POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU DI LOKASI PENEBANGAN IUPHHK-HA PT. ANDALAS MERAPI TIMBER. Oleh: WAHYUNI/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI IUPHHK-HA PT. RIZKI KACIDA REANA KABUPATEN PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB III METODE PENELITIAN

POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN GIPSUM DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN PERLAKUAN PERENDAMAN DAN VARIASI KADAR GIPSUM

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PERENCANAAN PEMANENAN DI PETAK TEBANG TAHUN 2008 Pada HPHTI PT. Toba Pulp Lestari Sektor Tele Estate Q

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

FAKTOR EKSPLOITASI HUTAN TANAMAN MANGIUM ( Accacia mangium Wild): STUDI KASUS DI PT TOBA PULP LESTARI Tbk., SUMATERA UTARA

ANALISIS BIAYA DAN PRODUKTIVITAS PRODUKSI KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus : PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kab.

BAB III METODE PENELITIAN

KAYU SISA POHON YANG DITEBANG DAN TIDAK DITEBANG DI IUPHHK-HA PT INHUTANI II UNIT MALINAU KALIMANTAN UTARA WINDA LISMAYA

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU HASIL PENELITIAN. Oleh :

PEMANFAATAN ZAT EKSTRAKTIF DAUN MINDI (Melia azedarach Linn.) PADA PENGENDALIAN FUNGI Schizophyllum commune

KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

Oleh/Bj : Sona Suhartana dan Maman Mansyur Idris. Summary

PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

BAB III METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

Lampiran 4. Analisis Keragaman Retensi Bahan Pengawet Asam Borat

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

JENIS, HARGA KAYU KOMERSIL DAN ANALISIS EKONOMI PADA INDUSTRI KAYU SEKUNDER PANGLONG DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PE ELITIA

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Medan 2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

Yosep Ruslim 1 dan Gunawan 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI DI IUPHHK-HA PT. DIAMOND RAYA TIMBER PROVINSI RIAU MORIZON

M E M U T U S K A N :

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KOMPOSISI LIMBAH PENEBANGAN DI AREL HPH PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO KARYA

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

PENERAPAN HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN SISTEM AGROFORESTRI PARAK

Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

Teak Harvesting Waste at Banyuwangi East Java. Juang Rata Matangaran 1 dan Romadoni Anggoro 2

EVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

Pengertian, Konsep & Tahapan

SIFAT PEMESINAN KAYU KEMIRI (Aleurites moluccana Willd)

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

ANALISIS KERUGIAN DAN PEMETAAN SEBARAN SERANGAN RAYAP TERHADAP BANGUNAN SMP NEGERI DI KOTA MEDAN

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

KETAHANAN PAPAN KOMPOSIT POLIMER DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT DAN PLASTIK POLIPROPILENA TERHADAP ORGANISME PENGGEREK KAYU DI LAUT HASIL PENELITIAN

POTENSI HUTAN TRIDHARMA USU SEBAGAI TEMPAT PENGUJIAN KEAWETAN KAYU

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK

Transkripsi:

POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU DI LOKASI PENEBANGAN IUPHHK-HA PT. ANDALAS MERAPI TIMBER Oleh: WAHYUNI/ 051203003 TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber Nama Mahasiswa : Wahyuni NIM : 051203003 Program Studi : Teknologi Hasil Hutan Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si Iwan Risnasari, S.Hut. M.Si NIP : 132 303 841 NIP : 132 259 571 Mengetahui, Ketua Departemen Kehutanan Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS NIP : 132 287 853

ABSTRAK WAHYUNI. Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber (AMT). Dibimbing oleh Bapak Luthfi Hakim dan Ibu Iwan Risnasari. Tujuan penelitian ini untuk menghitung potensi limbah hasil pemanenan kayu, menghitung faktor eksploitasi, dan optimalisasi pemanfaatan limbah pemanenan kayu berdasarkan dimensi limbah. Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT. AMT Kecamatan Sangir, Kebupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat selama 1 bulan pada bulan Maret dan April 2009. Hasil penelitian menunjukkan besarnya Faktor Eksploitasi rata-rata adalah 0,74. Persentase limbah pemanenan kayu terbesar diperoleh dari jenis meranti sepat (Shorea palembanica) yaitu sebesar 21,05 % dan persentase terkecil yaitu diperoleh dari jenis meranti kulit buaya (Shorea platycladus) sebesar 8,48 %. Persentase limbah pemanenan kayu yaitu 45 % dari keseluruhan pengamatan terhadap limbah dari 120 batang, terdapat 54 batang yang berlimbah dan 66 batang tidak berlimbah. Terdapat Faktor penyebab limbah terdiri dari cacat alami sebesar 70,61 %, cacat mekanis sebesar 11,88 %, dan yang disebabkan faktor alam berupa kelerengan yaitu sebesar 17,51 %. Kata Kunci: Potensi, Faktor Eksploitasi, Limbah, Pemanenan Kayu.

ABSTRACT WAHYUNI. Potency of Logging Waste in felling area, Case Study at IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber (AMT). Supervised by Luthfi Hakim and Iwan Risnasari. The aim of this research was to know potency of logging waste, exploitation factor, and optimalization of logging waste based log dimention. This research was done in IUPHHK-HA PT. AMT Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Provinci Sumatera Barat during 1 month in March 2009. Result of research show that the level of exploitation factor is 0,74. Logging waste precentage biggest from meranti sepat (Shorea palembanica) is 21,05 % and smallest percentage that is from meranti kulit buaya (Shorea platycladus)is 8,84 %. Logging waste percentage that is 45 % from overall of perception to waste from 120 bar, there are 54 bar which have waste and 66 bar do not have waste. Logging waste cause factor consist of natural handicap is 70,61 %, mechanical handicap is 11,88 %, and which caused by natural factor in the from of ramp that is 17,51 %. Keyword: Potency, Factor Exploitation, Logging Waste, Forest Harvesting.

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Takengon pada tanggal 19 Januari 1987 dari ayah Drs. Syafaruddin Malik dan ibu (Alm) Diana, S.Pd. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jeumpa Bireuen dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk USU melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten Praktikum Pengantar Inventarisasi Hutan tahun 2008, asisten Praktikum Pengeringan Kayu tahun 2008, asisten Praktikum Mekanika Kayu tahun 2008, dan asisten Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) tahun 2008 dan 2009. Penulis juga mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) Departemen Kehutanan USU sebagai anggota, Komunitas Pembibitan (KOMBIT) Departemen Kehutanan USU sebagai anggota, interpreter pada interpreter Communitiy- Pendidikan dan Interpretasi Lingkungan dan Alam Sekitar (IC-PILAR). Penulis melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat selama 2 bulan tahun 2009. Penulis juga melakukan penelitian di IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber pada bulan Maret hingga April tahun 2009 dengan judul Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber.

