapatkan persamaan: (A.1) Dengan menggunakan persamaan (2.32) dan (2.38), didapatkan

Lebih terperinci

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi Gedung Karya Lt.7 Departemen Perhubungan - Jl. Medan Merdeka Barat No. 8 JKT 10110 INDONESIA Phone : (021) 3517606, (021)

Lebih terperinci

Desain dan Implementasi Automatic Flare Maneuver pada Proses Landing Pesawat Terbang Menggunakan Kontroler PID

Desain dan Implementasi Automatic Flare Maneuver pada Proses Landing Pesawat Terbang Menggunakan Kontroler PID Desain dan Implementasi Automatic Flare Maneuver pada Proses Landing Pesawat Terbang Menggunakan Kontroler PID Mokhamad Khozin-2207100092 Bidang Studi Teknik Sistem Pengaturan, Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang Gaya-gaya utama yang berlaku pada pesawat terbang pada saat terbang dalam keadaan lurus dan datar (straight and level flight). Serta dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Prototype Landing Gear System Dan Monitoring Pergerakan Landing Gear System

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Prototype Landing Gear System Dan Monitoring Pergerakan Landing Gear System BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesawat merupakan salah satu modal transportasi yang sangat sering digunakan oleh sebagian besar masyarakat untuk berpergian jarak jauh. Tentunya faktor keamanan sangat

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN Oleh : Lintang Madi Sudiro 2106 100 130 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

TIME CYCLE YANG OPTIMAL PADA SIMULASI PERILAKU TERBANG BURUNG ALBATROSS Disusun oleh: Nama : Herry Lukas NRP : ABSTRAK

TIME CYCLE YANG OPTIMAL PADA SIMULASI PERILAKU TERBANG BURUNG ALBATROSS Disusun oleh: Nama : Herry Lukas NRP : ABSTRAK TIME CYCLE YANG OPTIMAL PADA SIMULASI PERILAKU TERBANG BURUNG ALBATROSS Disusun oleh: Nama : Herry Lukas NRP : 0522114 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,, Jl.Prof.Drg.Suria Sumantri, MPH No.65, Bandung,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Pengujian yang dilakukan pada mesin CNC adalah pertama memerintahkan motor untuk bergerak ke kanan dan ke kiri (STEP LEFT dan STEP RIGHT). Kedua adalah pengujian memerintahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam mendisain sebuah sistem kontrol untuk sebuah plant yang parameterparameternya tidak berubah, metode pendekatan standar dengan sebuah pengontrol yang parameter-parameternya

Lebih terperinci

KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT

KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018 ISSN 2085-4218 KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT Gunawan Wijiatmoko 1) Meedy Kooshartoyo 2) 1,2

Lebih terperinci

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang LESSON - 3 ( LAPANGAN TERBANG ) Materi : Perencanaan Lapangan Terbang Buku Referensi : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara, Jilid 1 dan 2, Horonjeff, R. & McKelvey, FX. Merancang, Merencana Lapangan

Lebih terperinci

INDEPT, Vol. 4, No. 1 Februari 2014 ISSN

INDEPT, Vol. 4, No. 1 Februari 2014 ISSN ANALISIS OPTIMASI TEBAL RIB SAYAP PESAWAT WIG IN GROUND EFFECT 2 SEAT DENGAN FEM Bayu Handoko 1, H. Abu Bakar 2 Program Studi Teknik Penerbangan Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Bandung ABSTRAKSI Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai airfoil sayap. pesawat. Fenomena pada airfoil yaitu adanya gerakan fluida yang

BAB I PENDAHULUAN. aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai airfoil sayap. pesawat. Fenomena pada airfoil yaitu adanya gerakan fluida yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aerodinamika merupakan ilmu dasar ketika membahas tentang prinsip pesawat terbang. Dan salah satu pembahasan dalam ilmu aerodinamika pesawat terbang adalah mengenai

Lebih terperinci

M. MIRSAL LUBIS Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik

M. MIRSAL LUBIS Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik ANALISIS AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 2412 PADA SAYAP PESAWAT MODEL TIPE GLIDER DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTIONAL FLUID DINAMIC UNTUK MEMPEROLEH GAYA ANGKAT MAKSIMUM M. MIRSAL LUBIS Departemen