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah limbah pemanenan kayu dengan judul Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi limbah hasil pemanenan kayu di lokasi penebangan, menghitung faktor eksploitasi, dan memprediksi optimalisasi pemanfaatan limbah pemanenan di IUPHHK-HA PT. AMT. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si dan Ibu Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber dan Tropical Forest Trust (TFT) yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan perhatiannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Medan, Juni 2009 Penulis

DAFTAR ISI Halaman RIWAYAT HIDUP... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA PT. Andalas Merapi Timber... 4 Pemanenan Kayu... 6 Limbah Pemanenan Kayu... 6 Pemanfaatan Limbah Pemanenan Kayu... 9 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 12 Alat dan Bahan Penelitian... 12 Metode Penelitian... 12 Pengumpulan Data... 14 Data Primer... 14 Data Sekunder... 14 Pengolahan dan Analisa Data... 14 Volume Log yang Diharapkan Termanfaatkan... 15 Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan... 15 Persentase Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan... 16 Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan... 16 Faktor Eksploitasi... 17 Pemanfaatan Limbah Pemanenan Kayu... 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Kayu Tebangan dan Faktor Eksploitasi... 18 Limbah Pemanenan Kayu... 20 Limbah Pemanenan Berdasarkan Sebaran Diameter Sortimen... 23 Limbah Pemanenan Berdasarkan Sebaran Panjang Sortimen... 24 Limbah Pemanenan Berdasarkan Sebaran Diameter dan panjang Sortimen... 25 Faktor Penyebab Limbah Pemanenan... 26 Pemanfaatan Limbah Pemanenan Kayu... 33 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 35 Saran... 35

DAFTAR PUSTAKA... 36 LAMPIRAN... 38

DAFTAR TABEL Halaman 1.... Letak Areal Kerja IUPHHK-HA PT. AMT... 5 2.... Juml ah sampel tiap petak tebangan... 13 3.... V olume log yang diharapkan termanfaatkan dan volume log yang termanfaatkan... 18 4.... P ersentase limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan berdasarkan jenis... 21 5.... P ersentase limbah pemanenan kayu berdasarkan faktor penyebabnya.. 31

DAFTAR GAMBAR Halaman 1.... Limb ah pemanenan kayu pada lokasi penebangan... 22 2.... S ebaran diameter sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan... 24 3.... S ebaran panjang sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan... 25 4.... S ebaran diameter dan panjang sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan... 26 5.... L imbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan... 27 6.... L imbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (gerowong)... 28 7.... L imbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (mata kayu)... 28 8.... L imbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh factor alami (bengkok)... 28 9. Limbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (banir).29 10.... L imbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor mekanis (pecah)... 29 11.... P ersentase limbah pemanen kayu berdasarkan faktor penyebabnya... 30 12.... T onggak yang ditinggalkan pada lokasi penebangan... 32

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.... Pe rsentase Limbah Berdasarkan Jenisnya... 38 2.... Fa ktor Eksploitasi Perjenis... 38 3.... Li mbah Berdasarkan Faktor Penyebabnya... 38 4.... Li mbah berdasarkan Faktor Penyebabnya... 39 5.... Se baran Diameter Limbah Pemanenan... 39 6.... Se baran Panjang Limbah Pemanenan... 40 7.... Se baran Panjang dan Diameter Limbah Pemanenan... 40 8. D ata Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah (meranti merah).... 40 9.... D ata Volume Pohon yang Termanfaatkan dari Limbah (meranti merah)... 41 10.... Da ta Limbah(meranti merah)... 41 11.... Fa ktor Eksploitasi(meranti merah)... 42 12.... D ata Volume Pohon yang Termanfaatkan (tanpa limbah) (meranti merah)... 43

13.... D ata Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah (meranti cengkawang)... 44 14.... D ata Volume Pohon yang Termanfaatkan dari Limbah (meranti cengkawang)... 44 15.... Da ta Limbah (meranti cengkawang)... 44 16.... Fa ktor Eksploitasi (meranti cengkawang)... 44 17.... D ata Volume Pohon yang Termanfaatkan (tanpa limbah) (meranti cengkawang)... 45 18.... D ata Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah (meranti sepat)... 45 19.... D ata Volume Pohon yang Termanfaatkan dari Limbah (meranti sepat)... 45 20.... Da ta Limbah (meranti sepat)... 46 21.... Fa ktor Eksploitasi (meranti sepat)... 46 22.... D ata Volume Pohon yang Termanfaatkan (tanpa limbah) (meranti sepat)... 46 23.... D ata Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah (meranti kulit buaya)... 46 24.... D ata Volume Pohon yang Termanfaatkan dari Limbah (meranti kulit buaya)... 47 25.... Da ta Limbah (meranti kulit buaya)... 47 26.... Fa ktor Eksploitasi (meranti kulit buaya)... 47 27.... D ata Volume Pohon yang Termanfaatkan (tanpa limbah) (meranti kulit buaya)... 47 28.... D ata Volume Pohon yang Diharapkan Termanfaatkan dari Limbah (meranti batu)... 48 29.... D ata Volume Pohon yang Termanfaatkan dari Limbah (meranti batu)... 48 30.... Da ta Limbah (meranti batu)... 49 31.... Fa ktor Eksploitasi (meranti batu)... 49

32.... D ata Volume Pohon yang Termanfaatkan (tanpa limbah) (meranti batu)... 49 33.... Pet a Rencana Kerja IUPHHK-HA PT. AMT... 50

PENDAHULUAN Latar Belakang PT. Andalas Merapi Timber (AMT) adalah salah satu perusahaan pemegang Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) berdasarkan akte No. 86 tanggal 26 Desember 1978. Perkembangan selanjutnya PT AMT saat ini sedang menuju pengelolaan hutan secara lestari. Sebagai salah satu indikator pengelolaan hutan secara lestari adalah optimalisasi limbah pemanenan kayu. Kegiatan pemanenan kayu untuk keperluan industri menghasilkan volume kayu yang lebih kecil bila dibandingkan dengan limbah yang dihasilkan berupa kayu yang tidak termanfaatkan. Sehingga masalah limbah pemanenan kayu perlu mendapat perhatian bagi pengusaha kehutanan. Limbah hasil pemanenan kayu berasal dari petak tebangan dan tempat pengumpulan sementara (TPn). Bahan baku untuk industri perkayuan sudah mulai menipis, sehingga perlu meminimalkan volume limbah pemanenan, yaitu dengan cara melakukan kegiatan pemanenan kayu yang tepat dan cermat dalam hal tenaga kerja, peralatan, cara kerja, organisasi kerja, pengawasan dan pemeliharaan peralatan. Kebutuhan kayu sebagai bahan baku industri maupun bukan industri terus meningkat sejalan dengan meningkatnya laju degradasi hutan. Salah satu pemanfaatan kayu yang utama yaitu sebagai komponen bangunan. Kayu yang digunakan untuk komponen bangunan dari hutan alam pasokannya semakin menurun. Berbagai jenis kayu dapat digunakan sebagai komponen bangunan baik struktural maupun bukan struktural. Potensi limbah terbesar pada kegiatan

pemanenan kayu terdapat pada petak tebangan. Upaya pengurangan limbah pemanenan dapat dilakukan dengan memanfaatakan limbah tersebut sebagai komponen bangunan yang sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Optimalisasi limbah pemanenan kayu merupakan salah satu indikator menuju pengelolaan hutan secara lestari. Hal tersebutlah yang menjadi acuan PT AMT dalam upaya meminimalkan limbah pemanenan kayu sehingga sebisa mungkin dapat mencapai zero waste. Salah satunya adalah optimalisasi pemanfaatan limbah pemanenan kayu berdasarkan dimensi limbah. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi limbah pemanenan kayu serta kebijakan optimalisasi pemanfaatan berdasarkan dimensi limbah. Tujuan Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Menghitung potensi limbah hasil pemanenan kayu di lokasi penebangan IUPHHK-HA PT. AMT. 2. Menghitung faktor eksploitasi limbah pemanenan kayu. 3. Memprediksi optimalisasi pemanfaatan limbah pemanenan kayu berdasarkan dimensi limbah. Manfaat Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Mendapatkan data akurat potensi limbah pemanenan kayu di lokasi penebangan IUPHHK-HA PT. AMT.

2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan optimalisasi pengelolaan limbah pemanenan IUPHHK-HA PT. AMT untuk kebutuhan lokal. 3. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi IUPHHK-HA PT. AMT dalam usaha meminimalisasi limbah pemanenan.

TINJAUAN PUSTAKA PT. Andalas Merapi Timber PT. AMT mendapatkan Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). IUPHHK diperoleh berdasarkan Forest Agreement (FA) dari pemerintah dengan keputusan No. FA/N/024/IV/1980, tanggal 21 April 1980 dan dengan SK Menteri Pertanian dengan No. 624/kts/Um/1980, tanggal 26 Agustus 1980. Luas kawasan PT AMT adalah 118.200 Ha, dengan areal 40.000 Ha terdapat di Muara Timpeh dan 78.200 Ha di Pasaman. Setelah berakhirnya masa pengusahaan hutan tahap pertama tanggal 28 Agustus 2000, Berdasarkan SK Pembaharuan HPH/IUPHHK PT. AMT perpanjangan pengelolaan hutan tahap ke II oleh Menteri Kehutanan dengan Nomor 82/Kpts-II/2000 tanggal 22 Desember 2000, maka luas areal kerja PT. AMT adalah 28.840 Ha. Seluruh areal kerja berlokasi di Kecamatan Sungai Pagu, Kecamatan Sangir, Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh, Kecamatan Sangir Jujutan dan Sangir Batanghari di Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat (PT. AMT, 2004). Letak, luas dan batas-batas areal kerja HPH/IUPHHK PT. AMT ini secara lengkap disajikan pada Tabel 1

Tabel 1. Letak Areal Kerja IUPHHK-HA PT. AMT No. Deskripsi Keterangan 1. Luas Areal 28.840 ha (SK Menhut No. 82/Kpts-II/2000) HPH/IUPHHK 2. Batas Astronomi : a. Bujur Timur 101 0 01 101 0 16 b. Lintang Selatan 01 0 18 01 0 30 3. Batas Areal Kerja : a. Sebelah Utara Hutan Lindung Batang Hari II b. Sebelah Timur HPT yang dicadangkan untuk penambahan areal kerja PT. AMT (Sei Pemomongan Gadang) c. Sebelah Selatan Desa Durian Tarung/Lubuk Gadang dan sebagian Hutan Lindung Batang Hari II d. Sebelah Barat Hutan Lindung Batang Hari II 4. Administrasi Pemerintahan Propinsi Sumatera Barat Kabupaten Solok Selatan Kecamatan Sangir, Sungai Pagu, Koto parik Gadang Diateh, Sangir Jujutan dan Sangir Batang Hari 5. Administrasi Kehutanan Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Barat Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan Sangir Dinas Kehutanan Kabupaten Solok Selatan 6. Kelompok Hutan S. Batang Hari S. Sangir 7. DAS / Sub DAS DAS Sungai Batanghari Hulu Sungai Batang Sangir 8. Ketinggian Tempat 80 550 m dpl Sumber : PT. AMT (2004).

Pemanenan Kayu Pemanenan kayu diartikan sebagai proses kegiatan pemindahan hasil hutan berupa kayu dari hutan atau tempat tumbuhnya, menuju pasar atau tempat-tempat pemanfaatannya, sehingga kayu tersebut berharga dan berguna bagi kehidupan manusia. Dengan demikian pada hakikatnya pemanenan kayu adalah suatu proses produksi, dimana kayu bulat (log) merupakan produknya (Nugroho, 1999 dalam Widiyanti, 2005). Pada kenyataannya, volume kayu yang dimanfaatkan lebih kecil dibandingkan volume kayu yang ditebang, sehingga terdapat banyak kayu yang tidak terangkut di petak tebangan dan di tempat pengunpulan kayu (TPn) berupa limbah (Muhdi, 2003). Menurut McMinn, et al. (1987) bahwa pada kebanyakan operasi penebangan menghasilkan banyak jumlah kayu yang tertinggal pada tempat tebangan. Kegiatan pemotongan tersebut menghasikan sisa kayu yang tidak dapat diperdagangkan lagi. Limbah tersebut menghasilkan sisa sumber daya pada lokasi pemanenan. Limbah Pemanenan Kayu Limbah pemanenan adalah bagian pohon yang seharusnya dapat dimanfaatkan, tetapi karena berbagai sebab terpaksa ditinggalkan di hutan. Besarnya limbah tersebut dinyatakan dalam persentase antara volume bagian batang yang ditinggalkan dengan volume seluruh batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan (Sastrodimejo dan Simarmata, 1978 dalam Muhdi, 2006). Menurut McKeever dan Falk (2004) menyatakan bahwa limbah pemanenan kayu merupakan bahan yang dipindahkan dari tempat pertumbuhan

dan sumber kayu lain selama proses pemanenan kayu dan sisa kayu ditinggalkan pada tempat pemanenan kayu. Simarmata dan Haryono (1986) dalam Muhdi (2006) mengartikan limbah pemanenan kayu sebagai pohon atau bagian batang yang tertinggal dan belum dimanfaatkan di areal tebangan yang berasal dari pohon yang ditebang dan pohon-pohon lain yang rusak akibat penebangan dan penyaradan. Jenis limbah pemanenan meliputi tunggak, bagian atas batang, dan bagian batang yang tidak dapat digunakan (Xu dan Carraway, 2005). Simarmata dan Sinaga (1982) dalam Muhdi (2006) menyatakan bahwa limbah pemanenan kayu meliputi : a. Bagian tunggak di atas batas yang diperkenankan. b. Bagian-bagian dari kayu bulat yang pecah atau tercabut seratnya sampai batas cabang. Limbah kayu dari pemanenan kayu dan pada saat pengolahan terbagi menjadi dua sumber yaitu : (a) Limbah kayu dihutan dan (b) Limbah kayu utama yang dihasilkan dari pengolahan (McKeever dan Falk, 2004). Berdasarkan pekerjaannya, Widarmana et al. (1973) dalam Muhdi (2006) membedakan limbah kayu menjadi : 1. Limbah pemanenan (logging waste), yaitu limbah akibat kegiatan pemanenan kayu. 2. Limbah industri (processing wood waste), yaitu limbah yang diakibatkan kegiatan industri kayu seperti pada pabrik penggergajian, meubel dan lain-lain.