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI KONTROLER FUZZY PREDIKTIF UNTUK TRACKING KETINGGIAN AKTUAL PADA UAV (UNMANNED AERIAL VEHICLE)

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI KONTROLER FUZZY PREDIKTIF UNTUK TRACKING KETINGGIAN AKTUAL PADA UAV (UNMANNED AERIAL VEHICLE) PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI KONTROLER FUZZY PREDIKTIF UNTUK TRACKING KETINGGIAN AKTUAL PADA UAV (UNMANNED AERIAL VEHICLE) THORIKUL HUDA 2209106030 Dosen Pembimbing Ir. Rusdhianto Effendie A.K, M.T. 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN PENELITIAN Sebelumnya telah ada dilakukan penelitian-penelitian mengenai analisa CFD pada sayap pesawat. Hidayat, M (2012) melakukan penelitian pada airfoil NACA 0021

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PLATFORM UAV RADIO CONTROL KOLIBRI-08v2 DENGAN MESIN THUNDER TIGER 46 PRO

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PLATFORM UAV RADIO CONTROL KOLIBRI-08v2 DENGAN MESIN THUNDER TIGER 46 PRO PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PLATFORM UAV RADIO CONTROL KOLIBRI-08v2 DENGAN MESIN THUNDER TIGER 46 PRO PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PLATFORM UAV RADIO CONTROL KOLIBRI-08v2 DENGAN MESIN THUNDER TIGER 46 PRO Bagus

Lebih terperinci

SIMULASI PENENTUAN JUMLAH DAN KOMPOSISI PESAWAT MAKSIMUM PADA DUA PARALEL RUNWAY SATRIO REKSO W

SIMULASI PENENTUAN JUMLAH DAN KOMPOSISI PESAWAT MAKSIMUM PADA DUA PARALEL RUNWAY SATRIO REKSO W SIMULASI PENENTUAN JUMLAH DAN KOMPOSISI PESAWAT MAKSIMUM PADA DUA PARALEL RUNWAY SATRIO REKSO W - 3110100061 Latar Belakang Jumlah penumpang pesawat terus tumbuh setiap tahunnya jumlah pergerakan pesawat

Lebih terperinci

Prototype Synopsis Page pada Model Landing Gear System Pesawat Terbang dengan Kontrol PLCmikro PIC16F877A dan Aplikasi HMI Stampplot

Prototype Synopsis Page pada Model Landing Gear System Pesawat Terbang dengan Kontrol PLCmikro PIC16F877A dan Aplikasi HMI Stampplot Jurnal Reka Elkomika 2337-439X Juli 2014 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Elektro Itenas Vol.2 No.3 Prototype Synopsis Page pada Model Landing Gear System Pesawat Terbang dengan Kontrol

Lebih terperinci

BAB III. EVALUASI DATA KEANDALAN

BAB III. EVALUASI DATA KEANDALAN BAB III. EVALUASI DATA KEANDALAN 3.1 PENDAHULUAN Pada Bab ini dievaluasi data keandalan APU. Evaluasi yang dilakukan adalah melihat kecenderungan laporan kegagalan APU, pengoperasian APU dan pencatatan

Lebih terperinci

Variabel-variabel Pesawat

Variabel-variabel Pesawat Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Impact of Aircraft Characteristics on Airport Design Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Variabel-variabel Pesawat Berat (weight) diperlukan

Lebih terperinci

ANALISA AERODINAMIK PENGARUH LANDING GEAR PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP

ANALISA AERODINAMIK PENGARUH LANDING GEAR PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP ANALISA AERODINAMIK PENGARUH LANDING GEAR PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP Gunawan Wijiatmoko 1) 1) TRIE, BBTA3, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kawasan PUSPIPTEK Gedung 240, Tangerang

Lebih terperinci

GAYA ANGKAT PESAWAT Untuk mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang

GAYA ANGKAT PESAWAT Untuk mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang GAYA ANGKAT PESAWAT Untuk mahasiswa PTM Otomotif IKIP Veteran Semarang 1. Pendahuluan Pesawat terbang modern sudah menggunakan mesin jet, namun prinsip terbangnya masih menggunakan ilmu gaya udara seperti