Berdasarkan Muhdi (2006) bahwa terjadinya logging waste dibedakan sebagai berikut : 1. Limbah yang terjadi di tempat tebangan (felling area) Limbah yang terjadi di tempat tebangan biasanya berupa cabang-cabang, ranting-ranting yang berdiameter > 10 cm. Kelebihan tunggak dan tinggi yang dibenarkan (25-50 cm dari permukaan tanah) dan potongan-potongan atau tatal-tatal akibat pembagian batang (bucking). 2. Limbah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu (log deck) Limbah yang terjadi di log deck biasanya berbentuk batang yang tidak memenuhi syarat-syarat kayu ekspor baik kualitas maupun ukurannya. Misalnya kayu yang bengkok, pecah, busuk dan sebagainya. Pada sistem pemanenan yang melakukan pembagian batang (bucking) di log deck, limbah yang terjadi berupa batang-batang pendek, yaitu sisa-sisa pembagian batang tersebut. 3. Limbah yang terjadi di log pond Limbah ini umumnya terjadi pada pemanenan kayu rimba di luar pulau Jawa. Limbah di sini terutama disebabkan karena penolakan kualita oleh pihak pembeli. Kayu-kayu tersebut mungkin disebabkan terlalu lama disimpan di log pond sehingga kayu menjadi pecah-pecah, busuk atau terkena jamur. Penelitian Sugiri (1981) dalam Muhdi (2006) juga mengemukakan bahwa limbah pemanenan kayu di hutan tropika basah dari suatu HPH di Kalimantan Selatan mencapai 51,0 % dari tegakan pohon komersial yang ditebang. Limbah tersebut terdapat di areal tebangan sebesar 42,3 % dalam bentuk batang dan

cabang di atas 10 cm, log pond 6,8 % dalam bentuk batang dan log yard 1,9 % dalam bentuk batang. Lempang, et al. (1995) dalam Muhdi (2006) menjelaskan cara untuk menentukan faktor eksploitasi, yaitu dengan melihat perbandingan antara bagian batang yang dimanfaatkan dengan bagian batang yang diperkirakan dapat dimanfaatkan. Bagian batang yang diperkirakan dapat dimanfaatkan adalah bagian batang yang dimulai dari batas tunggak yang diijinkan sampai cabang pertama. Bagian batang yang ditinggalkan adalah bagian batang sampai cabang pertama (bebas cabang) yang karena sesuatu hal akibat pemanenan kayu menjadi limbah. Pemanfaatan Limbah Pemanenan Kayu Umumnya limbah pemanenan yang dihasilkan melalui proses pemanenan kayu memiliki diameter yang relative besar. Sehingga limbah pemanenan kayu tersebut memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai komponen bangunan. Menurut Abdurachman dan Hadjib (2006) bahwa dalam pemakaian kayu untuk konstruksi bangunan harus memenuhi syarat mampu menahan bermacam-macam beban yang bekerja dengan aman dalam jangka waktu yang direncanakan : mempunyai ketahanan dan keawetan yang memadai melebihi umur pakainya, serta mempunyai ukuran penampang dan panjang yang sesuai dengan pamakainya dalam konstruksi. Untuk keperluan konstruksi, sebaiknya ukurannya disesuaikan dengan ukuran standar, misalnya untuk reng berukuran 2/3, 4/6 ; kaso berukuran 5/7, atau untuk komponen kuda-kuda kayu berukuran 5/10, 6/12 dan 8/12 dan sebagainya.

Selain itu disyaratkan kadar air, kerapatan dan sebaginya perlu pula diperhatikan (Abdurachman dan Hadjib, 2006). Dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat diperkirakan kebutuhan akan bahan chip kayu dan kayu bakar akan sangat mendesak. Mungkin dalam waktu 10 atau 20 tahun mendatang limbah eksploitasi, akibat kecerobohan dan yang tidak terhindarkan, akan memadai untuk diangkut ke tempat-tempat pengolahan atau pusat distribusi. Dengan demikian masalah mengurangi besar limbah eksploitasi menjadi ringan (Suparto, 1999). Berdasarkan Departemen Kehutanan, Direktoran Jenderal Pengusahaan Hutan Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No. 212/Kpts/IV- PHH/1990 Tanggal 6 Oktober 1990, tentang Pedoman Teknis Penekanan dan Pemanfaatan Kayu Limbah Pembalakan bahwa Kayu limbah pembalakan yang dapat dipungut berbentuk kayu bulat berupa tunggak, bagian batang yang cacat/rusak, bagian batang di atas cabang, cabang dan ranting bersumber dari pohon yang ditebang sesuai perijinan yang sah (RKT) HPH atau IPK) di luar ukuran sortimen kayu bulat untuk pertukangan, kayu serpih dan sortimen khusus lainnya dengan ukuran diameter lebih kecil dari 30 cm (panjang tanpa batasan) atau panjang kurang dari 2 meter (diameter tanpa batasan). SNI 03-2445-1991, Ukuran kayu untuk bangunan Rumah dan Gedung spesifikasi ukuran panjang nominal (m): 1; 1.5; 2; 2.5; 3; 3.5; dst 5.5. Serta dapat disesuaikan dengan SNI 03-0675-1989 untuk spesifikasi ukuran kusen pintu kayu, kusen jendela kayu, daun pintu kayu dan daun jendela kayu untuk bangunan rumah dan gedung, spesifikasi ukuran untuk daun pintu tunggal (m) : (2,2.1,2.4) x

(0.8,0.9, 1.2). Ukuran untuk dua daun pintu berbeda (m) : (2,2.1, 2.4) x(1.2, 1.5), dan ukuran untuk daun pintu ganda (m) : (2, 2.1,2.4)x (1.5,1.8, 2.1, 2.4).

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lokasi penebangan RKT tahun 2009 IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber, Padang. PT. AMT terletak di daerah Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan dimulai pada tanggal 6 Maret 2009 sampai dengan 4 April 2009. Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : pita ukur dengan ukuran 50 meter yang digunakan untuk mengukur panjang limbah, phiband untuk pengukuran diameter limbah kayu, kompas, kamera, parang, tally sheet, alat-alat tulis dan alat-alat hitung. Sedangkan bahan atau objek penelitian ini adalah tegakan hutan sesudah kegiatan pemanenan serta kayu-kayu hasil penebangan di lokasi tebangan. Metode Penelitian Jumlah populasi yang diukur adalah yang layak ditebang pada RKT tahun 2009 atau pohon yang berdiameter di atas 60 cm dan sebanyak 10 % dari jumlah pohon yang ditebang pada interval waktu penelitian di lapangan pada RKT tahun 2009. Jumlah pohon produksi yang ditebang selama satu bulan adalah sebesar 1.200 batang hal tersebut menunjukkan sampel yang diambil adalah sebanyak 120 batang. Untuk mendapatkan jumlah sampel tersebut dilakukan penelitian selama

satu bulan penuh dengan asumsi 25 hari kerja efektif, sehingga total sampel yang akan diperoleh dapat mewakili potensi limbah pada lokasi tebangan. Selama batas waktu tersebut data primer yang dikumpulkan berupa pengamatan dan pengukuran pada lokasi penebangan terhadap 4 petak tebangan. Pengamatan dan pengukran dilakukan secara acak terhadap 4 petak tersebut dan dapat ditabulasikan pada Tabel 2 Tabel 2. Jumlah sampel tiap petak tebangan No. Petak Tebangan Jumlah Kayu Keterangan 1 Petak 55 25 Luas = 92 Ha 2 Petak 56 27 Luas = 83 Ha 3 Petak 73 25 Luas = 100 Ha 4 Petak 74 43 Luas = 97 Ha Jumlah 120 batang Sumber : data primer penelitian (2009). Pengukuran volume log yang menjadi limbah dan diharapkan termanfaatkan diperoleh dengan cara mengukur panjang log dan diameter ujung dan pangkal log tersebut. Jenis kayu yang diteliti adalah jenis kayu komersial yang berasal dari kayu dari keluarga meranti yaitu meranti merah, meranti cengkawang, meranti sepat, meranti kulit buaya, dan meranti batu. Pengukuran panjang log yang dijadikan limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan yaitu log dengan panjang mulai dari 1,6 m dan lebih besar disesuaikan untuk pemanfaatan log berdasarkan SNI 03-0675-1989 dan SNI 03-2445-1991.

Pengumpulan Data Data Primer Data primer didapatkan dengan cara melakukan pencatatan data secara langsung di areal penelitian. Jenis data primer yang dikumpulkan meliputi : 1. Data total volume log yang diharapkan termanfaatkan 2. Data volume log yang tidak termanfaatkan (limbah pemanenan kayu di lokasi penebangan). Pengukuran data primer meliputi : 1. Pengukuran total volume log yang diharapkan termanfaatkan. Volume log yang diharapkan termanfaatkan menunjukkan volume log setelah kegiatan penebangan yang masih berada pada lokasi penebangan yang diharapkan dapat termanfaatkan seluruhnya. 2. Pengukuran volume log yang tidak termanfaatkan. Volume log yang tidak termanfaatkan adalah volume log yang ditinggalkan pada lokasi penebangan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kesalahan cacat alami kayu, cacat mekanis, dan faktor alam yaitu kelerengan. Volume log yang tidak termanfaatkan dapat disebut sebagai limbah pemanenan kayu yang berada pada lokasi penebangan. Data Sekunder Data sekunder diperoleh langsung dari IUPHHK PT. AMT dan dari berbagai literatur yang mendukung. Jenis data sekunder yang dikumpulkan berupa keadaan fisik kawasan dan kondisi IUPHHK PT AMT meliputi status kawasan,

geografi, topografi, iklim, variasi, vegetasi dan satwa yang terdapat di dalam hutan, serta kondisi demografi di sekitar wilayah pengusahaan hutan. Data sekunder lainnya yang juga penting yaitu spesifikasi alat (chainsaw dan alat penyaradan/traktor) yang digunakan selama penelitian pemanenan tersebut dilaksanakan. Pengolahan dan Analisa Data Volume log yang diharapkan termanfaatkan Perhitungan volume log yang diharapkan termanfaatkan pada lokasi penebangan dilakukan dengan menggunakan rumus Brereton (Muhdi, 2006) : V = ¼ π [ { (du + dp )/2 }/100] 2 x t Keterangan : V : Volume (m 3 ) π : 3,14 dp : Diameter Pangkal (cm) du : Diameter Ujung (cm) t : Panjang (m) Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan Limbah pemanenan yang diukur pada penelitian ini adalah sisa-sisa atau bagian pohon yang ditebang yang dianggap tidak bernilai ekonomis dalam suatu proses produksi pemanenan dan ditinggalkan di tempat tebangan setelah operasi pemanenan selesai. Selain limbah pemanenan, log yang diangkut juga dihitung volumenya untuk kemudian di hitung persentase limbahnya. Pengukuran panjang log yang dijadikan limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan yaitu log

dengan panjang mulai dari 1,6 m dan lebih besar disesuaikan untuk pemanfaatan log berdasarkan SNI 03-0675-1989 dan SNI 03-2445-1991. Limbah yang berasal dari cabang, ranting, dan pucuk tidak dilakukan pengamatan dan pengukuran disebabkan jarang untuk dapat dimanfaatkan. Sehingga dapat memakan waktu dan biaya dalam pengukuran, sedangkan limbah tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Pengamatan dan pengukuran yang dilakukan pada saat penelitian adalah limbah yang mungkin untuk dimanfaatkan. Persentase Limbah Pemanenan kayu di Lokasi Penebangan Persentase limbah pemanenan kayu adalah perbandingan antara volume limbah pemanenan kayu terhadap volume total pemanenan kayu (volume batang ditambah volume limbah pemanenan kayu). Persentase limbah pemanenan kayu dapat dihitung dengan rumus (Muhdi, 2003) : V1 % Limbah = X 100% V 2 Keterangan : V1 : Volume limbah pemanenan kayu yang tidak termanfaatkan V2 : Volume total pemanenan kayu yang diharapkan dapat dimanfaatkan (volume limbah pemanenan + volume log yang diangkut) Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Lokasi Penebangan Potensi limbah pemanenan kayu merupakan gambaran besaran jumlah limbah pemanenan yang berdasarkan jumlah batang pohon yang ditargetkan ditebang pada RKT 2009. Potensi limbah pemanenan kayu di patak tebangan menunjukkan besarnya limbah pemanenan kayu yang terdapat pada lokasi tebangan berdasarkan jumlah batang yang diamati.

Faktor Eksploitasi Menurut Elias (2002) dalam Widiyanti (2005), Faktor Eksploitasi adalah perbandingan volume kayu yang dapat diproduksi dari sebatang pohon yang ditebang dengan volume batang pohon berdiri sampai dengan cabang pertama dari pohon yang sama. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran pohon berdiri namun dilakukan pengukuran dimensi terhadap kayu yang sudah ditebang sampai dengan cabang pertama. Vp Fe = Vph Keterangan : Fe : Faktor Eksploitasi Vp : Volume kayu yang diproduksi dari pohon yang ditebang sampai dengan TPn (m 3 ) Vph : Volume batang pohon berdiri sampai dengan cabang pertama (m 3 ) Pemaafaatan Limbah Pemanenan Kayu Pemanfaatan limbah pemanenan dapat merujuk pada penggunaan limbah sebagai bahan baku produk penggergajian kayu serta dapat digunakan sebagai bahan bakar. Kayu bangunan adalah kayu olahan yang diperoleh dengan jalan mengkonversikan kayu bulat menjadi kayu berbentuk balok, papan atau bentukbentuk yang sesuai dengan tujuan penggunaannya (SNI, 1991). Limbah pemanenan kayu yang dapat dijadikan kayu gergajian untuk bangunan rumah dan gedung disesuaikan dengan SNI 03-2445-1991, sesuai dengan SNI tersebut spesifikasi ukuran panjang minimal yaitu 1 m. Serta dapat disesuaikan dengan SNI 03-0675-1989 untuk spesifikasi ukuran kusen pintu kayu, kusen jendela kayu, daun pintu kayu dan daun jendela kayu untuk bangunan rumah dan gedung, sesuai SNI tersebut spesifikasi ukuran panjang minimal yaitu 0,8 m.

HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Kayu Tebangan dan Faktor Eksploitasi Kegiatan penebangan yang baik adalah yang tidak menyisakan limbah pemanenan. Pengukuran terhadap volume kayu tebangan adalah suatu kegiatan untuk dapat memprediksi besaran limbah yang tertinggal di lokasi penebangan. Volume log yang diharapkan termanfaatkan, volume log termanfaatkan, dan faktor eksploitasi dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3. Volume log yang diharapkan termanfaatkan dan volume log yang termanfaatkan No. 1 2 3 4 Volume Diharapkan Termanfaatka Jenis n (Vph) Meranti Merah (Shorea leprosula) 186.5 138.2 Meranti Cengkawang (Shorea parvifolia) 104.15 83.67 Meranti Sepat (Shorea palembanica) 149.52 97.81 Meranti Kulit Buaya (Shorea platycladus) 63.18 44.73 Meranti Batu (Hopea mengarawan) 104.63 83.73 Volume Termanfaatkan (Vp) 5 Jumlah 607.98 448.14 Sumber : data primer penelitian (2009). Kelas kuat III-IV III-V III-V II II-I Kelas Awet III III IV II II Fe 0.74 0.80 0.65 0.71 0.80 Tabel 3 menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara volume log yang diharapkan termanfaatkan dengan volume log yang termanfaatkan. Volume log yang termanfaatkan diperoleh dari pengukuran volume log yang diangkut ke TPn, dengan asumsi volume log tersebut termanfaatkan. Sedangkan untuk volume log yang diharapkan termanfaatkan adalah volume log yang diharapkan dapat termanfaatkan secara keseluruhan tanpa adanya limbah.