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER AERODINAMIKA ROKET POLYOT

PERHITUNGAN PARAMETER AERODINAMIKA ROKET POLYOT BAB 4 PERHITUNGAN PARAMETER AERODINAMIKA ROKET POLYOT 4. Perhitungan Parameter Aerodinamika Roket Polyot Menggunakan Digital Datcom dan Missile Datcom Roket Polyot dalam operasinya memiliki lintas terbang

Lebih terperinci

PENELITIAN PRESTASI TERBANG ROKET SONDA SATU TINGKAT RX-320

PENELITIAN PRESTASI TERBANG ROKET SONDA SATU TINGKAT RX-320 PENELITIAN PRESTASI TERBANG ROKET SONDA SATU TINGKAT RX-320 Turah Semblring Penellti Pusterapan. LAPAN ABSTRACT Research to find the optimum performance of the rocket is done by using one stage of RX-320

Lebih terperinci

BAB VI INTEGRASI ANALISA CRUISE, LANDING, DAN TAKEOFF

BAB VI INTEGRASI ANALISA CRUISE, LANDING, DAN TAKEOFF BAB VI INTEGRASI ANALISA CRUISE, LANDING, DAN TAKEOFF 6.1. Hasil Analisis Fasa Terbang Setelah tiap tahap analisis selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah melakukan penggabungan hasil-hasil tersebut

Lebih terperinci

Metoda Short Takeoff Landing (Studi Kasus Prestasi Terbang Takeoff-Landing Pesawat Udara Turbo Prop CN235)

Metoda Short Takeoff Landing (Studi Kasus Prestasi Terbang Takeoff-Landing Pesawat Udara Turbo Prop CN235) WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara Metoda Short Takeoff Landing (Studi Kasus Prestasi Terbang Takeoff-Landing Pesawat Udara Turbo Prop CN235) The Short Takeoff Landing Method (CN235 Turbo Prop Field

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERHITUNGAN

BAB III METODOLOGI PERHITUNGAN BAB III METODOLOGI PERHITUNGAN Pada bab ini menguraikan langkah-langkah sistematis yang dilakukan dalam perhitungan. Metodologi merupakan kerangka dasar dari tahapan penyelesaian tugas akhir. Metodologi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 ANALISIS AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 2412 PADA SAYAP PESAWAT MODEL TIPE GLIDER DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTIONAL FLUID DINAMIC UNTUK MEMPEROLEH GAYA ANGKAT MAKSIMUM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan runway baru yang lokasinya paralel runway eksisting

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan runway baru yang lokasinya paralel runway eksisting BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akibat kondisi kegiatan take - off dan landing pesawat yang begitu padat pada jam - jam sibuk, maka pengelola bandara perlu mempertimbangkan pengembangan fasilitas

Lebih terperinci

Peningkatan Koefisien Gaya Angkat Aerofoil Kennedy-Marsden dengan Zap Flap

Peningkatan Koefisien Gaya Angkat Aerofoil Kennedy-Marsden dengan Zap Flap Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit I Oktober 213 Terbit 71 halaman Peningkatan Koefisien Gaya Angkat Aerofoil Kennedy-Marsden dengan Zap Flap Catur Setyawan K 1., Djoko Sardjadi 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bandar Udara Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat penumpang menunggu.

Lebih terperinci

AIRBLEED INDICATOR FAULTILLUMINATE AKIBAT GANGGUAN PADA PRESSURE REGULATOR PADA SISTEM DE-ICING PESAWAT ATR

AIRBLEED INDICATOR FAULTILLUMINATE AKIBAT GANGGUAN PADA PRESSURE REGULATOR PADA SISTEM DE-ICING PESAWAT ATR AIRBLEED INDICATOR FAULTILLUMINATE AKIBAT GANGGUAN PADA PRESSURE REGULATOR PADA SISTEM DE-ICING PESAWAT ATR 42-500 Reza 1, Bona P. Fitrikananda 2 Program Studi Motor Pesawat Terbang Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0021 DENGAN ANSYS FLUENT ABSTRAK

ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0021 DENGAN ANSYS FLUENT ABSTRAK ANALISA AERODINAMIKA AIRFOIL NACA 0021 DENGAN ANSYS FLUENT M. Fajri Hidayat Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Email : fajri17845@gmail.com ABSTRAK Analisa

Lebih terperinci

BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus

BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian serta analisis hasil pengujian yang dilakukan. Validasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengujian terhadap

Lebih terperinci

PA U PESAW PESA AT A T TER

PA U PESAW PESA AT A T TER PERENCANAAN PANJANG LANDAS PACU PESAWAT TERBANG Didalam merencanakan panjang landas pacu, dipakai suatu standar yang disebut Aeroplane Reference Field Length (ARFL) Menurut ICAO (International Civil Aviation

Lebih terperinci

BAB II PROFIL UMUM BALAI KALIBRASI FASILITAS PENERBANGAN (BKFP) 2.1. Latar Belakang Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BFKP)

BAB II PROFIL UMUM BALAI KALIBRASI FASILITAS PENERBANGAN (BKFP) 2.1. Latar Belakang Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BFKP) BAB II PROFIL UMUM BALAI KALIBRASI FASILITAS PENERBANGAN (BKFP) 2.1. Latar Belakang Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BFKP) Sejak diwujudkannya Flingt Inspection Unit atau satuan udara kalibrasi tumbuh

Lebih terperinci

ANALISIS TEGANGAN PADA SAYAP HORIZONTAL BAGIAN EKOR AEROMODELLING

ANALISIS TEGANGAN PADA SAYAP HORIZONTAL BAGIAN EKOR AEROMODELLING ANALISIS TEGANGAN PADA SAYAP HORIZONTAL BAGIAN EKOR AEROMODELLING TIPE GLIDER AKIBAT LAJU ALIRAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) Ricky Surya Miraza 1, Ikhwansyah

Lebih terperinci

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)

Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015) Estimasi Parameter Model Height-Roll-Pitch-Yaw AR Drone dengan Least Square Method Steven Tanto Teknik Elektro / Fakultas Teknik steventanto@gmail.com Agung Prayitno Teknik Elektro / Fakultas Teknik prayitno_agung@staff.ubaya.ac.id

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Komponen Berat Pesawat Udara Berat pesawat udara, pada umumnya, terbagi menjadi 3 (tiga) bagian besar, yaitu APS (Aircraft Prepared for Service) weight, payload, dan berat bahan

Lebih terperinci

ANALISIS AERODINAMIKA SUDUT DEFLEKSI SPOILER PESAWAT TERBANG

ANALISIS AERODINAMIKA SUDUT DEFLEKSI SPOILER PESAWAT TERBANG ANALISIS AERODINAMIKA SUDUT DEFLEKSI SPOILER PESAWAT TERBANG Gunawan Wijiatmoko 1 1 Staf Sub Bidang Teknik Rekayasa Informatika dan Elektronik (TRIE), Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Runway digunakan untuk kegiatan mendarat dan tinggal landas pesawat terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum take off weight terbesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di abad ke- 21 ini, khususnya dalam bidang penerbangan. Pada dekade terakhir dunia penerbangan mengalami

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR MENGAPA PESAWAT DAPAT TERBANG

PRINSIP DASAR MENGAPA PESAWAT DAPAT TERBANG PRINSIP DASAR MENGAPA PESAWAT DAPAT TERBANG Oleh: 1. Dewi Ariesi R. (115061105111007) 2. Gamayazid A. (115061100111011) 3. Inggit Kresna (115061100111005) PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONTROL NON-LINIER UNTUK KESTABILAN HOVER PADA UAV TRICOPTER DENGAN SLIDING MODE CONTROL

PERANCANGAN KONTROL NON-LINIER UNTUK KESTABILAN HOVER PADA UAV TRICOPTER DENGAN SLIDING MODE CONTROL Presentasi Tesis PERANCANGAN KONTROL NON-LNER UNTUK KESTABLAN HOVER PADA UAV TRCOPTER DENGAN SLDNG MODE CONTROL RUDY KURNAWAN 2211202009 Dosen Pembimbing: DR. r. Mochammad Rameli r. Rusdhianto Effendie

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Analisis Kapasitas Runway 3 Mulai Identifikasi Masalah Tinjauan Pustaka Pengumpulan Data 1. Data penumpang pesawat tahun 2005-2015 2. Data Pergerakan Pesawat

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK PENGARUH MULTI-ELEMENT AIRFOIL TERHADAP LIFT DAN DRAG FORCE PADA SPOILER BELAKANG MOBIL FORMULA SAE DENGAN VARIASI ANGLE OF ATTACK

SIMULASI NUMERIK PENGARUH MULTI-ELEMENT AIRFOIL TERHADAP LIFT DAN DRAG FORCE PADA SPOILER BELAKANG MOBIL FORMULA SAE DENGAN VARIASI ANGLE OF ATTACK SIMULASI NUMERIK PENGARUH MULTI-ELEMENT AIRFOIL TERHADAP LIFT DAN DRAG FORCE PADA SPOILER BELAKANG MOBIL FORMULA SAE DENGAN VARIASI ANGLE OF ATTACK ARIF AULIA RAHHMAN 2109.100.124 DOSEN PEMBIMBING NUR

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD

PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 376 PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD KUSBUDIONO 1, KOSALA DWIDJA PURNOMO 2,

Lebih terperinci

3.1 Pendahuluan. 3.2 Deskripsi Roket Polyot

3.1 Pendahuluan. 3.2 Deskripsi Roket Polyot BAB 3 ROKET POLYOT 3.1 Pendahuluan Roket Polyot dikembangkan oleh Air Launch Aerospace Corporation, Rusia yang merupakan pelaksana program kerjasama antara Polyot Aviation Company dan Khimautomatiki DB.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali,

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana transportasi baik darat, laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali, serta

Lebih terperinci

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN Sejak awal mula penerbangan, pilot selalu memakai tanda-tanda di darat sebagai alat bantu navigasi ketika mengadakan approach ke sebuah lapangan terbang. Fasilitas bantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perkembanggan dalam kedirgantaraan banyak. kasus yang menyebabkan pesawat terbang tidak efisien

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perkembanggan dalam kedirgantaraan banyak. kasus yang menyebabkan pesawat terbang tidak efisien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembanggan dalam kedirgantaraan banyak kasus yang menyebabkan pesawat terbang tidak efisien dalam hal konsumsi bahan bakar antara lain kasus terjadinya vortex

Lebih terperinci

Aplikasi Hukum Newton

Aplikasi Hukum Newton Aplikasi Hukum Newton Aplikasi Hukum Newton Bidang miring Gaya Gesek (Friction) Implementasi hukum Newton pada gaya angkat pesawat terbang Contoh kasus - Bidang Miring Sebuah benda yang berada di sebuah

Lebih terperinci

MANAJEMEN KAPASITAS RUNWAY

MANAJEMEN KAPASITAS RUNWAY MANAJEMEN KAPASITAS RUNWAY Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM FAKTOR PENGARUH KAPASITAS RUNWAY Beberapa faktor pengaruh antara lain: 1. Jumlah runway 2. Pemisahan pesawat yang landing

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA SEDERHANA REDAMAN GETARAN PADA SAYAP PESAWAT TERBANG

MODEL MATEMATIKA SEDERHANA REDAMAN GETARAN PADA SAYAP PESAWAT TERBANG JMP : Volume 8 Nomor 1, Juni 16, hal. 8 - MODEL MATEMATIKA SEDERHANA REDAMAN GETARAN PADA SAYAP PESAWAT TERBANG Rukmono Budi Utomo Universitas Muhammadiyah Tangerang Email : rukmono.budi.u@mail.ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tak dipungkiri lagi kokpit adalah ruang kerja bagi sang pilot dan kopilot untuk melakukan tugas menerbangkan pesawat. Kokpit yang berisi perangkat elektronik atau yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan pemakaian bahan bakar (Fuel Burn off) pesawat Untuk mencari jumlah pemakaian bahan bakar pada pesawat diperoleh dengan perhitungan Fuel Burn Off: Burn