Rata-rata Fe yang diperoleh adalah 0,74 dengan Fe terbesar diperoleh dari jenis meranti cengkawang dan meranti batu yaitu sebesar 0,80. Sedangkan untuk nilai Fe terkecil diperoleh dari jenis meranti sepat yaitu sebesar 0,65. Berdasarkan Widiyanti (2005) bahwa besarnya nilai Fe menunjukkan melalui sistem pemanenan yang ada seberapa besar kayu yang dapat dimanfaatkan, setelah mempertimbangkan kondisi topografi lapangan. Nilai Fe yang rendah dapat mengindikasikan bahwa semakin banyak volume pohon yang seharusnya termanfaatkan menjadi limbah pemanenan. Semakin tinggi nilai Fe maka akan semakin baik. Karena kondisi ini mengindikasikan semakin minimnya limbah kayu yang dihasilkan. Hasil nilai Fe yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 0,74 menunjukkan nilai Fe yang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Widiyanti (2005) di areal PT. Inanta Timber yaitu sebesar 0,85. Perbedaaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi topografi lapangan. Demikian juga nilai Fe yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Elias (2002) dalam Widiyanti (2005) yang dilakukan di areal PT. Kiani Lestari yaitu sebesar 0,90. Besarnya faktor eksploitasi yang diperoleh pada penelitian tersebut dapat disebabkan oleh kondisi topografi lapangan yang mudah serta sistem pengelolaannya sebagai HPHTI. Menurut Elias (2002) dalam Widiyanti (2005), besarnya Fe pada dasarnya ditentukan oleh adanya 2 faktor dominan, yaitu:

1. Efisiensi pemanenan kayu Efisiensi pemanenan kayu terutama sekali dipengaruhi oleh sistem dan teknik kegiatan pemanenan kayu. Teknik pemanenan kayu tidak terlepas dari tahapan penebangan yang merupakan komponen dari kegiatan pemanenan kayu, dan tidak terlepas dari kegiatan penentuan arah rebah pohon, pelaksana penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengupasan dan pengangkutan. Teknik penebangan yang baik, yang mengusahakan pembuatan arah rebah yang tepat dan pembuatan teknik rebah yang serendah mungkin dapat meminimalisasi tingkat kerusakan kayu di lokasi penebangan. 2. Kerusakan biologis Kerusakan biologis merupakan salah satu hal yang paling banyak menimbulkan masalah limbah pemanenan kayu setelah sistem dan teknik pemanenan kayu yang kurang tepat. Limbah Pemanenan Kayu Menurut Sastrodimejo dan Simarmata (1978) dalam Muhdi (2006) Limbah pemanenan adalah bagian pohon yang seharusnya dapat dimanfaatkan, tetapi karena berbagai sebab terpaksa ditinggalkan di hutan. Besarnya limbah tersebut dinyatakan dalam persentase antara volume bagian batang yang ditinggalkan dengan volume seluruh batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan juga berarti kayu sisa yang tidak termanfaatkan lagi yang ditinggalkan pada lokasi penebangan. Artinya kayu tersebut seharusnya dapat termanfaatkan namun karena ditinggalkan di lokasi penebangan maka disebut limbah. Limbah pemanenan kayu merupakan

suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pemanenan kayu. Limbahlimbah yang diamati dan diukur pada lokasi penebangan adalah sisa-sisa kayu yang tertinggal pada lokasi penebangan dengan dimensinya dapat dimanfaatkan. Sedangkan untuk limbah dengan ukuran kecil tidak dilakukan pengamatan dan pengukuran disebabkan sudah tidak dapat termanfaatkan lagi. Besarnya limbah tersebut dinyatakan dalam persentase antara volume bagian batang yang ditinggalkan dengan volume seluruh batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Besarnya persentase limbah pada lokasi penebangan dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4. Persentase limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan berdasarkan jenis No. Jenis Pohon Volume Log yang diharapkantermanfaatkan (m 3 ) 1 2 3 4 5 Meranti Merah Meranti Cengkawang Meranti Sepat Meranti Kulit Buaya Meranti Batu 186,5 104,15 149,52 63,18 104,63 Volume Limbah (m 3 ) 23,37 16,92 31,47 5,36 16,62 Persentase Limbah (%) 12,53 16,25 21,05 8,48 15,88 Total 607,98 93,74 14,84 Sumber : data primer penelitian (2009). Hasil persentase limbah pemanenan yang terbesar diperoleh dari jenis meranti sepat dengan nilai sebesar 21,05 % dan persentase terkecil diperoleh dari jenis meranti kulit buaya yaitu sebesar 8,48 %. Rata-rata persentase limbah pemanenan yang terdapat pada lokasi penebangan dalam bentuk batang adalah sebesar 14,84 %. Persentase limbah yang diperoleh pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan penelitian Widiananto (1981) dalam Muhdi (2006) mengemukakan bahwa limbah pemanenan kayu di hutan alam tropika basah dari suatu HPH di Kalimantan Timur mencapai 39,9 %, yang terdiri dari 26,5 % dalam bentuk batang dan 13,4 % dalam bentuk cabang. Persentase limbah pemanenan

yang lebih baik tersebut dapat disebabkann oleh penerapan RIL pada kegiatan pemanenan kayu pada IUPHHK-HA PT. AMT. Salah satu contoh limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan dapat dilihat pada Gambar 1 Gambar 1. Limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan. Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No. 212/Kpts/IV-PHH/1990 Tentang Pedoman Teknis Penekanan dan Pemanfaatan Kayu Limbah Pembalakan dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :6886/Kpts- II/2002 Tentang Pedoman dan Tata Cara Pemberian Izin Pemungutan Hasil Hutan (HPH) pada Hutan Produksi, Kayu limbah pembalakan adalah kayu yang tidak atau belum dimanfaatkan pada kegiatan pembalakan yang berasal dari pohon yang boleh ditebang berupa sisa pembagian batang, tunggak, cabang, ranting, pucuk dan kayu bulat yang mempunyai ukuran diameter kurang dari 30 cm atau panjang kurang dari 2 meter atau kayu cacat/gerowong lebih dari 40%. Tujuan dari pemanfaatan limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan adalah untuk peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat disekitar lokasi IUPHHK PT. AMT

dan juga berguna untuk mengurangi kegiatan illegal logging pada areal kerja IUPHHK PT. AMT. Limbah Pemanenan Berdasarkan Sebaran Diameter Sortimen Hasil pengamatan dan pengukuran sortimen limbah pemanenan pada lokasi penebangan diklasifikasikan berdasarkan kelas diameter limbah. Sebaran sortimen yang paling banyak dengan kelas diameter 41 cm hingga 61 cm yaitu sebanyak 19 sortimen dan persentasenya sebesar 35,19 %, sedangkan kelompok sortimen yang paling sedikit adalah kelas diameter diatas 100 cm dengan jumlah 11 sortimen dan dengan persentasenya sebesar 20,37 %. Jumlah sortimen yang memiliki limbah pemanenan yaitu sebanyak 54 sortimen sedangkan sortimen selebihnya adalah sortimen yang diamati tanpa limbah. Jumlah sortimen terbanyak dengan persentase terbesar untuk kelas diameter 41 cm hingga 61 cm disebabkan limbah yang diperoleh kebanyak adalah berasal dari ujung batang yang dipanenan. Sehingga diameter limbah yang diperoleh relative lebih kecil. Untuk jumlah sortimen dan persentase terkecil adalah diameter di atas 100 cm disebabkan limbah yang diperoleh lebih sedikit berasal dari pangkal batang yang dipanen. Jenis-jenis kayu yang memiliki diameter yang lebih besar dari 100 cm relative jarang, namun ada. Persentase sebaran diameter limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan dapat dilihat dari Gambar 2