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Merancang dan merealisasikan pesawat terbang mandiri tanpa awak dengan empat. baling-baling penggerak.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Merancang dan merealisasikan pesawat terbang mandiri tanpa awak dengan empat. baling-baling penggerak. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Merancang dan merealisasikan pesawat terbang mandiri tanpa awak dengan empat baling-baling penggerak. 1.2. Latar Belakang Pesawat terbang tanpa awak atau UAV (Unmanned Aerial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah UAV (Unmanned Aerial Vehicle) adalah sebuah sistem pesawat udara yang tidak memiliki awak yang berada di dalam pesawat (onboard). Keberadaan awak pesawat digantikan

Lebih terperinci

Penelitian Numerik Turbin Angin Darrieus dengan Variasi Jumlah Sudu dan Kecepatan Angin

Penelitian Numerik Turbin Angin Darrieus dengan Variasi Jumlah Sudu dan Kecepatan Angin JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-13 Penelitian Numerik Turbin Angin Darrieus dengan Variasi Jumlah Sudu dan Kecepatan Angin Rahmat Taufiqurrahman dan Vivien Suphandani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan transportasi udara di Indonesia berkembang sangat pesat dalam 10 tahun terakhir ini (dalam Airports Council International (ACI), 2013). Hal ini menuntut peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT. 4.1 Pengujian Articifial Horizon dan Heading Indicator

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT. 4.1 Pengujian Articifial Horizon dan Heading Indicator BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT 4.1 Pengujian Articifial Horizon dan Heading Indicator Setelah semua komponen terpasang dan program selesai disusun, maka langkah berikutnya adalah melakukan pengujian

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA, ANALISIS DINAMIKA DAN KESTABILAN GERAK DUA DIMENSI MODUS LONGITUDINAL ROKET RX 250 LAPAN

PERHITUNGAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA, ANALISIS DINAMIKA DAN KESTABILAN GERAK DUA DIMENSI MODUS LONGITUDINAL ROKET RX 250 LAPAN PERHITUNGAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA, ANALISIS DINAMIKA DAN KESTABILAN GERAK DUA DIMENSI MODUS LONGITUDINAL ROKET RX 25 LAPAN Singgih Satrio Wibowo Dosen Program Studi Teknik Aeronautika Jurusan Teknik

Lebih terperinci

1. Sebuah benda diam ditarik oleh 3 gaya seperti gambar.

1. Sebuah benda diam ditarik oleh 3 gaya seperti gambar. 1. Sebuah benda diam ditarik oleh 3 gaya seperti gambar. Berdasar gambar diatas, diketahui: 1) percepatan benda nol 2) benda bergerak lurus beraturan 3) benda dalam keadaan diam 4) benda akan bergerak

Lebih terperinci

SIMULASI DAN PERHITUNGAN SPIN ROKET FOLDED FIN BERDIAMETER 200 mm

SIMULASI DAN PERHITUNGAN SPIN ROKET FOLDED FIN BERDIAMETER 200 mm Simulasi dan Perhitungan Spin Roket... (Ahmad Jamaludin Fitroh et al.) SIMULASI DAN PERHITUNGAN SPIN ROKET FOLDED FIN BERDIAMETER 00 mm Ahmad Jamaludin Fitroh *), Saeri **) *) Peneliti Aerodinamika, LAPAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penempatan perangkat elektonik autopilot pada wahana Proto-03 dapat dilihat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penempatan perangkat elektonik autopilot pada wahana Proto-03 dapat dilihat IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Instalasi Hardware Penempatan perangkat elektonik autopilot pada wahana Proto-03 dapat dilihat pada gambar 4.1. berikut ini. Gambar 1.1. Tata letak perangkat

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : ISBN :

Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB 2016 Hal : ISBN : Hal : 287 298 ISBN : 978-602-8853-29-3 PEMILIHAN INCIDENCE ANGLE DARI HORIZONTAL TAIL BERBENTUK V-TAIL PADA PESAWAT TERBANG NIR AWAK (Incidence Angle Determination of V-shaped Horizontal Tail of UnManned

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Pengujian

Bab IV Analisis dan Pengujian Bab IV Analisis dan Pengujian 4.1 Analisis Simulasi Aliran pada Profil Airfoil Simulasi aliran pada profil airfoil dimaskudkan untuk mencari nilai rasio lift/drag terhadap sudut pitch. Simulasi ini tidak

Lebih terperinci

FLIGHT PLAN. Petunjuk Pengisian Flight Plan: Pilih menu UPLOAD DATA Flight Plan Create, tentukan station dan tanggal, kemudian klik Add.

FLIGHT PLAN. Petunjuk Pengisian Flight Plan: Pilih menu UPLOAD DATA Flight Plan Create, tentukan station dan tanggal, kemudian klik Add. FLIGHT PLAN Flight plan yang digunakan pada web Centralized Dispatch merupakan computerized flight plan, dimana perhitungannya dilakukan oleh sistem berdasarkan database di dalam server yang telah disesuaikan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI FUNCTION BLOCK DIAGRAM PADA SIMULATOR KONTROL LANDING GEAR SYSTEM UNTUK RODA PESAWAT

IMPLEMENTASI FUNCTION BLOCK DIAGRAM PADA SIMULATOR KONTROL LANDING GEAR SYSTEM UNTUK RODA PESAWAT IMPLEMENTASI FUNCTION BLOCK DIAGRAM PADA SIMULATOR KONTROL LANDING GEAR SYSTEM UNTUK RODA PESAWAT IMPLEMENTATION FUNCTION BLOCK DIAGRAM OF THE LANDING GEAR SYSTEM CONTROL SIMULATOR FOR AIRCRAFT WHEEL Ratna

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Auxiliary Power Unit (APU) merupakan engine turbin gas cadangan yang terletak pada bagian ekor (tail section) pesawat. APU berfungsi sebagai penghasil cadangan daya

Lebih terperinci

PENENTUAN BESAR PENGANGKATAN MAKSIMUM PADA SUDUT ELEVASI TERTENTU DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN AIRFOIL SAYAP PESAWAT

PENENTUAN BESAR PENGANGKATAN MAKSIMUM PADA SUDUT ELEVASI TERTENTU DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN AIRFOIL SAYAP PESAWAT Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 6 Mei 009 PENENTUAN BESAR PENGANGKATAN MAKSIMUM PADA SUDUT ELEVASI TERTENTU DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

ANALISA AERODINAMIKA FLAP DAN SLAT PADA AIRFOIL NACA 2410 TERHADAP KOEFISIEN LIFT DAN KOEFISIEN DRAG DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC

ANALISA AERODINAMIKA FLAP DAN SLAT PADA AIRFOIL NACA 2410 TERHADAP KOEFISIEN LIFT DAN KOEFISIEN DRAG DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH ANALISA AERODINAMIKA FLAP DAN SLAT PADA AIRFOIL NACA 410 TERHADAP KOEFISIEN LIFT DAN KOEFISIEN DRAG DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC Abstraksi Tugas Akhir ini disusun

Lebih terperinci

Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance

Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance Pelabuhan Udara Gibraltar Airport Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T. Desain Fasilitas Sisi Udara Sistem Bandar Udara ARFL dan ARC Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi pesawat terbang tidak hanya mengarah pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi pesawat terbang tidak hanya mengarah pada BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi pesawat terbang tidak hanya mengarah pada aspek keselamatan tetapi juga pada segi kepraktisan dan efisiensi. Teknologi pada pesawat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 1.1 JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Jenis penelitian deskriptif (Narbuko dan Achmadi, 2008) adalah jenis penelitian yang berusaha

Lebih terperinci

ANALISA RMS ERROR TERHADAP RATA RATA POSISI PADA PENUNJUKAN GPS UNTUK APLIKASI ALIGNMENT PESAWAT TEMPUR F-16 TNI-AU

ANALISA RMS ERROR TERHADAP RATA RATA POSISI PADA PENUNJUKAN GPS UNTUK APLIKASI ALIGNMENT PESAWAT TEMPUR F-16 TNI-AU ANALISA RMS ERROR TERHADAP RATA RATA POSISI PADA PENUNJUKAN GPS UNTUK APLIKASI ALIGNMENT PESAWAT TEMPUR F-16 TNI-AU Dosen Pembimbing : Ir. Achmad Ansori, DEA. Devy Kuswidiastuti, S.T, M.Sc. Oleh : ANDY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi telekomunikasi dan dirgantara dapat menghasilkan suatu teknologi yang menggabungkan antara informasi suatu keadaan lokal tertentu dengan

Lebih terperinci