Gambar 2. Sebaran diameter sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan. Limbah Pemanenan Berdasarkan Sebaran Panjang Sortimen Hasil pengamatan dan pengukuran limbah pemanenan kayu pada lokasi penabangan untuk sebaran panjang sortimen. Sebaran sortimen yang paling banyak dengan kelas panjang 1,6 m hingga 2,6 m yaitu sebanyak 27 sortimen dan persentasenya sebesar 50 %, sedangkan kelompok sortimen yang paling sedikit adalah dengan kelas panjang 2,6 m hingga 3,6 m dengan jumlah 9 sortimen dan dengan persentasenya sebesar 16,67 %. Dimensi limbah yang terdapat pada lokasi penebangan relative berbedabeda. Hal tersebut juga terpengaruh oleh jenis-jenis kayu yang dihasilkan, apakan kayu tersebut memiliki cacat alami sehingga ditinggalkan dengan ukuran sortimen yang relative panjang. Demikian juga dipengaruhi oleh medan yang dilalui, bila kemiringan lapangannya besar maka akan semakin susah menyarad log yang memiliki ukuran yang panjang. Sehingga limbah yang dihasilkan relative panjang. Limbah pemanenan berdasarkan sebaran panjang sortimen dapat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3. Sebaran panjang sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan. Gambar 3 menunjukkan besarnya persentase sebaran panjang sortimen limbah pemanenan yang terdapat pada lokasi penebangan. Persentase yang paling besar ditunjukkan dengan panjang 1,6 m hingga 2,6 m yaitu sebesar 50 %. Limbah Pemanenan Berdasarkan Sebaran Diameter dan Panjang Sortimen Sebaran diameter dan panjang sortimen limbah pemanenan pada lokasi penebangan terbanyak yaitu terdapat pada kelas panjang 1,6 m sampai 2,6 m dengan kelas diameter 41 cm sampai 61 cm yaitu sebesar 18,51 %. Sedangkan sebaran diameter dan panjang sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan terkecil yaitu pada kelas panjang 2,6 m hingga 3,6 m dengan kelas diameter 61 cm hingga 81 cm. Hasil persentase sebaran diameter dan panjang sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Sebaran diameter dan panjang sortimen limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan. Faktor Penyebab Limbah Pemanenan Perbedaan persentase limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan dipengaruhi beberapa faktor penyebab terjadinya limbah. Menurut Sularso (1996) dalam Muhdi, 2003 ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi besarnya limbah kayu antara lain : diameter pohon yang ditebang, bentuk tajuk dan percabangannya, kemiringan lapangan serta kerapatan tegakan. Faktor-faktor tersebutlah yang mempengaruhi persentase limbah, semakin banyak limbah pemanenan pada lokasi penebangan mengindikasikan bahwa ada pengaruh dari faktor penyebab tersebut. Salah satu contoh limbah pada lokasi penebangan yang ditinggalkan karena faktor kelerengan dapat dilihat pada Gambar 5

Gambar 5. Limbah pada lokasi penebangan yang ditinggalkan karena faktor kelerengan Hasil penelitian Yudiarto (1997) dalam Widiyanti (2005) juga menyatakan bahwa pada limbah pemanenan terdapat kecenderungan bahwa besarnya limbah pemanenan kayu sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor teknis pelaksanaan metode penebangan dan permintaan pasar. Semakin terampil seorang operator, maka limbah yang ditimbulkan akan semakin kecil, sehingga bagian kayu yang termanfaatkan akan semakin besar. Hal ini sangat menguntungkan karena akan meminimalisasi limbah pemanenan kayu dan peningkatan nilai ekonomis kayu. Limbah-limbah yang berasal dari kegiatan pemanenan pada lokasi penebangan disebabkan oleh berbagai faktor. Diantaranya yaitu disebabkan oleh cacat alami kayu, cacat mekanis yang disebabkan oleh teknik penebangan, dan yang terakhir adalah faktor alam yang disebabkan oleh kemiringan medan. Faktorfaktor tersebut saling berhubungan dengan potensi limbah pada lokasi penebangan. Cacat alami yang terdapat pada limbah yaitu berupa gerowong (Gambar 6), mata kayu (Gambar 7), bengkok (Gambar 8), dan banir (Gambar 9)

Gerowong Gambar 6. Limbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (gerowong) Mata Kayu Gambar 7. Limbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (mata kayu) Bengkok Gambar 8. Limbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (bengkok)

Banir Gambar 9. Limbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor alami (banir) Cacat mekanis yang terjadi pada limbah pemanenan kayu dapat disebabkan teknik pelaksanaan metode penabangan oleh operator tebang. Cacat mekanis yang terjadi dapat berupa pecah pada log sehingga ditinggalkan pada lokasi penebangan. Gambar limbah yang diakibatkan oleh cacat mekanis berupa pecah dapat dilihat pad Gambar 10 Pecah Gambar 10. Limbah pemanenan kayu yang disebabkan oleh faktor mekanis (pecah).

Penyebab yang terakhir terjadinya limbah pemanean pada lokasi penebangan yaitu faktor alam yang disebabkan oleh kemiringan medan. Data yang diperoleh dari PT. AMT mengenai kemiringan medan pada areal kerja PT. AMT menunjukkan bahwa sebagian besar dari areal kerja memiliki kemiringan lereng curam dengan persentase kemiringan antara 25 % sampai 40 % sebesar 57,66 % dari keseluruhan areal kerja PT. AMT. Hal tersebut menunjukkan limbah yang terjadi pada lokasi penebangan disebabkan oleh faktor alam, sehingga sulit untuk menyarad kayu dengan kemiringan medan curam. Faktor terbesar penyebab terjadinya limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan adalah cacat alami yaitu sebesar 70,61 %, dengan jumlah sortimen yaitu sebanyak 40 sortimen. Kemudian untuk faktor penyebab limbah yang disebabkan oleh faktor alam yaitu sebesar 17,51 %. Sedangkan faktor terkecil penyebab terjadinya limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan adalah cacat mekanis sebesar 11,88 %. Persentase limbah berdasarkan faktor penyebabnya dapat dilihat dari Gambar 11 dan Tabel 5 Gambar 11. Persentase limbah pemanen kayu berdasarkan faktor penyebabnya.

Tabel 5. Persentase limbah pemanenan kayu berdasarkan faktor penyebabnya Jumlah Sortimen Volume (m3) Persentase (%) No. Jenis Cacat Jenis Kayu 1 Cacat Alami a. Gerowong Meranti Merah 3 5.31 5.67 Meranti Cengkawang 2 8.72 9.30 Meranti Sepat 4 17.69 18.87 Meranti Kulit Buaya 0 0 0 Meranti Batu 1 3.34 3.56 b. Mata Kayu Meranti Merah 8 4.27 4.56 Meranti Cengkawang 1 2.28 2.43 Meranti Sepat 1 0.76 0.81 Meranti Kulit Buaya 0 0 0.00 Meranti Batu 4 2.71 2.89 c. Bengkok Meranti Merah 2 1.81 1.93 Meranti Cengkawang 1 0.54 0.58 Meranti Sepat 0 0 0.00 Meranti Kulit Buaya 1 0.63 0.67 Meranti Batu 3 2.23 2.38 d. Banir Meranti Merah 3 4.25 4.53 Meranti Cengkawang 0 0 0.00 Meranti Sepat 1 4.94 5.27 Meranti Kulit Buaya 2 4.25 4.53 Meranti Batu 2 2.46 2.62 2 Cacat Mekanis a. Pecah Meranti Merah 4 7.72 8.24 Meranti Cengkawang 0 0 0.00 Meranti Sepat 0 0 0.00 Meranti Kulit Buaya 0 0 0.00 Meranti Batu 2 3.42 3.65 3 Faktor Alam a. Kelerengan (25%-40%) Meranti Merah 0 0 0.00 Meranti Cengkawang 3 5.38 5.74 Meranti Sepat 3 8.08 8.62 Meranti Kulit Buaya 1 0.48 0.51 Meranti Batu 2 2.46 2.62 Jumlah 54 93.73 100.00 Sumber : data primer penelitian (2009).

Hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan terhadap faktor penyebab terjadinya limbah diperoleh persentase terkecil dari faktor mekanis. PT. AMT telah mulai melaksanakan penerapan RIL (reduce impact logging) Suatu usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak pemanenan kayu terhadap lingkungan (sistem pemanenan kayu ramah lingkungan). Salah satunya yaitu meminimalilsasikan limbah pemanenan kayu. Teknik penebangan dan pembagian batang oleh operator sudah dilaksanakan semaksimal mungkin. Salah satunya yaitu penebangan dengan menyisakan tonggak yang lebih kecil (gambar 12). Pemotongan batang yang dilakukan pada lokasi penebangan adalah memotong batang pada batas cabang pertama untuk meminimalkan limbah pemanenan. Gambar 12. Tonggak yang ditinggalkan pada lokasi penebangan. Munurut Enters (2001) dalam Muhdi (2003) menyatakan bahwa pemotongan tonggak kayu yang ditebang yang seoptimal mungkin merupakan langkah awal dalam pengurangan limbah pemanenan kayu. Hal ini disebabkan pemotongan tonggak adalah salah satu kegiatan utama dalam pemanenan kayu tergantung seberapa besar usaha untuk mengurangi kerusakan tegakan tinggal yang diharapkan menjadi tegakan utama pada siklus tebang berikutnya.

Limbah pemanenan yang dihasilkan pada lokasi penebangan adalah sebesar 45 % dari keseluruhan pengamatan terhadap 120 batang. Jumlah pohon yang menghasilkan limbah adalah sebesar 54 dan 66 pohon lainnya adalah tidak berlimbah. Hal tersebut menunjukkan banyaknya pohon yang menghasilkan limbah. Kegiatan pemanenan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan produksi dan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi dan sosial dengan tujuan untuk mengoptimalkan nilai hutan, menjaga pasokan untuk industri stabil, dan meningkatkan peluang kerja, meningkatkan ekonomi lokal dan regional. Hal tersebut merupakan arti penting dalam pengelolaan secara lestari. Pemanfaatan Limbah Pemanenan Kayu Limbah pemanenan kayu yang diperoleh pada lokasi penebangan dapat dimanfaatkan seluruhnya. Berdasarkan Departemen Kehutanan, Direktoran Jenderal Pengusahaan Hutan Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No. 212/Kpts/IV-PHH/1990 Tanggal 6 Oktober 1990, tentang Pedoman Teknis Penekanan dan Pemanfaatan Kayu Limbah Pembalakan bahwa Kayu limbah pembalakan memiliki sortimen khusus lainnya dengan ukuran diameter lebih kecil dari 30 cm (panjang tanpa batasan) atau panjang kurang dari 2 meter (diameter tanpa batasan). Pengukuran terhadap limbah pemanenan yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan ukuran terkecil untuk panjang yaitu 1,6 m. dan dengan diameter terkecil yaitu 43 m. Berdasarkan pada SNI 03-2445-1991 tentang Spesifikasi

Ukuran Kayu untuk Bangunan Rumah dan Gedung yang mensyaratkan ukuran panjang minimal yang dapat digunakan adalah 1 meter, maka kayu yang di atas 1 meter atau kurang dari 2 meter masih dapat dimanfaatkan untuk kayu pertukangan. Begitu juga dengan SNI 03-0675-1989 untuk spesifikasi ukuran kusen pintu kayu, kusen jendela kayu, daun pintu kayu dan daun jendela kayu untuk bangunan rumah dan gedung panjang kayu yang minimal yaitu 0,8 m dapat digunakan. Tujuan dari pemanfaatan limbah kayu ini selain bernilai dari segi ekonomis juga untuk peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi IUPHHK-HA PT. Andalas Merapi Timber dan bertujuan juga untuk meredam kegiatan masyarakat untuk melakukan kegiatan illegal logging. Pemanfaatan limbah pemanenan kayu pada PT. AMT terkendala pada berbagai faktor, yaitu biaya yang dikeluarkan lebih besar dalam pengelolaan limbah. Faktor selanjutnya disebabkan oleh perizinan sawmill lokal yang belum mendapatkan izin oleh pemerintah daerah. Mengingat hal tersebut, limbah yang berada pada areal kerja PT. AMT sama sekali belum dapat dimanfaatkan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Persentase limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan adalah sebesar yaitu 45 % dari keseluruhan pengamatan terhadap limbah dari 120 batang, terdapat 54 batang yang berlimbah dan 66 batang tidak berlimbah. Persentase limbah pemanenan kayu terbesar diperoleh dari jenis meranti sepat yaitu sebesar 21,05 % dan persentase terkecil yaitu diperoleh dari jenis meranti kulit buaya sebesar 8,48 % dengan rata-rata limbah pemanenan kayu pada lokasi penebangan perjenisnya yaitu sebesar 14,84 %. Faktor eksploitasi yang diperoleh untuk limbah pemanenan kayu yaitu sebesar 0,74. Faktor penyebab limbah terdiri dari cacat alami sebesar 70,61 %, cacat mekanis sebesar 11,88 %, dan yang disebabkan factor alam berupa kelerengan yaitu sebesar 17,51 %. Seluruh sortimen limbah yang diperoleh secara keseluruhan dapat dimanfaatkan berdasarkan pada SNI 03-2445-1991 tentang Spesifikasi Ukuran Kayu untuk Bangunan Rumah dan Gedung dan SNI 03-0675-1989 untuk spesifikasi ukuran kusen pintu kayu, kusen jendela kayu, daun pintu kayu dan daun jendela kayu untuk bangunan rumah dan gedung. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai limbah pemanenan kayu secara keseluruhan dari mulai kelebihan tunggak, cabang, ranting, dan pucuk untuk dapat diketahui nilai manfaat yang dapat diperoleh. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai efektivitas penerapan RIL (Reduce Impact Logging) dalam meminimalisasikan limbah pemanenan kayu.